BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Kromatografi untuk Mendapatkan Hasil Analisis yang Optimum.
Analisis akrilamida dengan menggunakan KCKT sudah pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Namun untuk mendapatkan hasil yang lebih baik karena
perbedaan sampel dan kondisi maka terlebih dahulu kondisi kromatografi dioptimasi yaitu meliputi panjang gelombang, komposisi fase gerak dan laju alir.
Panjang gelombang analisis ditentukan dengan membuat kurva serapan akrilamida baku menggunakan spektrofotometer UV. Spektrum pengukuran hasil
akrilamida baku dapat dilihat pada Gambar 1.
Absorbsi
Panjang gelombang nm
No Panjang gelombang
Absorbsi 2
197 0,185
Gambar 4 . Kurva serapan akrilamida baku 10 ppm secara spektrofotometri UV
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil pengukuran akrilamida baku pada konsentrasi 10 ppm, maka diperoleh serapan maksimum akrilamida baku pada panjang gelombang 197 nm.
Hasil ini sesuai dengan pernyataan dari Brown, dkk 1982 bahwa akrilamida memiliki serapan maksimum pada panjang gelombang 196-198 nm dan sisa ion
anorganik. Namun demikian, pada analisis akrilamida secara kromatografi cair kinerja tinggi digunakan panjang gelombang 210 nm. Metanol memberikan
serapan maksimum pada panjang gelombang 205 nm, sehingga analisis sebenarnya dapat dilakukan pada panjang gelombang 205 nm. Namun, bila
analisis dilakukan pada panjang gelombang di bawah 210 nm, pengotor akan menyerap lebih kuat dikarenakan memiliki serapan pada panjang gelombang 195-
205 nm Gokmen and Senyuva, 2008. Berdasarkan hal tersebut maka analisis akrilamida dalam penelitian ini
dilakukan pada panjang gelombang 210 nm, panjang gelombang ini telah digunakan oleh Tanseri 2009 untuk menganalisis akrilamida dalam kentang
goreng secara KCKT menggunakan fase gerak metanol dan larutan asam fosfat 0,1 10 : 90 dengan laju alir 1,5 mlmenit.
Pada awal penelitian, komposisi fase gerak tidak dicoba untuk orientasi sampel karena laju alir yang digunakan yaitu 1,5 mlmenit tidak dapat dilakukan
dikarenakan untuk menjaga kelangsungan pemakaian kolom dan kondisi alat sehingga digunakan laju alir 1 mlmenit. Sehingga peneliti memutuskan untuk
melakukan orientasi sampel No.1 beserta dengan spike sampelnya masing – masing sehingga dari waktu tambat dapat diketahui senyawa akrilamida dalam
sampel dapat dilihat pada Gambar 5, 6, 7, 8, 9 dan 10.
Universitas Sumatera Utara
A.
B.
Gambar 5 Kromatogram sampel A dan kromatogram spike sampel B dengan
perbandingan komposisi fase gerak metanol : larutan asam fosfat 0,1 5 : 95, laju alir 1 mlmenit dan panjang gelombang 210 nm.
Universitas Sumatera Utara
C.
D.
Gambar 6 . Kromatogram sampel C dan kromatogram spike sampel D pada
sampel No.1 dengan perbandingan komposisi fase gerak metanol : larutan asam fosfat 0,1 10 : 90, laju alir 1 mlmenit dan panjang
gelombang 210 nm.
Universitas Sumatera Utara
E.
F.
Gambar 7 . Kromatogram sampel E dan kromatogram spike sampel F pada
sampel dengan perbandingan komposisi fase gerak metanol : larutan asam fosfat 0,1 15 : 85, laju alir 1 mlmenit dan panjang
gelombang 210 nm.
Universitas Sumatera Utara
G.
H.
Gambar 8 . Kromatogram sampel G dan kromatogram spike sampel H pada
sampel dengan perbandingan komposisi fase gerak metanol : larutan asam fosfat 0,1 20 : 80, laju alir 1 mlmenit dan panjang
gelombang 210 nm.
Universitas Sumatera Utara
I.
J.
Gambar 9 . Kromatogram sampel I dan kromatogram spike sampel J pada
sampel dengan perbandingan komposisi fase gerak metanol : larutan asam fosfat 0,1 25 : 85, laju alir 1 mlmenit dan panjang
gelombang 210 nm.
Universitas Sumatera Utara
K.
L.
Gambar 10 . Kromatogram sampel K dan kromatogram spike sampel L pada
sampel No.1 dengan perbandingan komposisi fase gerak metanol : larutan asam fosfat 0,1 30 : 70, laju alir 1 mlmenit dan panjang
gelombang 210 nm.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1. Pengaruh komposisi fase gerak pada sampel No.1 terhadap parameter
pemisahan dalam KCKT secara terperinci dapat dilihat di Lampiran 1 Komposisi Fase Gerak
metanol:larutan asam fosfat 0,1 Faktor
Ikutan Bilangan
Lempeng Tinggi Ekivalen
Lempeng Teoritis
5 : 95 0,864
14275,935 17512
10 : 90 1,418
2199,433 113666
15 : 85 1,598
14657,719 17056
20 : 80 0,866
13615,634 18361
25: 75 2,375
4702,015 53169
30 : 70 2,042
4399,891 56820
Tabel 1 menunjukkan bahwa dari semua hasil perbandingan kromatogram
yang diperoleh, maka komposisi fase gerak yang dipilih yaitu metanol : larutan asam fosfat 0,1 15 : 85 karena menunjukkan bilangan lempeng yang tertinggi,
tinggi ekivalen lempeng teoritis HETP yang terendah, faktor ikutan yang memenuhi persyaratan 1,598
≤ 2. Di samping itu, puncak – puncak yang
terekam oleh detektor merupakan puncak – puncak yang tajam dan sangat jelas terlihat dibandingkan dengan yang lain. Selain itu, puncak – puncak yang
dihasilkan juga lebih banyak berjumlah 17 puncak dapat dilihat pada Lampiran 1. Ini menandakan bahwa dengan perbandingan komposisi fase gerak ini lebih
baik untuk memisahkan senyawa akrilamida dan matriks biologi lainnya yang ada pada sampel.
Universitas Sumatera Utara
4.2 Analisis Kualitatif.