Namun karena dalam kenyataanya, pelaksanaan dari teori ini tidak mudah, mereka
nampaknya lebih cendrung pada teori subyektif. Prof. Moelyatno dapat dikategorikan sebagai
penganut teori campuran. Menurut beliau rumusan delik percobaan dalam pasal 53 KUHP
mengandung dua inti yaitu : yang subyektif niat untuk melakukan kejahatan tertentu dan yang
obyektif kejahatan tersebut telah mulai dilaksanakan tetapi tidak selesai. Dengan
demikian menurut beliau, dalam percobaan tidak mungkin dipilih salah satu diantara teori
obyektif dan teori subyektif karena jika demikian berarti menyalahi dua inti dari delik percobaan
itu; ukurannya harus mencakup dua criteria tersebut subyektif dan obyektif. Di samping itu
beliau mengatakan bahwa baik teori subyektif maupun obyektif, apabila dipakai secara murni
akan membawa kepada ketidak adilan.
IV. UNSUR-UNSUR PERCOBAAN
Dari rumusan pasal 53 1 KUHP diatas jelas terlihat bahwa unsur-unsur percobaan ialah :
IV.1. Niat.
Kebanyakan para sarjana berpendapat bahwa unsur niat sama dengan sengaja
dalam segala tingkatancoraknya. Catatan Prof. Moelyatno terhadap unsur niat :
a. Niat jangan disamakan dengan
kesenjangan, tetapi niat secara potensiil dapat berubah menjadi kesenjangan
apabila sudah ditunaikan menjadi perbuatan yang dituju; dalam hal semua
perbuatan yang diperlukan untuk kejahatan telah dilakukan, tetapi akibat
yang dilarang tidak timbul percobaan selesaivoltooidc poging, disitu niat 100
menjadi kesengajaan, sama kalau mengahadapi delik selesai.
b. Tetapi kalau belum semua ditunaikan menjadi perbuatan maka niat masih ada
dan merupakan sikap batin yang membari arah kepada perbuatan, yaitu subjectieve
onrechtselement.
c. Oleh karena itu niat tidak sama dan tidak bisa disamakan dengan
kesengajaan, maka isinya niat jangan diambilkan dari isinya kesengajaan
apabila kejahatan timbul; untuk ini diperlukan pembuktian tersendiri bahwa
isi yang tertentu tadi sudah ada sejak niat belum ditunakan jadi perbuatan.
Dari delik percobaan dapat mempunyai dua arti :
1. Dalam hal percobaan selesai percobaan
lengkapvoltoo-ide pogingcompleted
attempt, niat sama dengan kesengajaan; 2. Dalam hal percobaan tertunda
percobaan terhenti atau tidak lengkapgeschorste pogingincompleted
attempt, niat hanya merupakan unsur
sifat melawan hukum yang subyektif subyektif onrechtselement.
Dikatakan ada “percobaan selesai” apabila terdakwa telah melakukan semua perbuatan
yang diperlukan untuk terjadinya kejahatan, tetapi akibat yang terlarang tidak terjadi;
Misal : A bermaksud membunuh B dengan pistol, Picu trekker pistol telah ditarik, tetapi
ternyata pistol tersebut tidak meletus atau tembakan tidak mengenai sasaran. Dalam hal
ini, menurut Moelyatno, niat sudah berubah menjadi kesengajaan karena telah
diwujudkan dalam bentuk perbuatan. Tetapi apabila dalam contoh diatas,
perbuatan yang diperlukan untuk terjadinya kejahatan belum dilakukan misal : picu
belum ditarik sehingga akibat yang terlarang juga belum ada maka dalam hal demikian
dikatakan ada
“percobaan tidak selesaitertunda”. Menurut Moelyatno, dalam
hal ini maka niat yang belum diwujudkan sebagai perbuatan belum ditunaikan keluar
masih tetap menjadi niat yaitu baru merupakan sikap batin yang mengarah
kepada suatu perbuatan yang melawan hukum.
Dalam hal niat telah berubah menjadi kesengajaan, Prof. Moelyatno setuju dengan
pendapat yang luas bahwa hal itu meliputi
juga kesenjangan sebagai keinsyafan kemungkinan.
IV.2. Ada permulaan pelaksanaan.
