Pengaruh Jenis Adsorben Pada Pemurnian Biodiesel Dari Minyak Jarak Pagar (Jatropha Curcas L)

(1)

PENGARUH JENIS ADSORBEN pada PEMURNIAN BIODIESEL dari MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L)

Oleh

Sugiarti Puspaningrum F34103063

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

Sugiarti Puspaningrum. F34103063.

Pengaruh Jenis Adsorben Terhadap

Peningkatan Mutu Biodiesel Dari Minyak Jarak Pagar (

Jatropha curcas

L.). Di

bawah bimbingan Ir. M. Zein Nasution, MAppSc dan Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, MSi.

2007.

RINGKASAN

Salah satu bahan bakar minyak alternatif yang mulai dikembangkan dalam

skala besar adalah biodiesel. Biodisel dikenal sebagai bahan bakar yang ramah

lingkungan karena bersifat dapat diperbarui dan menghasilkan emisi gas buang relatif

lebih bersih dibandingkan dengan bahan bakar diesel konvensional yaitu minyak

solar. Salah satu tahapan yang penting dalam pembuatan biodiesel adalah proses

pemurnian. Pada umumnya biodiesel dapat dimurnikan dengan menggunakan air.

Pemurnian biodiesel dengan cara ini membutuhkan air dalam jumlah besar. Oleh

karena itu perlu adanya alternatif lain untuk pemurnian biodiesel. Salah satunya

adalah penggunaan adsorben pada pemurnian biodiesel.

Adsorben terbagi menjadi adsorben yang bersifat polar (hidrofilik) dan

adsorben yang bersifat non polar (hidrofobik). Adsorben polar antara lain silika gel,

alumina yang diaktivasi dan beberapa jenis tanah liat (clay). Adsorben non polar

antara lain adalah arang (karbon & batu bara) dan arang aktif, yang biasa digunakan.

Adsorben yang digunakan pada penelitian ini adalah arang aktif, bentonit, diatomit,

kaolin, talk dan zeolit.

Penelitian ini bertujun untuk mengetahui pengaruh jenis adsorben pada

pemurnian biodiesel dari minyak jarak pagar (Jatropha curcas L.). Pada penelitiuan

ini digunakan rancangan acak lengkap dengan satu faktor yaitu jenis adsorben (arang

aktif, bentonit, diatomit, kaolin, talk dan zeolit). Analisis yang dilakukan meliputi

asam lemak bebas, bilangan asam, pH biodiesel, abu tersulfat, kadar sabun dan

katalis.

Dari hasil analisa diketahui bahwa penggunaan adsorben untuk pemurnian

biodiesel berpengaruh terhadap kadar asam lemak bebas, bilangan asam, nilai pH dan

kadar katalis namun tidak berpengaruh terhadap kadar abu tersulfat dan kadar sabun

dari biodiesel yang dihasilkan. Berdasarkan metode pembobotan secara subjektif

terhadap seluruh parameter yang diamati diperoleh jenis adsorben yang sangat

berpengaruh pada biodiesel adalah bentonit, diatomit dan arang aktif. Penggunaan

bentonit untuk pemurnian biodiesel menghasilkan biodiesel dengan bilangan asam

0,337 mg KOH/g; nilai pH 7,17; kadar abu tersulfat sebesar 0,17%; kadar air 0,984%;

kadar katalis sebesar 0,0 mg KOH/g sampel dan kadar sabun sebesar 1,9 mg sabun/g

sampel. Penggunaan diatomit menghasilkan biodiesel dengan nilai pH 10,55;

bilangan asam 0,337 mg KOH/g; kadar abu tersulfat 0,194%; kadar air 0,981%; kadar

katalis 0,7 mg KOH/g sampel dan kadar sabun 3,7 mg sabun/ g sampel. Pemurnian

dengan arang aktif menghasilkan biodiesel dengan nilai pH 10,52; bilangan asam

0,338 mg KOH/g; abu tersulfat 0,184%; kadar air 0,983%; kadar katalis 0,6 mg

KOH/g sampel dan kadar sabun 4,4 mg sabun/ g sampel.


(3)

PENGARUH JENIS ADSORBEN pada PEMURNIAN BIODIESEL dari MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L)

Oleh

Sugiarti Puspaningrum F34103063

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(4)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENGARUH JENIS ADSORBEN pada PEMURNIAN BIODIESEL dari MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh

SUGIARTI PUSPANINGRUM F34103063

Dilahirkan pada tanggal 20 Desember 1985 di Jember Tanggal lulus :

Menyetujui, Bogor, Oktober 2007

Ir. Dwi Setyaningsih, MSi Dosen Pembimbing II

Ir. M. Zein Nasution, MAppSc Dosen Pembimbing I


(5)

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji syukur penulis panjatkan pada Allah SWT karena atas berkah dan

rahmat-Nya sehingga penyusunan skripsi dengan judul “

Pengaruh Jenis Adsorben Terhadap

Peningkatan Mutu Biodiesel Dari Minyak Jarak Pagar (

Jatropha curcas

L)

” dapat

diselesaikan dengan baik.

Penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada:

1.

Bapak Ir. M. Zein Nasution, MappSc., selaku dosen pembimbing I yang telah

memberikan bimbingan, bantuan, semangat dan saran selama penelitian dan

penyelesaian skripsi ini

2.

Ibu Ir. Dwi Setyaningsih Msi., selaku dosen pembimbing II yang telah banyak

memberikan masukan, saran dan semangat kepada penulis selama penelitian dan

penyelesaian skripsi ini.

3.

Dr. Ir. Erliza Noor selaku dosen Penguji, atas saran yang telah diberikan untuk

perbaikan skripsi penulis.

4.

Keluarga tercinta: Bapak, Ibu, Kakak dan adikku tercinta atas do’a dan dukungan

selama penelitian.

5.

Ibu Ega, Ibu Rini, Pak Gun serta para Laboran yang telah banyak membantu

penulis.

6.

Teman-teman biodiesel yang telah banyak membantu dan memberikan semangat

kepada penulis selama penelitian, serta teman-teman TIN 40 atas dukungannya.

7.

Semua pihak yang telah membantu penulis sehingga skripsi ini selesai, yang tidak

dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Semoga

skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya.

Bogor, Oktober 2007


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Ruang Lingkup ... 3

C. Tujuan ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. Jarak Pagar ... 4

B. Biodiesel ... 5

C. Adsorben ... 8

D. Kapasitas Tukar Kation ... 15

E. Adsorbsi ... 16

F. Pemurnian ... 18

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 20

A. Bahan dan Alat ... 20

B. Metode Penelitian ... 20

1. Penelitian Pendahuluan ... 20

2. Penelitian Utama ... 20

C. Rancangan Percobaan ... 21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

A. Penelitian Pendahuluan ... 23

B. Penelitian Utama ... 27

1. Bilangan Asam ... 27

2. Nilai pH ... 29

3. Kadar Sabun dan Katalis ... 30

4. Kadar Abu Tersulfat ... 32

5. Kadar Air ... 33


(7)

ii

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 36

A. Kesimpulan ... 36

B. Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 38


(8)

iii DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kandungan asam lemak minyak jarak pagar ... 4

2. Syarat mutu biodiesel ………. ... 7

3. Kapasitas tukar kation adsorben ... 23

4. Kadar pH adsorben ... 24

5. Nilai pH biodiesel ... 29

6. Kadar sabun biodiesel ... 30

7. Kadar katalis biodiesel ... 31

8. Kadar abu tersulfat biodiesel ... 32


(9)

iv DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Reaksi kimia pembentukan biodiesel ... 6

2. Struktur molekul monmorillonit ... 10

3. Struktur molekul kaolin ... 12

4. Struktur molekul talk ... 13

5. Tetrahedra alumina dan silika pada struktur zeolit ... 14

6. Dasar proses adsorpsi ... 16

7. Mekanisme adsorbsi ... 17

8. Partikel arang aktif perbesaran 200x ... 25

9. Partikel bentonit perbesaran 200x ... 25

10. Partikel diatomit perbesaran 200x ... 26

11. Partikel kaolin perbesaran 200x ... 26

12. Partikel talk perbesaran 200x ... 26

13. Partikel zeolit perbesaran 400x dan 200x ... 27

14. Diagram batang bilangan asam biodiesel berdasarkan jenis biodiesel ... 28

15. Diagram batang kadar air biodiesel berdasarkan jenis adsorben ... 34


(10)

v DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Prosedur Analisis Pemurnian Biodiesel ... 42 2. Rekapitulasi Data Analisa Pencucian Biodiesel ... 46 3. Rekapitulasi Analisis Keragaman dan Uji Kelompok Wilayah Duncan

Hasil Pengamatan Pengaruh Jenis Adsorben terhadapBilangan Asam

Biodiesel ... 48

4. Rekapitulasi Analisis Keragaman Pengaruh Jenis Adsorben terhadap

Kadar Air Biodiesel ... 48

5. Rekapitulasi Analisis Keragaman dan Uji Kelompok Wilayah Duncan

Hasil Pengamatan Pengaruh Jenis Adsorben terhadap pH Biodiesel ... 49

6. Rekapitulasi Analisis Keragaman Pengaruh Jenis Adsorben terhadap

Kadar Abu tersulfat Biodiesel ... 49

7. Rekapitulasi Analisis Keragaman dan Uji Kelompok Wilayah Duncan Hasil Pengamatan Pengaruh Jenis Adsorben terhadap Kadar Katalis

Biodiesel ... 50

8. Rekapitulasi Analisis Keragaman Pengaruh Jenis Adsorben terhadap

Kadar Sabun Biodiesel ... 50

9. Rekapitulasi Jenis Adsorben Terbaik dengan metode Pembobotan secara Subjektif ... 51

10. Gambar Jenis Adsorben untuk Pemurnian ... 52

11. Biodiesel Hasil Pemurnian ... 53


(11)

PENGARUH JENIS ADSORBEN pada PEMURNIAN BIODIESEL dari MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L)

Oleh

Sugiarti Puspaningrum F34103063

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

Sugiarti Puspaningrum. F34103063.

Pengaruh Jenis Adsorben Terhadap

Peningkatan Mutu Biodiesel Dari Minyak Jarak Pagar (

Jatropha curcas

L.). Di

bawah bimbingan Ir. M. Zein Nasution, MAppSc dan Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, MSi.

2007.

RINGKASAN

Salah satu bahan bakar minyak alternatif yang mulai dikembangkan dalam

skala besar adalah biodiesel. Biodisel dikenal sebagai bahan bakar yang ramah

lingkungan karena bersifat dapat diperbarui dan menghasilkan emisi gas buang relatif

lebih bersih dibandingkan dengan bahan bakar diesel konvensional yaitu minyak

solar. Salah satu tahapan yang penting dalam pembuatan biodiesel adalah proses

pemurnian. Pada umumnya biodiesel dapat dimurnikan dengan menggunakan air.

Pemurnian biodiesel dengan cara ini membutuhkan air dalam jumlah besar. Oleh

karena itu perlu adanya alternatif lain untuk pemurnian biodiesel. Salah satunya

adalah penggunaan adsorben pada pemurnian biodiesel.

Adsorben terbagi menjadi adsorben yang bersifat polar (hidrofilik) dan

adsorben yang bersifat non polar (hidrofobik). Adsorben polar antara lain silika gel,

alumina yang diaktivasi dan beberapa jenis tanah liat (clay). Adsorben non polar

antara lain adalah arang (karbon & batu bara) dan arang aktif, yang biasa digunakan.

Adsorben yang digunakan pada penelitian ini adalah arang aktif, bentonit, diatomit,

kaolin, talk dan zeolit.

Penelitian ini bertujun untuk mengetahui pengaruh jenis adsorben pada

pemurnian biodiesel dari minyak jarak pagar (Jatropha curcas L.). Pada penelitiuan

ini digunakan rancangan acak lengkap dengan satu faktor yaitu jenis adsorben (arang

aktif, bentonit, diatomit, kaolin, talk dan zeolit). Analisis yang dilakukan meliputi

asam lemak bebas, bilangan asam, pH biodiesel, abu tersulfat, kadar sabun dan

katalis.

