Gambar 2.1 Konsep Pelatihan dengan Pendekatan Sistem Menurut Bernardin 2008:251 “ a needs assessment is a systematic, objective
determination of training needs that involves conducting three primary types of analysis. The three analysis consist of an organizational analysis, a job analysis, and
a person analysis”. Ada beberapa gejala yang dapat diartikan sebagai sebuah kebutuhan akan pelatihan, Nasution, 2005: 88 yaitu menurunnya produktivitas dan
kinerja karyawan, jumlah produk yang cacat cendrung meningkat, motivasi dan loyalitas karyawan semakin menurun serta job target tidak dapat dicapai.
2.2 Tujuan dan Manfaat Pelatihan
Tujuan pelatihan ditinjau dari sisi individu karyawan, yaitu perubahan dalam peningkatan pengetahuan, sikap, keterampilan dan pengembangan karir. Sedangkan
tujuan pelatihan untuk perusahaan adalah tercapainya kinerja yang maksimum 1.
Identifikasi Kebutuhan Pelatihan
2. Penetapan Sasaran
3. Merancang Program
4. Pelaksanaan
Program 5.
Evaluasi Pelatihan
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
sebagai buah dari hasil pelatihan yang terjadi pada karyawan. Dalam hal ini, harus ada keterkaitan antara input, output, outcome, dan impact dari pelatihan yaitu:
1. Faktor input terdiri dari karyawan peserta pelatih, bentuk dan materi pelatihan, pelatih atau instruktur, tim pengelola, waktu dan tempat dan
fasilitas lain. Materi program disusun dari estimasi kebutuhan dan tujuan pelatihan. Kebutuhan disini mungkin dalam bentuk pengajaran keahlian
khusus, menyajikan pengetahuan yang diperlukan, atau berusaha untuk mempengaruhi sikap.
2. Faktor output terdiri dari jumlah kehadiran karyawan atau peserta pelatihan, intensitas interaksi pelatihan, jumlah kehadiran pelatih, kepuasan
karyawan dan pelatih serta pengelola. 3. Faktor outcome meliputi peningkatan pengetahuan, sikap, dan keterampilan
karyawan. 4. Faktor impact terdiri dari peningkatan kinerja karyawan, pengembangan
karir karyawan, dan peningkatan kinerja perusahaan. Adapun tujuan pelatihan menurut Mangkunegara, 2003: 52 adalah:
1. Meningkatkan penghayatan jiwa dan ideologi. 2. Meningkatkan produktivitas kerja.
3. Meningkatkan kualitas kerja. 4. Meningkatkan ketetapan perencanaan sumber daya manusia.
5. Meningkatkan moral dan semangat kerja.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
6. Meningkatkan rangsangan agar pegawai mampu berprestasi secara maksimal.
7. Menghindarkan keusangan obsolescence. 8. Meningkatkan perkembangan pribadi pegawai.
2.3 Langkah-langkah Merancang Sistem Pelatihan
2.3.1 Identifikasi Kebutuhan Pelatihan Tahap pertama dalam melakukan pelatihan adalah menentukan adanya
kebutuhan pelatihan yang aktual. Suatu perusahaan akan melakukan pelatihan apabila hal tersebut diharapkan dapat mendukung tujuan perusahaan. Keputusan pelaksanaan
pelatihan harus berdasarkan analisis kebutuhan, yang dilakukan dengan menganalisis data yang tersedia di perusahaan. Menurut Bernardin dalam Veithzal 2008: 234
analisis kebutuhan pelatihan adalah proses mengidentifikasi gejala dan informasi yang diharapkan dapat menunjukkan adanya kekurangan atau kesenjangan
pengetahuan, keterampilan , dan sikap kerja karyawan yang menempati posisi jabatan tertentu dalam suatu perusahaan. Analisis kebutuhan pelatihan didefinisikan sebagai
suatu proses pengumpulan dan analisis data dalam rangka mengidentifikasi bidang- bidang atau faktor-faktor apa saja yang ada di dalam perusahaan yang perlu
ditingkatkan atau diperbaiki agar kinerja pegawai dan produktivitas perusahaan menjadi meningkat Sulianti, 2005:18. Sejalan dengan pendapat Veitsal, menurut
Milkovich Boudreau dalam Suyatna, 1995: 9 analisis kebutuhan pelatihan adalah
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
proses mengidentifikasi gap atau kesenjangan yang menjadi tujuan dan merupakan suatu cara untuk menetapkan tujuan dan standar evaluasi.
