Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

2.3 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Kromatografi cair kinerja tinggi KCKT merupakan sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi dan detektor yang sangat sensitif dan beragam sehingga mampu menganalisis berbagai analit secara kualitatif maupun kuantitatif, baik dalam komponen tunggal maupun campuran Depkes, 1995. Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis, ananlisis ketidakmurnian dan analisis senyawa – senyawa yang tidak mudah menguap. KCKT sering digunakan untuk menetapkan kadar senyawa – senyawa tertentu seperti asam – asam amino, asam – asam nukleat dan protein – protein dalam fisiologis, menentukan kadar senyawa – senyawa aktif obat dan lain – lain Rohman, 2007.

2.3.1 Jenis – jenis KCKT

Hampir semua jenis campuran solut dapat dipisahkan dengan KCKT karena banyaknya fase diam yang tersedia dan selektifitas yang dapat ditingkatkan dengan mengatur fase gerak. Pemisahan dapat dilakukan dengan fase normal atau fase balik tergantung pada polaritas fase diam dan fase gerak. Pada KCKT fase normal fase diam lebih polar daripada fase gerak, kemampuan elusi meningkat dengan meningkatnya polaritas pelarut. Fase gerak biasanya non polar, seperti dietil eter, benzen, hidrokarbon lurus seperti pentana, heksana, heptana maupun iso-oktana. Halida alifatis seperti diklorometana, dikloroetana, butilklorida dan kloroform juga digunakan. Umumnya gas terlarut tidak menimbulkan masalah pada fase normal. Universitas Sumatera Utara Pada KCKT fase terbalik paling sering digunakan fase diam berupa oktadesilsilam ODS atau C 18 dan fase gerak campuran metanol atau asetonitril dengan air atau dengan larutan buffer. Untuk solut yang bersifat asam lemah, peranan pH sangat krusial karena bila pH fase gerak tidak diatur maka solute akan mengalami ionisasi atau protonisasi. Terbentuknya spesies yang terionisasi ini menyebabkan ikatannya dengan fase diam menjadi lebih lemah dibanding jika solute dalam bentuk spesies yang tidak terionisasi akan terelusi lebih cepat Rohman, 2007.

2.3.2 Instrumen KCKT

Instrumen KCKT tersusun atas 6 bagian dasar, yaitu wadah fase gerak reservoir, pompa pump, tempat injeksi sampel injector, kolom column, detektor detector dan perekam recorder. Ilustrasi instrument dasar KCKT dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3 . Instrument dasar KCKT Universitas Sumatera Utara

2.3.2.1 Wadah Fase Gerak

Wadah fase gerak harus bersih dan inert. Wadah pelarut kosong ataupun labu dapat digunakan sebagai wadah fase gerak dan biasanya dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut. Fase gerak sebelum digunakan harus dilakukan degassing penghilangan gas yang ada pada fase gerak, sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama dipompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisi Rohman, 2007.

2.3.2.2 Pompa

Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut yakni harus inert terhadap fase gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat, Teflon, dan batu nilam. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir 3 mlmenit Rohman, 2007.

2.3.2.3 Injektor

Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam fase gerak yang mengalir di bawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik yang terbuat dari tembaga tahan karat dan katup Teflon yang dilengkapi dengan keluk sampel sample loop Rohman,2007. Universitas Sumatera Utara

2.3.2.4 Kolom

Kolom dapat dibagi menjadi dua kelompok : • Kolom analitik : garis tengah-dalam 2-6 mm. Panjang bergantung pada jenis kemasan, untuk kemasan pelikel biasanya panjang kolom 50-100 cm, untuk kemasan mikropartikel berpori biasanya 10-30 cm. • Kolom preparatif : umumnya bergaris tengah 6 mm atau lebih besar dari panjang 25-100 cm. Kolom hampir selalu terbuat dari baja nirkarat. Kolom biasanya dipakai pada suhu kamar, tetapi pada suhu yang lebih tinggi dapat juga dipakai Johnson,1991.

2.3.2.5 Detektor

Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen cuplikan dalam aliran yang keluar dari kolom. Detektor – detektor yang baik memiliki sensitifitas yang tinggi, gangguan noise yang rendah, kisar respons linier yang luas, dan memberi tanggapanrespon untuk semua tipe senyawa. Suatu kepekaan yang rendah terhadap aliran dan fluktuasi temperatur sangat diinginkan, tetapi tidak selalu dapat diperoleh. Detektor yang paling banyak digunakan dan merupakan tulang punggung kromatografi cair kinerja tinggi ialah detetktor UV 254 nm Johnson,1991.

2.3.2.6 Perekam

Alat pengumpul data seperti komputer, integrator, rekorder dihubungkan dengan detektor. Alat ini akan mengukur sinyal elektronik yang dihasilkan oleh detektor lalu mem-plotkannya sebagai suatu kromatogram yang selanjutnya dapat dievaluasi oleh seorang analis Rohman, 2007. Universitas Sumatera Utara 2.3.3 Parameter Penting dalam KCKT. 2.3.3.1 Tinggi dan Luas Puncak Tinggi dan luas puncak berkaitan secara proporsional dengan kadar atau jumlah analit tertentu yang terdapat dalam sampel memiliki informasi kuantitatif. Namun demikian, luas puncak lebih umum digunakan dalam perhitungan kuantitatif karena lebih akuratcermat daripada perhitungan menggunakan tinggi puncak Ornaf dan Dong, 2005. Hal ini dikarenakan luas puncak relatif tidak banyak dipengaruhi oleh kondisi kromatografi, kecuali laju alir. Sementara itu, tinggi puncak dipengaruhi oleh banyak faktor seperti misalnya faktor tambat, suhu kolom serta cara injeksi sampel Miller, 2005. Hal ini akan menyebabkan tinggi puncak relatif labil selama analisis. Namun demikian tinggi puncak masih dapat digunakan dalam perhitungan kuantitatif bila puncak analit simetris Dyson, 1990.