Dari hasil analisa diketahui bahwa penggunaan adsorben untuk pemurnian

biodiesel berpengaruh terhadap kadar asam lemak bebas, bilangan asam, nilai pH dan

kadar katalis namun tidak berpengaruh terhadap kadar abu tersulfat dan kadar sabun

dari biodiesel yang dihasilkan. Berdasarkan metode pembobotan secara subjektif

terhadap seluruh parameter yang diamati diperoleh jenis adsorben yang sangat

berpengaruh pada biodiesel adalah bentonit, diatomit dan arang aktif. Penggunaan

bentonit untuk pemurnian biodiesel menghasilkan biodiesel dengan bilangan asam

0,337 mg KOH/g; nilai pH 7,17; kadar abu tersulfat sebesar 0,17%; kadar air 0,984%;

kadar katalis sebesar 0,0 mg KOH/g sampel dan kadar sabun sebesar 1,9 mg sabun/g

sampel. Penggunaan diatomit menghasilkan biodiesel dengan nilai pH 10,55;

bilangan asam 0,337 mg KOH/g; kadar abu tersulfat 0,194%; kadar air 0,981%; kadar

katalis 0,7 mg KOH/g sampel dan kadar sabun 3,7 mg sabun/ g sampel. Pemurnian

dengan arang aktif menghasilkan biodiesel dengan nilai pH 10,52; bilangan asam

0,338 mg KOH/g; abu tersulfat 0,184%; kadar air 0,983%; kadar katalis 0,6 mg

KOH/g sampel dan kadar sabun 4,4 mg sabun/ g sampel.


(13)

PENGARUH JENIS ADSORBEN pada PEMURNIAN BIODIESEL dari MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L)

Oleh

Sugiarti Puspaningrum F34103063

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(14)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENGARUH JENIS ADSORBEN pada PEMURNIAN BIODIESEL dari MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh

SUGIARTI PUSPANINGRUM F34103063

Dilahirkan pada tanggal 20 Desember 1985 di Jember Tanggal lulus :

Menyetujui, Bogor, Oktober 2007

Ir. Dwi Setyaningsih, MSi Dosen Pembimbing II

Ir. M. Zein Nasution, MAppSc Dosen Pembimbing I


(15)

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji syukur penulis panjatkan pada Allah SWT karena atas berkah dan

rahmat-Nya sehingga penyusunan skripsi dengan judul “

Pengaruh Jenis Adsorben Terhadap

Peningkatan Mutu Biodiesel Dari Minyak Jarak Pagar (

Jatropha curcas

L)

” dapat

diselesaikan dengan baik.

Penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada:

1.

Bapak Ir. M. Zein Nasution, MappSc., selaku dosen pembimbing I yang telah

memberikan bimbingan, bantuan, semangat dan saran selama penelitian dan

penyelesaian skripsi ini

2.

Ibu Ir. Dwi Setyaningsih Msi., selaku dosen pembimbing II yang telah banyak

memberikan masukan, saran dan semangat kepada penulis selama penelitian dan

penyelesaian skripsi ini.

3.

Dr. Ir. Erliza Noor selaku dosen Penguji, atas saran yang telah diberikan untuk

perbaikan skripsi penulis.

4.

Keluarga tercinta: Bapak, Ibu, Kakak dan adikku tercinta atas do’a dan dukungan

selama penelitian.

5.

Ibu Ega, Ibu Rini, Pak Gun serta para Laboran yang telah banyak membantu

penulis.

6.

Teman-teman biodiesel yang telah banyak membantu dan memberikan semangat

kepada penulis selama penelitian, serta teman-teman TIN 40 atas dukungannya.

7.

Semua pihak yang telah membantu penulis sehingga skripsi ini selesai, yang tidak

dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Semoga

skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya.

Bogor, Oktober 2007


(16)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Ruang Lingkup ... 3

C. Tujuan ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. Jarak Pagar ... 4

B. Biodiesel ... 5

C. Adsorben ... 8

D. Kapasitas Tukar Kation ... 15

E. Adsorbsi ... 16

F. Pemurnian ... 18

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 20

A. Bahan dan Alat ... 20

B. Metode Penelitian ... 20

1. Penelitian Pendahuluan ... 20

2. Penelitian Utama ... 20

C. Rancangan Percobaan ... 21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

A. Penelitian Pendahuluan ... 23

B. Penelitian Utama ... 27

1. Bilangan Asam ... 27

2. Nilai pH ... 29

3. Kadar Sabun dan Katalis ... 30

4. Kadar Abu Tersulfat ... 32

5. Kadar Air ... 33


(17)

ii

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 36

A. Kesimpulan ... 36

B. Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 38


(18)

iii DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kandungan asam lemak minyak jarak pagar ... 4

2. Syarat mutu biodiesel ………. ... 7

3. Kapasitas tukar kation adsorben ... 23

4. Kadar pH adsorben ... 24

5. Nilai pH biodiesel ... 29

6. Kadar sabun biodiesel ... 30

7. Kadar katalis biodiesel ... 31

8. Kadar abu tersulfat biodiesel ... 32


(19)

iv DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Reaksi kimia pembentukan biodiesel ... 6

2. Struktur molekul monmorillonit ... 10

3. Struktur molekul kaolin ... 12

4. Struktur molekul talk ... 13

5. Tetrahedra alumina dan silika pada struktur zeolit ... 14

6. Dasar proses adsorpsi ... 16

7. Mekanisme adsorbsi ... 17

8. Partikel arang aktif perbesaran 200x ... 25

9. Partikel bentonit perbesaran 200x ... 25

10. Partikel diatomit perbesaran 200x ... 26

11. Partikel kaolin perbesaran 200x ... 26

12. Partikel talk perbesaran 200x ... 26

13. Partikel zeolit perbesaran 400x dan 200x ... 27

14. Diagram batang bilangan asam biodiesel berdasarkan jenis biodiesel ... 28

15. Diagram batang kadar air biodiesel berdasarkan jenis adsorben ... 34


(20)

v DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Prosedur Analisis Pemurnian Biodiesel ... 42 2. Rekapitulasi Data Analisa Pencucian Biodiesel ... 46 3. Rekapitulasi Analisis Keragaman dan Uji Kelompok Wilayah Duncan

Hasil Pengamatan Pengaruh Jenis Adsorben terhadapBilangan Asam

Biodiesel ... 48

4. Rekapitulasi Analisis Keragaman Pengaruh Jenis Adsorben terhadap

Kadar Air Biodiesel ... 48

5. Rekapitulasi Analisis Keragaman dan Uji Kelompok Wilayah Duncan

Hasil Pengamatan Pengaruh Jenis Adsorben terhadap pH Biodiesel ... 49

6. Rekapitulasi Analisis Keragaman Pengaruh Jenis Adsorben terhadap

Kadar Abu tersulfat Biodiesel ... 49

7. Rekapitulasi Analisis Keragaman dan Uji Kelompok Wilayah Duncan Hasil Pengamatan Pengaruh Jenis Adsorben terhadap Kadar Katalis

Biodiesel ... 50

8. Rekapitulasi Analisis Keragaman Pengaruh Jenis Adsorben terhadap

Kadar Sabun Biodiesel ... 50

9. Rekapitulasi Jenis Adsorben Terbaik dengan metode Pembobotan secara Subjektif ... 51

10. Gambar Jenis Adsorben untuk Pemurnian ... 52

11. Biodiesel Hasil Pemurnian ... 53


(21)

PENGARUH JENIS ADSORBEN TERHADAP

PENINGKATAN MUTU BIODIESEL DARI MINYAK JARAK

PAGAR (Jatropha curcas L.)

Oleh

SUGIARTI PUSPANINGRUM F34103063

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(22)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENGARUH JENIS ADSORBEN TERHADAP PENINGKATAN MUTU BIODIESEL DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh

SUGIARTI PUSPANINGRUM F34103063

Dilahirkan pada tanggal 20 Desember 1985 di Jember Tanggal lulus :

Menyetujui, Bogor, Oktober 2007

Ir. M. Zein Nasution, MAppSc Dosen Pembimbing I

Dr. Ir. Dwi Setyaningsih, MSi Dosen Pembimbing II


(23)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia telah beberapa kali mengalami kenaikan, kenaikan ini sangat berdampak di semua sektor, mulai dari produksi, jasa/angkutan. Hal ini sangat memberatkan bagi rakyat menengah ke bawah. Apalagi tingkat kebutuhan BBM, baik untuk industri, transportasi maupun rumah tangga setiap tahunnya mengalami peningkatan seiring dengan pertambahan jumlah penduduk yang juga semakin cepat, sedangkan cadangan minyak bumi dalam negeri semakin berkurang sehingga terjadi peningkatan impor BBM. BBM adalah bahan bakar yang tak bisa diperbarui, juga tidak ramah lingkungan.

BBM yang dipakai kendaraan bermotor saat ini menghasilkan zat beracun seperti CO2, CO, HC, SOX, Pb, NOX dan debu. Kesemuanya menyebabkan

gangguan pernapasan, kanker, bahkan pula kemandulan. Tak bisa dipungkiri sudah saatnya pemerintah memberi perhatian khusus pada pengembangan sumber energi bahan bakar alternatif ramah lingkungan. Bahan bakar ramah lingkungan adalah bahan bakar yang tidak menghasilkan zat beracun (CO2,

CO, HC, SOX, Pb, NOX dan debu) yang dapat mencemari udara, dapat didaur

ulang dan tidak menyebabkan akumulasi gas rumah kaca, tidak toksik dan dapat didegradasi.

Kondisi ini memicu munculnya BBM alternatif sebagai pangganti BBM yang selama ini kita gunakan. Salah satu BBM alternatif yang mulai dikembangkan dalam skala besar adalah biodiesel. Biodisel adalah bahan bakar berbasis minyak yang berasal dari sumber terbarukan dan ramah lingkungan. Menurut Peeples(1998), biodiesel secara kimia didefinisikan sebagai metil ester yang diturunkan dari minyak/lemak alami, seperti minyak nabati, lemak hewan, atau minyak goreng bekas, biodiesel merupakan bahan bakar yang bersih dalam proses pembakaran, bebas dari sulfur dan benzen karsinogenik, dapat didaur ulang dan tidak menyebabkan akumulasi gas rumah kaca, tidak toksik dan dapat didegradasi.


(24)

2 Bahan baku biodiesel adalah minyak dari biji dan buah-buahan. Tumbuhan ini sangat cocok dan cepat tumbuh di semua wilayah indonesia yang merupakan daerah tropis. Salah satu bahan baku biodiesel yang sedang dikembangkan saat ini adalah dari biji jarak pagar.

Biji jarak pagar memiliki kandungan minyak yang tinggi. Selain itu, tanaman jarak pagar dapat tumbuh di lahan kritis yang kekurangan air. Menurut Weiss (1971), komponen terpenting dari biji jarak yang bernilai jual adalah komponen minyak. Kandungan minyak dalam biji jarak adalah sekitar 40 – 60% dari berat biji.

Minyak jarak memiliki sifat fisikokimia yang berbeda dengan minyak nabati lain, yaitu kandungan bobot jenis, kelarutan dalam alkohol, bilangan asetil, dan viskositas yang tinggi dibanding minyak nabati yang lain (Ketaren, 1986).

Biodisel dikenal sebagai bahan bakar yang ramah lingkungan karena bersifat dapat diperbarui dan menghasilkan emisi gas buang relatif lebih bersih dibandingkan dengan bahan bakar diesel konvensional yaitu minyak solar. Hambatan terbesar mengenai aplikasi biodisel adalah harganya yang masih mahal.

Pada umumnya biodiesel dapat dimurnikan dengan menggunakan air. Pemurnian biodiesel bertujuan untuk memperbaiki kualitas biodiesel dengan cara menghilangkan kotoran-kotoran yang tidak diinginkan, agar diperoleh biodiesel yang sesuai dengan keinginan konsumen. Pemurnian biodiesel dengan cara ini membutuhkan air dalam jumlah besar. Karena itu diperlukan alternatif lain yang lebih efisien dan efektif untuk pemurnian biodiesel.

Pada penelitian ini, proses pemurnian biodiesel dilakukan dengan menggunakan adsorben sebagai bahan pengadsorbsi. Pemurnian dengan cara adsorpsi, tidak membutuhkan air. Menurut Ketaren (1986), zat warna dalam minyak akan diadsorbsi oleh permukaan adsorben. Adsorben juga akan menyerap suspensi koloid (gum dan resin) serta hasil oksidasi minyak seperti peroksida. Adsorbsi merupakan suatu fenomena permukaan yang tergantung atas specific affinity (afinitas jenis) antara zat yang terlarut dengan adsorben.