Dari pendapat-pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa analisis kebutuhan pelatihan adalah proses mengidentifikasi kesenjangan antara tujuan yang
ditetapkan dengan hasil kerja karyawan, sehinggga perlu diperbaiki untuk meningkatkan produktivitas kerja pegawai dan perusahaan. Tujuan kegiatan ini
adalah untuk memperoleh data akurat tentang apakah ada kebutuhan untuk menyelenggarakan pelatihan. Mengingat bahwa pelatihan pada dasarnya
diselenggarakan sebagai sarana untuk menghilangkan atau setidaknya mengurangi gap kesenjangan antara kinerja yang ada saat ini dengan kinerja standar atau yang
diharapkan untuk dilakukan oleh pegawai, maka dalam hal ini analisis kebutuhan pelatihan merupakan proses untuk mengidentifikasi kesenjangan yang ada tersebut,
dan melakukan analisis apakah kesenjangan tersebut dapat dikurangi atau dihilangkan melalui suatu pelatihan. Selain itu dengan analisis kebutuhan pelatihan maka pihak
penyelenggara pelatihan HRD atau Divisi Training dapat memperkirakan manfaat- manfaat apa saja yang bisa didapatkan dari suatu pelatihan, baik bagi partisipan
sebagai individu maupun bagi perusahaan. Kesenjangan antara yang diharapkan dengan kenyataan, tingkat kinerja karyawan, prestasi unit kerja, dan karakteristik dari
karyawan dapat menjadi tujuan diadakannya pelatihan. Faktor kesenjangan tersebut harus diidentifikasi sebagai faktor penting, yang harus mendapat perhatian
perusahaan dan dapat dipecahkan melalui pelatihan.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Selain itu pelatihan akan berhasil jika proses mengisi kebutuhan pelatihan yang benar. Pada dasarnya kebutuhan itu adalah untuk memenuhi kekurangan
pengetahuan, meningkatkan keterampilan atau sikap dengan masing-masing kadar yang bervariasi. Kebutuhan dapat digolongkan menjadi:
1. Kebutuhan memenuhi tuntutan sekarang. Kebutuhan ini biasanya dapat dikenali dari prestasi karyawannya yang
tidak sesuai dengan standar hasil kerja yang dituntut pada jabatan itu. Meskipun tidak selalu penyimpangan ini dapat dipecahkan dengan
pelatihan. 2. Memenuhi kebutuhan tuntutan jabatan lainnya.
Pada tingkat hirarki manapun dalam perusahaan sering dilakukan rotasi jabatan. Alasannya bermacam-macam, ada yang mengatakan untuk
mengatasi kejenuhan dan ada juga yang menyebutkan untuk membentuk generalisasi.
3. Untuk memenuhi tuntutan perubahan. Perubahan-perubahan baik intern perubahan sistem, struktur organisasi
maupun ekstern perubahan teknologi, perubahan orientasi bisnis perusahaan sering memerlukan adanya tambahan pengetahuan baru.
Meskipun pada saat ini tidak ada persoalan antara kemampuan orangnya dengan tuntutan jabatannya, tetapi dalam rangka menghadapi perubahan di
atas dapat diantisipasi dengan adalanya pelatihan yang bersifat potensial.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
2.3.2 Penetapan Tujuan dan Sasaran Pelatihan Tujuan adalah pernyataan formal yang jelas dari suatu hasil akhir yang
diharapkan, dan dapat dicapai melalui serangkaian kegiatan yang terperinci dalam suatu program. Dalam menetapkan tujuan terdapat beberapa hal yang harus menjadi
acuan agar tujuan yang ditetapkan jelas dan terukur. Acuan dalam menetapkan tujuan tersebut adalah apa yang harus diketahui atau yang dapat dikerjakan oleh para peserta
pada akhir pelatihan, bagaimana peserta memperagakan hasil dari pelatihan, berbagai standart yang diperlukan untuk mencapai tingkat kompetensi baru, hambatan yang
akan mengganggu upaya mewujudkan sasaran. Pada dasarnya sasaran dan tujuan pelatihan dapat dibedakan dalam tiga jenis
kategori pokok yaitu: 1. Pengetahuan cognitive, yaitu sasaran pelatihan yang berkaitan dengan
aspek pengetahuan. 2. Keterampilan psychomotor, yaitu sasaran pelatihan yang berkaitan
dengan aspek keterampilan. 3. Sikap affective, yaitu sasaran pelatihan yang berkaitan dengan sikap dan
tingkah laku.
