penganiayaan berat. Pertimbangannya antara lain sebagai berikut:
Meskipun terdakwa tidak mengharapkan penumpang- penumpang bis mendapat luka-luka, namun akibat ini
ada dalam kesengajaanya, sebab iatetap melakukan perbuatan itu, meskipun ia sadr akan akibat yang
mungkin terjadi. Kasus ini adalah pengalaman Jokers, ketika menjadi Jaksa Tinggi Officier van Justitie pada
R.v.J di Semarang.
3. Dolus Eventualis
Dolus eventualis lahir karena suatu keadaan dimana sikap batin pelaku dimana pelaku tidak menghendaki
suatu tujuan untuk mewujudkan suatu tindak pidana, akan tetapi keadaan menyebabkan ia tidak dapat
mengelak dari suatu keadaan tertentu. Contoh:
Seorang mengendarai mobil angkutan umum dengan lajunya di jalan dalam kota. Dimuka ia lihat
sekelompok anak yang sedang bermain-main. Apabila ia tetap dalam kecepatan yang sama tanpa
menghiraukan nasib anak-anak dan tanpa mengambil tindakan pencegahan, dan apabila akibat perbuatanya
itu beberapa anak luka atau mati, maka disini ada kesengajaan unuk menganiaya atau membunuh,
meskipun tidak dapat dikatakan bahwa ia mengiginkan akibat tadi, namun jelas ia menghendaki
hal itu, dalam arti, meskipun ia sadar akan kemungkinan tentang luka dan matinya anak ia
mendesak kesadaran itu kebelakang dan menerima apa boleh buat kemungkinan itu, dengan
melampiaskan naPasalunya untuk menegar kudanya. Di atas telah disebutkan 2 teori yang menerangkan
bagaimana sikap batin seseorang yang melakukan perbuatan dengan sengaja. Bagaimanakah
menerangkan adanya kesengajaan dengan sadar kemungkinan dolus eventualis ?
Berdasarkan teori kehendak, jika sipelaku menetapkan dalam batinnya, bahwa ia lebih
menghendaki perbuatan yang dilakukan itu, meskipun nanti akan ada akibat yang ia tidak harapkan, dari
pada tidak berbuat, maka kesengajaan orang tersebut juga ditujukan kepada akibat yang tidak diharapkan
itu. Berdasarkan teori pengetahuan, pelaku mengetahui
membayangkan akan kemungkinan terjadinyan akibat yang tak dikehendaki, tetapi bayangkan itu tidak
mencegah dia untuk tidak berbuat; maka dapat dikatakan, bahwa kesengajaan diarahkan kepada
akibat yang mungkin terjadi itu. Dalam kedua teori itu digambarkan, bahwa dalam
batin si – pelaku terjadi suatu proses, bahwa ia lebih baik berbuat dari pada tidak berbuat. Disini ada suatu
yang tidak jelas, oleh karena itu disamping kedua teori itu ada teori yang disebut teori apa boleh buat “In
Kauf nehmen theorie”atau” op de koop toe nemen theorie”.
Menurut teori apa boleh buat “In Kauf nehmen theorie “atau”op de koop toe nemen theorie” keadaan
batin si pelaku terhadap perbuatannya adalah sebagai berikut:
a. akibat itu sebenarnya tidak dikehendaki, bahkan ia benci atau takut akan kemungkinan timbulnya
akibat itu b. akan tetapi meskipun ia tidak menghendakinya,
namun apabila toh keadaanakibat itu timbul, apa boleh buat hak itu diterima juga, ini berarti ia
berani memikul resiko.”
Dalam perdebatan di Eerste Kamsr mengenai W.v.S. Menteri Modderman mengatakan, bahwa
“voorwaardelijkk opzet” dolus eventualis itu ada, apabila kehendak kita langsung ditujukan pada
kejahatan tersebut, tetapi meskipun telah mengetahui bahwa keadaan tertentu masih akan terjadi, namun
kita berbuat dengan tiada tercegah oleh kemungkinan terjadinya hal yang telah kita ketahui itu.
Dengan teori apa boleh buat ini maka sebenarnya tidak perlu lagi untuk membedakan kesengajaan
dengan sadar kepastian dan kesengajaan dengan sadar kemungkinan.
Dalam uraian-uraian diatas penentuan tentang kesengajaan si-pelaku adalah dengan melihat
bagaimana sikap batinnya perbuatan ataupun akibat perbuatannya. Demikian itu karena kesengajaan
dipandang sebagai sikap batin pelaku terhadap perbuatannya.
