KONSENTRASI BELAJAR DAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA KELAS VII DI SMP NEGERI 1 CIAWIGEBANG.

(1)

KONSENTRASI BELAJAR DAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA KELAS VII DI SMPN 1 CIAWIGEBANG TAHUN AJARAN 2016/2017

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Siti Nuramaliana NIM. 12104244031

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

ii


(3)

iii


(4)

iv


(5)

v MOTTO

“Sukses cepat tercapai bila kita fokus pada apa yang kita inginkan, bukan pada hal yang kita takuti.”

(Bob Sadino)

“Konsentrasikan seluruh pikiran selama Anda melakukan pekerjaan. Sinar matahari tidak akan bisa membakar hingga titik fokusnya ketemu”


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Sebagai ungkapan rasa syukur serta terima kasih, karya ini dengan setulus hati saya persembahkan untuk :

1. Bapak Kusyana dan Mamah Entin Nurhayati tercinta 2. Adik saya Fifit Nabhan tersayang

3. Calon suami saya Reza Darodzati tersayang

4. Almamaterku Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Yogyakarta 5. Agama, Nusa, dan Bangsa


(7)

vii

KONSENTRASI BELAJAR DAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA KELAS VII DI SMP NEGERI 1 CIAWIGEBANG

Oleh Siti Nuramaliana NIM 12104244031

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan konsentrasi belajar dan penyesuaian diri pada siswa kelas VII di SMP Negeri 1 Ciawigebang Tahun Ajaran 2016/2017.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan jenis penelitian kuantitatif deskriptif. Subjek penelitian ini berjumlah 108 siswa yang terdiri dari siswa kelas VII. Penentuan subyek penelitian ini ditentukan dengan mengambil sampel secara acak yang menggunakan teknik sampling

propotional random sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah angket. Instrumen yang digunakan adalah skala konsentrasi belajar dan skala penyesuaian diri. Validasi instrumen dilakukan dengan validasi ahli berupa expert judgement, sedangkan reliabilitas instrumen menggunakan rumus Alpha Cronbach untuk skala konsentrasi belajar sebesar 0,758, sedangkan skala penyesuaian diri sebesar 0,810 yang menunjukkan realibilitas sangat tinggi. Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini menggunakan analisis statistik deskriptif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa konsentrasi belajar siswa kelas VII di SMP Negeri 1 Ciawigebang sebanyak 32 siswa berada pada kategori rendah, 45 siswa berada pada kategori sedang, dan 31 siswa berada pada kategori tinggi, Penyesuaian diri siswa kelas VII di SMP Negeri 1 Ciawigebang sebanyak 30 siswa berada pada kategori rendah, 46 siswa berada pada kategori sedang, 32 siswa berada pada kategori tinggi.


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan limpahan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Hubungan antara Konsentrasi Belajar dengan Penyesuaian Diri pada Siswa Kelas VII di SMPN 1 Ciawigebang”.

Dalam proses pembuatan dan penyusunan karya tulis yang sederhana ini, tentu tidak akan pernah terlepas dari peran orang-orang yang ada disekitar penulis yang selalu medukung dan selalu memberikan motivasi yang sangat berharga bagi penulis. Sebagai ungkapan rasa syukur, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak atas dukungan dan kerja sama yang baik secara langsung maupun tidak langsung. Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Allah SWT yang telah memberikan kesehatan, kemudahan, kekuatan sehinggan mampu menyelesaikan skripsi dengan lancar dan baik.

2. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) yang telah memfasilitasi dan memberikan kesempatan untuk menjalani dan menyelesaikan studi.

3. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) UNY beserta jajarannya yang telah memfasilitasi kebutuhan akademik penulis selama menjalani masa studi. 4. Ibu Isti Yuni Purwanti, M.Pd selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah

melancarkan proses penyusunan skripsi dan banyak memberikan bimbingan serta masukan selama proses penyusunan skripsi.


(9)

ix

5. Ibu Dr. Farida Agus Setiawati, M. Si. sebagai Dosen Penguji Utama yang telah bersedia menguji dan memberikan saran kepada penulis untuk perbaikan penulisan skripsi ini.

6. Bapak Sugiyatno, M. Pd. sebagai Sekretaris Penguji yang telah bersedia memberikan saran kepada penulis untuk perbaikan penulisan skripsi ini.

7. Mamah Entin Nurhayati S.Pd dan Bapak Kusyana S.Pd, yang selalu memanjatkan do’a disetiap sujudnya, dampingan, kasih sayang yang tiada tara tanpa pamrih mengiringi penulis selama ini. Semoga semua jasamu akan dibalas oleh Allah SWT.

8. Fifit Nabhan Nurfitriani sebagai adik penyusun yang sudah memberikan do’a, semangat, dan dukungannya.

9. Calon suamiku Reza Darodzati M.Cs yang telah memberikan do’a, semangat, dan dukungannya.

10. Nenek Kakekku, Saudara-saudara sepupuku, Tante-tanteku, dan seluruh keluarga besarku terima kasih atas do’a, semangat, dan motivasinya.

11. Dosen-dosen Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan FIP UNY yang telah menyampaikan ilmu, wawasan, dan pengalamannya selam perkuliahan. 12. Bapak Drs. Didi Kusnadi M.M.Pd selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 1

Ciawigebang yang telah memberikan izin untuk mengadakan penelitian. 13. Bapak Diana Mukti S.Pd selaku guru Bimbingan dan Konseling kelas VII

yang bersedia memberikan bantuan informasi, tenaga, waktu, dan kesempatan untuk melakukan penelitian.


(10)

(11)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 10

C. Batasan Masalah ... 11

D. Rumusan Masalah ... 12

E. Tujuan Penelitian ... 12

F. Manfaat Penelitian ... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 14

A. Kajian Tentang Konsentrasi Belajar ... 14

1. Pengertian Konsentrasi Belajar ... 14

2. Pentingnya Konsentrasi Belajar ... 17

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsentrasi Belajar ... 19

4. Aspek – Aspek Konsentrasi Belajar ... 21


(12)

xii

6. Indikator Konsentrasi Belajar ... 25

B. Kajian tentang Penyesuaian Diri di Sekolah ... 25

1. Pengertian Penyesuaian diri ... 25

2. Bentuk-Bentuk Penyesuaian Diri... 27

3. Aspek-Aspek Penyesuaian Diri di Sekolah ... 28

4. Kriteria-Kriteria Penyesuaian Diri ... 33

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri ... 39

C. Kajian Tentang Remaja ... 45

1. Hakikat Remaja... 45

2. Karakteristik remaja ... 46

3. Tugas Perkembangan Remaja ... 49

D. Pengertian BK Belajar ... 50

1. Pengertian Bimbingan dan Konseling ... 50

E. Kerangka Berpikir ... 54

F. Pertanyaan Penelitian ... 56

BAB III METODE PENELITIAN... 58

A. Pendekatan Penelitian ... 58

B. Subyek Penelitian ... 58

1. Populasi Penelitian ... 58

2. Sampel Penelitian ... 59

C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 61

D. Variabel Penelitian ... 62

E. Definisi Operasional ... 62

F. Teknik Pengumpulan Data ... 63

G. Instrumen Penelitian ... 64

H. Teknik Analisis Data ... 73


(13)

xiii

A. Hasil Penelitian ... 76

1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 76

2. Deskripsi Waktu Penelitian ... 76

3. Deskripsi Data dan Hasil Penelitian ... 76

B. Keterbatasan Penelitian ... 96

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 97

A. Kesimpulan ... 97

B. Saran ... 98


(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Skor Skala Konsentrasi Belajar dan Penyesuaian Diri ... 65

Tabel 2. Kisi-kisi Skala Konsentrasi Belajar ... 67

Tabel 3. Cara Penilaian Skala Konsentrasi Belajar ... 68

Tabel 4. Kisi-kisi Skala Penyesuaian Diri... 70

Tabel 5. Cara Penilaian Skala Penyesuaian Diri ... 72

Tabel 6. Standar Kriteria Kategorisasi Konsentrasi Belajar dan Penyesuaian Diri ... 73

Tabel 7. Deskripsi Penilaian Data Konsentrasi Belajar ... 77

Tabel 8. Distribusi Frekuensi Kategorisasi Konsentrasi Belajar ... 78

Tabel 9. Distribusi Frekuensi Kategorisasi Pemusatan Pikiran ... 80

Tabel 10. Distribusi Frekuensi Kategorisasi Motivasi ... 81

Tabel 11. Distribusi Frekuensi Kategorisasi Kesiapan Belajar ... 82

Tabel 12. Distribusi Frekuensi Kategorisasi Perasaan Tertekan ... 83

Tabel 13. Deskripsi Penilaian Data Penyesuaian Diri ... 85

Tabel 14. Distribusi Frekuensi Kategorisasi Penyesuaian Diri ... 86

Tabel 15. Distribusi Frekuensi Kategorisasi Penyesuaian Diri terhadap Guru ... 87

Tabel 16. Distribusi Frekuensi Kategorisasi Penyesuaian Diri terhadap Mata Pelajaran ... 88

Tabel 17. Distribusi Frekuensi Kategorisasi Penyesuaian Diri terhadap Teman Sebaya ... 89

Tabel 18. Distribusi Frekuensi Kategorisasi Penyesuaian Diri terhadap Lingkungan Fisik dan Sosialnya ... 91


(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Grafik Konsentrasi Belajar ... 79

Gambar 2. Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Kemampuan Pemusatan Pikiran ... 80

Gambar 3. Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Motivasi ... 82

Gambar 4. Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Kesiapan Belajar ... 83

Gambar 5. Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Perasaan Tertekan ... 84

Gambar 6. Grafik Penyesuaian Diri ... 86

Gambar 7. Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Penyesuaian Diri terhadap Guru ... 88

Gambar 8. Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Penyesuaian Diri terhadap Mata Pelajaran ... 89

Gambar 9. Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Penyesuaian Diri terhadap Teman Sebaya ... 90

Gambar 10. Distribusi Frekuensi Kategorisasi Aspek Penyesuaian Diri terhadap Lingkungan Fisik dan Sosialnya ... 92


(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skala Konsentrasi Belajar ... 106 Lampiran 2. Skala Penyesuaian Diri ... 109 Lampiran 3. Hasil Analisis Uji Normalitas ... 112 Lampiran 4. Hasil Analisis Deskriptif data Konsentrasi Belajar dan

Penyesuaian Diri ... 113 Lampiran 5. Surat-Surat Penelitian ... 114


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Belajar merupakan kewajiban setiap manusia. Hal itu dapat dilakukan di dalam maupun di luar sekolah, dan bersifat tidak diharuskan untuk sampai ke jenjang Perguruan Tinggi karena pemerintah sudah mencanangkan program Wajib Belajar 12 tahun. Belajar Menurut Slameto (2003:2) ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannnya sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Keberhasilan pendidikan dipengaruhi oleh perubahan dan pembaharuan dalam segala komponen pendidikan. Adapun komponen yang mempengaruhi pelaksanaan pendidikan meliputi: kurikulum, sarana dan prasarana, guru, siswa, dan metode pengajaran yang tepat. Semua komponen saling terkait dalam mendukung tercapainya tujuan pendidikan yang diinginkan.

Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan dalam kesatuan organis harmonis, dan dinamis, di dalam maupun di luar sekolah serta berlangsung seumur hidup (Rukiyati, 2008: 132). Pendidikan merupakan kewajiban bagi setiap masyarakat dalam rangka mewujudkan tujuan baik secara personal maupun nasional. Dunia pendidikan pada hakikatnya sangat erat terkait dengan proses belajar mengajar. Pendidikan juga merupakan salah satu upaya untuk


(18)

2

mendayagunakan manusia dan memanusiakan manusia. Kegiatan belajar mengajar merupakan suatu peristiwa yang terikat, terarah pada tujuan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan pendidikan (Sardiman, 2011: 57).

Pada masa transisi, siswa mengalami penyesuaian diri untuk memposisikan dirinya dalam keadaan yang berbeda setingkat lebih tinggi yakni dari jenjang Sekolah Dasar ke Sekolah Menengah Pertama. Hal ini cukup sulit untuk dihadapi, biasanya karakter yang dari Sekolah Dasar masih terbawa ke jenjang Sekolah Menengah Pertama ini. Manusia sebagai individu mengalami beberapa tahapan perkembangan di dalam hidupnya, pembagian tahapan perkembangan menurut Hurlock (dalam Rita Eka Izzaty, dkk., 2008: 206) memaparkan bahwa tahap awal masa remaja berlangsung kira-kira dari 13 tahun sampai 17 tahun dan akhir remaja antara 17 sampai 18 tahun. Pada masa ini, individu mengalami fase penyesuaian dimana dituntut untuk kemandirian dan sebagainya karena pada usia remaja seorang individu dikatakan pada masa banyak masalah.

Manusia sebagai individu mengalami beberapa tahapan perkembangan di dalam hidupnya, pembagian tahapan perkembangan menurut Hurlock (1980: 206), membagi beberapa tahapan perkembangan, salah satunya adalah remaja. Tahap perkembangan ini, ditandai dengan adanya minat-minat tertentu yang ingin dipenuhi oleh individu dimana prestasi menjadi hal yang sangat penting bagi remaja, dan remaja mulai menyadari bahwa pada saat ini mereka dituntut untuk menghadapi kehidupan yang sebenarnya (Henderson & Dweck, dalam Santrock, 2003: 473). Tahap awal masa remaja berlangsung


(19)

3

kira-kira dari 13 tahun sampai 17 tahun dan akhir remaja antara 17 sampai 18 tahun (Hurlock, 1991 dalam Rita Eka Izzaty, dkk., 2008: 206).

Proses pembelajaran yang terjadi di sekolah merupakan suatu proses transformasi ilmu dengan menggunakan komunikasi langsung antara guru dengan siswa. Guru memiliki peranan yang sangat penting dalam menciptakan proses pembelajaran yang efektif guna mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Guru bertanggung jawab untuk mendidik, mengajar, dan mengarahkan siswa agar mampu menguasai suatu kompetensi tertentu. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 pasal 10 tentang Guru dan Dosen disebutkan bahwa kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional (Dwi Siswoyo, 2007: 130). Kompetensi-kompetensi tersebut menjadi acuan bagi guru dalam mendidik dan mengajar siswa.

Keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran tidak hanya dipengaruhi oleh faktor guru melainkan dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal (Hamzah B. Uno, 2013: 1) salah satu faktor internal yang mempengaruhi belajar siswa adalah konsentrasi. Konsentrasi belajar menurut Thursan Hakim (2002: 1) dapat diartikan sebagai suatu proses pemusatan pikiran terhadap objek tertentu. Pada dasarnya konsentrasi merupakan kemampuan seseorang untuk mengandalikan kemauan, pikiran dan perasaan. Seseorang akan mampu memusatkan sebagian besar perhatian pada objek yang dikehendaki. Pengendalian kemauan, pikiran dan perasaan dapat terjadi apabila seseorang mampu menikmati kegiatan yang sedang dilakukan.


(20)

4

Ciri-ciri orang yang memiliki konsentrasi belajar menurut Abin Syamsuddin (2005: 195) menyebutkan bahwa konsentrasi belajar seseorang dapat diamati dari berbagai perilaku seperti fokus pandangan, perhatian, sambutan lisan, mampu menjawab. Peneliti menemukan permasalahan terkait konsentrasi belajar siswa pada saat melaksanakan observasi di kelas VII A pada bulan Desember 2015. Observasi dilaksanakan ketika pemberian layanan oleh guru Bimbingan Konseling. Hasil observasi menunjukan bahwa konsentrasi belajar siswa kelas VII A belum optimal. Hal ini ditunjukkan oleh sebagian besar siswa terlihat belum siap dalam menerima pembelajaran. Ketika guru menyampaikan materi sebagian siswa terlihat acuh, dan tampak berbicara sambil menghadap ke belakang. Hal ini mengindikasikan bahwa siswa masih belum dapat memaksimalkan kemampuan memfokuskan pandangan pada objek belajar, memberikan perhatian, dan sambutan lisan dengan baik. Siswa juga berpendapat bahwa cara penyampaian guru yang kurang menarik dan membosankan serta guru kurang komunikatif.

Permasalahan tersebut yang mengakibatkan rendahnya antusias siswa di dalam kelas. Fakta dilapangan juga menunjukan bahwa siswa dalam keadaan yang pasif. Selain itu, ketika guru membacakan materi banyak siswa yang melakukan aktivitas di luar proses pembelajaran, seperti menggambar dan mengobrol dengan temannya. Kurangnya perhatian siswa selama proses belajar menunjukan bahwa konsentrasi belajar siswa juga masih rendah. Hasil wawancara terhadap salah satu guru mata pelajaran di SMPN 1 Ciawigebang juga menunjukan bahwa konsentrasi belajar siswa kelas VII A


(21)

5

masih rendah. Rendahnya konsentrasi siswa ini ditunjukan oleh beberapa hal. Sebagian siswa tidak menanggapi materi yang diberikan oleh guru. Hal ini dibuktikan ketika guru menjelaskan materi dan mengajukan pertanyaan siswa tidak bisa menjawab karena tidak memperhatikan.

Hal lain yang menunjukan rendahnya konsentrasi belajar siswa adalah kurang lebihnya ada 5 siswa di kelas VII yang tidak dapat menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru. Hal ini dibuktikan ketika guru memberikan pertanyaan terkait dengan materi yang diberikan namun siswa justru sibuk mengobrol, berjalan-jalan dan membalikan badannya ke belakang. Ada pula siswa laki-laki yang keluar kelas tanpa ijin yang jelas. Tingkah laku tersebut menunjukan bahwa siswa belum mampu memperhatikan instruksi guru dengan baik. Hal ini berhubungan erat dengan penyesuaian diri yang dilakukan oleh siswa kelas VII tersebut yang masih membawa kebiasaan belajarnya di SD ke sekolah yang baru.

Beberapa permasalahan mengenai rendahnya konsentrasi belajar siswa tersebut berdampak pada rendahnya nilai siswa. Sebagian siswa masih belum memperoleh nilai dibawah batas ketuntasan. Hal ini menunjukan bahwa rendahnya konsentrasi belajar yang dimiliki siswa berdampak negatif terhadap hasil belajar siswa. Permasalahan tersebut harus segera diatasi agar tujuan dalam proses pembelajaran tercapai dengan baik.

Selain permasalahan dari siswa, guru Bimbingan dan Konseling (BK) menyatakan bahwa beliau membutuhkan waktu lagi untuk menyesuaikan dan menyiapkan layanan bimbingan untuk kelas VII untuk menyesuaikan cara


(22)

6

belajar di Sekolah Menengah Pertama dengan kebiasaan yang masih dibawa dari sekolah sebelumnya. Hal ini menjadi kesulitan guru Bimbingan dan Konseling (BK) sehingga membutuhkan koordinasi dengan wali kelas masing-masing kelas dan guru lainnya.

Penyesuaian diri merupakan kemampuan individu untuk menyesuaikan kemampuan yang dimiliki dengan keadaan di lingkungan sekitarnya dan menyingkronkan antara perilaku dengan keadaan yang ataupun situasi yang dihadapinya. Penyesuaian diri yang ditunjukkan para siswa kelas VII masih kurang tepat di sekolah tersebut. Ketika jam pelajaran berlangsung mereka masih sulit untuk diatur untuk mengikutinya. Menurut Desmita (2009:191) Penyesuaian diri merupakan suatu konstruksi/bangunan psikologi yang luas dan komplek, serta melibatkan semua reaksi individu terhadap tuntutan baik dari lingkungan luar maupun dari dalam diri individu itu sendiri. Dengan perkataan lain, masalah penyesuaian diri menyangkut aspek kepribadian individu dalam interaksinya dengan lingkungan dalam dan luar dirinya.

Pendapat lain mengenai penyesuaian diri menurut Kartini Kartono (2002:56) menyatakan bahwa penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai harmoni pada diri sendiri dan pada lingkungannya. Sehingga rasa permusuhan, dengki, iri hati, prasangka, depresi, kemarahan, dan lain-lain emosi negatif sebagai respon pribadi yang tidak sesuai dan kurang efisien lebih dapat diminimalisir. Pada dasarnya penyesuaian diri yang ditunjukkan pada siswa kelas VII tersebut masih mengedepankan emosi-emosi yang tidak tentu, sehingga menunjukkan perilaku yang kurang sesuai dengan kondisi


(23)

7

lingkungan yang dihadapi sekarang. Emosi-emosi yang ditunjukkan misalnya keluar masuk kelas saat pelajaran berlangsung semaunya sendiri, marah dengan teman dikarenakan masalah-masalah kecil, benci dengan teman ketika tidak mau memberikan jawaban ketika ditunjuk oleh guru, dan lain sebagainya.

Penelitian yang relevan mengenai penyesuaian diri dengan hal serupa tentang hubungannya dengan prestasi belajar yang dipaparkan oleh Sunarmi (2011: 89) hasil penelitiannya menunjukkan bahwa : 1) ada hubungan positif yang sangat signifikan antara motivasi berprestasi, penyesuaian diri dan peranan layanan bimbingan konseling dengan prestasi belajar, dan 2) ada hubungan positif yang sangat signifikan antara penyesuain diri dengan prestasi belajar. Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang diajukan diterima atau terbukti, berarti ada hubungan antara motivasi berprestasi, penyesuian diri dan peranan layanan bimbingan konseling dengan prestasi belajar. Sumbangan efektif dari motivasi berprestasi, penyesuaian diri, layanan bimbingan konseling terhadap prestasi belajar sebesar 97,9% sedangkan 2,1 % berasal dari faktor lain. Dalam penelitian tersebut disebutkan bahwa adanya hubungan positif antara motivasi belajar dengan penyesuaian diri yang membuat prestasi belajar siswa juga menurun dikarenakan penyesuaiannya kurang pada subyek penelitian tersebut yakni pada siswa yang berusia 12-15 tahun yang sedang melakukan penyesuaian diri dengan dunia barunya di jenjang SMP. Hal itu didukung


(24)

8

oleh penelitian yang dilakukan oleh Zusy Aryanti (2014: 2) yang menyebutkan bahwa

Remaja pada masa Sekolah Menengah Pertama mengalami transisi dalam perkembangan psikologisnya, remaja juga mengalami masa transisi pada perkembangan akademiknya. Semula remaja duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) dimana lingkungan psikososialnya kecil berpindah ke masa masa sekolah pertengahan yang lingkupnya lebih besar. Lingkungan psikososial inilah yang meluas meskipun belum seluas saat nanti duduk di bangku SMA. Perpindahan dari SD menuju SMP bermanfaat bagi remaja untuk mengembangkan kemampuannya dalam melayani diri sendiri. Remaja mulai belajar mandiri dalam berbagai hal. Remaja merasa lebih dewasa, mendapat banyak pelajaran, dapat memilih teman sebaya, dan merasa tertantang secara intelektual terhadap tugas akademik yang sulit dan menantang.