2.3.2.1 Pengetahuan Knowledge Pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia
melalui pengamatan inderawi. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
indera atau akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya.
Pengetahuan adalah informasi yang telah dikombinasikan dengan pemahaman dan potensi untuk menindaki yang melekat di benak seseorang. Pada umumnya,
pengetahuan memiliki kemampuan memprediksi sesuatu sebagai hasil pengenalan atas suatu pola. Jika informasi dan data sekedar berkemampuan untuk
menginformasikan atau bahkan menimbulkan kebingungan, maka pengetahuan berkemampuan untuk mengarahkan tindakan www.wikipedia.com.
Menurut Widayana, 2005:13 pengetahuan adalah informasi yang dilengkapi dengan pemahaman pola hubungan dari informasi disertai pengalaman, baik individu
maupun kelompok dalam organisasi. Terdapat dua tipe pengetahuan yaitu pengetahuan implisit dan pengetahuan ekspisit.
Pengetahuan implisit adalah pengetahuan yang sebagian besar berada dalam organisasi. Pengetahuan ini merupakan sesuatu yang diketahui dengan alami, namun
sulit untuk diungkapkan secara jelas dan lengkap. Pengetahuan implisit sangat sulit untuk dipindahkan kepada orang lain, karena pengetahuan tersebut tersimpan pada
masing-masing pikiran
otak indvidu
dalam organisasi
sesuai dengan
kompetensinya. Dalam buku knowledge management yang dituliskan oleh widayana,
pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan dan pengalaman seseorang tentang “bagaimana untuk”, yang diuraikan secara lugas dan sistematis. Contoh konkretnya
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
adalah sebuah buku petunjuk pengoperasian sebuah mesin atau penjelasan yang diberikan oleh seorang instruktur dalam sebuah program latihan.
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan adalah
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang Overt Behavior. Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari
pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari pengetahuan. Menurut Nonaka dalam Munir 2008: 26 pengetahuan ekspisit dan
pengetahuan implisit dapat diekspresikan dengan rumus sebagai berikut: Pengetahuan = Pengetahuan Eksplisit + Pengetahuan Implisit…..….2.1
Pengetahuan eksplisit selanjutnya disebut sebagai pengetahuan yang dapat diekspresikan dengan kata-kata dan angka, serta dapat disampaikan dalam bentuk
formula ilmiah, spesifikasi, prosedur operasi standar, bagan, manual-manual dan sebagainya. Pengetahuan jenis ini dapat segera diteruskan dari satu individu ke
individu lainnya secara formal dan sistematis. Di pihak lain pengetahuan implisit merupakan pengetahuan yang terletak pada benak manusia, bersifat sangat personal
dan sulit dirumuskan, sehingga membuatnya sulit untuk dikomunikasikan atau disampaikan pada orang lain. Perasaan pribadi, intuisi, bahasa tubuh, pengalaman
fisik, petunjuk praktis termasuk jenis pengetahuan ini. Pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman cendrung bersifat
terbatinkan, fisik dan subjektif. Dilain pihak, pengetahuan yang diperoleh melalui proses rasional cendrung eksplisit, metafisik dan objektif.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Notoadmodjo 1993, berpendapat pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yakni:
a. Tahu Know. Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali recall suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang diterima. b. Memahami Comprehension.
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan
sebagainya terhadap objek yang dipelajari. c. Aplikasi Application
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi real sebenarnya.
d. Analisis Analysis. Analisis adalah suatu komponen untuk menjabarkan analisis atau suatu
objek ke dalam komponen, tetapi masih di dalam struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat
dari penggunaan kata kerja seperti menggambarkan membuat bagan membedakan memisahkan, mengelompokkan dan lain sebagainya.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
e. Sintesis Synthesis. Sintesis menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi-formulasi yang ada. f. Evaluasi Evaluation.
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini didasarkan suatu
kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada.
