UNSUR-UNSUR PERCOBAAN Asas asas Hukum Pidana 002

Namun karena dalam kenyataanya, pelaksanaan dari teori ini tidak mudah, mereka nampaknya lebih cendrung pada teori subyektif. Prof. Moelyatno dapat dikategorikan sebagai penganut teori campuran. Menurut beliau rumusan delik percobaan dalam pasal 53 KUHP mengandung dua inti yaitu : yang subyektif niat untuk melakukan kejahatan tertentu dan yang obyektif kejahatan tersebut telah mulai dilaksanakan tetapi tidak selesai. Dengan demikian menurut beliau, dalam percobaan tidak mungkin dipilih salah satu diantara teori obyektif dan teori subyektif karena jika demikian berarti menyalahi dua inti dari delik percobaan itu; ukurannya harus mencakup dua criteria tersebut subyektif dan obyektif. Di samping itu beliau mengatakan bahwa baik teori subyektif maupun obyektif, apabila dipakai secara murni akan membawa kepada ketidak adilan.

IV. UNSUR-UNSUR PERCOBAAN

Dari rumusan pasal 53 1 KUHP diatas jelas terlihat bahwa unsur-unsur percobaan ialah :

IV.1. Niat.

Kebanyakan para sarjana berpendapat bahwa unsur niat sama dengan sengaja dalam segala tingkatancoraknya. Catatan Prof. Moelyatno terhadap unsur niat : a. Niat jangan disamakan dengan kesenjangan, tetapi niat secara potensiil dapat berubah menjadi kesenjangan apabila sudah ditunaikan menjadi perbuatan yang dituju; dalam hal semua perbuatan yang diperlukan untuk kejahatan telah dilakukan, tetapi akibat yang dilarang tidak timbul percobaan selesaivoltooidc poging, disitu niat 100 menjadi kesengajaan, sama kalau mengahadapi delik selesai. b. Tetapi kalau belum semua ditunaikan menjadi perbuatan maka niat masih ada dan merupakan sikap batin yang membari arah kepada perbuatan, yaitu subjectieve onrechtselement. c. Oleh karena itu niat tidak sama dan tidak bisa disamakan dengan kesengajaan, maka isinya niat jangan diambilkan dari isinya kesengajaan apabila kejahatan timbul; untuk ini diperlukan pembuktian tersendiri bahwa isi yang tertentu tadi sudah ada sejak niat belum ditunakan jadi perbuatan. Dari delik percobaan dapat mempunyai dua arti : 1. Dalam hal percobaan selesai percobaan lengkapvoltoo-ide pogingcompleted attempt, niat sama dengan kesengajaan; 2. Dalam hal percobaan tertunda percobaan terhenti atau tidak lengkapgeschorste pogingincompleted attempt, niat hanya merupakan unsur sifat melawan hukum yang subyektif subyektif onrechtselement. Dikatakan ada “percobaan selesai” apabila terdakwa telah melakukan semua perbuatan yang diperlukan untuk terjadinya kejahatan, tetapi akibat yang terlarang tidak terjadi; Misal : A bermaksud membunuh B dengan pistol, Picu trekker pistol telah ditarik, tetapi ternyata pistol tersebut tidak meletus atau tembakan tidak mengenai sasaran. Dalam hal ini, menurut Moelyatno, niat sudah berubah menjadi kesengajaan karena telah diwujudkan dalam bentuk perbuatan. Tetapi apabila dalam contoh diatas, perbuatan yang diperlukan untuk terjadinya kejahatan belum dilakukan misal : picu belum ditarik sehingga akibat yang terlarang juga belum ada maka dalam hal demikian dikatakan ada “percobaan tidak selesaitertunda”. Menurut Moelyatno, dalam hal ini maka niat yang belum diwujudkan sebagai perbuatan belum ditunaikan keluar masih tetap menjadi niat yaitu baru merupakan sikap batin yang mengarah kepada suatu perbuatan yang melawan hukum. Dalam hal niat telah berubah menjadi kesengajaan, Prof. Moelyatno setuju dengan pendapat yang luas bahwa hal itu meliputi juga kesenjangan sebagai keinsyafan kemungkinan.

IV.2. Ada permulaan pelaksanaan.