Berkaitan dengan beberapa pendapat ahli di atas, hasil observasi pada Desember 2015 peneliti melihat masih terdapat beberapa siswa kelas VII keluar masuk ketika pelajaran berlangsung dengan berbagai macam alasan dan ketika di kelas mereka pun tidak dapat diam. Beberapa guru mata pelajaran ada yang mengeluh kesulitan untuk mengatur siswa kelas VII agar diam dan mengikuti pelajaran dengan konsentrasi dan fokus memperhatikan penjelasan guru. Hal ini mungkin sering dijumpai di sekolah-sekolah lainnya dikarenakan siswa yang dijumpai sama-sama dari Sekolah Dasar. Akan tetapi, mereka memiliki karakter masing-masing sehingga tidak banyak siswa yang dijumpai sudah memiliki penyesuaian diri yang baik ketika di Sekolah Menengah Pertama.

Terkait dengan penelitian yang relevan, belum banyak penelitian tentang konsentrasi belajar yang dihubungkan dengan aspek afektif dan masih


(25)

9

kebanyakan konsentrasi belajar ini dihubungkan dengan aspek kognitif. Beberapa peneliti sebelumnya telah melakukan penelitian terkait konsentrasi belajar, akan tetapi subjek yang diteliti adalah siswa SMA dan variabel tersebut tidak dihubungkan dengan penyesuaian diri. Hal ini menjadikan keunikan dan ketertarikan tersendiri bagi peneliti untuk menguji hubungan antara konsentrasi belajar dengan penyesuaian diri pada siswa kelas VII di SMP Negeri 1 Ciawigebang.

Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang mendukung kenyataan di lapangan tersebut menyebutkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara penyesuaian diri anak di sekolah dengan prestasi belajar pada subyek yang berusia 13 tahun. Hal ini dapat dijelaskan pada usia remaja awal, penyesuaian diri individu belum stabil. Pada waktu yang sama ketika remaja sedang mencari otonomi dari orang tua mereka dan orang lain, mereka juga sedang mencari penyesuaian untuk dapat diterima oleh kelompok mereka (Djiwandono, dalam Laily Safura dan Sri Supriyantini. (2006: 31).

Penguatan landasan dalam penelitian ini yaitu menurut Rudolf Pintner (dalam A. Setyanto, 2011: 11) salah satu pembuktian hubungan antara belajar dengan penyesuaian diri yaitu penyesuaian diri merupakan suatu proses yang dapat merubah tingkah laku manusia. Penyesuaian diri ada dua macam, yaitu: (1) Penyesuaian diri autoplastis, seseorang mengubah dirinya disesuaikan dengan keadaan lingkungan atau dunia luar, dan (2) Penyesuaian alloplastis, yang berarti mengubah lingkungan atau dunia luar disesuaikan dengan


(26)

10

kebutuhan dirinya. Kedua macam penyesuaian diri ini termasuk kedalam proses belajar, karena daripadanya terjadi perubahan-perubahan yang kadang-kadang sangat mendalam dalam kehidupan manusia. Dari beberapa pemaparan mengenai adanya hubungan positif antara penyesuaian diri memiliki hubungan dengan hasil belajar siswa, maka peneliti mensinkronkan dengan fenomena di lapangan mengenai permasalahan konsentrasi belajar akan diuji hubungannya dengan penyesuaian diri. Dari beberapa pemaparan mengenai adanya hubungan positif antara penyesuaian diri memiliki hubungan dengan hasil belajar siswa, maka peneliti mensinkronkan dengan fenomena di lapangan mengenai tingkat konsentrasi belajar dengan penyesuaian diri.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, permasalahan yang berhubungan dengan penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Konsentrasi belajar siswa kelas VII dirasa kurang ketika observasi berlangsung karena terlihat beberapa siswa belum siap ketika diberikan pelajaran.

2. Siswa masih belum dapat memaksimalkan kemampuan memfokuskan pandangan pada objek belajar.

3. Strategi penyampaian guru dirasa kurang menarik dan membosankan serta guru kurang komunikatif.

4. Rendahnya antusias dan perhatian siswa ketika mengikuti pelajaran di kelas.


(27)

11

5. Rendahnya konsentrasi belajar siswa kelas VII yang ditunjukkan dengan siswa tidak dapat menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru.

6. Penyesuaian diri siswa kelas VII masih kurang karena kebiasaan dari Sekolah Dasar sebelumnya masih terbawa.

7. Sebagian siswa masih belum memperoleh nilai dibawah batas ketuntasan.

8. Penyesuaian diri yang ditunjukkan pada siswa kelas VII tersebut masih mengedepankan emosi-emosi yang tidak tentu, sehingga menunjukkan perilaku yang kurang sesuai dengan kondisi lingkungan yang dihadapi sekarang.

9. Belum adanya penelitian mengenai korelasi antara konsentrasi belajar dengan penyesuaian diri pada siswa kelas VII.

C. Batasan Masalah

Pembatasan masalah ini dilakukan untuk menyederhanakan cakupan ruang penelitian dan agar penelitian yang dilakukan menjadi lebih terarah dan mendapatkan hasil yang maksimal. Mengetahui luasnya permasalahan pada identifikasi masalah yang ada, maka diperlukan pembatasan masalah. Masalah dalam penelitian ini dibatasi adalah sebagai berikut :

1. Kurangnya konsentrasi belajar yang terlihat pada kelas VII di SMP Negeri 1 Ciawigebang dapat dilihat dari kurangnya kesiapan belajar


(28)

12

ketika di kelas, kurang memperhatikan ketika guru menerangkan dan ramai di kelas.

2. Penyesuaian diri yang ditunjukkan pada siswa kelas VII tersebut masih mengedepankan emosi-emosi yang tidak tentu seperti di Sekolah Dasar, sehingga menunjukkan perilaku yang kurang sesuai dengan kondisi lingkungan yang dihadapi sekarang misalnya terlihat siswa masih lari-lari di dalam kelas ketika jam istirahat sudah selesai.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian batasan masalah, penulis secara lebih tegas merumuskan permasalahan yang akan diteliti, yaitu bagaimana konsentrasi belajar dengan penyesuaian diri pada siswa kelas VII di SMP Negeri 1 Ciawigebang.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan konsentrasi belajar dengan penyesuaian diri pada siswa kelas VII di SMP Negeri 1 Ciawigebang. F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Secara teoritis, penelitian ini nantinya dapat memberikan sumbangan ilmiah terhadap pengembangan keilmuan psikologi pendidikan dan bimbingan konseling bidang pribadi dan sosial, khususnya mengenai konsentrasi belajar siswa dan penyesuaian diri siswa kelas VII.


(29)

13 2. Manfaat praktis

a. Bagi guru bimbingan dan konseling di sekolah

Guru pembimbing dapat menentukan strategi layanan dalam upaya meningkatkan penyesuaian diri siswa yang ditinjau dari konsentrasi belajar, terutama bimbingan pribadi, akademik, sosial dan karier kepada siswa di sekolah.

b. Bagi orang tua siswa

Orang tua siswa dapat meningkatkan dan membekali dukungan yang berkaitan dengan kemampuan penyesuain diri siswa untuk meningkatkan konsentrasi belajar terhadap anaknya di sekolah. c. Bagi siswa

Siswa dapat meningkatkan penyesuaian dirinya untuk mendukung konsentrasi belajarnya di sekolah ketika sudah mendapatkan bekal dari orang tua untuk menyesuaikan diri ketika di sekolah.

d. Bagi peneliti

Penelitian ini dapat menjadi pengalaman tersendiri bagi peneliti untuk dijadikan sebagai modal terjun ke dunia kerja sebagai guru bimbingan konseling di sekolah. Selain itu, penelitian ini belum pernah dilakukan sebelumnya sehingga peneliti menjadi peneliti yang menghubungkan antara konsentrasi belajar dengan penyesuaian diri pada siswa kelas VII di SMP Negeri 1 Ciawigebang tersebut.


(30)

14 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Tentang Konsentrasi Belajar 1. Pengertian Konsentrasi Belajar

Konsentrasi belajar merupakan suatu istilah yang berasal dari dua kata yaitu konsentrasi dan belajar. Konsentrasi dalam bahasa Inggris berasal dari kata (concentrate) yang berarti memusatkan. Menurut Thursan Hakim (2002: 1) konsentrasi dapat diartikan sebagai suatu proses pemusatan pikiran terhadap objek tertentu. Pada dasarnya konsentrasi merupakan kemampuan seseorang untuk mengendalikan kemauan, pikiran dan perasaan. Melalui kemampuan tersebut, seseorang akan mampu memusatkan sebagian besar perhatian pada objek yang dikehendaki. Pengendalian kemauan, pikiran dan perasaan dapat tercapai apabila seseorang mampu menikmati kegiatan yang sedang dilakukan.

Menurut Gagne (Baharudin & Esa Nur Wahyuni, 2010: 17), konsentrasi merupakan salah satu tahap dari suatu proses belajar yang terjadi di sekolah. Konsentrasi erat kaitannya dengan umur motivasi. Tahap konsentrasi terjadi saat siswa harus memusatkan perhatian, yang telah ada pada tahap motivasi, untuk tertuju pada hal-hal yang relevan dengan apa yang akan dipelajari. Pada tahap ini siswa harus memperhatikan unsur-unsur pokok dalam materi.


(31)

15

Konsentrasi belajar berarti memusatkan segenap kekuatan perhatian pada suatu situasi belajar (Sadirman, 2007: 40). Unsur motivasi dalam hal ini sangat mendukung terbentuknya proses pemusatan perhatian. Pemusatan perhatian dalam proses konsentrasi tidak hanya perhatian yang sekadarnya. Apabila seseorang dalam belajar hanya memiliki perhatian sekadarnya, maka materi yang masuk ke dalam pikiran mempunyai kecenderungan berkesan, namun hanya samar-samar saja di dalam kesadaran. Lain halnya dengan seseorang yang mampu berkonsentrasi belajar secara penuh, maka kesan yang diperoleh selama proses belajar akan cenderung hidup dan tahan lama (abadi).

Slameto (2003: 86) mengungkapkan bahwa konsentrasi adalah pemusatan pikiran terhadap suatu hal dengan menyampingkan semua hal lainnya yang tidak berhubungan. Dalam hal belajar konsentrasi berarti pemusatan pikiran terhadap suatu mata pelajaran tanpa memperdulikan hal lainnya yang tidak berhubungan dengan pelajaran. Handy Susanto (2006: 46) berpendapat bahwa konsentrasi merupakan kemampuan seseorang untuk bisa mencurahkan perhatian dalam waktu yang relatif lama. Seorang anak dikatakan dapat berkonsentrasi pada pelajaran apabila mampu memusatkan perhatian pada apa yang dipelajari. Semakin banyaknya informasi maka kemampuan konsentrasi harus dimiliki dalam proses pembelajaran.


(32)

16

Menurut Hendra Surya (2003: 23) konsentrasi adalah pemusatan sesuatu pada suatu fokus atau tempat tertentu. Jika istilah konsentrasi dikaitkan dengan situasi belajar maka dapat diartikan sebagai pemusatan daya pikiran terhadap suatu objek yang dipelajari dengan menghalau atau menyisihkan segala hal yang tidak berhubungan dengan objek yang dipelajari. Proses pemusatan daya pikiran merupakan aktivitas berfikir untuk memberikan respon atau tanggapan yang lebih intensif terhadap objek tertentu. Proses ini akan berjalan lebih mudah atau didahului oleh adanya pengembangan minat pada objek yang akan dipelajari. Objek tersebut harus dipandang sebagai sumber kebutuhan yang mendesak dan utama.