2.3.2.2 Keterampilan Skill Menurut Gordon 1994: 55 keterampilan merupakan kemampuan untuk
mengoprasikan pekerjaan secara mudah dan cermat. Pengertian ini biasanya cenderung pada aktivitas psikomotor. Iverson 2001:133 menambahkan bahwa
selain training yang diperlukan untuk mengembangkan kemampuan, keterampilan juga membutuhkan kemampuan dasar basic ability. Di sisi lain Robbins 2000:494
menyatakan bahwa keterampilan dapat dikategorikan menjadi empat, yaitu: 1. Kemampuan Dasar Basic literacy skill.
Keahlian dasar merupakan keahlian seseorang yang pasti dan wajib dimiliki oleh kebanyakan orang, seperti membaca, menulis, dan mendegar.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
2. Kemampuan Teknikal Technical skill. Keahlian teknik merupakan keahlian seseorang dalam pengembangan
teknik yang dimiliki, seperti menghitung secara tepat, dan mengoprasikan komputer.
3. Kemampuan Beriteraksi Interpersonal skill. Keahlian interpersonal merupakan kemampuan seseorang secara efektif
untuk berinteraksi dengan orang lain maupun dengan rekan kerja, seperti pendengar yang baik, menyampaikan pendapat secara jelas dan bekerja
dalam satu tim. 4. Kemampuan Memecahkan Masalah Problem solving.
Menyelesaikan masalah adalah proses aktivitas untuk menajamkan logika, berargumentasi dan penyelesaian masalah serta kemampuan untuk
mengetahui penyebab, mengembangkan alternatif dan menganalisa serta memilih penyelesaian yang baik.
Sedangkan keterampilan kerja yang dimiliki seseorang menurut Kost dan Rosenweig 1998: 77 dapat dibagi sebagai berikut:
1. Technical Skill, terampil dan pakar dalam pekerjaan tertentu, berupa metoda- metoda, proses-proses dan prosedur-prosedur atau teknik-teknik pelaksanaan
kerja. 2. Human Skill, yaitu kemampuan untuk kekerja sama secara efektif sebagai
anggota kelompok. 3. Conseptual Skill, yaitu kepekaan karyawan terhadap organisasi.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Keterampilan adalah hasil dari latihan berulang, yang dapat disebut perubahan yang meningkat atau progresif oleh orang yang mempelajari keterampilan tadi
sebagai hasil dari aktivitas tertentu Whiterington, 1991 : 22. Keterampilan dari kata dasar terampil yang artinya cakap menyelesaikan tugas, mampu dan cekatan
sedangkan keterampilan artinya kecakapan untuk menyelesaikan tugas Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1999.
Menurut Graeff, dkk 1996: 102, pelatihan keterampilan merupakan aktivitas utama selama fase implementasi suatu program kesehatan. Selama implementasi
pelatihan bertujuan untuk membangun dan memelihara perilaku-perilaku yang sangat penting dalam kelangsungan program, maka pelatihan tersebut akan mengarah
kepada perolehan keterampilan. Keterampilan adalah kemampuan melaksanakan tugaspekerjaan dengan menggunakan anggota badan dan peralatan kerja yang
tersedia. Ada 3 jenis kemampuan dasar bersifat manusia human skill, kemampuan teknik technicall skill, dan kemampuan membuat konsep conceptual skill.
Keterampilan teknik adalah kemampuan untuk menggunakan alat, prosedur, dan teknik yang berhubungan dengan bidangnya. Keterampilan manusia adalah
kemampuan untuk dapat bekerja, mengerti, dan mengadakan motivasi kepada orang lain. Keterampilan konsep adalah kemampuan untuk melakukan kerja sama dalam
pekerjaan dan pekerjaan itu dapat memberikan keterampilan. Dalam proses pendidikan atau pelatihan, Notoatmodjo, 1993: 53
menyebutkan bahwa suatu sikap belum tentu terwujud dalam praktek atau tindakan.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Masih diperlukan kondisi tertentu yang memungkinkan terjadinya perubahan sikap menjadi praktek. Kondisi tersebut antara lain tersedianya fasilitas untuk belajar yaitu:
1. Peserta diberi kesempatan untuk melihat dan mendengar orang lain melakukan keterampilan tersebut dan diberi kesempatan melakukan
sendiri. 2. Peserta diberi kesempatan untuk menguasai sub-sub komponen
keterampilan sebelum menguasai keterampilan secara keseluruhan. 3. Peserta harus melakukan sendiri keterampilan baru.