(25)

3 Adsorben memiliki kemampuan untuk menyerap suspensi koloid (gum dan resin), asam lemak bebas serta hasil oksidasi minyak seperti peroksida. Adsorben mempunyai daya adsorbsi selektif sehingga sering digunakan dalam proses pemucatan minyak makan. Adsorben banyak terdapat di Indonesia sehingga mudah diperoleh dengan harga yang murah.

Penggunaan adsorben ini bertujuan agar penggunaan air saat pencucian dapat dikurangi. Dengan cara tersebut diharapkan proses pembuatan biodiesel menjadi lebih efektif dan efisien sehingga menghasilkan kualitas biodiesel yang lebih tinggi.

B. Ruang Lingkup

Penelitian ini meliputi pemurnian biodiesel menggunakan adsorben zeolit, bentonit, talk, diatomit, kaolin dan arang aktif serta pencucian biodiesel sebanyak 3 kali pencucian sampai pH air buangan netral. Pengujian meliputi uji kadar air, kadar abu tersulfat, bilangan asam, nilai pH, uji katalis dan sabun.

C. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis adsorben terhadap peningkatan kualitas biodiesel dari jarak pagar (Jatropha curcas L.) dalam rangka mengurangi penggunaan air pada tahap pemurnian dan menghasilkan biodiesel yang memiliki karakteristik sesuai dengan standar mutu biodiesel.


(26)

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Jarak Pagar

Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) diklasifikasikan ke dalam divisi spermatophytha, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledone, ordo Euphorbiales, famili euphorbiaceae, genus Jatropha, spesies curcas (Heyne, 1987).

Minyak jarak merupakan minyak nabati yang dihasilkan dari biji buah jarak. Tanaman tersebut adalah jenis tanaman famili Euphorbiaceae yang dapat tumbuh di Indonesia. Tanaman jarak dapat tumbuh di daerah tropik maupun sub-tropik dan pada ketinggian 0-800 meter di atas permukaan laut (Ketaren, 1986). Secara fisik, jarak pagar merupakan pohon perdu yang besar dengan tinggi sekitar 2 m. daunnya bertekstur kasar dan bertajuk majemuk, terutama pada pohon yang sudah tua. Biji jarak pagar yang masih muda berwarna hijau muda, berubah kekuningan setelah tua dan mencapai kadar minyak optimum setelah menjadi kehitaman. Menurut Weiss (1971), komponen terpenting dari biji jarak yang bernilai jual adalah komponen minyak. Kandungan minyak dalam biji jarak adalah sekitar 40 – 60% dari berat biji.

Tabel 1. Kandungan asam lemak minyak jarak pagar

Asam lemak Jumlah (%)

Asam myristat 0 – 0.1

Asam palmitat 14.1 – 15.3

Asam stearat 3.7 – 9.8

Asam oleat 34.3 – 45.8

Asam linoleat 29.0 – 44.2

Asam linolenat 0 – 0.3

Sumber: Gubitz et al., (1999)

Minyak jarak termasuk dalam golongan minyak lemak atau fatty oil. Minyak ini merupakan trigliseril yang terpenting dari risinoleat, dan kadang disebut dengan risinoleat. Minyak jarak merupakan cairan minyak yang kental, dimana dari semua jenis minyak yang diperoleh dari


(27)

tumbuh-5 tumbuhan, minyak jarak yang paling kental dan memiliki rasa dan bau yang spesifik.

Minyak jarak dihasilkan dari pemrosesan biji jarak yang telah kering dan dapat diperoleh dengan dua cara yaitu:

• Cara pengempaan atau penekanan (pressing)

• Cara ekstraksi memakai pelarut.

B. Biodiesel

Biodiesel adalah salah satu sumber energi alternatif yang dapat diperbaharui (renewable) dan mempunyai beberapa keunggulan dari segi lingkungan apabila dibandingkan dengan petroleum diesel (solar). Menurut Allen et al. (1999), biodiesel dapat berupa minyak kasar atau monoalkil ester asam lemaknya, umumnya merupakan metil ester. Menurut Darnoko et al. (2001), secara kimia, biodisel termasuk dalam golongan mono alkil ester atau metil ester dengan panjang rantai karbon antara 12 sampai 20.

Biodiesel secara kimia didefinisikan sebagai metil ester yang diturunkan dari minyak/lemak alami, seperti minyak nabati, lemak hewan, atau minyak goreng bekas, biodiesel merupakan bahan bakar yang bersih dalam proses pembakaran, bebas dari sulfur dan benzen karsinogenik, dapat didaur ulang dan tidak menyebabkan akumulasi gas rumah kaca, tidak toksik dan dapat didegradasi (Peeples,1998).

Secara kimiawi biodiesel merupakan turunan trigliserida dari golongan ester, sehingga dikenal istilah-istilah RME (rapeseed methyl ester), SME(soybean methyl esters), dan PME (palm methyl esters), untuk yang berbahan baku biji lobak, kedelai, dan minyak sawit. Biodiesel masih memiliki sifat-sifat turunan asam lemak pada umumnya, baik dari segi fisik, kimia, maupun biologi.

Metil ester atau etil ester adalah senyawa yang relatif stabil, cairan pada suhu ruang (titik leleh antara 4-18oC), nonkorosif, dan titik didihnya rendah. Dalam beberapa penggunaan, metil ester lebih banyak disukai dibanding dengan penggunaan asam lemak (Herawan dan Sari, 1997).

Biodiesel dapat digunakan langsung (100 persen) sebagai bahan bakar pada mesin diesel tanpa perlu memodifikasi mesin atau dalam bentuk


(28)

6 campuran dengan solar pada berbagai konsentrasi mulai dari 5 persen. Pencampuran 20 persen biodiesel ke dalam solar menghasilkan produk bahan bakar tanpa mengubah sifat fisik secara nyata.

Biodiesel dari minyak jarak pagar dapat dihasilkan melalui proses transesterifikasi trigliserida dari minyak jarak. Transesterifikasi adalah penggantian gugus alkohol dari ester dengan alkohol lain dalam suatu proses yang menyerupai hidrolisis. Gambar 1 menunjukkan proses pembentukan biodiesel.

O O

CH OCR RCOCH3 CH2 OH

O O

katalis

CH OCR + 3ROH RCOCH3 + CH OH

O O

CH2 OCR RCOCH3 CH2 OH

Minyak/Trigliserida Metanol Biodiesel Gliserol Gambar 1. Reaksi Kimia Pembentukan Biodiesel

Pada dasarnya proses pembuatan biodiesel adalah merubah minyak nabati ke dalam bentuk ester. Sebelum proses transesterifikasi terlebih dahulu melalui proses esterifikasi. Esterifikasi dimaksudkan untuk menurunkan kandungan asam lemak bebas dalam minyak. Reaksi transesterifikasi dilakukan untuk mengkonversi trigliserida dalam minyak jarak pagar yang sudah diesterifikasi menjadi biodiesel. Biodiesel hasil esterifikasi ini masih berupa biodiesel kasar. Biodiesel kasar yang belum dimurnikan masih mengandung katalis, sabun, asam lemak bebas, air, metanol dan gliserin.


(29)

7 Tabel 2. Syarat Mutu Biodiesel

No Parameter Satuan Nilai

1 Massa jenis pada 40oC Kg/m3 850 – 890

2 Viscositas kinematik pada

40oC

Mm2/s (cSt) 2,3 – 6,0

3 Angka setana Min. 51

4 Titik nyala (mangkok

tertutup)

o

C Min. 100

5 Titik kabut oC Maks. 18

6 Korosi lempeng tembaga (3

jam pada 50oC)

Maks. No 3

7 Residu karbon

- dalam contoh asli, atau

- dalam 10% ampas

distilasi

%-massa Maks. 0,05

Maks. 0,30

8 Air dan sedimen %-vol Maks. 0,05*

9 Temperatur distilasi 90% oC Maks. 360

10 Abu tersulfatkan %-massa Maks. 0,02

11 Belerang ppm-m

(mg/kg)

Maks. 100

12 Fosfor ppm-m

(mg/kg)

Maks. 10

13 Angka asam mg-KOH/g Maks. 0,8

14 Gliserol bebas %-massa Maks. 0,02

15 Gliserol total %-massa Maks. 0,24

16 Kadar ester alkil %-massa Min. 96,5

17 Angka iodium %-massa

(g-l2/100 g)

Maks. 115

18 Uji Halphen Negatif

Catatan dapat diuji terpisah dengan ketentuan kandungan sedimen maksimum 0.01 %-vol


(30)

8

C. Adsorben

Menurut Ketaren (1986), zat warna dalam minyak akan diadsorpsi oleh permukaan adsorben. Adsorben juga akan menyerap suspensi koloid (gum dan resin), asam lemak bebas serta hasil oksidasi minyak seperti peroksida. Proses adsorpsi dapat terjadi antara padatan dengan padatan, gas dengan padatan, gas dengan cairan, cairan dengan cairan, dan cairan dengan padatan.

Suatu zat dapat digunakan sebagai adsorben untuk tujuan pemisahan bila mempunyai mempunyai daya adsorpsi selektif, berpori (mempunyai luas permukaan persatuan massa yang besar) dan mempunyai daya ikat yang kuat terhadap zat yang hendak dipisahkan secara fisik atau kimia. Pembesaran luas permukaan dapat dilakukan dengan pengecilan partikel adsorben. Akan tetapi dalam berbagai pemakaian, ukuran partikel harus memenuhi syarat lain, seperti tidak boleh terbawa serta dalam aliran fasa geraknya (fluida).

Daya penyerapan terhadap warna akan lebih efektif jika adsorben tersebut memiliki bobot jenis yang rendah, ukuran partikel halus dan pH adsorben mendekati netral.

Adsorben terbagi menjadi adsorben yang bersifat polar (hidrofilik) dan adsorben yang bersifat non polar (hidrofobik). Adsorben polar antara lain silika gel, alumina yang diaktivasi dan beberapa jenis tanah liat (clay). Adsorben tipe ini umumnya digunakan jika zat warna yang akan dihilangkan lebih polar dari cairannya. Adsorben non polar antara lain adalah arang (karbon & batu bara) dan arang aktif, yang biasa digunakan. Adsorben tipe polar secara kualitatif sangat mirip satu sama lain dalam hal selektivitas untuk menyerap komponen dari beberapa campuran (Swern, 1979).

Norris (1982) mengatakan bahwa kontak antara adsorben dengan minyak akan lebih efektif apabila campuran antara adsorben dengan minyak diaduk dengan pengadukan berkisar 10 – 15 menit.

Arang Aktif

Arang adalah suatu bahan padat yang berpori-pori dan merupakan hasil pembakaran dari bahan yang mengandung unsur C. Sebagian besar dari pori-porinya masih tertutup dengan hidrokarbon, ter dan senyawa organik lain dan


(31)

9 komponennya terdiri dari “fixed carbon”, abu, air, nitrogen dan sulfur (Djatmiko et al., 1985).

Menurut Djatmiko (1985), arang aktif merupakan arang yang sudah diaktifkan sehingga pori-porinya terbuka dan dengan demikian daya adsorpsinya tinggi. Arang aktif mempunyai bentuk amorf yang terdiri dari pelat-pelat datar, disusun oleh atom-atom C yang terikat secara kovalen dalam suatu kisi heksagon. Pelat-pelat itu bertumpuk satu sama lain membentuk kristal-kristal dengan sisa-sisa hidrokarbon yang tertinggal pada permukaannya. Dengan menghilangkan hidrokarbon pada permukaan tersebut, permukaan akan menjadi lebih luas sehingga daya adsorpsinya lebih besar.

Daya adsorpsi dari arang aktif disebabkan karena arang sangat berpori. Pori ini menyebabkan permukaan arang menjadi luas. Daya adsorpsi dari arang aktif dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya (1) sifat fisiko-kimia dari bahan yang diserap; (2) pelarut; (3) macam-macam zat yang dilarutkan; (4) pH; (5) waktu dan (6) suhu. Efisiensi adsorpsi dari arang tergatung pada perbedaan muatan listrik antara arang dan koloid atau ion yang diserap (Djatmiko, 1985).