Secara psikologis, jika seseorang mampu berkonsentrasi pada suatu objek maka segala stimulus lain yang tidak diperlukan tidak akan masuk ke dalam alam sadar (Ahmad Rohani, 2010: 24). Akibat dari keadaan ini adalah pengamatan seseorang terhadap suatu objek menjadi sangat cermat dan berjalan baik. Stimulus yang menjadi perhatian akan mudah masuk ke dalam ingatan. Stimulus akan menimbulkan tanggapan yang terang, kokoh dan tidak mudah hilang begitu saja bahkan dapat dengan mudah untuk direproduksikan.

Menurut Dimyati (2013: 239), konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan perhatian pada pelajaran. Pemusatan perhatian tersebut tertuju pada isi bahan belajar maupun proses belajar yang dilakukan. Untuk memperkuat perhatian pada pelajaran, guru


(33)

17

perlu menggunakan bermacam-macam strategi belajar-mengajar, dan memperhitungkan waktu belajar serta selingan istirahat. Selanjutnya agar dapat berkonsentrasi dengan baik diperlukan beberapa usaha yaitu siswa hendaknya berminat atau mempunyai motivasi yang tinggi terhadap pelajaran, ada tempat belajar tertentu dengan kondisi yang bersih dan nyaman, mencegah timbulnya kejenuhan, meminimalisasi masalah-masalah yang dapat mengganggu, dan mempunyai semangat untuk mencapai hasil yang terbaik setiap kali belajar (Slameto, 2003: 87).

Berdasarkan berbagai pengertian di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa konsentrasi belajar adalah kemampuan untuk memusatkan perhatian pada suatu objek dan mengesampingkan hal-hal yang tidak berkaitan dengan tersebut. Konsentrasi dapat berjalan secara efektif apabila seseorang mampu menikmati kegiatan belajar yang sedang dilakukan. Seseorang yang memiliki konsentrasi belajar yang baik akan lebih memahami apa yang sedang dipelajari.

2. Pentingnya Konsentrasi Belajar

Konsentrasi belajar merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap prestasi belajar seseorang. Rooiijakker (Dimyati, 2013: 239) yang menyebutkan bahwa kekuatan perhatian terpusat seseorang selama belajar akan berpengaruh terhadap prestasi belajarnya. Hal ini pun senada dengan Slameto (2003: 38) yang menyatakan bahwa konsentrasi besar pengaruhnya terhadap belajar. Apabila siswa berusaha untuk berkonsentrasi selama proses belajar maka siswa


(34)

18

memperoleh pengalaman langsung, mengamati sendiri, meneliti sendiri, untuk menyusun dan menyimpulkan pengetahuan itu sendiri. Apabila siswa telah mampu meningkatkan intensitas kemampuan konsentrasi belajar, kemampuan siswa untuk merespon dan menginterpetasikan materi pelajaran akan lebih optimal. Siswa akan lebih tertantang untuk mengetahui pemecahan persoalan yang tersulit serta selalu ingin belajar hingga tuntas memahami materi pelajaran (Hendra Surya , 2003: 30).

Menurut Oemar Hamalik (2005: 50) menjelaskan bahwa kegiatan belajar yang disertai dengan pemusatan pikiran yang tinggi akan meningkatkan daya kritis berpikir dalam membaca tiap-tiap pokok pengertian yang dikemukakan dalam buku tersebut. Ahmad Rohani (2010: 24) pun mengungkapkan bahwa siswa yang mampu berkonsentrasi belajar dan melakukan suatu penyelidikan untuk menentukan sesuatu kelak dapat menghadapi kehidupan di dalam masyarakat secara lebih baik. Selain itu, dengan adanya konsentrasi belajar, maka :

a. Minat siswa akan tumbuh untuk memenuhi perhatian selama proses belajar.

b. Pemahaman siswa terhadap objek yang dipelajari akan semakin meningkat.


(35)

19

c. Siswa dapat memandang bahan pelajaran sebagai suatu tantangan yang harus diselesaikan dengan penuh tanggung jawab.

d. Mendorong peserta didik selalu aktif dalam hal mengamati, menyelidiki, memecahkan dan menentukan jalur penyelesaian suatu masalah, dan

e. Dapat memahami bahwa bahan pelajaran merupakan suatu totalitas yang bermakna dan berguna bagi siswa dalam menghadapi lingkungan tempat tinggal.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsentrasi Belajar

Menurut Thursan Hakim (2002: 7), konsentrasi belajar seseorang dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

a. Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri seseorang. Faktor internal merupakan faktor yang menentukan apakah seseorang dapat melakukan konsentrasi belajar secara efektif atau tidak. Berikut ini yang termasuk ke dalam faktor internal :

1) Faktor Jasmaniah

Faktor Jasmaniah meliputi kesehatan badan/fisik seseorang secara keseluruhan. Faktor jasmaniah terdiri dari:

a) Kondisi fisik yang prima dan terhindar dari kuman serta penyakit,


(36)

20

b) Cukup istirahat dan tidur,

c) Mengonsumsi makanan yang memenuhi standar gizi yang seimbang,

d) Panca indra dapat berfungsui dengan baik, serta e) Tidak menderita gangguan fungsi otak dan syaraf. 2) Faktor rohaniah

Faktor rohaniah terdiri dari:

a) Kondisi kehidupan yang cukup tenang, b) Memiliki sifat sabar dan konsisten,

c) Taat beribadah sebagai unsur pendukung ketenangan, d) Tidak memiliki masalah yang berat dan

e) Memiliki kemauan keras serta tidak mudah putus asa. b. Faktor eksternal

Faktor eksternal ialah faktor yang berasal dari luar diri seseorang. Yang termasuk ke dalam faktor eksternal antara lain:

1) Lingkungan sekitar yang cukup tenang,

2) Udara yang nyaman dan bebas dari polusi maupun bau-bauan yang mengganggu kenyamanan,

3) Penerangan yang cukup,

4) Suhu disekitar lingkungan yang menunjang kenyamanan dalam melakukan kegiatan yang memerlukan konsentrasi, dan


(37)

21 4. Aspek – Aspek Konsentrasi Belajar

Nugroho (2007) mengungkapkan aspek – aspek konsentrasi belajar sebagai berikut :

1) Pemusatan pikiran : Suatu keadaan belajar yang membutuhkan ketenangan, nyaman, perhatian seseorang dalam memahami isi pelajaran yang dihadapi.

2) Motivasi : Keinginan atau dorongan yang terdapat dalam diri individu untuk berusaha mengadakan perubahan tingkah laku yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhannya.

3) Rasa kuatir : Perasaan yang tidak tenang karena seseorang merasa tidak optimal dalam melakukan pekerjaannya.

4) Perasaan tertekan : Perasaan seseorang yang bkan dari individu melainkan dorongan / tuntutan dari orang lain maupun lingkungan. 5) Gangguan pemikiran : Hambatan seseorang yang berasal dari

dalam individu maupun orang sekitar. Misalnya : masalah ekonomi, keluarga, masalah pribadi individu.

6) Gangguan kepanikan : Hambatan untuk berkonsentrasi dalam bentuk rasa waswas menunggu hasil yang akan dilakuakan maupun yang sudah dilakukan oleh orang tersebut.

7) Kesiapan belajar : Keadaan seseorang yang sudah siap akan menerima pelajaran, sehingga individu dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya.


(38)

22

5. Ciri-ciri Orang yang Memiliki Konsentrasi Belajar

Seseorang yang memiliki konsentrasi belajar mempu menyerap informasi yang lebih mendalam dibandingan dengan orang yang tidak berkonsentrasi dalam belajar. Selain itu, kebanyakan orang yang memfokuskan perhatian pada suatu kegiatan maka orang tersebut akan bersikap aktif untuk mempelajari objek yang dipelajari. Abin Syamsyuddin (2005: 195) menyebutkan bahwa konsentrasi belajar seseorang dapat diamati dari berbagai perilaku seperti:

a. Fokus pandangan tertuju pada guru, papan tulis, dan media, b. Perhatian memperhatikan sumber informasi dengan seksama,

c. Sambutan lisan (verbal response): bertanya untuk mencari informasi tambahan,

d. Menjawab: mampu menjawab dengan positif apabila sesuai dengan masalah, negatif apabila tidak sesuai dengan masalah, dan ragu-ragu apabil masalah tidak menentu,

e. Memberikan pernyataan (statement) untuk menguatkan, menyetujui, serta menyanggah dengan alasan atau tanpa alasan, dan

f. Sambutan psikomotorik, ditunjukan oleh perilaku membuat catatan menulis informasi dan membuat jawaban pekerjaan.

Menurut Khafidin Thohir, dkk (2013: 101) siswa yang berkonsentrasi belajar dapat diamati dari beberapa tingkah laku ketika proses belajar mengajar berlangsung, yaitu : memperhatikan secara


(39)

23

aktif setiap materi yang disampaikan guru, dapat merespon dan memahami materi pelajaran yang diberikan, selalu bersikap aktif dengan bertanya dan memberikan pendapat mengenai materi yang dipelajari, menjawab dengan baik dan benar terhadap setiap pertanyaan yang diajukan, dan mampu menjaga kondisi kelas tenang dan tidak gaduh saat menerima materi pelajaran.

Engkoswara (Tabrani Rusyan, 1989: 10) menjelaskan bahwa klasifikasi perilaku belajar yang dapat digunakan sebagai acuan untuk mengetahui ciri-ciri siswa yang memiliki konsentrasi belajar adalah sebagai berikut :

a. Perilaku kognitif

Perilaku kognitif merupakan perilaku yang berkaitan dengan pengetahuan, informasi, dan kecakapan intelektual. Perilaku kognitif yang ditunjukkan oleh siswa yang memiliki konsentrasi belajar antara lain memiliki kesiapan pengetahuan yang dapat segera muncul apabila diperlukan, mampu menafsirkan informasi secara jelas, mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh dan mampu menganalisis maupun sintesis atas pengetahuan yang diperoleh.

b. Perilaku afektif

Perilaku afektif berkaitan dengan sikap, nilai, dan apersepsi. Siswa yang berkonsentrasi belajar menunjukan perilaku afektif seperti mampu menerima dan memberi perhatian pada objek yang


(40)

24

dipelajari, memberikan tanggapan atau respon terhadap bahan pelajaran, mampu mengemukakan suatu pandangan atau mengambil keputusan sebagai integrasi dari kepercayaan, ide dan sikap seseorang.

c. Perilaku psikomotor

Perilaku psikomotor adalah perilaku yang berhubungan dengan kelincahan motorik siswa yang ditunjukkan oleh gerakan anggota badan yang tepat atau sesuai petunjuk, gerakan yang terkoordinasi secara rapi, dan mampu melakukan komunikasi non verbal (ekspresi muka dan gerakan penuh arti).

d. Perilaku bahasa

Perilaku bahasa seseorang yang memiliki konsentrasi belajar ditunjukkan oleh adanya aktivitas bahasa yang terkoordinasi dengan baik dan benar.