4. Pelatih mengevaluasi hasil keterampilan baru dan memberi umpan balik. Menurut Green 1991, ada tiga faktor yang mempengaruhi perilaku atau
sikap seseorang, yaitu: a. Faktor-faktor predisposisi predisposing factors yang meliputi
pengetahuan, sikap, keyakinan dan persepsi individu. b. Faktor-faktor penguat enabling factors, meliputi sikap dan perilaku
petugas kesehatan dan orang lain disekitarnya. c. Faktor-faktor pemungkin reinforcing factors, seperti kebijakan teknis
kesehatan seperti adanya revitalisasi, ketersediaan sumberdaya kesehatan yang ada.
Sedangkan pengetahuan seseorang sangat dipengaruhi oleh adanya pengalaman dan juga informasi dari orang lain, buku dan media massa WHO 1992.
Menurut Notoatmodjo, 1995, pendidikan kader sangat berpengaruh terhadap pengetahuannya, sehingga kader perlu tambahan pengetahuan melalui kursus ulang
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
kader, bimbingan dan penyuluhan di lapangan. Ada 5 lima faktor yang dapat diidentifikasi berpengaruh terhadap perilaku positif atau tindakan seseorang dalam
bentuk keterampilan seperti: 1. Faktor interpersonal atau individual, yaitu karakteristik seseorang yang
meliputi pengetahuan, sikap, keyakinan dan ciri-ciri kepribadian. 2. Faktor interpersonal yaitu proses hubungan antar manusia dan kelompok-
kelompok utama yang berpengaruh seperti keluarga, teman yang memberikan informasi.
3. Faktor institusional, yaitu undang-undang, peraturan dan kebijakan. 4. Faktor kelompok masyarakat, yaitu norma, standar formal maupun
informal dan organisasi masyarakat. 5. Faktor kebijakan publik, yaitu adanya kebijakan yang berhubungan dengan
tenaga kerja dan dikeluarkan oleh pemerintah berupa undang-undang yang mendukung program tenaga kerja.
2.3.2.3 Sikap Thurstone mendefinisikan sikap sebagai derajat afek positif atau afek negatif
terhadap suatu objek psikologis Azwar, 2005: 4. La Pierre mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi, atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk
menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan. Definisi Petty Cacioppo secara
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
lengkap mengatakan sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap
dirinya sendiri, orang lain, objek atau isu-isu Azwar, 2005: 5.
Menurut Fishben Ajzen, sikap sebagai predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara konsisten dalam cara tertentu berkenaan dengan objek tertentu.
Sherif menyatakan bahwa sikap menentukan ciri khas perilaku seseorang dalam hubungannya dengan stimulus manusia atau kejadian-kejadian tertentu. Sikap
merupakan suatu keadaan yang memungkinkan timbulnya suatu perbuatan atau tingkah laku.
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap adalah kecenderungan individu untuk memahami, merasakan, bereaksi dan berperilaku
terhadap suatu objek yang merupakan hasil dari interaksi komponen kognitif, afektif dan konatif.
Sikap memiliki 3 komponen Fisbein dan Ajzen, 1975 dalam Azwar, 2005: 8 yaitu:
a. Komponen Kognitif. Komponen kognitif merupakan komponen yang berisi kepercayaan
seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap.
b. Komponen Afektif. Komponen afektif merupakan komponen yang menyangkut masalah
emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Secara umum, komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
c. Komponen Konatif Perilaku. Komponen konatif atau komponen prilaku dalam struktur sikap
menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya.
2.3.3 Menyusun Materi Program Materi program disusun dari estimasi kebutuhan dan tujuan pelatihan.
Kebutuhan dalam hal ini merupakan bentuk pengajaran keahlian khusus, menyajikan pengetahuan yang diperlukan, atau berusaha untuk mempengaruhi sikap. Apapun
materinya, program harus dapat memenuhi kebutuhan organisasi dan peserta pelatihan. Jika tujuan perusahaan tidak tercapai maka sumber daya menjadi sia-sia.
Peserta pelatihan harus melihat bahwa materi harus dapat menganalisis bahwa materi pelatihan relevan dengan kebutuhan mereka atau motivasi mereka mungkin rendah.