Bentonit

Bentonit adalah istilah pada lempung yang mengandung monmorillonit sebagai komponen utama. Jenis mineral monmorrillonit dioktahedral termasuk kedalam kelompok smectite yang merupakan adsorben komponen organik utama dan paling banyak digunakan (Theng, 1979).

Menurut Djatmiko et al (1985), daya serap bleaching clay disebabkan karena ion Al3+ pada permukaan partikel adsorben dapat mengadsorbsi partikel zat warna. Selain itu juga tergantung dari perbandingan komponen SiO2 dan Al2O3 di dalamnya.

Bentonit dapat dibagi menjadi dua golongan berdasarkan kandungan aluminium silikat hidrousnya, yaitu:

1. Activated clay : lempung yang kurang memiliki daya pemucat, tetapi daya pemucatnya dapat ditingkatkan melalui pengolahan tertentu.

2. Fuller’s earth : digunakan didalam fulling pembersih bahan wol dari lemak.


(32)

10 Rumus molekul dari bentonit (monmorillonit) adalah (Na, Ca)0,33 (Al,

Mg)2 Si4O10 (OH)2. (H2O). Apabila dilihat dari struktur molekulnya,

monmorillonit tersusun atas unit-unit yang terdiri dari dua lapisan silika tetrahedral dengan pusat yang merupakan lapisan alumina oktahedral.

Ada dua macam jenis bentonit, yaitu bentonit dan Ca-bentonit. Na-bentonit mempunyai sifat yang mampu mengembang apabila dicampurkan dengan air. Ca-bentonit biasa digunakan sebagai bahan pemucat pada industri minyak goreng, bahan penyerap, bahan pengisi dan sebagainya.

Sumber: U. S. Geological Survey Open-File Report (2005)

Gambar 2. Struktur Molekul Monmorillonit

Senyawa utama penyusun bentonit adalah silikat dan alumina yang mengandung air terikat secara kimia. Kandungan unsur lain yaitu Ca, Mg, Na, K dan Fe yang tergabung dengan Si dan O2. Ukuran partikel koloid bentonit

sangat kecil dan mempunyai kapasitas pertukaran ion yang tinggi, terutama oleh ion-ion Ca dan Mg. Sifat-sifat bentonit adalah sebagai berikut:

1. Berwarna dasar putih dengan sedikit kecoklatan atau kehijauan atau kemerahan tergantung dari jenis dan jumlah fragmen mineral-mineralnya.

2. Bersifat sangat lunak, ringan, mudah pecah, terasa seperti sabun, mudah menyerap air dan dapat melakukan pertukaran ion.

3. Berat jenisnya berkisar 2.4 – 2.8

Bentonit mempunyai karakteristik yang khas, yaitu mampu sampai beberapa kali lebih besar dari ukuran semulanya apabila dimasukkan ke dalam


(33)

11 air. Bentonit dapat membentuk struktur thixotropic gel dengan air meskipun komposisi jumlah gel yang terdapat dalam bentonit sangat kecil (Grim, 1968).

Tanah liat monmorillonit terdiri dari Al dan Si yang kekurangan satu elektron sehingga mudah menerima kation. Oleh karena itu, bentonit memiliki kapasitas pertukaran ion (KTK) karena kemampuannya untuk menerima kation, maka senyawa yang diadsorpsi cenderung menempel pada permukaan lempung (Theng, 1979).

Affinitas layer ke kation interlayer pada bentonit lemah sehingga air akan masuk dan terjadi swelling karena meningkatnya hidrasi kation interlayer dan pembasahan bagian hidrofilik. Hidrofilik pada interlayer berupa penarikan atau pengikatan air oleh kation sebagai hidrasi air dan adanya >SiOH.

Swelling artinya (1) pada interlayer memungkinkan proses seperti KPK,

penyerapan air. (2) clay akan mengembang sehingga luas permukaan lebih besar per unit berat terhadap larutan tanah sehingga lebih rekatif secara kimia.

Diatomit

Diatomit atau tanah diatomea adalah suatu batuan sedimen silika, yang secara geologi terbentuk dari akumulasi dan pengendapan kulit atau kerangka diatomea (fosil tumbuhan air atau binatang kersik atau ganggang bersel tunggal) dan terendapkan di danau atau non marin. Diatomea berasosiasi dengan elemen pengotor dan bervariasi, baik jenis maupun jumlahnya. Elemen pengotor diatomea tersebut yaitu abu vulkanik, larutan garam, lempung, senyawa karbonat, pasir silica, dan unsur organik lainnya (Hardjanto, 1987).

Diatome mempunyai sifat porous permeabel, ringan, mudah pecah, dan abrasif, densitas ruah 0,5 – 1 ton/m3, berat jenis, 2 – 2,3, porositas < 90%, dan kandungan cabang 1,7 – 30 juta/cm3, dengan ukuran 0,001 – 0,4 mm. Sebagian diatomit berwarna putih atau abu-abu, akan tetapi ada juga yang berwarna kuning, coklat, merah muda, hitam, dan hijau, yang tergantung dari unsur pengotornya. Secara kimia, komposisi utama diatomit adalah silika, tetapi ada unsur lainnya seperti alumina, besi oksida, magnesium, sodium, potassium oksida, titanium oksida, fosfat, dan kalsium oksida (Pusat Penelitian dan Pengembangan Mineral dan Batu Bara, 2005). Affinitas


(34)

12 diatomit sangat lemah sehingga luas permukaan lebih besar. Luas permukaan yang besar menyebabkan kemampuan mengikat air partikel diatomit besar.

Kaolin

Kaolin merupakan masa batuan yang tersusun dari material lempung dengan kandungan besi yang rendah, dan umumnya berwarna putih atau agak keputihan. Kaolin (Al2Si2O5(OH)4) termasuk dalam kaolin group minerals

dengan struktur rangka dioktahedral (Schmidt, 2006). Kaolinit termasuk salah satu mineral dari golongan kaolin dengan tipe kisi 1:1. Tiap satuan terdiri atas masing-masing satu lapisan oksida-Si dan hidroksioksida-Al. Satuan-satuan ini berikatan kuat sesamanya dengan ikatan hidrogen dan van der Waals. Akibatnya kation atau anion dan molekul air tidak dapat masuk ke ruang antar misel sehingga efektifitasnya terbatas hanya di permukaan saja. Sifat penukar kation atau anion hanya berasal dari valensi tak penuh di bagian ujung partikel. Oleh karena itu pula mineral ini relatif jarang dipakai sebagai adsorben atau katalis, kecuali sebagai bahan dasar keramik (Muhdarina, 2003). Affinitas layer ke kation interlayer pada kaolin kuat sehingga air tidak dapat masuk ke interlayer, menghidrasi kation interlayer dan mengikat bagian hidrofilik.

Sumber: U. S. Geological Survey Open-File Report (2005)

Gambar 3 . Struktur Molekul Kaolin

Talk

Talk (Mg3 Si4O10(OH)2) merupakan pyrophyllite Group dengan struktur

rangka trioktahedral dengan tipe kisi 2:1. Talk mengandung lapisan penting berupa lapisan magnesium-oxygen atau hydroxyl octahedral yang terselip


(35)

13 diantara dua lapisan silika (siliconoxygen tetrahedral). Ketiga lapisan ini melekat satu sama lain karena ada gaya Van der Walls lemah yang mengakibatkan talk terasa lembut dan licin (Industrial Minerals Association-North America, 2006).

Karakteristik utama talk adalah permukaannya yang hidrofobik dan pinggiran yang bersifat hidrofilik. Permukaan talk yang hidrofobik mempunyai daya tarik menarik dengan bahan organik, sedangkan pinggiran talk yang hidrofilik dapat dengan mudah terdispersi di dalam air (Schmidt, 2006).

Affinitas layer ke kation interlayer pada talk lemah sehingga air akan masuk dan terjadi swelling karena meningkatnya hidrasi kation interlayer dan pembasahan bagian hidrofilik. Hidrofilik pada interlayer berupa penarikan/pengikatan air oleh kation sebagai hidrasi air dan adanya >SiOH.

Sumber: U. S. Geological Survey Open-File Report (2005)

Gambar 4. Struktur Molekul Talk

Zeolit

Zeolit adalah mineral dengan struktur molekul berongga yang dibentuk oleh tetrahedral alumina (AlO45-) dan silikat (SiO44-) dengan rongga-rongga di

dalamnya terisi oleh ion-ion logam, biasanya alkali atau alkali tanah dan dikelilingi oleh molekul-molekul air (Arifin dan Harsodo, 1990). Ion-ion logam ini dapat dipertukarkan dengan kation lain sehingga zeolit dapat digunakan sebagai penukar kation. Untuk meningkatkan kapasitas pertukaran


(36)

14 kation zeolit, sebelum digunakan diperlakukan terlebih dahulu dengan pengasaman sehingga terbentuk zeolit-H (Vansant, 1990).

Gambar 5. Tetrahedra alumina dan silika pada struktur zeolit

Zeolit mempunyai pori-pori yang terisi molekul-molekul air dan kation yang dapat dipertukarkan. Kation-kation dalam struktur rangka zeolit terdiri dari Na, K dan Ca (kontribusi berat jenis besar) atau Ba, Sr, Mg (kontribusi berat jenis kecil).

Unit-unit pembentuk struktur Zeolit:

1. Unit pembentuk primer (SiO4)-4 dan (AlO4)-5

2. Unit pembentuk sekunder yaitu gabungan unit-unit pembentuk primer. Perbandingan antara SiO2 dan Al2O3 dari Zeolit selalu sama atau lebih

besar dari 2:1, sedangkan perbandingan antara Si:Al berkisar antara 1:1 dan 10:1.

Sifat umum zeolit adalah merupakan kristal yang agak lunak dengan berat jenis bervariasi antara 2,0 – 2,4. Air kristalnya mudah dilepaskan dengan pemanasan, mudah melakukan pertukaran ion dari alkalinya dengan ion-ion elemen lainnya.

Menurut Poerwadio dan Masduqi (2004), sifat kimia zeolit antara lain adalah dapat terhidrasi pada suhu tinggi, penukaran ion, adsorbsi gas dan uap serta mempunyai kapasitas tukar kation (KTK). Zeolit mempunyai kapasitas yang tinggi sebagai penyerap. Hal ini disebabkan karena zeolit dapat memisahkan molekul-molekul berdasarkan ukuran dan konfigurasi dari molekul. Mekanisme adsorpsi yang mungkin terjadi adalah adsorpsi fisika (melibatkan gaya Van der Walls), adsorpsi kimia (melibatkangaya elektrostatik), ikatan hidrogen dan pembentukan kompleks koordinasi.


(37)

15 Zeolit tidak stabil terhadap asam. Pada umumnya zeolit baik dioperasikan pada pH yang tidak kurang dari 4. Pengoperasian zeolit pada pH> 6 akan memberikan hasil yang optimum.

Kadar air zeolit umumnya cukup tinggi, berkisar antara 10-20 % berat. Air ini mengisi lubang kristal, ada yang terikat kuat dengan kerangka alumino silikat dan ada yang tidak. Air yang tidak terikat kuat dapat dibuang dengan mudah melalui pemanasan sampai 35oC membentuk rongga-rongga dalam zeolit yang memungkinkan terjadinya adsorpsi reversibel. Affinitas layer ke kation interlayer zeolit sangat kuat, sehingga air tidak dapat masuk ke interlayer, menghidrasi kation interlayer dan mengikat bagian hidrofilik.

Sifat kimia terpenting dari zeolit adalah kapasitas tukar kation yang tinggi, yaitu berkisar 100 – 300 meq/100 gram. Kapasitas tukar kation zeolit merupakan fungsi derajat substitusi Al dan Si dalam kerangka tetrahedral. Substitusi kation alkali dan alkali tanah menghasilkan muatan listrik yang netral (Hardjanto, 1987).

Kation-kation yang terdapat dalam mineral zeolit tidak terikat kuat dalam kerangka kristalnya sehingga dapat dipertukarkan dengan mudah. Hal inilah yang menyebabkan kapasitas tukar kationnya tinggi.Kemampuan atau sifat pertukaran kation zeolit ditentukan oleh struktur kristalnya, sedangkan jika terjadi kerusakan pada struktur kristal tersebut kemampuan sebagai penukar kation akan menurun (Poerwadio dan Masduqi, 2004).