Ciri-ciri yang tampak pada siswa yang tidak dapat berkonsentrasi belajar yaitu tidak tenang dalam mengikuti pelajaran, ada kecenderungan mudah gugup, tidak sabar dan terburu-buru dalam melakukan suatu kegiatan, mudah tergoda oleh hal-hal yang ada di sekitar, serta kurang percaya diri (Thursan, Hakim, 2002: 15). Hendra Surya (2003: 25) menyebutkan bahwa siswa yang kesulitan dalam melakukan konsentrasi belajar memiliki ciri-ciri antara lain: minat belajar lemah, gelisah saat belajar, mudah terpengaruh saat lingkungan tidak kondusif, atau pasif dalam belajar. Hal ini sejalan dengan


(41)

25

pendapat Slameto (2010: 87) yang menyatakan bahwa konsentrasi sangat besar pengaruhnya terhadap belajar.

6. Indikator Konsentrasi Belajar

Menurut Slameto (2010: 87), ciri konsentrasi belajar yang dapat menimbulkan kesulitan belajar adalah sebagai berikut:

1) Kurang berminat terhadap mata pelajaran yang dipelajari. 2) Terganggu oleh keadaan lingkungan seperti bising, keadaan

yang sangat semrawut, cuaca buruk, dan lain-lain.

3) Pikiran yang sedang kacau karena banyak urusan/masalah-masalah.

4) Keadaan kesehatan siswa.

5) Bosan terhadap proses pembelajaran yang dilalui.

Pada penelitian ini, indikator konsentrasi belajar yang digunakan diambil berdasarkan teori dari Slameto, di antaranya adanya kurang berminat terhadap mata pelajaran yang dipelajari, terganggu oleh keadaan lingkungan seperti bising, keadaan yang sangat semrawut, cuaca buruk, pikiran yang sedang kacau karena banyak urusan/masalah-masalah, keadaan kesehatan siswa dan bosan terhadap proses pembelajaran yang dilalui.

B. Kajian tentang Penyesuaian Diri di Sekolah 1. Pengertian Penyesuaian diri

Penyesuaian diri merupakan salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit (Hurlock, 1999: 213). Untuk mencapai tujuan dari


(42)

26

pola sosialisasi dewasa, remaja harus membuat banyak penyesuaian dengan lingkungan sosialnya. Penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai harmoni pada diri sendiri dan lingkungannya, sehingga rasa permusuhan, dengki, iri hati, prasangka, dan emosi negatif sebagai respon pribadi yang tidak sesuai dan kurang efisien dapat dikikis habis (Kartini Kartono, 2002: 56).

Penyesuaian diri adalah suatu proses alamiahdan dinamis yang bertujuan mengubah perilaku individu agar terjadi hubungan yang lebih sesuai dengan kondisi lingkungannya (Enung Fatimah, 2008: 198). Di antara lingkungan yang dihadapi siswa di sekolah yaitu kondisi akademik, yaitu kegiatan yang berhubungan dengan pengetahuan yang harus dipelajari selama individu menempuh pendidikan. Kegiatan akademik menuntut siswa untuk berhubungan dengan guru, siswa lain, dan materi pelajaran yang diajarkan.

Penyesuaian diri adalah suatu proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku, dimana individu berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan frustasi yang dialaminya, (Schneiders dalam R. Desmita, 2008: 192).

Dalam istilah psikologi, penyesuaian disebut dengan istilah

adjusment. Menurut Chaplin (2000: 11) Adjusment merupakan suatu hubungan yang harmonis dengan lingkungan fisik dan sosial. Manusia dituntut untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, kejiwaan


(43)

27

dan lingkungan alam sekitarnya. Penyesuaian diri merupakan proses yang meliputi respon mental dan perilaku yang merupakan usaha individu untuk mengatasi dan menguasai kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, frustasi, dan konflik-konflik agar terdapat keselarasan antara tuntutan dalam dirinya dengan tuntutan atau harapan dari lingkungan di tempat ia tinggal.

Menurut Bimo Walgito (2002: 52) bahwa penyesuaian diri adalah dimana individu dapat meleburkan diri dengan keadaan sekitarnya atau sebaliknya individu dapat mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan dimana diri individu sebagai apa yang diinginkan oleh individu itu sendiri sebagau apa yang diinginkan oleh individu itu sendiri. Menurut Syamsu Yusuf (2004: 25) penyesuaian diri merupakan suatu proses yang melibatkan respon mental dan perbuatan individu dalam upaya memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan mengatasi ketegangan, frustasi, dan konflik dengan memperhatikan norma-norma atau tuntutan-tuntutan lingkungan dimana ia hidup.

Berdasarkan beberapa definisi yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses dinamis yang bertujuan untuk mengubah perilaku individu agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara individu dengan lingkungannya. 2. Bentuk-Bentuk Penyesuaian Diri

Sesuai dengan kodratnya sebagai makhluk sosial yang dituntut untuk dapat menyesuaikan diri maka penyesuaian diri dibedakan menjadi 3 yaitu:


(44)

28 a. Penyesuaian diri dalam keluarga

Keluarga merupakan kelompok yang memiliki peranan paling penting dalam pembentukan pribadi seseorang, khususnyaremaja dimana usia tersebut bimbingan serta arahan dari keluarga sangat dibutuhkan untuk dapat melalui masa-masa remaja secara positif.

b. Penyesuaian diri di Sekolah

Sekolah memiliki peranan yang tidak jauh berbeda dengan keluarga yaitu sebagai tempat perlindungan apabila anak didik memiliki masalah. Dalam konteks penelitian ini, sekolah berkaitan erat dengan kegiatan akademik siswa karena kegiatan akademik berada di sekolah dalam bentuk kegiatan belajar baik bersama guru da siswa lain ataupun dipelajari sendiri di lingkungan sekolah. c. Penyesuaian diri di masyarakat

Masyarakat adalah kelompok yang memiliki tuntutan-tuntutan baik berdasarkan norma agama atau norma-norma sosial yang harus dipatuhi oleh remaja.

3. Aspek-Aspek Penyesuaian Diri di Sekolah

Menurut Sofyan Willis (2005: 61-64), penyesuaian diri di sekolah ada 4 macam aspek antara lain : a) Penyesuaian diri terhadap guru, b) Penyesuaian diri terhadap mata pelajaran, c) Penyesuaian diri terhadap teman sebaya, d) Penyesuaian diri dengan lingkungan fisik dan sosial. Lebih lanjut dapat dijelaskan sebagai berikut :


(45)

29 a. Penyesuaian diri terhadap guru

Penyesuaian diri siswa terhadap guru tergantung pada sikap dalam menghadapi siswa. Guru dapat memahami tentang perbedaan individual siswa akan lebih mudah mengadakan pendekatan terhadap berbagai masalah yang dihadapi siswa.

b. Penyesuaian diri terhadap mata pelajaran

Kurikulum hendaknya disesuaikan dengan umur tingkat kecerdasan dan kebutuhan siswa. Dengan demikian siswa akan dapat menyesuaikan diri terhadap mata pelajaran yang diberikan. Tetapi hal ini juga tergantung kepada gurunya yaitu kemampuan menggunakan metode mengajar yang tepat, kemanapun memahami perbedaan bakat dan minat setiap siswa. Guru dapat menyampaikan materi pelajaran dengan baik, maka pelajarannya akan mudah dipahami siswa.

c. Penyesuaian diri terhadap teman sebaya

Penyesuaian diri dengan teman sebaya sangat penting bagi perkembangan siswa terutama perkembangan sosial. Teman sebaya adalah kelompok anak-anak yang hampir sama usianya, kelas dan motivasi bergaulnya. Dalam pergaulan teman sebaya seorang siswa harus dapat bersikap dan berperilaku sesuai dengan aturan kelompol teman sebaya, sebaliknya apabila tidak mengikuti aturan kelompok teman sebaya maka akan dijauhi oleh kelompok teman sebaya.


(46)

30

d. Penyesuaian dri terhadap lingkungan fisik dan sosial sekolah Lingungan fisik dan sosial sekolah meliputi: gedung, alat-alat sekolah, fasilitas belajar dan lingkungan sosial lainnya. Apabila sekolah kurang fasilitas atau alat-alat yang membantu kelancaran pendidikan, maka siwa akan mengalami kesulitan dalam belajar.

Tidak selamanya individu berhasil dalam melakukan penyesuaian diri, karena kadang-kadang ada rintangan-rintangan tertentu yang menyebabkan tidak berhasil melakukan penyesuaian diri. Rintangan-rintangan itu mungkin terdapat dalam dirinya atau mungkin diluar dirinya. Dalam hubungannya dalam rintangan-rintangan tersebut ada individu-individu yang dapat melakukan penyesuaian diri secara positif, namun ada pula individu-indiviu yang melakukan penyesuaian diri yang negatif.

Penjelasan tentang bentuk-bentuk penyesuaian diri di atas dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk bergantung pada lingkungan sosialnya. Dalam penelitian ini, bentuk penyesuaian diri lebih dapat dilihat pada lingkungan sekolah.

Menurut Kartini Kartono (2002: 270) aspek-aspek penyesuaian diri meliputi:


(47)

31

a. Memiliki perasaan afeksi yang kuat, harmonis dan seimbang, sehingga merasa aman, baik budi pekertinya dan mampu bersikap hati-hati.

b. Memiliki kepribadian yang matang dan terintegrasi baik terhadap diri sendiri maupun orang lain, mempunyai sikap tanggung jawab, berfikir dengan menggunakan rasio, mempunyai kemampuan untuk memahami dan mengontrol diri sendiri.

c. Mempunyai relasi sosial yang memuaskan ditandai dengan kemampuan untuk bersosialisasi dengan baik dan ikut berpartisipasi dalam kelompok.

d. Mempunyai struktur sistem syaraf yang sehat dan memiliki kekenyalan (daya lenting) psikis untuk mengadakan adaptasi.

Aspek-aspek penyesuaian diri menurut Schneiders (Siska Adinda Prabowo Putri, 2010: 95) terdiri dari:

a. Kemampuan individu untuk bertingkah laku sesuai dengan kodrat manusia sebagai makhluk sosial.

b. Kemampuan individu untuk mengendalikan emosi dan tingkah laku. Kemampuan individu untuk membentuk konsep diri dalam hal ini ditunjukkan oleh adanya penerimaan pada dirinya.

c. Kemampuan individu untuk menyadari kelemahan dan kelebihan yang dimiliki.


(48)

32

d. Kemampuan individu untuk bertanggung jawab.

Menurut Runyon dan Haber (1984: 10) menyebutkan bahwa penyesuaian diri yang dilakukan individu memiliki lima aspek, yakni:

a. Persepsi terhadap realitas individu mengubah persepsinya tentang kenyataan hidup dan menginterpretasikannya, sehingga mampu menentukan tujuan realistis sesuai dengan kemampuannya serta mampu mengenali konsekuensi dan tindakannya agar dapat menuntutn pada perilaku yang sesuai.

b. Kemampuan mengatasi stress dan kecemasan berarti individu mampu mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam hidup dan mampu menerima kegagalan yang dialami. c. Gambaran diri yang postif, yaitu berkaitan dengan penilaian

individu tentang dirinya sendiri.

d. Kemampuan mengekspresikan emosi dengan baik berarti individu memiliki ekspresi emosi dan kontrol emosi yang baik dan tidak berlebihan.

e. Hubungan interpersonal yang baik berkaitan dengan hakekat individu sebagai mahkluk sosial, yang sejak lahir tergantung pada orang lain. Individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik mampu membentuk hubungan dengan cara berkualitas dan bermanfaat.