Unsur kedua ini, merupakan persoalan pokok dalam percobaan yang cukup sulit karena baik secara teori maupun praktek selalu dipersoalkan batas antara perbuatan persiapan voorbereidingshandeling dan perbuatan pelaksanaan uitvoeringshandeling. Dalam memecahkan masalah ini para sarjana menghubungkannya dengan teori atau dasar-dasar patut dipidananya percobaan. Bertolak dari pandangan atau teori percobaan yang subyektif, VAN HAMEL berpendapat bahwa dikatakan ada perbuatan pelaksanaan apabila dilihat dari perbuatan yang telah dilakukan telah ternyata adanya kepastian niat untuk melakukan kejahatan. Jadi yang dipentingkan atau yang dijadikan ukuran oleh VAN HAMEL ialah ternyata adanya sikap batin yang jahat dan berbahaya dari si pembuat. Ukuran demikian menurut VAN HAMEL sesuai dengan ajaran hukum pidana yang lebih baru yang bertujuan memberantas kejahatan sampai ke akar-akarnya. Bertolak dari pandangan atau teori percobaan yang obyektif materiil, SIMIONS berpendapat sbb : a. Pada delik formil, perbuatan pelaksanaan ada apabila telah dimulai perbuatan yang disebut dalam rumusan delik; b. Pada delik materiil, perbuatan pelaksanaan ada pabila telah dimulaidilakukan perbuatan yang menurut sifatnya langsung dapat menimbulkan akibat yang dilarang oleh undang-undang tanpa mensyaratkan adanya perbuatan lain. Contoh untuk delik formil : A bermaksud melakukan pencurian dirumah B untuk melaksanakan aksinya, A telah mempersipkan segala sesuatu peralatan untuk mencuri, kemudian pada malam hari ia mendatangi rumah B. Sesampainya di rumah B, ia mematikan lampu teras, melepas kaca jendela dan baru saja A masuk rumah lewat jendela itu ia tertangkap. Apabila digunakan ukuran Van Hamel, maka dalam hal ini dikatakan sudah ada perbuatan pelaksanaan, tetapi menurut ukuran Simons baru merupakan perbuatan persiapan, karena belum mulai melakukan perbuatan seperti yang disebut dalam rumusan delik pencurian : pasal 362 KUHP yaitu “ mengambil barang “. Apabila A sudah mengambil barang dan pada saat itu ketahuan dan tertangkap, barulah dikatakan pada saat itu A telah melakukan perbuatan pelaksanaan yang oleh karenanya dapat dituntut telah melakukan percobaan pencurian. Contoh untuk delik materiil : A bermaksud membunuh B dengan meledakkan mobil yang dikendarainya dengan dinamit di suatu tempat yang dilalui B. A telah mempersiapkan dinamit dengan segala peralatan yang diperlukan dengan rapid an menunggu di samping saklar sampai B lewat ditempat itu. Apabila pada saat menunggu itu, gerak gerik A dicurigai dan akhirnya ditangkap, maka menurut ukuran Simons perbuatan A belum merupakan perbuatan pelaksanaan tetapi baru perbuatan persiapan, karena untuk meledakkan dinamit itu masih diperlukan perbuatan lain yaitu mengotakkanmenekan saklarnya. Dalam menentukan adanya permulaanperbuatan pelaksanaan dalam delik percobaan Prof Moelyatno berpendapat bahwa ada dua factor yang harus diperhatikan, yaitu : 1. Sifat atau inti dari delik percobaan, dan 2. Sifat atau inti dari delik pada umumnya Mengingat kedua factor tersebut, maka menurut beliau perbuatan pelaksanaan harus memenuhi 3 syarat yaitu : i. Secara Obyektif, apa yang telah dilakukan terdakwa harus mendekatkan kepada delikkejahatn yang dituju atau dengan kata lain, harus mengandung potensi untuk mewujudkan delik tersebut; ii. Secara Subyektif, dipandang dari sudut niat, harus tidak ada keraguan lagi bahwa yang telah dilakukan oleh terdakwa itu ditujukan atau diarahkan pada delikkejahatan yang tertentu tadi; iii. Bahwa apa yang telah dilakukan oleh terdakwa itu merupakan perbuatan yang bersifat melawan hukum.

V. PERCOBAAN