Unsur kedua ini, merupakan persoalan pokok dalam percobaan yang cukup sulit karena
baik secara teori maupun praktek selalu dipersoalkan batas antara perbuatan
persiapan voorbereidingshandeling dan perbuatan
pelaksanaan uitvoeringshandeling. Dalam memecahkan
masalah ini para sarjana menghubungkannya dengan teori atau dasar-dasar patut
dipidananya percobaan. Bertolak dari pandangan atau teori percobaan yang
subyektif, VAN HAMEL berpendapat bahwa dikatakan ada perbuatan pelaksanaan
apabila dilihat dari perbuatan yang telah dilakukan telah ternyata adanya kepastian
niat untuk melakukan kejahatan. Jadi yang dipentingkan atau yang dijadikan ukuran oleh
VAN HAMEL ialah ternyata adanya sikap batin yang jahat dan berbahaya dari si
pembuat. Ukuran demikian menurut VAN HAMEL sesuai dengan ajaran hukum pidana
yang lebih baru yang bertujuan memberantas kejahatan sampai ke akar-akarnya.
Bertolak dari pandangan atau teori percobaan yang obyektif materiil, SIMIONS berpendapat
sbb :
a. Pada delik formil, perbuatan pelaksanaan ada apabila telah dimulai
perbuatan yang disebut dalam rumusan delik;
b. Pada delik materiil, perbuatan pelaksanaan ada pabila telah
dimulaidilakukan perbuatan yang menurut sifatnya langsung dapat
menimbulkan akibat yang dilarang oleh undang-undang tanpa mensyaratkan
adanya perbuatan lain.
Contoh untuk delik formil : A bermaksud melakukan pencurian dirumah
B untuk melaksanakan aksinya, A telah mempersipkan segala sesuatu peralatan
untuk mencuri, kemudian pada malam hari ia mendatangi rumah B. Sesampainya di
rumah B, ia mematikan lampu teras, melepas kaca jendela dan baru saja A
masuk rumah lewat jendela itu ia tertangkap.
Apabila digunakan ukuran Van Hamel, maka dalam hal ini dikatakan sudah ada
perbuatan pelaksanaan, tetapi menurut ukuran Simons baru merupakan perbuatan
persiapan, karena belum mulai melakukan perbuatan seperti yang disebut dalam
rumusan delik pencurian : pasal 362 KUHP yaitu “ mengambil barang “. Apabila
A sudah mengambil barang dan pada saat
itu ketahuan dan tertangkap, barulah dikatakan pada saat itu A telah melakukan
perbuatan pelaksanaan yang oleh karenanya dapat dituntut telah melakukan
percobaan pencurian. Contoh untuk delik materiil :
A bermaksud membunuh B dengan meledakkan mobil yang dikendarainya
dengan dinamit di suatu tempat yang dilalui B. A telah mempersiapkan dinamit dengan
segala peralatan yang diperlukan dengan rapid an menunggu di samping saklar
sampai B lewat ditempat itu. Apabila pada saat menunggu itu, gerak gerik A dicurigai
dan akhirnya ditangkap, maka menurut ukuran Simons perbuatan A belum
merupakan perbuatan pelaksanaan tetapi baru perbuatan persiapan, karena untuk
meledakkan dinamit itu masih diperlukan perbuatan lain yaitu mengotakkanmenekan
saklarnya.
Dalam menentukan adanya permulaanperbuatan pelaksanaan dalam delik
percobaan Prof Moelyatno berpendapat bahwa ada dua factor yang harus diperhatikan, yaitu :
1. Sifat atau inti dari delik percobaan, dan 2. Sifat atau inti dari delik pada umumnya
Mengingat kedua factor tersebut, maka menurut beliau perbuatan pelaksanaan harus memenuhi 3
syarat yaitu :
i. Secara Obyektif, apa yang telah dilakukan
terdakwa harus mendekatkan kepada delikkejahatn yang dituju atau dengan kata
lain, harus mengandung potensi untuk mewujudkan delik tersebut;
ii. Secara Subyektif, dipandang dari sudut niat,
harus tidak ada keraguan lagi bahwa yang telah dilakukan oleh terdakwa itu ditujukan
atau diarahkan pada delikkejahatan yang tertentu tadi;
iii. Bahwa apa yang telah dilakukan oleh
terdakwa itu merupakan perbuatan yang bersifat melawan hukum.
V. PERCOBAAN