(49)

33

Berdasarkan uraian di atas mengenai aspek-aspek penyesuaian diri dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek penyesuaian diri yang diungkapkan oleh beberapa ahli di atas memiliki pendapat yang hampir sama dan dapat saling melengkapi satu dengan yang lainnya, tetapi peneliti memilih aspek-aspek penyesuaian diri, yakni: penyesuaian terhadap teman sebaya, guru, mata pelajaran, kemampuan mengatasi stress, menilai diri sendiri secara positif, mampu mengendalikan emosi dan tingkah laku, memiliki hubungan interpersonal yang baik, kemampuan individu untuk bertanggung jawab dan kemampuan menyadari kelemahan dan kelebihan yang dimiliki.

4. Kriteria-Kriteria Penyesuaian Diri

Menurut Enung Fatimah (2006: 195), terdapat pembagian penyesuaian diri menurut bentuknya, yaitu:

a. Penyesuaian diri yang positif

Individu yang mempunyai penyesuaian diri yang positif adalah mampu mengarahkan dan mengatur dorongan-dorongan dalam pikiran, kebiasaan, emosi, sikap dan perilaku individu dalam menghadapi tuntutan dirinya dan masyarakat, mampu menemukan manfaat dari situasi baru dan memenuhi segala kebutuhan secara sempurna dan wajar. Menurut D. B. Hutabarat (2004: 73) menyebutkan beberapa tanda pengenal penyesuaian diri yang positif yaitu:


(50)

34

1) Persepsi yang tepat tentang kenyataan atau realitas individu yang penyesuaian dirinya baik akan merancang tujuan secara realitas dan secara aktif ia akan mengikutinya. Kadangkala karena paksaan dan kesempatan dari lingkungan, individu seringkali mengubah dan memodifikasi tujuannya dan ini berlangsung terus menerus dalam kehidupannya.

2) Mampu mengatasi stres dan ketakutan dalam diri sendiri. Satu hal penting dalam penyesuaian diri adalahseberapa baik individu mengatasi kesulitan, masalah dan konflik dalam hidupnya. Individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik akan belajar untuk membagi stres dan kecemasannya pada orang lain. Dukungan dari orang di sekitar dapat membantu individu dalam menghadapi masalahnya.

3) Dapat menilai diri sendiri secara positif. Individu harus dapat mengenali kelemahan diri sebaik mengenal kelenihan diri. Apabila individu mampu mengetahui dan mengerti dirinya sendiri dengan cara realistis maka ia dapat menyadari keseluruhan potensi dalam dirinya.

4) Mampu mengekspresikan emosi dalam diri sendiri. Emosi yang ditampilkan individu realistis dan secara umum berada di bawah kontrol individu. Ketika seseorang marah, dia mampu mengekspresikan dengan cara yang tidak merugikan orang lain, baik secara psikologis maupun fisik. Individu yang memiliki


(51)

35

kematangan emosional mampu untuk membina dan memelihara hubungan interpersonal dengan baik.

5) Memiliki hubungan interpersonal yang baik. Seseorang membutuhkan dan mencari kepuasan salah satunya dengan cara berhubungan satu sama lain. Individu yang penyesuaian dirinya baik mampu mencapai tingkatan yang tepat dari kedekatan dalam hubungan sosialnya. Individu tersebut menikmati rasa suka dan penghargaan orang lain, demikian pula sebaliknya individu menghargai orang lain.

Menurut Sunarto dan Agung Hartono (2002: 224), penyesuaian diri secara positif ditandai hal-hal sebagai berikut:

a) Tidak menunjukan adanya ketegangan emosional

b) Tidak menunjukan adanya mekanisme-mekanisme psikologis c) Tidak menunjukan adanya frustasi pribadi

d) Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri e) Mampu dalam belajar

f) Menghargai pengalaman g) Bersikap realistik dan objektif

Menurut M. Ali dan M. Anshori (2004: 176) orang yang dipandang memiliki penyesuaian diri yang baik adalah:

Individu yang telah belajar beraksi terhadap dirinya dan lingkungannya dengan cara-cara yang matang, efisien, memuaskan, dan sehat, serta dapat mengatasi konflik mental, frustasi, kesulitan


(52)

36

pribadi, dan sosial tanpa mengembangkan perilaku simptomatik dan gangguan psikosomatik yang mengganggu tujuan-tujuan moral, sosial, agama dan pekerjaan.

Dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri yang positif adalah individu memiliki persepsi yang positif baik terhadap diri sendiri ataupun orang lain, mampu mengatasi stress dan dapat mengekspresikan emosi secara positif serta mampu membangun relasi dengan baik.

b. Penyesuaian diri yang negatif

Menurut Enung Fatimah (2006: 195), individu dengan penyesuaian diri yang negatif adalah tidak mampu mengarahkan da mengatur dorongan-dorongan dalam pikiran, kebiasaan, emosi, sikap dan perilaku individu dalam menghadapi tuntutan dirinya dan masyarakat, serta tidak mampu menemukan manfaat dari situasi baru dalam memenuhi segala kebutuhan secara sempurna dan wajar.

Menurut Sunarto dan Agung Hartono (2002: 224) penyesuaian diri yang salah atau negatif antara lain:

1) Reaksi bertahan 2) Reaksi menyerang 3) Reaksi melarikan diri

Adapun penjelasan dari butir penyesuaian diri yang salah diantaranya sebagai berikut:


(53)

37

1) Reaksi bertahan (Defense Reaction)

Individu berusaha untuk mempertahankan dirinya, seolah-olah tidak menghadapi kegagalan. Ia selalu berusaha untuk menunjukkan bahwa dirinya tidak mengalami kegagalan.

2) Reaksi menyerang (Aggresive Reaction)

Orang yang mempunyai atau memiliki penyesuaian diri yang salah menunjukkan tingkah laku yang bersifat menyerang untuk menutupi kegagalannya. Ia tidak mau menyadari kegagalannya, adapun reaksi-reaksinya sebagai berikut:

a) Selalu membenarkan diri sendiri b) Mau berkuasa dalam setiap situasi c) Mau memiliki segalanya

d) Bersikap senang mengganggu orang lain e) Bersikap balas dendam

f) Reaksi melarikan diri (Escape Reaction)

Dalam reaksi ini orang yang memiliki penyesuaian diri yang salah akan melarikan diri dari situasi yang menimbulkan kegagalan, reaksinya tampak dalam tingkah laku sebagai berikut: berfantasi yaitu memuaskan keinginan yang tidak tercapai dalam bentuk angan-angan (seolah-olah sudah tercapai), banyak tidur, minum-minuman keras, menjadi pecandu narkotika.


(54)

38

Penjelasan dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri negatif merupakan penyesuaian sebagai bentuk reaksi terhadap lingkungan berangkat dari sikap menolak terhadap realitas yang dihadapinya ditunjukkan dengan reaksi bertahan, menyerang ataupun melarikan diri dari kenyataan.

Penyesuaian diri terhadap sekolah atau school adjustment yang baik, dan bersifat membangun (kontruktif) akan dapat diwujudkan, menurut Siti Sundari (2005: 41) adalah sebagai berikut:

a. Disiplin dalam sekolah terhadap peraturan-peraturan sekolah yang ada

b. Pengakuan otoritas guru atau pendidik c. Inters terhadap mata pelajaran sekolah

d. Situasi dan fasilitas yang cukup, sehingga tujuan sekolah dapat tercapai

Berdasarkan pendapat yang telah dijelaskan sebelumnya, penyesuaian diri akan berhasil apabila siswa dapat menyesuaikan diri terhadap guru, menyesuaikan diri terhadap teman sebaya, dan menyesuaikan diri dengan lingkungan. Penyesuaian diri yang baik akan dapat meujudkan kedisiplinan dalam sekolah terhadap peraturan-peraturan yang ada, pengakuan otoritas guru atau pendidik, interes terhadap mata pelajaran di sekolah dan menciptakan situasi dan fasilitas yang cukup sehingga tujuan sekolah dapat tercapai.


(55)

39

Seseorang dikatakan memiliki kemampuan penyesuaian diri (well adjusment person) jika mampu melarikan respon-respon yang matang, efisien, memuaskan dan sehat. Dikatakan efisien artinya mampu melakukan respon dengan mengeluarkan tenaga dan waktu sehemat mungkin, dikatakan sehat artinya bahwa respon-respon yang dilakukannya sesuai dengan bakat individu, lembaga atau kelompok antara individu, dan hubungan antara individu dengan penciptanya.

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses penyesuaian diri cukup banyak. Menurut Schneiders (Alex Sobur, 2003: 523) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi prose penyesuaian diri meliputi aspek, kondisi fisik, kepribadian, pendidikan, lingkungan dan agama, seperti dijelaskan di bawah ini:

a. Kondisi fisik

Aspek-aspek yang berkaitan dengan kondisi fisik yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri adalah:

1) Hereditas

Hereditas adalah suatu proses penurunan sifat-sifat atau benih dari generasi ke generasi lain, melalui plasma benih, bukan dalam bentuk tingkah laku melainkan struktur tubuh. Faktor hereditas merupakan faktor pertama yang mempengaruhi perkembangan individu. Dalam hal ini hereditas diartikan sebagai totalitas karakteristik individu yang


(56)

40

diwariskan orang tuas kepada anak atau segala potensi, baik fisik aupun psikis yang dimiliki individu.

2) Sistem utama tubuh

Sistem syaraf, kelenjar dan otot termasuk ke dalam sistem utama tubuh yang memiliki pengaruh terhadap penyesuaian diri.

3) Kesehatan fisik

Penyesuaian diri individu akan lebih mudah dilakukan dan dipelihara dalam kondisi fisik yang sehat daripada yang tidak sehat. Kondisi fisik yang sehat dapat menimbulkan penerimaan diri, percaya diri, harga diri, dan sejenisnya yang akan menjadi kondisi yang sangat menguntungkan bagi proses penyesuaian diri.

b. Kepribadian

Unsur-unsur kepribadian yang penting pengaruhnya terhadap penyesuaian diri adalah 1) kemauan dan kemampuan untuk berubah, 2) pengaturan diri, 3) realisasi dan 4) kecerdasan

Menurut Kartini Kartono (2000: 259-266) bahwa kematangan emosi individu merupakan keadaan yang akan sangat membantu proses penyesuaian diri, karena adanya kematangan tersebut menunjukkan bahwa individu yang sudah mampu menyeslaraskan antara dorongan-dorongan dari dalam diri dengan tuntutan-tuntutan lingkungan. Jadi diharapkan bagi remaja obesitas, meskipun


(57)

41

mereka memiliki penyeuaian diri bila didukung dengan adanya kematangan emosi.

c. Edukasi Pendidikan

Unsur-unsur penting dalam edukasi pendidikan yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri individu adalah: 1) belajar, 2) pengalaman, 3) latihan dan 4) determinasi diri.

d. Lingkungan

Faktor lingkungan meliputi: 1) lingkungan keluarga dan 2) lingkungan masyarakat. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan utama yang sangat penting. Unsur-unsur dalam keluarga seperti interaksi orang tua dengan anak, interaksi antar anggota keluarga, peran sosial dalam keluarga dan gangguan dalam keluarga akan berpengaruh terhadap penyesuaian diri individu anggotanya. Sebagaimana lingkungan keluarga, lingkungan sekolah juga dapat menjadi kondisi yang memungkinkan berkembang atau terhambatnya proses perkembangan penyesuaian diri. Umumnya sekolah dipandang sebagai media yang sangat berguna untuk mempengaruhi kehidupan dan perkembangan intelektual, sosial, nilai-nilai, sikap dan moral manusia.