Dalam keadaan normal, rongga-rongga dan saluran-saluran dalam zeolit terisi oleh molekul-molekul air yang membentuk hidrasi disekitar kation-kation yang dapat dipertukarkan (Harjanto,1987).

D. Kapasitas Tukar Kation

Menurut Poerwadio dan Masduqi (2004), pertukaran ion merupakan salah satu proses penting untuk mengontrol distribusi elemen dalam larutan dan fasa partikulat yang dapat meregulasi polutan-polutan logam dalam hidrosfer. Jumlah total kation atau anion yang mampu dipertukarkan oleh lempung didefinisikan sebagai kapasitas tukar kation (KTK) atau kapasitas tukar anion (KTA). Kemampuannya berbeda-beda tergantung pada jenis komponen penyusunnya. Sifat inilah yang mewakili pemanfaatannya sebagai resin.


(38)

16 Lempung alam memiliki KTK berkisar antara 3-150 cmol/kg. Kualitas ini dapat ditingkatkan melalui berbagai upaya modifikasi.

E. Adsorpsi

Adsorpsi adalah suatu proses dimana suatu partikel “menempel” pada suatu permukaan akibat dari adanya “perbedaan” muatan lemah diantara kedua benda (gaya Van der Waals), sehingga akhirnya akan terbentuk suatu lapisan tipis partikel-partikel halus pada permukaan tersebut. Adsorpsi merupakan suatu peristiwa fisik atau kimia pada permukaan yang dipengaruhi oleh spesific affinity atau reaksi kimia antara bahan pengadsorp (adsorben) dengan zat yang diadsorb (adsorbat) (Cheremisionoff dan Morresi, 1978). Adsorben adalah padatan atau cairan yang mengadsorp, dan adsorbat adalah padatan, cairan atau gas yang diserap sebagai molekul, atom atau ion. Proses adsorpsi dapat terjadi antara padatan dengan padatan, gas dengan padatan, gas dengan cairan, cairan dengan cairan, dan cairan dengan padatan.

Sumber: Henning and Degel (1990)

Gambar 6. Dasar proses adsorpsi

Adsorpsi merupakan suatu fenomena permukaan yang tergantung atas specific affinity (afinitas jenis) antara zat yang terlarut dengan adsorben. Pemilihan adsorben pada proses adsorpsi sangat mempengaruhi daya adsorpsi. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya adsorpsi adalah ukuran pertikel, jenis kepolaran adsorben, luas permukaan, volume pori dan lain-lain.


(39)

17 Mekanisme peristiwa adsorpsi:

a. Molekul adsorbat berdifusi melalui suatu lapisan batas ke permukaan luar adsorben (disebut difusi eksternal).

b. Sebagian ada yang teradsorbsi di permukaan luar.

c. Sebagian besar terdifusi lanjut ke dalam pori-pori adsorben (disebut difusi internal).

d. Jika kapasitas adsorbsi masih sangat besar, sebagian akan teradsorbsi dan terikat dipermukaan, namun bila permukaan sudah jenuh atau mendekati jenuh dengan adsorbat, dapat terjadi:

Terbentuknya lapisan adsorpsi kedua dan seterusnya diatas adsorbat yang telah terikat dipermukaan. Gejala ini disebut adsorpsi multi layer.

Tidak terbentuk lapisan kedua dan seterusnya sehingga adsorbat yang belum teradsorbsi berdifusi keluar pori dan kembali ke arus fluida.

Sumber: Industrial Minerals Association - North America (2006)

Gambar 7. Mekanisme adsorbsi

Ada dua metode adsorpsi yaitu adsorbsi secara fisik (physiosorption) dan adsorpsi secara kimia (chemisorption). Kedua metode ini terjadi jika molekul-molekul dalam fasa cair diikat pada permukaan suatu fasa padat sebagai akibat


(40)

18 dari gaya tarik menarik pada permukaan padatan (adsorben), mengatasi energi kinetik dari molekul-molekul kontaminan dalam cairan (adsorbat) (Grim, 1968).

Beberapa faktor yang mempengaruhi adsorbsi antara lain ialah:

1. Sifat fisika dan kimia adsorben, yaitu antara lain luas permukaan, ukuran pori-pori, komposisi kimia.

2. Sifat fisika dan kimia adsorbat, yaitu antara lain ukuran molekul, polaritas molekul, komposisi kimia.

Molekul adsorpsi bebas bergerak di sekitar permukaan adsorben. Adsorpsi secara fisik umumnya bersifat reversibel. Adsorpsi secara kimiawi dihasilkan oleh gaya yang cukup kuat, dalam keadaan normal senyawa yang diadsorpsi membentuk lapisan di atas permukaan adsorben pada ketebalan tertentu. Sifat molekul yang diadsorpsi tidak dapat bergerak bebas dari sisi yang satu ke sisi yang lain dari permukaan adsorben, bila permukan adsorben diselubungi oleh lapisan molekul sejenis (monomolekuler), maka kapasitas adsorben telah mencapai jenuh. Adsorpsi kimiawi seperti ini jarang bersifat reversibel. Exchange adsorpsion merupakan mekanisme adsorpsi yang disebabkan oleh gaya tarik listrik antara adsorbat dan adsorben, proses penukaran ion merupakan salah satu bentuk exchange adsorpsion. Ion dari subtansi adsorbat mengumpul pada permukaan melalui gaya tarik listrik yang lebih besar bila dibanding ion yang muatannya lebih kecil terhadap muatan yang berbeda (Henning dan Degel, 1990).

Menurut Djatmiko et al (1985), untuk adsorpsi diperlukan pengadukan. Kecepatan adsorpsi terbesar adalah pada periode permulaan, kemudian lambat laun akan berkurang. Biasanya waktu adsorpsi optimum adalah 10-15 menit. Larutan yang kekentalannya tinggi memerlukan waktu yang lama untuk diadsorpsi.

F. Pemurnian

Pemurnian biodiesel bertujuan untuk memperbaiki kualitas biodiesel dengan cara menghilangkan komponen-komponen yang tidak diinginkan, agar diperoleh biodiesel yang sesuai dengan keinginan konsumen. Selain itu


(41)

19 pemurnian biodiesel bertujuan untuk memperpanjang umur simpan biodiesel sebelum digunakan.

Menurut Djatmiko dan Widjaja (1984), kotoran-kotoran yang terdapat pada minyak atau lemak dapat digolongkan ke dalam tiga macam, yaitu : 1. Komponen-komponen yang tidak larut dalam minyak atau lemak.

2. Komponen-komponen dalam bentuk suspensi koloid pada minyak atau lemak.


(42)

III. METODOLOGI

A. Bahan dan Alat

Bahan baku yang dalam penelitian ini adalah biodiesel jarak pagar yang diperoleh dari SBRC (Surfactant and Bioenergy Research Center). Adsorben yang digunakan adalah arang aktif (A+), bentonit (B), diatomit (D), kaolin (K), talk (T) dan zeolit (Z). Adsorben ini diperoleh dari toko kimia Setia Guna. Bahan kimia yang digunakan adalah metanol, aseton 2%, H2SO4, KOH

0.086N, HCl 0.1N, NaOH, indikator phenolptalein, indikator bromophenol blue, aquades.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik, magnet pengaduk (magnetic stirer), termometer, kondensor tegak, mikroskop kamera, corong pisah, kertas saring, cawan porselin, cawan aluminium, erlenmeyer, desikator, oven, viskometer ostwald, perangkat titrasi, dan perangkat gelas lainnya.

B. Metode Penelitian

1. Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kapasitas tukar kation dan nilai pH adsorben. Pengukuran kapasitas tukar kation dan nilai pH adsorben dilakukan di Laboratorium Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

2. Penelitian Utama

Pada penelitian utama dilakukan proses pencampuran biodiesel kasar dengan adsorben selama 20 menit. Adsorben yang digunakan adalah arang aktif, bentonit, diatomit, kaolin, talk, zeolit. Konsentrasi adsorben yang digunakan adalah 1% dari bobot biodiesel. Setelah tahap pencampuran dan pemisahan selesai, biodiesel dianalisa. Analisa meliputi kadar asam lemak bebas, bilangan asam, pH, kadar abu tersulfat, kadar sabun dan katalis.

Proses pencampuran dilakukan dengan menambahkan 250 gram biodiesel dengan 1% adsorben (2,5 gram) dimasukkan dalam Erlenmeyer 300 ml. Pencampuran dilakukan dengan melakukan pengadukan


(43)

21 menggunakan stirer 20 menit, pengadukan dilakukan pada suhu kamar, selanjutnya diamkan selama 2 jam. Biodiesel disaring untuk dipisahkan dari sisa adsorben. Pengujian meliputi bilangan asam, kadar air, kadar abu tersulfat, nilai pH, kadar sabun dan katalis. Sebagai pembanding adalah biodiesel kasar dan biodiesel dengan 3 kali pencucian.

C. Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap dengan dua kali ulangan. Faktor perlakuannya adalah jenis adsorben (J) dengan taraf yaitu biodiesel cuci (bio), arang aktif (A+), bentonit (B), diatomit (D), kaolin (K), talk (T) dan zeolit (Z).

Model matematis Rancangan Percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut:

Yij = µ + τi + εij

uji Residu adsorben

pengadukan (20 menit)

Pemisahan Pengendapan (2 jam)


(44)

22 Dimana :

i = 1, 2, 3, 4, 5, 6

j = 1, 2

Yij = Pengamatan pada perlakuan ke-I dan ulangan ke-j

µ = Rataan umum

τi = Pengaruh perlakuan ke-i


(45)

23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan meliputi uji kapasitas tukar kation adsorben, pH adsorben, dan pengamatan molekul adsorben menggunakan mikroskop kamera dengan perbesaran 400x dan 200x.

Kapasitas Tukar Kation (KTK)

Hasil analisa (Tabel 3) menunjukkan bahwa kapasitas tukar kation adsorben berkisar antara 6,54 – 131,99 (meq/ 100 g). Nilai KTK ini berpengaruh pada kemampuan adsorben untuk mengadsorpsi logam. Zeolit mempunyai kapasitas tukar kation yang sangat tinggi diantara kelima adsorben yang lain. Hal ini dikarenakan kation-kation yang terdapat dalam mineral zeolit tidak terikat kuat dalam kerangka kristalnya sehingga dapat dipertukarkan dengan mudah. Kation-kation dalam struktur rangka zeolit terdiri dari Na, K dan Ca (kontribusi berat jenis besar) atau Ba, Sr, Mg.

Kapasitas tukar kation zeolit merupakan fungsi derajat substitusi Al dan Si dalam kerangka tetrahedral. Sifat pertukaran kation zeolit ditentukan oleh struktur kristalnya. Struktur kristal zeolit tersusun atas alumina (AlO45-) dan

silikat (SiO44-). Kristal zeolit bersifat agak lunak dan kandungan air dalam

kristal dapat dilepaskan dengan pemanasan.

Tabel 3. Kapasitas Tukar Kation Adsorben

Jenis Adsorben KTK

(meq/100g)

Arang aktif 11,93

Bentonit 77,34

Diatomit 12,70

Kaolin 42,71 Talk 6,54

Zeolit 131,99


(46)

24 Selain zeolit, bentonit juga memiliki kemampuan menukar kation yang besar yaitu sebesar 77,34 meq/ 100g. Penyusun utama bentonit adalah tanah liat monmorillonit terdiri dari Al dan Si yang kekurangan satu elektron sehingga mudah menerima kation. Oleh karena itu, bentonit memiliki kapasitas pertukaran ion karena kemampuannya untuk menerima kation. Hal ini menyebabkan senyawa yang diadsorpsi cenderung menempel pada permukaan lempung. Menurut Dinas Pertambangan dan Energi Jawa Barat (2005), posisi pertukaran ion bentonit lebih banyak diduduki oleh ion-ion kalsium dan magnesium.

Nilai pH

Dari analisa diketahui bahwa talk memiliki pH yang tertinggi diantara kelima adsorben yang lainnya. Adsorben – adsorben yang digunakan dalam pemurnian biodiesel ini memiliki pH antara 4, 40 - 6,50. Nilai pH ini ada dikisaran asam. Nilai pH adsorben tidak berpengaruh terhadap kemampuan mengadsorp dari adsorben itu sendiri, namun menunjukkan komponen penyusun adsorben.