Materi pokok yang akan disajikan dalam suatu pelatihan sangat bergantung pada hasil analisis kebutuhan pelatihan. Proses pembelajaran pada umumnya, seperti
halnya dalam pelatihan yang mengajarkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan, tidak bisa terlepas dari proses kognitif. Dalam pendekatan pemrosesan informasi,
pengetahuan, sikap dan keterampilan, ketiganya merupakan wujud atau representasi dari informasi yang dimasukkan, disimpan dan diolah dalam sistem kognitif manusia.
Anderson dalam Matlin, 1998 melalui teori Adaptive Control of Thought ACT, membedakan pengetahuan manusia yang tersimpan dalam memori menjadi dua, yaitu
pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural. Pengetahuan deklaratif adalah
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
pengetahuan tentang fakta-fakta, hukum-hukum, pengetahuan prosedural adalah pengetahuan tentang bagaimana cara melakukan suatu tindakan. Cara mengajarkan
kedua jenis pengetahuan tersebut dalam pelatihan berbeda, termasuk cara dalam memberikan feedbacknya. Jika tujuan pelatihan untuk mengajarkan fakta-fakta dan
hukum-hukum pengetahuan deklaratif, maka eksternal feedback lebih tepat dan seharusnya diberikan secara bebas. Akan tetapi, apabila tujuan pelatihan untuk
mengajarkan bagaimana melakukan sesuatu pengetahuan prosedural, maka feedback intrinsik relatif lebih penting.
Dalam merancang materi suatu pelatihan, perlu memperhatikan prinsip- prinsip kerja sistem kognitif. Matlin 1998 menggambarkan adanya lima prinsip
bagaimana sistem kognitif bekerja, yaitu: 1 proses kognitif adalah aktif, bukan pasif; 2 proses kognitif dapat ditandai secara efisien dan akurat; 3 proses kognitif
menangani informasi yang positif dengan lebih baik dibanding informasi yang negatif; 4 proses kognitif saling berhubungan antara satu dengan yang lain, tidak
bekerja sendiri-sendiri; dan 5 kebanyakan proses kognitif berlangsung secara top- down dan bottom-up sekaligus. Dengan mendasarkan pada bagaimana proses-proses
kognitif berlangsung, maka dalam merancang materi suatu pelatihan seharusnya: 1 antara materi satu dengan yang lainnya harus dapat dihubungkan secara logis; 2
materi-materi yang disajikan dalam bentuk positif menggunakan kalimat-kalimat positif, afirmatif, tidak menegasikan fakta-fakta; 3 penjelasan-penjelasan
menggunakan penalaran induktif dan deduktif sekaligus.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Selain hal tersebut, perlu diperhatikan pula bagaimana agar materi dalam bentuk pengetahuan, informasi dapat tersimpan dengan lebih baik dalam memori
sehingga konsekuensinya juga akan lebih mudah dipanggil kembali ketika diperlukan untuk diaplikasikan. Materi harus disampaikan dengan cara sedemikian rupa agar
menimbulkan recency effect, primacy effect, self-reference effect dan generation effect.
Recency effect dan primacy effect berhubungan dengan urutan masuknya informasi ke dalam sistem memori. Informasi yang disajikan di bagian awal sehingga
masuk terlebih dahulu ke dalam sistem memori, akan lebih mudah dipanggil kembali. Ini yang disebut dengan primacy effect. Sebaliknya, informasi yang paling akhir
masuk merupakan informasi yang paling segar dalam ingatan sehingga juga lebih mudah untuk dipanggil kembali, ini yang disebut dengan recency effect Matlin
1998. Tata urutan penyajian materi atau informasi yang diberikan dalam suatu pelatihan harus diatur sedemikian rupa agar dapat diperoleh kedua efek tersebut.
Pengaturan urutan tersebut dapat secara keseluruhan dalam suatu program pelatihan maupun dalam potongan-potongan kecil yaitu bagian-bagian atau sesi pelatihan.