Lingkungan masyarakat juga menjadi faktor yang dapat berpengaruh terhadap perkembangan penyesuaian diri. Kondisi nilai-nilai, sikap, aturan-aturan, norma, moral dan perilaku masyarakat akan diidentifikasi oleh individu yang berada dalam


(58)

42

masyarakat tersebut sehingga akan berpengaruh terhadap proses perkembangan penyesuaian dirinya.

e. Agama dan budaya

Agama dan berkaitan erat dengan faktor budaya. Agama memberikan sumbangan nilai-nilai, keyakinan, praktik-praktik yang memberikan makna sangat mendalam, tujuan serta kestabilan dan keseimbangan hidup individu. Budaya juga merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan individu.

Agama sangat konsisten dan terus-menerus mengingatkan manusia tentang nilai-nilai instrumental sebagaimana yang dihasilkan oleh manusia. Budaya juga merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan individu. Hal ini terlihat dari adanya karakteristik budaya yang diwariskan kepada individu melalui lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.

Menurut hariyadi Soeparwoto, dkk (2004: 157-159) faktor penyesuaian diri dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

a. Faktor internal

1) Motif, yaitu motif-motif sosial seperti motif berafiliasi, motif berprestasi dan motif mendominasi.

2) Konsep diri remaja, yaitu bagaimana remaja memandang dirinya sendiri, baik dari aspek fisik, psikologis, sosial maupun aspek akademik. Remaja dengan konsep diri tinggi


(59)

43

akan lebih memiliki kemampuan untuk melakukan penyesuaian diri yang menyenangkan dibanding remaja dengan konsep diri rendah, pesimis ataupun kurang yakin terhadap dirinya.

3) Persepsi remaja, yaitu pengamatan dan penilaian remaja terhadap objek, peristiwa dan kehidupan, baik melalui prose kognisi maupun afeksi untuk membentuk konsep tentang objek tertentu.

4) Sikap remaja, yaitu kecenderungan remaja untuk berperilaku postif atau negatif. Remaja yang bersifat positif terhadap segala sesuatu yang dihadapi akan lebih memiliki peluang untuk melakukan penyesuaian diri yang baik dari pada remaja yang sering bersikap negatif.

5) Intelegensi dan minat, intelegensi merupakan modal untuk menalar. Menganalisis, sehingga dapat menjadi dasar dalam melakukan penyesuaian diri. Ditambah faktor minat, pengaruhnya akan lebih nyata bila remaja memiliki minat terhadap sesuatu, maka proses penyesuaian diri akan lebih cepat.

6) Kepribadian, pada prinsipnya tipe kepribadian ekstrovert akan lebih lentur dan dinamis, sehingga lebih mudah melakukan penyesuaian diri dibanding tipe kepribadian introvert yang cenderung kaku dan statis.


(60)

44 b. Faktor eksternal

1) Keluarga turtama pola asuh orang tua. Pada dasarnya pola asuh demokratis dengan suasana keterbukaan akan lebih memberikan peluang bagi remaja untuk melakukan proses penyesuaian diri secara efektif.

2) Kondisi sekolah. Kondisi sekolah yang sehat akan memberikan landasan kepada remaja untuk dapat bertindak dalam penyesuaian diri secara harmonis.

3) Kelompok sebaya. Hampir setiap remaja memiliki teman-teman sebaya dalam bentuk kelompok. Kelompok teman-teman sebaya ini ada yang menguntungkan perkembangan proses penyesuaian diri tetapi ada pula yang justru menghambat proses justru menghambat proses penyesuaian diri remaja. 4) Hukum dan norma sosial. Bila suatu masyarakat konsekuen

menegakkan hukum dan norma-norma yang berlaku maka akan mengembangkan remaja-remaja yang baik penyesuaian dirinya.

Dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa penyesuaian diri di sekolah dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu motif, konsep diri, persepsi remaja, intelegensi dan minat, serta kepribadian. Faktor eksternal yaitu keluarga, kondisi sekolah, teman sebaya, dan norma sosial.


(61)

45 C. Kajian Tentang Remaja

1. Hakikat Remaja

Siswa Sekolah Menengah Pertama secara umum memiliki ciri-ciri sebagai anak pubertas. Dilihat dari kelasnya, yaitu kelas VI , maka siswa-siswa di kelas ini masih dalam fase remaja awal. Karakteristik siswa ini tidak dapat dilepaskan dari karakteristik remaja.

Remaja diartikan sebagai masa penghubung atau masa peralihan antara masa kanak-kanak ke masa dewasa. Pada periode remaja terjadi perubahan-perubahan besar mengenai fungsi-fungsi rohaniah dan jasmaniah (Kartini Kartono, 2005: 153).

Monks (2006: 258), membagi masa remaja menjadi tiga kelompom usia yaitu:

a. Remaja awal, berada pada rentang usia 12 sampai 15 tahun, merupakan masa negatif. Individu merasa bingung, cemas, takut dan gelisah.

b. Remaja pertengahan, dengan rentang usia 15 sampai 18 tahun. Pada masa ini individu meninginkan sesuatu dan mencari-cari sesuatu. Pada masa remaja ini memikirkan konsep diri dan konsep dirinya relatif stabil.

c. Remaja akhir, berkisar pada usia 18 sampai 21 tahun. Pada masa ini individu mulai merasa stabil. Mulai mengenal dirinya, mulai memahami arah hidup, dan menyadari tujuan hidupnya.


(62)

46

Menurut Hurlock (1999: 22), masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya yaitu:

2. Karakteristik remaja

Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan pada semua aspek, baik fisik maupun non fisik. Masa remaja, seperti masa-masa sebelumnya memiliki ciri-ciri khusus yang membedakan masa sebelum dan sesudahnya. Menurut Hurlock (2000: 207-209) menjelaskan ciri-ciri sebagai berikut:

a. Masa remaja sebagai periode penting

Perkembangan fisik yang cepat dan penting pada masa remaja disertai dengan cepatnya perkembangan mental yang cepat menimbulkan penyesuaian mental dan membentuk sikap, nilai dan minat yang baru.

b. Masa remaja sebagai periode peralihan

Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Sehingga mereka baru meninggalkan segala sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan dan mulai mempelajari pola perilaku dan sikap yang baru untuk mengganti sikap yang sudah ditinggalkan. Pada masa ini remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan orang dewasa.


(63)

47

Pada masa remaja terjadi perubahan fisik yang sangat pesat, juga perubahan perilaku dan sikap yang berlangsung pesat. Sebaliknya jika perubahan fisik menurun maka diikuti oleh perubahan sikap dan perilaku yang menurun juga. Menurut Hurlock ada empat macam perubahan yaitu: meningginya emsi, perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan, berubahnya minat dan pola perilaku serta adanya sikap ambivalen terhadap sikap perubahan.

d. Masa remaja sebagai masa mencari identitas

Pada masa ini mereka mulai mendambakan identitas diri atau tidak puas lagi dengan menjadi sama dengan teman-teman dalam segala hal, seperti masa sebelumnya. Namun dengan adanya sifat yang mendua, dalam beberapa kasus menimbulkan suatu dilema yang dapat menyebabkan krisis identitas. Pada saat ini remaja berusaha untuk menunjukkan siapa dari dan peranannya dalam kehidupan masyarakat.

e. Usia bermasalah

Pemecahan masalah pada remaja sudah tidak seperti pada masa sebelumnya yang dibantu oleh orang tua dan gurunya. Remaja akan menyelesaikan masalahnya secara mandiri dan menolak bantuan dari orang tua atau guru.


(64)

48

Pada masa ini sering timbul pemikiran yang kurang baik. Hal tersebut sangat mempengaruhi konsep dan sikap remaja terhadap dirinya sendiri, sehingg remaja sulit untuk beralih ke masa dewasa. g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik

Pada masa ini remaja lebih memandang dirinya dan diri orang lain sebagaimana apa yang diinginkannya, sehingga mengakibatkan emosi remaja yang meninggi dan mudah marah apabila keinginannya tidak tercapai.

h. Masa remaja sebagai masa ambang dewasa

Peralihan dari masa remaja ke masa dewasa menimbulkan kegelisahan bagi remaja. Ketidaksiapan remaja dalam masa ini membuat remaja sudah mulai berperilaku seperti orang dewasa. Dari karakteristik remaja di atas, maka dapat disimpulkan bahwa masa remaja adalah masa dimana seseorang sedang berada pada situasi kegoncangan, penderitaan, asmara, pemberontakan terhadap otoritas orang dewasa dan juga mengalami perubahan-perubahan fisik maupun psikologis yang terkadang sangat sulit mengontrolnya. Siswa SMP yang berada pada masa remaja tentunya mengalami perubahan fisik, dan sedang berada pada situasi yang penuh goncangan, penderitaan, pemberontakan terhadap otoritas orang dewasa sehingga siswa cenderung belum dapat menahan dan mengontrol dirinya dengan baik.


(65)

49

Karakteristik fisik remaja ditandai dengan petumbuhan organ-organ tubuh tentu yang tumbuh dengan cepat terutama yang berkaitan dengan organ seksual. Pada laki-laki ditandai dengan tumbuhnya rambut di kelamin dan membesarnya otor-otot tubuh. Pada perempuan ditandai dengan penonjolan pada dada dan pinggul. (Sunarto dan Agung Hartono, 2002: 53).

3. Tugas Perkembangan Remaja

William Kay (Syamsu Yusuf, 2004: 72-73) menyebutkan bahwa tugas perkembangan remaja antara lain:

a. Menerima fisiknya sendiri beserta keragaman kualitasnya.

b. Mencapai kemadirian emosional dari orang tua atau figur-figur yang mempunyai otoritas.

c. Mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal dan belajar bergaul dengan teman sebaya atau orang lain, baik secara individual maupun kelompok.

d. Menemukan manusia model yang dijadikan identitasnya.

e. Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap kemampuannya sendiri.

f. Memperkuat self-control (kemampuan mengendalikan diri) atas dasar skala nilai, prinsip=prinsip atau filsafah hidup.

g. Mampu meninggalkan reaksi dan penyesuaian diri (sikap maupun perilaku) kekanak-kanakan.


(66)

50

Berdasarkan pendapat William Kay tersebut, secara garis besar dapat disimpulkan bahwa tugas perkembangan remaja antara lain adalah mampu menerima dan memahami bagaimanapun keadaan dirinya, mampu melakukan hubungan sosial dan penyesuian yang baik, mencapai kemadirian, mampu mengendalikan dirinya sendiri, dan menemukan identitas dirinya.

Faktor perkembangan remaja secara psikologis dijadikan sebagai salah satu faktor yang diperhatikan karena hal tersebut dapat menjadi salah satu sumber yang menghambat belajar siswa. Sukardi (2000: 56) menyebutkan bahwa keberhasilan siswa dalam belajar dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu faktor sosial, non sosial, fisiologis, dan psikologis. Perkembangan teknologi informasi telah membuka kesempatan kepada setiap siswa untuk mengetahui hal-hal yang sebenarnya belum saatnya diketahui atauh bahkan hal-hal yang sifatnya tidak bermanfaat bagi siswa yang bersangkutan. Ketika seua akses informasi mudah diperoleh, maka guru dan sekolah hanya menjadi salah satu sumber.