Tabel 4. Kadar pH adsorben

Jenis Adsorben pH

Arang aktif 6,30

Bentonit 4,40

Diatomit 6,30

Kaolin 5,50 Talk 6,50

Zeolit 5,50

Arang yang telah diaktifkan memiliki nilai pH sama dengan diatomit yang belum diaktivasi yaitu sebesar 6,30. Nilai pH ini lebih besar dari pH bentonit, kaolin dan zeolit. Bentonit memiliki pH yang paling rendah diantara adsorben yang lain. Menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan Mineral dan Batu Bara (2005), tipe bentonit ini kurang mengembang jika dicelupkan ke dalam air, dan tetap terdispersi di dalam air. Perbandingan Na dan Ca rendah.


(47)

25

Partikel Adsorben

Dari Gambar 9, terlihat bahwa arang aktif memiliki banyak pori-pori terbuka sehingga menyebabkan daya adsorbsi arang aktif tinggi. Arang aktif mempunyai bentuk amorf yang terdiri dari pelat-pelat datar, disusun oleh atom-atom C yang terikat secara kovalen dalam suatu kisi heksagon.

Gambar 8. Partikel Arang Aktif Perbesaran 200x

Gambar 9. Partikel Bentonit Perbesaran 200x

Dari Gambar 9 terlihat partikel bentonit yang sangat halus. Partikel diatomit (Gambar 10) lebih besar ukurannya dibandingkan dengan partikel bentonit, kaolin, talk dan zeolit. Partikel diatomit berbentuk atom atau bulat. Partikel kaolin (Gambar 11) memiliki ukuran yang halus. Partikel talk dan zeolit (Gambar 12 dan 13) memiliki tipe yang sama.


(48)

26 Gambar 10. Partikel Diatomit Perbesaran 200x

Gambar 11. Partikel Kaolin Perbesaran 200x


(49)

27 Gambar 13. Partikel Zeolit Perbesaran 400x dan 200x

Dari Gambar 8, 9, 10, 11 dan 12 dapat dilihat bahwa bentuk partikel dari adsorben berbeda-beda. Arang aktif terlihat banyak memiliki rongga-rongga, hal ini dikarenakan arang telah diaktivasi sehingga rongga arang aktif bebas dari senyawa lain atau kotoran. Adsorben lainnya yang tidak diaktivasi tidak terlihat rongga atau porinya.

B. Penelitian Utama

Pada penelitian utama, biodiesel dicampurkan dengan adsorben selama 20 menit. Adsorben yang digunakan adalah arang aktif, bentonit, diatomit, kaolin, talk, zeolit. Konsentrasi adsorben yang digunakan adalah 1% dari bobot biodiesel.

1. Bilangan Asam

Bilangan asam adalah jumlah miligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam-asam lemak bebas dari satu gram minyak atau lemak. Bilangan asam dipergunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak. Semakin besar nilai bilangan asam maka semakin banyak asam lemak bebas yang terkandung dalam biodiesel. Kandungan asam lemak yang tinggi dalam biodiesel akan menyebabkan terjadinya deposit pada sistem pembakaran dan akan menyebabkan korosi.

Dari hasil analisa keragaman (Lampiran 3) menunjukkan bahwa jenis adsorben berpengaruh nyata terhadap bilangan asam dari biodiesel pada taraf α=5%. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan adsorben untuk pemurnian menyebabkan penurunan bilangan asam biodiesel. Data hasil analisa bilangan asam dapat dilihat pada Gambar 14.


(50)

28 0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 0.600 0.700 biodiesel cuci arang aktif

bentonit diatomit kaolin talk zeolit biodiesel kasar jenis adsorben b ilan g a n asam ( m g K O H /g )

Gambar 14. Diagram batang bilangan asam biodiesel berdasarkan jenis adsorben

Pada Gambar 14 terlihat bahwa penggunaan adsorben untuk pemurnian biodiesel dapat menurunkan bilangan asam. Nilai bilangan asam biodiesel berkisar antara 0,29 – 0,55 mg KOH/g. Nilai bilangan asam ini memenuhi Standar Mutu Nasional Biodiesel yang ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional, yaitu maksimum 0,8 mg KOH/g. Kandungan asam lemak bebas biodiesel hasil pemurnian dengan adsorben dan dengan pencucian sebanyak 3 kali masih dibawah nilai spesifikasi maksimum mutu biodiesel.

Pemurnian dengan menggunakan adsorben menghasilkan biodiesel dengan kandungan asam lemak bebas lebih rendah dari biodiesel kasar dan biodiesel cuci. Dari Gambar 14 diketahui bahwa dengan pencucian biodiesel sebanyak 3 kali dapat menurunkan kandungan asam lemak bebas biodiesel, tetapi penggunaan adsorben lebih efektif dalam menurunkan kandungan asam lemak bebas dari biodiesel. Hal ini dikarenakan adsorben yang digunakan dalam proses pemurnian akan mengadsorp asam lemak bebas dari biodiesel sesuai dengan pernyataan Ketaren (1985) bahwa adsorben akan menyerap suspensi koloid (gum dan resin), asam lemak bebas serta hasil oksidasi minyak seperti peroksida. Nilai bilangan asam yang rendah menunjukkan asam lemak bebas yang terkandung dalam biodiesel rendah.


(51)

29

2. Nilai pH

Hasil analisa keragaman (Lampiran 5) menunjukkan bahwa jenis adsorben berpengaruh nyata terhadap pH biodiesel yang dihasilkan. Nilai pH biodiesel yang dimurnikan dengan adsorben berkisar antara 7,17-10,55. Nilai pH ini lebih rendah dari pH biodiesel awal sebelum pemurnian. Penggunaan adsorben pada pemurnian biodiesel dapat menurunkan pH biodiesel. Nilai pH biodiesel merupakan indikasi adanya katalis yang tidak bereaksi dalam proses transesterifikasi. Kadar katalis yang tinggi dalam biodiesel dapat menyebabkan korosi pada mesin.

Tabel 5. Nilai pH biodiesel

Jenis Adsorben pH

Biodiesel kasar 10,85

Biodiesel cuci 8,05

Arang aktif 10,52

Bentonit 7,17 Diatomit 10,55 Kaolin 10,24 Talk 10,30 Zeolit 9,02

Dari Tabel 5 diketahui bahwa penggunaan adsorben untuk pemurnian biodiesel cenderung menurunkan nilai pH biodiesel. Nilai pH biodiesel yang diharapkan adalah netral. Nilai pH awal biodiesel sebelum pemurnian adalah 10, 85. Nilai pH biodiesel mengalami penurunan setelah pencucian maupun pemurnian dengan adsorben.

Pencucian biodiesel sebanyak 3 kali dapat menurunkan pH biodiesel lebih besar dibandingkan dengan penggunaan arang aktif, diatomit, kaolin, talk dan zeolit. Penggunaan bentonit untuk pemurnian menghasilkan biodiesel dengan pH lebih rendah dari biodiesel cuci yaitu sebesar 7,17. Nilai pH ini sesuai dengan pH biodiesel yang diharapkan yaitu netral. Nilai pH netral menunjukkan tidak ada katalis dalam biodiesel.


(52)

30

3. Kadar Sabun dan Katalis

Jenis adsorben tidak berpengaruh nyata terhadap kadar sabun sebaliknya jenis adsorben berpengaruh nyata terhadap kadar katalis biodiesel yang dihasilkan (Lampiran 7 dan Lampiran 8). Dari Tabel 6 diketahui bahwa kadar sabun biodiesel yang menggunakan bentonit untuk pencucian lebih rendah diantara yang lainnya. Biodiesel cuci dan biodiesel yang menggunakan arang aktif untuk pemurnian memiliki kadar sabun yang sama yaitu sebesar 4,4 mg sabun/g sampel, sedangkan zeolit memiliki kadar sabun tertinggi yaitu sebesar 6,4 mg sabun/g sampel.

Tabel 6. Kadar sabun biodiesel

Jenis Adsorben

Kadar Sabun

(mg sabun/ g sampel)

Biodiesel kasar 7,1

Biodiesel cuci 4,4

Arang aktif 4,4

Bentonit 1,9 Diatomit 3,7 Kaolin 3,3 Talk 5,3 Zeolit 6,4

Bentonit, diatomit dan kaolin memiliki kemampuan mengadsorp sabun lebih baik dari arang yang telah diaktifkan. Hal ini menyebabkan kadar sabun dalam biodiesel menjadi rendah dari kadar sabun awal 7,1 mg sabun/g sampel menjadi 1,9 mg sabun/g sampel setelah dimurnikan dengan bentonit, 3,7 mg sabun/g sampel dengan diatomit dan 3,3 mg sabun/g sampel dengan kaolin. Sedangkan zeolit dan talk memiliki kemampuan mengadsorp sabun lebih rendah dari bentonit, diatomit dan kaolin, termasuk dari biodiesel cuci.


(53)

31 Tabel 7. Kadar katalis biodiesel

Jenis Adsorben Kadar Katalis

(mg KOH/ g sampel)

Biodiesel kasar 0,13

Biodiesel cuci 0,0

Arang aktif 0,6

Bentonit 0,0 Diatomit 0,7 Kaolin 0,7 Talk 0,6 Zeolit 0,3

Dari Tabel 7 diketahui bahwa efektifitas adsorpsi adsorben terhadap katalis lebih rendah dari pencucian biodiesel. Hal ini dimungkinkan karena kemampuan adsorben untuk mengadsorpsi katalis masih rendah karena belum diaktivasi, sehingga luas permukaan adsorben masih kecil dan porositas adsorben masih rendah.

Kadar katalis awal biodiesel adalah 0,13 mg KOH/ sampel. Setelah pencucian kadar katalis biodiesel turun menjadi 0,0 mg KOH/ g sampel. Penggunaan bentonit untuk pemurnian juga menurunkan kadar katalis biodiesel menjadi 0,0 mg KOH/g sampel. Hal ini menunjukkan efektifitas adsorpsi bentonit sama dengan pencucian biodiesel. Efektifitas Arang aktif, diatomit, kaolin, talk dan zeolit untuk mengadsorp katalis lebih rendah dari bentonit dan pencucian biodiesel. Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa penggunaan adsorben dapat menurunkan kadar katalis biodiesel.

Adanya katalis dalam biodiesel juga dapat dilihat dari nilai pH biodiesel. Kadar katalis biodiesel berbanding lurus dengan pH biodiesel, semakin tinggi kadar katalis maka semakin tinggi pula nilai pH biodiesel. Katalis yang terkandung dalam biodiesel dapat menyebabkan korosi pada mesin. Karena itu diharapkan biodiesel bebas dari katalis.


(54)

32

4. Kadar Abu Tersulfat

Kadar abu tersulfat menunjukkan jumlah sisa abu mineral yang tersulfat, residu ini dapat berasal dari katalis yang digunakan pada proses esterifikasi. Dari hasil analisa keragaman pada taraf α=5% (Lampiran 6) diketahui bahwa jenis adsorben tidak berpengaruh nyata terhadap kadar abu tersulfat yang dihasilkan.

Dari Tabel 8 diketahui bahwa kadar abu tersulfat biodiesel setelah pemurnian berkisar antara 0,100-0,195%. Nilai ini lebih rendah dari dari kadar abu tersulfat sebelum pemurnian. Kadar abu tersulfat biodiesel cuci lebih rendah dari biodiesel yang dimurnikan dengan adsorben. Hal ini dimungkinkan kemampuan adsorben untuk mengadsorpsi residu mineral masih rendah karena belum diaktivasi. Sedangkan arang yang telah diaktifkan juga kurang memiliki kemampuan untuk mengadsorp.

Secara keseluruhan penggunaan adsorben untuk pemurnian biodiesel dapat menurunkan kadar abu tersulfat walaupun dalam jumlah yang sangat kecil. Adsorben dapat mengadsorp residu mineral yang ada pada biodiesel, tetapi kemampuan adsorpsi adsorben masih rendah.

Tabel 8. Kadar abu tersulfat biodiesel

Jenis adsorben Kadar abu sulfat

(% massa)

Biodiesel kasar 0,297

Biodiesel cuci 0,100

Arang aktif 0,184

Bentonit 0,165 Diatomit 0,194 Kaolin 0,170 Talk 0,168 Zeolit 0,195

Hasil analisa menunjukkan bahwa biodiesel yang dihasilkan tidak memenuhi Standar Nasional Biodiesel untuk kadar abu tersulfat yaitu sebesar 0,002 % massa.