Self-reference effect dan generation effect berhubungan dengan isi materi dan cara penyampaiannya. Informasi-informasi yang dihubungkan dengan diri sendiri
peserta akan lebih mudah untuk diingat kembali self-reference effect dan informasi yang dibuat, dihasilkan dan disusun sendiri juga akan lebih mudah untuk
dingat generation effect Matlin, 1998. Metode pembelajaran pengalaman experiential learning sangat mendukung untuk dapat diperolehnya kedua efek
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
memori tersebut. Dalam experiential learning, materi pelatihan diberikan dalam bentuk pengalaman-pengalaman, baik langsung maupun tidak langsung, nyata
maupun simbolik, sehingga mereka mengalami sendiri akan sesuatu yang dipelajari. Mereka kemudian merefleksikan pengalaman-pengalaman mereka sendiri dan dari
padanya mereka membuat sendiri suatu konsep abstrak dari apa yang dipelajarinya. Dengan demikian para peserta akan mendapatkan sekaligus self-reference effect dan
generation effect. Materi yang satu dengan yang lainnya dalam suatu pelatihan, selain
mempertimbangkan efek-efek memori tersebut, dalam penyajiannya juga harus diorganisasikan agar dapat saling dihubungkan dan mengikuti urutan yang logis.
Urutan tersebut dapat mengikuti pola-pola yang ada, bergantung pada isi materi dan tujuan diberikannya materi tersebut. Pola-pola urutan sequencing yang dapat
digunakan misalnya time-sequencing yaitu suatu pola penyajian materi berdasarkan urutan waktu secara kronologis; spatial-sequencing yaitu suatu pola yang
menunjukkan bagaimana sesuatu berhubungan dengan sesuatu yang lain dalam ruang, posisi dan orientasi visual; atau cause-effect sequence yaitu suatu pola yang
menjelaskan terlebih dahulu alasan-alasan suatu kejadian, masalah atau isu, kemudian mendiskusikan konsekuensi-konsekuensi, hasil-hasil dan akibat-akibatnya.
2.3.4 Memilih Metode Pelatihan Idealnya pelatihan akan lebih efektif jika metode pelatihan disesuaikan
dengan sikap pembelajaran peserta dan jenis pekerjaan yang dibutuhkan organisasi.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Metode yang dipilih hendaknya disesuaikan dengan jenis pelatihan yang akan dilaksanakan dan dapat dikembangkan oleh suatu perusahaan. Bahkan beberapa
pendekatan yang mengguakan sedikit prinsip belajar, seperti ceramah, adalah alat berharga karena dapat memenuhi keperluan untuk tukar menukar keahlian atau
pengalaman. Misalnya ceramah menjadi cara terbaik untuk menyampaikan konten akademik secara efektif, terutama bila kelas amat besar dan ruangan tidak
memungkinkan dengan pendekatan lain. Walaupun cara ini dapat mempengaruhi metode yang dipakai, pengembangan SDM perlu mengenal seluruh teknik dan prinsip
belajar sebagai berikut: 1. Metode di dalam pekerjaan on the job Training.
Metode ini menempatkan para trainee ke dalam situasi nyata, dimana karyawan yang berpengalaman memperlihatkan atau membimbing para
karyawan baru yang diharapkan memberikan contoh-contoh pekerjaan yang baik dan memperlihatkan penanganan suatu pekerjaan yang jelas dan
konkrit. Meliputi latihan orientasi, magang, pelatihan pada pekerjaan, penugasan penelitian dan penilaian kinerja. Walaupun metode ini tampak
sederhana, apabila tidak ditangani dengan tepat, beberapa permasalan mungkin timbul, seperti kerusakan mesin produksi, ketidakpuasan
konsumen, kesalahan melakukan filing dokumen dan lain-lain. Untuk mencegah masalah ini instruktur harus dipilih secara selektif. Salah satu
pendekatan on job training yang sistematis adalah Job Instruction Training JIT. Melalui sistem ini, instruktur pertama kali memberikan
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
pelatihan kepada supervisor, dan selanjutnya supervisor memberikan pelatihan kepada pekerja. Kemudian pelatih menunjukkan pekerjaan untuk
memberi contoh pada peserta. Karena peserta diberi petunjuk pekerjaan, pelatihan ditransfer kepada pekerja. Keuntungan dari metode pelatihan on
the job training yaitu: a. Karyawan melakukan pekerjaan yang sesungguhnya bukan tugas yang
disimulasikan. b. Karyawan mendapatkan instruksi-instruksi dari karyawan senior yang
berpengalaman yang telah melakukan tugas dengan baik. c. Program ini sangat relevan dengan pekerjaan, membutuhkan biaya yang
relatif rendah dan memotivasi kinerja yang kuat. 2. Rotasi.