Dengan teori-teori itu diusahakan untuk menetapkan kesengajaan sipelaku Dalam kejadian konkret tidaklah
mudah bagi Hakim untuk menentukan bahwa sikap batin yang berupa kesengajaan atau kealpaan itu
benar-benar ada pada pelaku. Orang tidak dapat secara pasti mengetahui mengetahui batin orang lain,
lebih-lebih bagaimana keadaan batinnya pada waktu orang ini berbuat.
Apabila orang ini dengan jujur menerangkan keadaan batinnya yang sebenarnya maka tidak ada kesukaran.
Kalau tidak, maka sikap batinnya harus disimpulkan dari keadaan lahir, yang tampak dari luar. Jadi dalam
banyak hal hakim baru mengobyektifkan adanya kesengajaan itu.
Contoh Van Bemmelen:
A melepaskan tembakan kepada B dalam jarak 2 meter.
Meskipun A mungkin, bahwa ia mempunyai kesengajaan untuk membunuh B, namun Hakim tetap
akan menentukan adanya kesengajaan tersebut, kecuali apabila dapat diterima alasan-alasan yang
sangat masuk akal bahwa A tidak tahu pistol itu berisi atau bahwa matinya B itu disebabkan karena
kekhilafan dari A. Dalam hal ini diragukan adanya kesenjajaan,
sehingga ada pembebasan. Hakim harus sangat berhati-hati. Kesengajaan berwarna gekleurd dan
tidak berwarna kleurloos. Persoalan ini berhubungan dengan masalah: apakah untuk adanya kesengajaan
itu sipelaku harus menyadari bahwa perbuatannya itu dilarang bersifat melawan hukum ?
Mengenai hal ini ada 2 pendapat, ialah yang mengatakan bahwa:
a. sifat kesengajaan itu berwarna dan kesengajaan melakukan sesuatu perbuatan mencakup
pengetahuan sipelaku bahwa perbuatanya melawan hukum dilarang; harus ada hubungan
antara keadaan batin si-pelaku dengan melawan hukumnya perbuatan. Dikatakan, bahwa sengaja
disini berarti dolus malus, artinya sengaja untuk berbuat jahat boos opzet. Jadi menurut pendirian
yang pertama, untuk adanya kesengajaan perlu bahwa sipelaku menyadari bahwa perbuatannya
dilarang. Penganutnya antara lain Zevenbergen, yang mengatakan dalam bukunya leerboek van
het Nederlandsch Strafrecht, tahun 1924, halaman 169, bahwa: Kesengajaan senantiasa ada
hubungannya dengan dolus molus, dengan perkataan lain dalam kesengajaan tersimpul
adanya kesadaran mengenai sifat melawan hukumnya perbuatan.” Untuk adanya
kesengajaan, di perlukan syarat, bahwa pada sipelaku ada kesadaran, bahwa perbuatannya
dilarang danatau dapat dipidana b. Kesengajaan tidak berwarna
Kalau dikatakan bahwa kesengajaan itu tak berwarna, maka itu berarti, bahwa untuk adanya
kesengajaan cukuplah bahwa sipelaku itu menghendaki perbuatan yang dilarang itu. Ia tak
perlu tahu bahwa perbuatannya terlarang sifat melawan hukum.
Dapat saja sipelaku dikatakan berbuat dengan sengaja, sedang ia tidak mengetahui bahwa
perbuatannya itu dilarang atau bertentangan dengan hukum.
Penganut-penganutnya antara lain : Simons, Pompe, Jonkers. Menurut M.v.T. tidak perlu ada
“boos opzet”. M.v.T. mengatakan demikian : “Akan tetapi untuk berbuat dengan sengaja itu
apakah sipelaku tidak harus menyadari, bahwa ia melakukan suatu perbuatan yang menurut tata
susila tidak dibenarkan zadelijk ongeoorlooid ? Cukupkah dengan adanya kesengajaan saja atau
perlukah adanya “kesengajaanj jahat” boos opzet ?
Jawabnya tidak akan lain dari pada itu.
Keberatan terhadap pendirian bahwa kesengajaan itu berwarna ialah akan merupakan beban yan
berat bagi jaksa apabila untuk membuktikan adanya kesengajaan, tiap kali ia harus
membuktikan bahwa pada terdakwa ada kesadaran atau pengetahuan tentang dilarangnya
perbuatan itu. Sebaliknya, alasan bahwa kesengajaan itu berwarna ialah kesalahan itu, jadi
termasuk kesengajaan, berisi bahwa sipelaku harus sadar bahwa perbuatan itu keliru.
Apabila ia sama sekali tidak sadar akan itu, meskipun pada kenyataannya ia melakukan
perbuatan yang dilarang, yang melawan hukum, ia tidak dapat dipidana.
4. Perumusan Unsur Sengaja dalam KUHP