(55)

33

5. Kadar Air

Hasil analisa keragaman (Lampiran 4) menunjukkan bahwa jenis adsorben tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air biodiesel. Kandungan air biodiesel menurut SNI 04-7182-2006 maksimum 0,05 %. Dari hasil analisa menunjukkan bahwa biodiesel yang dihasilkan tidak memenuhi Standar Nasional Biodiesel untuk kadar air yaitu sebesar 0,05 %. Pada Gambar 15, dapat dilihat bahwa kadar air biodiesel yang dimurnikan dengan adsorben berkisar 0.981-0.985 %. Hasil ini lebih baik dari biodiesel cuci. Biodiesel yang dicuci 3 kali, kadar airnya lebih tinggi dibanding dengan biodiesel kasar dan biodiesel yang dimurnikan dengan adsorben yaitu 0,988%. Dari keenam adsorben yang digunakan, pemurnian dengan zeolit menghasilkan kadar air sama dengan biodiesel awal yaitu 0,985%.

Daya adsorp adsorben yang rendah terhadap air dikarenakan adsorben belum diaktivasi sehingga daya ikatnya terhadap air kurang. Adsorben jenis clay memiliki kemampuan untuk mengadsorpsi molekul air karena adsorben clay bersifat polar, kecuali pada talk yang bersifat hidrofobik di permukaan dan hidrofilik pada pinggiran talk. Untuk memaksimalkan daya adsorp ini sebaiknya adsorben diaktivasi. Arang aktif juga tidak lebih baik dalam mengadsorp molekul air karena hanya sebagian permukaan yang mempunyai daya serap (bersifat non polar). Hal ini karena permukaan arang aktif bersifat heterogen, penyerapannya hanya terjadi pada permukaan yang aktif saja.

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa affinitas diatomit> arang aktif> bentonit> talk> kaolin>zeolit. Affinitas adsorben menunjukkan kemampuan adsorben untuk mengadsorpsi molekul air. Affinitas adsorben ini dipengaruhi oleh pada ikatan antar 2 lapisan yang berdekatan. Pada mineral 2:1 unsubstitute ikatan tersebut lemah sehingga air tidak masuk ke interlayer.


(56)

34 0.976 0.978 0.980 0.982 0.984 0.986 0.988 0.990 biodiesel cuci arang aktif

bentonit diatomit kaolin talk zeolit biodiesel kasar jenis adsorben kad ar ai r (% vo l) Gambar 15. Diagram batang kadar air biodiesel berdasarkan jenis

adsorben

Adanya air dalam biodiesel akan menyebabkan mesin diesel aus yang akhirnya akan menyebabkan korosi. Kandungan air yang tinggi dalam biodiesel akan sangat mempengaruhi dalam penyimpanan biodiesel. Selain itu adanya air juga menyebabkan hidrolisis yang menghasilkan asam lemak bebas.

6. Pembobotan secara Subjektif

Berdasarkan metode pembobotan secara subjektif diperoleh adsorben terbaik adalah bentonit, diatomit dan arang aktif (Tabel 9). Metode pembobotan dihitung dengan mengalikan bobot kepentingan parameter dengan rangking adsorben untuk setiap parameter. Bobot kepentingan parameter ditentukan berdasarkan tingkat kepentingan perameter yang dilakukan. Semakin pentingnya parameter maka diberi bobot (nilai) yang semakin besar.

Untuk parameter kadar air dan bilangan asam diberikan nilai sebesar 5, karena parameter ini sangat penting dan ada dalam Standar Nasional mutu biodiesel. Parameter abu tersulfat diberi bobot sebesar 4 karena parameter ini penting dan ada dalam standar nasional mitu biodiesel. Parameter nilai pH dan katalis diberikan nilai 3 karena parameter ini penting untuk menentukan mutu biodiesel tetapi tidak ada dalam Standar Nasional biodiesel. Parameter kadar sabun diberi bobot


(57)

35 sebesar 2 karena parameter ini dianggap tidak terlalu penting dan tidak ada dalam standar nasional mutu biodiesel.

Tabel 9. Adsorben terbaik dengan metode pembobotan secara subjektif

Bilangan asam

Nilai pH Kadar air Kadar abu tersulfat Kadar sabun Kadar katalis Total bobot Rangking Bio cuci

1,589 0,272 1,589 0,182 0,41 0,204 4,246 4

A+ 0,454 0,816 0,454 0,910 0,41 0,612 3,656 3 B 0,681 0,136 0,681 0,364 0,091 0,204 2,157 1 D 0,227 0,952 0,227 1,092 0,273 0,884 3,655 2 K 0,908 0,544 1,135 0,728 0,182 0,884 4,381 5 T 1,135 0,680 0,908 0,546 0,546 0,612 4,427 6 Z 1,362 0,408 1,362 1,274 0,637 0,408 5,451 7

Penggunaan bentonit untuk pemurnian biodiesel menghasilkan biodiesel dengan bilangan asam 0,337 mg KOH/g; nilai pH 7,17; kadar abu tersulfat sebesar 0,17%; kadar air 0,984%; kadar katalis sebesar 0,0 mg KOH/g sampel dan kadar sabun sebesar 1,9 mg sabun/g sampel.

Penggunaan diatomit menghasilkan biodiesel dengan nilai pH 10,55; bilangan asam 0,337 mg KOH/g; kadar abu tersulfat 0,194%; kadar air 0,981%; kadar katalis 0,7 mg KOH/g sampel dan kadar sabun 3,7 mg sabun/ g sampel. Pemurnian dengan arang aktif menghasilkan biodiesel dengan nilai pH 10,52; bilangan asam 0,338 mg KOH/g; abu tersulfat 0,184%; kadar air 0,983%; kadar katalis 0,6 mg KOH/g sampel dan kadar sabun 4,4 mg sabun/ g sampel. Efektifitas ketiga jenis adsorben ini lebih besar dari pencucian biodiesel, namun efektifitas pencucian biodiesel lebih besar dari kaolin, talk dan zeolit. Hal ini terlihat dari mutu biodiesel yang dihasilkan setelah pencucian biodiesel lebih baik dari penggunaan kaolin, talk dan zeolit.


(58)

36

V. KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Penggunaan adsorben untuk pemurnian biodiesel berpengaruh terhadap kadar asam lemak bebas, bilangan asam, nilai pH dan kadar katalis namun tidak berpengaruh terhadap kadar abu tersulfat dan kadar sabun dari biodiesel yang dihasilkan. Berdasarkan metode pembobotan secara subjektif terhadap seluruh parameter yang diamati diperoleh jenis adsorben yang sangat berpengaruh pada biodiesel adalah bentonit, diatomit dan arang aktif. Penggunaan bentonit untuk pemurnian biodiesel menghasilkan biodiesel dengan bilangan asam 0,337 mg KOH/g; nilai pH 7,17; kadar abu tersulfat sebesar 0,17%; kadar air 0,984%; kadar katalis sebesar 0,0 mg KOH/g sampel dan kadar sabun sebesar 1,9 mg sabun/g sampel.

Penggunaan diatomit menghasilkan biodiesel dengan nilai pH 10,55; bilangan asam 0,337 mg KOH/g; kadar abu tersulfat 0,194%; kadar air 0,981%; kadar katalis 0,7 mg KOH/g sampel dan kadar sabun 3,7 mg sabun/ g sampel. Pemurnian dengan arang aktif menghasilkan biodiesel dengan nilai pH 10,52; bilangan asam 0,338 mg KOH/g; abu tersulfat 0,184%; kadar air 0,983%; kadar katalis 0,6 mg KOH/g sampel dan kadar sabun 4,4 mg sabun/ g sampel.

Biodiesel hasil pencucian berdasarkan pembobotan secara subjektif lebih baik efektifitasnya dibandingkan dengan penggunaan kaolin, talk dan diatomit untuk pemurnian biodiesel. Tetapi efektifitas bentonit, diatomit dan arang aktif terhadap peningkatan mutu biodiesel lebih besar dari biodiesel cuci.

B. Saran

Sebaiknya adsorben yang akan digunakan pada pemurnian biodiesel terlebih dahulu diaktivasi untuk menaikkan kapasitas adsorpsi dan mendapatkan sifat adsorben yang diinginkan. Selain itu diperlukan penelitian lebih lanjut untuk optimasi aplikasi pemurnian biodiesel yang menghasilkan biodiesel bermutu tinggi serta kombinasi adsorben. Kombinasi adsorben perlu dipikirkan, hal ini dikarenakan kemampuan tiap jenis adsorben berbeda satu


(59)

37 sama lain. Kombinasi adsorben yang disarankan adalah bentonit, diatonit dan arang aktif. Diharapkan dengan kombinasi adsorben akan menghasilkan biodiesel yang bermutu.


(60)

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, M dan Harsodo. 1990. Zeolit Alam. Direktorat Jendral Pertambangan Umum, Pusat Pengembangan Teknologi Mineral Bandung. Bandung. Allen, C. A. W, Watts, K. C, Ackman, R. G. Pegg, M. J. 1999. Predicting the

Viscosity of Biodiesel Fuel from Their Fatty Acid Ester composition. Fuel 78:1319-1326.

Baerlocher, Ch. 2006. Atlas of Zeolite frame Work Types. www.emsl.pnl.gov/new/highlights/200506/. (20 mei 2006).

Barrer, R.M., 1978. Zeolite and Clay Minerals as Sorbents and Molecular Sieves,

Academic Press, London.

Bossmann, S. H., Turro, C., Schnabel, C., Pokhrel, M. R., Janik, K., dan Wörner , M. Ruthenium(II)-tris-bipyridine- and Titanium Dioxide-Codoped Zeolites: The Role of Titanium Dioxide-Nanoparticles in Electron Transfer Photocatalysis. Universität Karlsruhe, Karlsruhe, Germany. Department of Chemistry, The Ohio State University, Columbus, USA. Cheremisionoff, P. N. Dan A. C. Morresi. 1978. Carbon Adsorption Aplications.

Di dalam P. N. Cheremisionoff dan F. Ellerbusch (eds). Carbon Adsorption Handbook, p. 1. Ann Arbor Science Publisher, Inc., Ann Arbor, Michigan.

Darnoko, Herawan T, guritna P. 2001. Teknologi Produksi Biodiesel dan Prospek Perkembangan di Indonesia. Warta PPKS 9:17 – 27.

Djatmiko, B., S. Ketaren dan S. Setyahartini. 1985. Pengolahan Arang dan Kegunaannya. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, FATETA, IPB, Bogor.

Djatmiko, B dan A. P. Widjaja. 1984. Teknologi Minyak dan Lemak I. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, FATETA, IPB, Bogor.

Dinas Pertambangan dan Energi Jawa Barat. 2005. Pemanfaatan Bentonit. http://www.distamben-jabar. go. id. (12 desember 2005).

Grim, R. E. 1968. Clay Mineralogy. Mc Graw Hill Book Co., New York.

Gubitz, G. M., Mittelbach, M., Trabi , M. 1999. Exploitation of The Tropical Oil Seed Plant Jatropha curcas L. Biores technol. 67:73-82.

GNU Free Documentation License. 2007. Kaolinete. http://en.wikipedia.org/wiki/Kaolinite. (9 september 2007).


(61)

39 Hambali et al., 2006. Jarak Pagar Tanaman Penghasil Biodiesel. Penebar

Swadaya. Jakarta.

Hardjanto, S. 1987. Lempung Zeolit, Dulomit dan Magnesit : Jenis, Sifat Fisik, Cara Terjadinya dan Cara Penggunaannya. Departemen Pertambangan dan Energy, Jakarta. Di dalam Yuliantie, A. 1991. Pengaruh Jenis (Asal) dan Ukuran Batuan Zeolit Serta Kecepatan Aliran Air Terhadap Kemampuan Pelunakan Air. Teknologi Industri Pertanian, FATETA, IPB, Bogor.

Henning, K. D and Degel, J. 1990. Purification of Air, Water and Off Gas - Solvent RecoveryActivated Carbon for Solvent Recovery. Paper presented at the Meeting of the European Rotogravure Association Engineers GroupMulhouse. France.

Herawan, T dan Sari, S. 1997. Sifat Fisika Kimia Apa Jenis Akil-Ester Asam Lemak Sawit dan Kemungkinan Aplikasinya. Warta PPKS 5: 131-136. Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid ke-2. Yayasan Sana Wana

Jaya. Jakarta.