D. Pengertian BK Belajar

1. Pengertian Bimbingan dan Konseling a. Definisi Bimbingan

Menurut Abu Ahmadi (1991: 1) bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada individu (peserta didik) agar dengan potensi yang dimiliki mampu mengembangkan diri secara optimal dengan jalan memahami diri, memahami lingkungan, mengatasi hambatan guna lebih baik. Menurut Prayitno dan Erman Amti (2004: 99),


(67)

51

Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang ahli kepada seorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, atau orang dewasa agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.

Menurut Bimo Walgito (2004: 4-5), mendefinisikan bahwa bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu kepada individu atau sekumpulan individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan hidupnya, agar individu dapat mencapai kesejahteraan dalam kehidupannya. Chiskolm dalam McDaniel, dalam Prayitno dan Erman Amti (1994: 94), mengungkapkan bahwa bimbingan diadakan dalam rangka membantu setiap individu untuk lebih mengenali berbagai informasi tentang dirinya sendiri.

Berdasarkan beberapa definisi yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu untuk mengatasi berbagai kesulitan-kesulitan yang ada dalam kehidupannya secara mandiri.

b. Definisi Konseling

Konseling adalah hubungan pribadi yang dilakukan secara tatap muka antara dua orang dalam mana konselor melalui hubungan itu dengan kemampuan-kemampuan khusus yang dimilikinya,


(68)

52

menyediakan situasi belajar. Dalam hal ini konseli dibantu untuk memahami diri sendiri, keadaannya sekarang, dan kemungkinan keadaannya masa depan yang dapat ia ciptakan dengan menggunakan potensi yang dimilikinya, demi untuk kesejahteraan pribadi maupun masyarakat. Lebih lanjut konseli dapat belajar bagaimana memecahkan masalah-masalah dan menemukan kebutuhan-kebutuhan yang akan datang. (Tolbert, dalam Prayitno 2004 : 101).

Jones (Insano, 2004 : 11) menyebutkan bahwa konseling merupakan suatu hubungan profesional antara seorang konselor yang terlatih dengan klien. Hubungan ini biasanya bersifat individual atau seorang-seorang, meskipun kadang-kadang melibatkan lebih dari dua orang dan dirancang untuk membantu klien memahami dan memperjelas pandangan terhadap ruang lingkup hidupnya, sehingga dapat membuat pilihan yang bermakna bagi dirinya.

Dari semua pendapat di atas dapat dirumuskan dengan singkat bahwa Bimbingan dan Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling (face to face) oleh konselor kepada konseli dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki konseli untuk mencapai perkembangan yang optimal, mandiri serta dapat merencanakan masa depan yang lebih baik untuk mencapai kehidupan yang sejahtera.


(69)

53 c. Definisi Belajar

Belajar Menurut Slameto (2003:2) ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannnya sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Keberhasilan pendidikan dipengaruhi oleh perubahan dan pembaharuan dalam segala komponen pendidikan. Menurut Ernest R. Hilgard dalam (Sumardi Suryabrata, 1984: 252) belajar merupakan proses perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, yang kemudian menimbulkan perubahan, yang kemudian menimbulkan perubahan, yang keadaannya berbeda dari perubahan yang ditimbulkan oleh lainnya. Sifat perubahan relatif permanen, tidak akan kembali pada keadaan semula. Tidak bisa diterapkan pada perubahan akibat situasi sesaat, seperti perubahan akibat kelelahan, sakit, mabuk, dan sebaganya.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku dan bersifat permanen dan menetap.


(70)

54 E. Kerangka Berpikir

Konsentrasi belajar adalah kemampuan untuk memusatkan perhatian pada suatu objek dan mengesampingkan hal-hal yang tidak berkaitan dengan tersebut. Konsentrasi dapat berjalan secara efektif apabila seseorang mampu menikmati kegiatan belajar yang sedang dilakukan. Seseorang yang memiliki konsentrasi belajar yang baik akan lebih memahami apa yang sedang dipelajari. Aspek-aspek konsentrasi belajar adalah (a) pemusatan pikiran, (b) motivasi, (c) rasa kuatir, (d) perasaan tertekan, (e) gangguan pemikiran, (f) gangguan kepanikan, dan (g) kesiapan belajar. Kesiapan belajar sendiri merupakan keadaan seseorang yang sudah siap akan menerima pelajaran, sehingga individu dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya dan individu tersebut dapat memperoleh hasil berupa nilai yang memuaskan sebagai reward atas usahanya untuk bersungguh-sungguh dalam belajar. Dalam indikator dalam konsentrasi belajar yaitu salah satu diantaranya

adanya fokus pandangan, perhatian, sambutan lisan, kemampuan menjawab, memberikan pernyataan, serta sambutan psikomotorik. Jadi, dapat disimpulkan bahwa adanya fokus pandangan serta perhatian dalam mengikuti pembelajaran di kelas di SMP Negeri 1 Ciawigebang tersebut merupakan adanya pengaruh tingkat percaya diri pada setiap individunya. Penyesuaian diri dengan teman sebaya di sekolah juga memberikan dukungan pada siswa sehingga menjadi percaya diri dalam menghadapi permasalahan yang terkait dengan belajar. Penyesuaian diri dengan pelajaran juga dapat memberikan kepercayaan diri pada siswa untuk mengikuti pelajaran dengan lebih baik.


(71)

55

Kemampuan menyesuaikan diri dan berkomunikasi dalam berbagai situasi termasuk situasi di sekolah menunjukan adanya kepercayaan diri (Thursan Hakim, 2005: 5).

Aspek-aspek penyesuaian diri terdiri dari, (a) kemampuan individu untuk bertingkah laku sesuai dengan kodrat manusia sebagai makhluk sosial; (b) kemampuan individu untuk mengendalikan emosi dan tingkah laku. Kemampuan individu untuk membentuk konsep diri dalam hal ini ditunjukkan oleh adanya penerimaan pada dirinya; (c) kemampuan individu untuk bertanggung jawab; (d) persepsi terhadap realitas individu mengubah persepsinya tentang kenyataan hidup dan menginterpretasikannya, sehingga mampu menentukan tujuan realistis sesuai dengan kemampuannya serta mampu mengenali konsekuensi dan tindakannya agar dapat menuntutn pada perilaku yang sesuai; (e) kemampuan mengekspresikan emosi dengan baik berarti individu memiliki ekspresi emosi dan kontrol emosi yang baik dan tidak berlebihan; dan (f) hubungan interpersonal yang baik berkaitan dengan hakekat individu sebagai mahkluk sosial, yang sejak lahir tergantung pada orang lain. Individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik mampu membentuk hubungan dengan cara berkualitas dan bermanfaat.

Penyesuaian diri yang baik ditunjukkan dengan guru dapat memudahkan siswa dalam mengatasi kesulitan belajar karena siswa merasa dekat untuk bertanya dan memberikan fokus pandangan ketika guru mengajar. Siswa baru SMPN 1 Ciawigebang yaitu kelas VII membutuhkan sejumlah penyesuaian diri di sekolah. Penyesuaian diri di sekolah secara positif akan berdampak


(72)

56

postif bagi konsentrasi belajar siswa. Siswa yang mampu menyesuaiakan diri dengan teman sebaya di kelas dapat lebih mudah untuk bertanya tentang suatu materi pelajaran kepada teman sebaya yang lainnya. Siswa dengan hubungan interpersonal yang baik dapat bertanya kepada guru ataupun siswa lain ketika menemui kesulitan belajar sehingga masalah belajar dapat diselesaikan. Kemampuan siswa menilai diri secara positif dapat menjadikan siswa bersangkutan lebih objektif dan rasional dalam melihat permasalahan di sekolah.

Pada beberapa uraian di atas, maka disimpulkan bahwa gangguan kepanikan, gangguan pemusatan pikiran, dan kesiapan belajar dalam hal konsentrasi belajar berhubungan dengan kemampuan penyesuaian diri individu di lingkungan sekolahnya yang meliputi hubungan interpersonal, kemampuan mengekspresikan dan mengendalikan emosi, serta kemampuan individu untuk mengendalikan tingkah lakunya.

F. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan kerangka pemikiran di atas, diajukan pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana kategori konsentrasi belajar dan penyesuaian diri siswa kelas VII di SMP Negeri 1 Ciawigebang?

2. Bagaimana deskripsi aspek pemusatan pemikiran, motivasi, kesiapan belajar, dan perasaan tertekan siswa kelas VII di SMP Negeri 1 Ciawigebang?


(73)

57

3. Bagaimana deskripsi aspek penyesuaian diri terhadap guru, mata pelajaran, teman sebaya, serta lingkungan fisik dan sosial siswa kelas VII di SMP Negeri 1 Ciawigebang?


(74)

58 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian survei, karena data yang dihasilkan nantinya berupa angka dengan analisis data statistik deskriptif dan dapat digeneralisasikan hasilnya dengan sekali berproses dalam olah datanya. Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2006: 82-83), survei ditujukan untuk memperoleh gambaran umum tentang karakteristik populasi, seperti sikap, nilai, kepercayaan, pendapat atau aspek lainnya. Metode survei dalam penelitian ini digunakan untuk mengungkap dan mendeskripsikan tentang tingkat konsentrasi belajar dan tingkat penyesuaian diri pada siswa kelas VII di SMP Negeri I Ciawigebang.

B. Subyek Penelitian

1. Populasi Penelitian

Menurut Sugiyono (2009: 80) mendefinisikan mengenai populasi sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Pada penelitian ini populasi penelitian dikenakan pada siswa SMP Negeri 1 Ciawigebang, dimana yang menjadi populasi penelitiannya yakni kelas VII yang terdiri dari 9 kelas (A-I) dengan jumlah siswa sebanyak 323 siswa. Jadi, jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 323 siswa yang yang terdapat pada kelas VII.


(75)

59 2. Sampel Penelitian

Menurut Sugiyono (2009: 81) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan tenaga, dan waktu, maka peneliti menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu.

Teknik pengambilan sampling dilakukan secara propotional random sampling yaitu diambil berdasarkan siswa per kelas diantaranya sebagai berikut:

a. Kelas VII A : 36 siswa, b. Kelas VII B : 36 siswa c. Kelas VII C : 36 siswa d. Kelas VII D : 36 siswa e. Kelas VII E : 35 siswa f. Kelas VII F : 36 siswa g. Kelas VII G : 36 siswa h. Kelas VII H : 36 siswa i. Kelas VII I : 36 siswa

pada siswa kelas VII SMP Negeri 1 Ciawigebang untuk pengambilan sampelnya. Teknik sampling proportional random sampling yakni teknik sampling yang dilakukan secara sederhana karena pengambilan anggota sampelnya dilakukan secara acak, dimana pada populasi penelitian ini menggunakan probability sampling yaitu


(76)

60

teknik sampling yang memberikan peluang sama bagi setiap struktur anggota populasinya untuk dipilih sebagai sampel.

Rumus yang digunakan untuk menentukan jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumus yang dikemukakan oleh Issac dan Michael (dalam Sugiyono, 2013: 87) sebagai berikut:


(77)

61

Berdasarkan penghitungan menggunakan rumus tersebut, dengan taraf kesalahan 5% ukuran sampel yang di ambil dari jumlah populasi sebesar 323 siswa adalah 108,028 yang di bulatkan menjadi 108. Dalam penelitian ini penentuan sampel dapat dilihat berdasarkan hasil sampel subyek penelitian menurut setiap kelas sebagai berikut:


(1)

114 Lampiran 5. Surat-Surat Penelitian

1. Surat Permohonan Izin Penelitian 2. Surat Izin Tentang Penelitian


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)