2.3.3.2 Waktu Tambat

Periode waktu antara penyuntikan sampel dan puncak maksimum yang terekam oleh detektor disebut sebagai waktu tambat. Waktu tambat dari suatu komponen yang tidak ditahan oleh fase diam disebut sebagai waktu hampavoid time t0. Waktu tambat merupakan fungsi dari laju alir fase gerak dan panjang kolom. Jika fase gerak mengalir lebih lambat atau kolom semakin panjang, waktu hampa dan waktu tambat akan semakin besar, dan sebaliknya bila fase gerak mengalir lebih cepat atau kolom semakin pendek, maka waktu hampa dan waktu tambat akan semakin kecil Meyer, 2004. Universitas Sumatera Utara

2.3.3.3 Faktor Kapasitas

Waktu tambat dipengaruhi oleh laju alir, ukuran kolom dan parameter yang lain. Oleh karena itu, diperlukan suatu ukuran derajat tambatan dari analit yang lebih independen yakni faktor kapasitas Ornaf dan Dong, 2005. Dalam beberapa literatur lain, faktor kapasitas juga disebut sebagai faktor tambat k. Idealnya, analit yang sama jika diukur pada dua instrumen berbeda dengan ukuran kolom yang berbeda namun memiliki fase diam dan fase gerak yang sama, maka faktor tambat dari analit pada kedua sistem KCKT tersebut secara teoritis adalah sama Kazakevich dan LoBrutto, 2007. Faktor tambat yang disukai berada di antara nilai 1 hingga 10. Jika nilai k terlalu kecil menunjukkan bahwa analit terlalu cepat melewati kolom sehingga tidak terjadi interaksi dengan fase diam dan oleh karena itu tidak akan muncul dalam kromatogram. Sebaliknya, nilai k yang terlalu besar mengindikasikan waktu analisis akan panjang Meyer, 2004. Nilai k’ dari analit yang lebih besar dari 20 akan menjadi masalah dalam analisis KCKT karena waktu analisis yang terlalu panjang dan sensitifitas yang buruk sebagai akibat dari pelebaran puncak yang berlebihan Ornaf dan Dong, 2005.

2.3.3.4 Selektifitas

Proses pemisahan antara dua komponen dalam KCKT hanya memungkinkan bila kedua komponen memiliki kecepatan yang berbeda dalam melewati kolom Ornaf dan Dong, 2005. Kemampuan sistem kromatografi dalam memisahkanmembedakan analit yang berbeda dikenal sebagai selektifitas α. Selektifitas umumnya tergantung pada sifat analit itu sendiri, interaksinya dengan Universitas Sumatera Utara permukaan fase diam serta jenis fase gerak yang digunakan Kazakevich dan LoBrutto, 2007. Nilai selektifitas yang didapatkan dalam sistem KCKT harus lebih besar dari 1 Ornaf dan Dong, 2005. Selektifitas disebut juga sebagai faktor pemisahan atau tambatan relatif Meyer, 2004.

2.3.3.5 Efisiensi Kolom

Salah satu karakteristik sistem kromatografi yang paling penting adalah efisiensi atau jumlah lempeng teoritis. Bilangan lempeng N yang tinggi disyaratkan untuk pemisahan yang baik yang nilainya semakin kecilnya nilai H. Istilah H merupakan tinggi ekivalen lempeng teoritis atau HETP high equivalent theoretical plate yang mana merupakan panjang kolom yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu lempeng teoritis. Kolom yang baik akan mempunyai bilangan lempeng yang tinggi dan nilai H yang rendah, untuk mencapai hal ini ada beberapa faktor yang mendukung yaitu kolom yang dikemas dengan baik, kolom yang lebih panjang, partikel fase diam yang lebih kecil, viskositas fase gerak yang lebih rendah dan suhu yang lebih tinggi, molekul-molekul sampel yang lebih kecil, dan pengaruh di luar kolom yang minimal Rohman, 2007.

2.3.3.6 Resolusi

Tingkat pemisahan komponen dalam suatu campuran dengan metode kromatografi direfleksikan dalam kromatogram yang dihasilkan, untuk hasil pemisahan yang baik puncak-puncak dalam kromatogram harus terpisah secara sempurna dari puncak lainnya. Resolusi adalah perbedaan waktu retensi 2 puncak yang saling berdekatan, dibagi dengan rata-rata lebar puncak, dengan rumus sbb: 2 2 1 W W t Rs R + ∆ = Universitas Sumatera Utara Ket: t = waktu retensi puncak W = lebar puncak Nilai Rs mendekati atau lebih dari 1,5 akan memberikan pemisahan yang baik Rohman, 2007.

2.3.3.7 Faktor Asimetri

Adanya puncak, yang asimetris dapat disebabkan oleh hal –hal berikut: • Ukuran sampel yang dianalisis terlalu besar. Jika sampel terlalu besar maka fase gerak tidak mampu membawa solut dengan sempurna karenanya terjadi pengekoran atau tailing. • Interaksi yang kuat antara solut dengan fase diam dapat menyebabkan solut sukar terelusi sehingga dapat menyebabkan terbentuknya puncak yang mengekor. • Adanya kontaminan dalam sampel yang dapat muncul terlebih dahulu sehingga menimbulkan puncak mendahului fronting Rohman, 2007.

2.4 Validasi Metode