Industrial Minerals Association - North America. 2006. What is Talc. www.biosite.dk/leksikon/ adsorption.htm.

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press, Jakarta.

Las, Thamzil. 2005. Potensi Zeolit untuk Mengolah Limbah Industri dan Radioaktif. www.batan.go.id/ptlr/artikel/zeolit.html.

Mattjik, A. A., dan M. Sumertajaya. 2000. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab, Jilid I. IPB Press, Bogor.

Muhdarina, Amilia Linggawati. 2003. Pilarisasi Kaolinit Alam untuk meningkatkan Kapasitas Tukar Kation. Laboratorium Kimia-Fisik, Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Riau, Pekanbaru. Pekanbaru.

Nelson, S. A. 2004. Amphiboles & Phyllosilicates

.

Tulane University.

Norris, F. A. 1982. Refining and Bleaching. Di dalam Swern, D. (ed). Bailey’s Industrial Oil and Fat Product. Vol. I. 4th ed. John Wiley and Son, New York. 268-291.

Peeples, J. E. 1998. Biodiesel Developments in The United States. Meeting Economic, Policy & Technical Challenes. Proceedings of the 1998 PORIM International Biofuel and Lubricant Conference. 4-5 May 1998. Malaysia.


(62)

40 Priatna. 1982. Prospek Pemakaian Diatome, Bentonit dan Karbon Aktif Sebagai

Penjernih Minyak Sawit. Laporan Teknik Pengembangan dan Energi. Dirjen Pertambangan Umum, Pusat Pengembangan Teknologi Mineral. Poerwadio, A. D dan Masduqi, A. 2004. Penurunan Kadar Besi Oleh Media Zeolit

Alam Ponorogo Secara Kontinyu. Jurusan Teknik Lingkungan FTSP, ITS, Surabaya.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Mineral dan Batu Bara. 2005. Bentonit. www.tekmira.esdm.go.id/ data/ Bentonit/ ulasan.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Mineral dan Batu Bara. 2005. Diatomit. www.tekmira.esdm.go.id/ data/ Diatomit/ ulasan.

Ramamurthi, S., Manohar, V., dan MAni, V. V. S. 1998. Characterization of Fatty Acid Isomers in Dehydrated Castor Oil by Gas Cromatography and Gas Cromatography-Mass Spectrometry Technique. JAOCS, Vol. 75, No. 10.

Schmidt, W. 2006. Structure of Zeolites. www.gly.uga.edu/schroeder/geol6550/CM07.htm. (Maret 2006).

SNI 04-7182-2006. Standar Nasional Biodiesel. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.

SNI 01-3555-1998. SNI Cara Uji Minyak dan Lemak. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.

Swern, D. 1979. Bailey’s Industrial Oil and Fat Product. Vol. I. 4th ed. John Wiley and Son, New York.

U. S. Geologycal Survey Open-File Report. 2005. A Laboratory manual for X-Ray. www.pubs.usgs.gov/.../htmldocs/clays/smc.htm.

Theng, B. K. G. 1979. Formation and Properties of Clay – Polymer Complexes. Elsevier Scientific Publishing Company, Amsterdam, The Netherland. Vansant, E.F., 1990. Pore Size Engineering in Zeolites, John Willey and Sons,

New York.


(63)

41

LAMPIRAN


(64)

42

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pemurnian Biodiesel

1. Kapasitas Tukar Kation

Sebanyak 5 gram adsorben kering lolos saringan 2 mm ditimbang dan dimasukkan kedalam tabung tabung sentrifuse 100 ml. Sebanyak 20 ml larutan NH4OAC N pH 7.0 ditambahkan ke dalam sampel dan diaduk dengan pengaduk

gelas sampai merata dan didiamkan selama 24 jam. Sampel diaduk kembali dan disentrifuse selama 10 – 15 menit dengan kecepatan 2500 rpm. Ekstrak NH4OAC

didekantasi, disaring dengan saringan dan filtrat ditampung dalam labu takar 100 ml. Penambahan NH4OAC N pH 7.0 diulangi sampai 4 kali. Setiap kali

penambahan diaduk, kemudian disentrifuse dan ekstraknya didekantasi kedalam labu ukur 100 ml sampai tanda tera.

Untuk pencucian NH4+ tambahkan 20 ml alkohol 80% kedalam tabung

sentrifuse yang berisi endapan tanah tersebut, aduksampai merata, kemudian disentrifuse dekantasi dan filtratnya dibuang. Pencucian NH4+ dengan alkohol ini

dilakukan beberapa kali (± 7 kali) sampai bebas NH4. Hal ini dapat diketahui

dengan menambahkan beberapa tetes pereaksi Nessler pada filtrat tersebut, apabila terdapat endapan kuning berarti masih terdapat ion NH4.

Setelah bebas NH4+ adsorben dipindahkan secara kuantitatif dari tabung sentrifuse kedalam labu didih, tambahkan air destilata kira-kira berisi 450 ml. Pada labu didih. Tambahkan air destilata sampai 450 ml. Dalam labu didih ditambahkan beberapa butir batu didih, 5 – 6 tetes parafin cair dan 20 ml NaOH 50%, kemudian didestilasi.

Destilat ditampung dalam erlenmeyer 250 ml yang telah berisi 25 ml H2SO4 0.1 N dan 5 tetes indikator conway. Destilasi dihentikan jika destilat yang ditampung mencapai 150 ml. Kelebihan asam dititrasi dengan NaOH 0.1N, titrasi dihentikan jika warna berubah menjadi hijau. Lakukan destilasi tanpa adsorben sebagai blanko.

(ml titrasi blanko – ml titrasi sampel) x N NaOH x 100 KTK (me/100 g) =


(1)

Lampiran 3. Rekapitulasi Analisis Keragaman dan Uji Kelompok Wilayah Duncan Hasil Pengamatan Pengaruh Jenis Adsorben terhadap Bilangan Asam Biodiesel

Tabel 3. Rekapitulasi Analisis Keragaman Bilangan Asam Sumber

Keragaman db

Jumlah Kuadrat

Kuadrat

Tengah F Hitung Pr>F kk(%) Jenis

Adsorben 6 0.10259199 0.01709866 5.74 0.0185 13.43820 Galat 7 0.02084934 0.00297848

Total 13 0.12344132

Uji Kelompok Wilayah Duncan Jenis

Adsorben Bilangan Asam Bio 0.55325a A+ 0.33790dc B 0.33735dc D 0.28920d K 0.40910bdc T 0.43355bac Z 0.48250ba

Lampiran 4. Rekapitulasi Analisis Keragaman Hasil Pengamatan Pengaruh Jenis Adsorben terhadap Kadar Air Biodiesel

Tabel 4. Rekapitulasi Analisis Keragaman Kadar Air Sumber

Keragaman db

Jumlah Kuadrat

Kuadrat

Tengah F Hitung Pr>F kk(%) Jenis

Adsorben 6 0.00005679 0.00000946 0.79 0.6077 0.352772

Galat 7 0.00008434 0.00001205


(2)

Lampiran 5. Rekapitulasi Analisis Keragaman dan Uji Kelompok Wilayah Duncan Hasil Pengamatan Pengaruh Jenis Adsorben terhadap pH Biodiesel Tabel 5. Rekapitulasi Analisis Keragaman Nilai pH

Sumber

Keragaman db

Jumlah Kuadrat

Kuadrat

Tengah F Hitung Pr>F kk(%) Jenis

Adsorben 6 39.37360000 6.56226667 19.59 0.0005 6.297256 Galat 7 2.34440000 0.33491429

Total 13 41.71800000

Uji Kelompok Wilayah Duncan Jenis

Adsorben pH Bio 8.0450c A+ 10.5175a

B 7.1700d D 10.5450a K 10.2375ba T 10.2975ba Z 9.0225bc

Lampiran 6. Rekapitulasi Analisis Keragaman Hasil Pengamatan Pengaruh Jenis Adsorben terhadap Kadar Abu Tersulfat Biodiesel

Tabel 6. Rekapitulasi Analisis Keragaman Kadar Abu Tersulfat Sumber

Keragaman db

Jumlah Kuadrat

Kuadrat

Tengah F Hitung Pr>F kk(%) Jenis

Adsorben 6 0.01244117 0.00207353 0.05 0.9993 127.5872

Galat 7 0.32150146 0.04592878


(3)

Lampiran 7. Rekapitulasi Analisis Keragaman dan Uji Kelompok Wilayah Duncan Hasil Pengamatan Pengaruh Jenis Adsorben terhadap Kadar Katalis Biodiesel

Tabel 7. Rekapitulasi Analisis Keragaman Kadar Katalis Sumber

Keragaman db

Jumlah Kuadrat

Kuadrat

Tengah F Hitung Pr>F kk(%) Jenis

Adsorben 6 0.00000128 0.00000021 49.72 0.0001 15.27525 Galat 7 0.00000003 0.00000000

Total 13 0.00000131

Uji Kelompok Wilayah Duncan Jenis

Adsorben Kadar Katalis Bio 0.00075000c A+ 0.00060000a B 0.00000000c D 0.00075000a K 0.00070000a T 0.00065000a Z 0.00030000b

Lampiran 8. Rekapitulasi Analisis Keragaman Hasil Pengamatan Pengaruh Jenis Adsorben terhadap Kadar Sabun Biodiesel

Tabel 8. Rekapitulasi Analisis Keragaman Kadar Sabun Sumber

Keragaman db

Jumlah Kuadrat

Kuadrat

Tengah F Hitung Pr>F kk(%) Jenis

Adsorben 6 0.00002528 0.00000421 0.65 0.6932 60.49684 Galat 7 0.00004550 0.00000650


(4)

Lampiran 9. Rekapitulasi Jenis Adsorben Terbaik dengan Metode Pembobotan secara Subjektif

Analisa pembobotan nilai Bilangan asam (SNI 04-7182-2006) 5 5/22=0,227 Nilai pH (mendekati netral) 3 3/22=0,136 Kadar air (SNI 04-7182-2006 ) 5 5/22=0,227 Kadar abu tersulfat (SNI 04-7182-2006) 4 4/22=0,182 Kadar sabun 2 2/22=0,091 Kadar katalis 3 3/22=0,136 22 1,00

Tabel 9. Rekapitulasi Jenis Adsorben Terbaik dengan Metode Pembobotan secar Subjektif

Bilangan asam Nilai pH Kadar air Kadar abu

tersulfat

Kadar sabun Kadar katalis total

Bio kasar

7x0,227=1,589 2x0,136=0,272 7x0,227=1,589 1x0,182=0,182 4,5x0,091=0,41 1,5x0,136=0,204 4,246

A+ 2x0,227=0,454 6x0,136=0,816 2x0,227=0,454 5x0,182=0,910 4,5x0,091=0,41 4,5x0,136=0,612 3,656

B 3x0,227=0,681 1x0,136=0,136 3x0,227=0,681 2x0,182=0,364 1x0,091=0,091 1,5x0,136=0,204 2,157

D 1x0,227=0,227 7x0,136=0,952 1x0,227=0,227 6x0,182=1,092 3x0,091=0,273 6,5x0,136=0,884 3,655

K 4x0,227=0,908 4x0,136=0,544 5x0,227=1,135 4x0,182=0,728 2x0,091=0,182 6,5x0,136=0,884 4,381

T 5x0,227=1,135 5x0,136=0,680 4x0,227=0,908 3x0,182=0,546 6x0,091=0,546 4,5x0,136=0,612 4,427

Z 6x0,227=1,362 3x0,136=0,408 6x0,227=1,362 7x0,182=1,274 7x0,091=0,637 3x0,136=0,408 5,451

Keterangan:

Bio cuci : biodiesel hasil pencucian (3x pencucian) A+ : biodiesel yang dimurnikan dengan arang aktif B : biodiesel yang dimurnikan dengan bentonit


(5)

Lampiran 10. Gambar Jenis Adsorben untuk Pemurnian

Gambar 10a. Arang Aktif (a+) Gambar 10b. Bentonit (B)

Gambar 10c. Diatomit (D) Gambar 10d. Kaolin (K)


(6)

Lampiran 11. Biodiesel Hasil Pemurnian

Gambar 11a. Biodiesel dengan Menggunakan Arang aktif, Bentonit, Diatomit dan Talk