Untuk pelatihan silang cross-train bagi karyawan agar mendapatkan variasi kerja, para pengajar memindahkan para peserta pelatihan dari
tempat kerja yang satu ke tempat kerja lainnya. Setiap perpindahan umumnya didahului dengan pelatihan dan pemberian instruksi kerja. Di
samping memberikan variasi kerja bagi karyawan, pelatihan silang turut membantu perusahaan ketika ada karyawan yang cuti, tidak hadir,
perampingan atau terjadi pengunduran diri. Partisipasi para peserta dan tingkat transfer pekerjaan yang tinggi ada beberapa manfaat belajar untuk
menghadapi rotasi kerja. Masing-masing program memberikan kesempatan kepada para pekerja untuk mengalami berbagai penugasan.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
3. Magang. Magang melibatkan pembelajaran dari pekerja yang lebih berpengalaman,
dan dapat ditambah dengan teknik off job training. Banyak pekerja keterampilan tangan seperti tukang pipa dan kayu, dilatih melalui program
magang resmi. Asistensi dan kerja sambilan disamakan dengan magang karena manggunakan partisipasi tingkat tinggi dari peserta dan memiliki
tingkat transfer tinggi kepada pekerjaan. Latihan sama dengan magang karena latihan berusaha memberikan contoh
bagi peserta. Banyak perusahaan memakai modal latihan karena kurang resmi dibanding magang. Latihan ditangani oleh supervisor atau manajer,
bukan departemen SDM. Kadang-kadang manajer atau profesional lain berminat dan berperan sebagai mentor, memberikan keterampilan dan
nasehat dalam karier sekaligus. 4. Ceramah Kelas dan Presentasi Video.
Ceramah dan teknik lain dalam off job training lebih mengandalkan komunikasi daripada memberikan model. Ceramah adalah pendekatan
terkenal karena menawarkan sisi ekonomis dan material organisasi, tetapi partisipasi, umpan balik, transfer dan repetisi sangat rendah. Umpan balik
dan partisipasi dapat meningkat dengan adanya diskusi selama ceramah. Televisi, film, slide dan film pendek sama dengan ceramah. Material
organisasi yang bermakna menjadi kekuatannya, bersamaan dengan minat
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
audiens. Pertumbuhan video didukung oleh penggunaan satelit bidang rekayasa dan teknik lainnya.
5. Pelatihan Vestibule. Agar pembelajaran tidak mengganggu operasional rutin, beberapa
perusahaan menggunakan pelatihan vestibule. Wilayah atau vestibule terpisah dibuat dengan peralatan yang sama dengan yang digunakan dalam
pekerjaan. Cara ini memungkinkan adanya transfer, repetisi, dan partisipasi secara material perusahaan bermakna dan umpan balik.
6. Case Study. Metode kasus adalah metode pelatihan yang menggunakan deskripsi
tertulis dari suatu permasalahan nyata yang dihadapi oleh perusahaan atau perusahaan lain. Manajemen diminta mempelajari kasus untuk
mengidentifikasi dan menganalisis masalah, mengajukan solusi, memilih solusi terbaik dan mengimplementasikan solusi tersebut. Peranan instruktur
adalah sebagai katalis dan fasilitator. Seorang instruktur yang baik adalah instruktur yang dapat melibatkan setiap orang untuk mengambil bagian
dalam pengambilan keputusan. 7. Simulasi.
Permainan simulasi dapat dibagi menjadi dua macam. Pertama, simulasi yang melibatkan simulator yang bersifat mekanik atau mesin yang
mengandalkan aspek-aspek utama dalam suatu situasi kerja. Simulasi mengemudi yang digunakan dalam kursus mengemudi adalah satu contoh.
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
Metode pelatihan ini hampir sama dengan vestibule training, hanya saja simulator tersebut lebih sering menyediakan umpan balik yang bersifat
instan dalam suatu kinerja. Kedua adalah simulasi komputer untuk tujuan pelatihan dan pengembangan, metode ini sering berupa games atau
permainan. Para pemain membuat keputusan dan komputer menentukan hasil yang terjadi sesuai dengan kondisi yang telah diprogramkan dalam
komputer.
2.4 Kinerja