20
5. Akuifer Batuan Dasar
Berdasarkan pembagian lapisan akuifer endapan batuan dasar, wilayah Jakarta terbagi menjadi tiga satuan dengan luah sumur yaitu : luah sumur lebih dari 25 ldetik, luah sumur 5-25 ldet, luah
sumur 5 ldet, persebaran masing masih satuan seperti pada Lampiran 3 peta hidrogeologi batuan dasar.
Wilayah luah sumur 25 ldet persebarannya tidak luas setempat-setempat, berada di wilayah utara Jakarta sepanjang pantai, yaitu antara muara Ancol dan muara Angke, dan dari pantau Dadap
sampai wilayah barat pantai Jakarta berbatasan dengan Tangerang. Batuan penyususn wilayah tersebut adalah dengan batuan berupa batu gamping koral dan batu gamping pasiran. Tipe akuifernya adalah
akuifer bebas unconfined, sistem akuifer aliran melalui celah, rekahan dan saluran pelarutan persebarannya setempat melalui ruang antar butir, dengan debit mencapai 10 ldetik.
Wilayah luah sumur 5-25 ldet persebarannya sangat luas hampir seluruh wilayah berada pada wilayah dengan luah sumur 5-25 ldet. Batuan penyusun wilayah tersebut adalah batuan sedimen
kuarter belum termampatkan sehingga sangat poros, berupa batu pasir dengan ketebalan antara 3-18 m, dijumpai sisipan lempung sehingga dibeberapa tempat dapat ditemukan sumur artesis pada
kedalaman antara 3-21 m di bawah muka tanah. Tipe akuifernya adalah akuifer bebas unconfined, dan kuifer tertekan confined sistem akuifer aliran melalui ruang antar butir, dan setempat dijumpai
melalui rekahan. Berdasarkan pembagian lapisan akuifer endapan batuan dasar, wilayah studi yaitu daerah
Serpong dan sekitarnya hanya terdiri dari satu kelompok luah sumur yaitu luah sumur 5 ldet. Persebaran masing-masing satuan seperti terlihat pada Lampiran 3 peta hidrogeologi batuan dasar.
Batuan penyususn wilayah tersebut adalah sebagian kecil batuan sedimen kuarter belum termampatkan sehingga sangat poros, berupa batu pasir dan breksi, dan sebagian berupa batuan tersier
berupa breksi, batu gamping pasiran dengan ketebalan antara 3-20 m, kedalaman antara 60-250 m di bawah muka tanah. Tipe akuifernya adalah akuifer bebas unconfined, dan akuifer tertekan confined
sistem akuifer aliran melalui ruang antar butir, dan setempat dijumpai melalui rekahan dan saluran pelarutan.
4.1.5 Iklim dan Curah Hujan
Iklim merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan tanaman, oleh karena itu iklim merupakan salah satu data yang sangat diperlukan dalam perencanaan
wilayah terutama keperluan pertanian. Dari analisis data pada Tabel 5 yang diperoleh dari Stasiun Geofisika Klas I Tangerang,
diketahui bahwa hujan rata-rata tahunan 145,3 mm. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Februari, yaitu 664 mm, sedangkan rata-rata curah hujan dalam setahun adalah 145,3 mm. Hari hujan tertinggi
terjadi pada bulan Februari yaitu sebanyak 28 hari.
21 Tabel 5. Banyaknya curah hujan dan hari hujan
Bulan Curah Hujan
mm Hari Hujan
Hari Januari
138 13
Februari 664
28 Maret
98 12
April 198
14 Mei
55 7
Juni 141
8 Juli
1 1
Agustus 48
8 September
2 2
Oktober 81
11 November
174 13
Desember 144
20 Rata-Rata
145,3 11,4
Sumber : Stasiun Geofisika Klas I Tangerang-BMKG, 2009
4.1.6 Jenis Tanah
Secara umum penyebaran dan sifat-sifat tanah berkaitan erat dengan keadaan landform-nya. Hal ini terjadi karena hubungannya dengan proses genetis dan sifat batuan atau bahan induk serta
pengaruh sifat fisik lingkungan. Landform sebagai komponen lahan dan tanah sebagai elemennya sangat tergantung pada faktor-faktor tersebut.
Dilihat dari data jenis tanah berdasarkan keadaan geologi, di wilayah Kota Tangerang Selatan sebagian besar terdiri dari batuan endapan hasil gunung api muda dengan jenis batuan kipas aluvium
dan aluviumaluvial. Sedangkan dilihat dari sebaran jenis tanahnya, pada umumnya di Kota Tangerang Selatan berupa asosiasi latosol merah dan latosol coklat kemerahan. Oleh karena itu secara
umum lahan cocok untuk pertanianperkebunan. Jenis tanah yang sangat sesuai dengan kegiatan pertanian tersebut makin lama makin berubah penggunaannya untuk kegiatan lainnya yang bersifat
non-pertanian. Sedangkan untuk sebagian wilayah seperti di Kecamatan Serpong dan Kecamatan Setu jenis tanahnya ada yang mengandung pasir khususnya untuk daerah yang dekat dengan Sungai
Cisadane.
4.2 IDENTIFIKASI AKUIFER DAN PENDUGAAN GEOLISTRIK
Pada titik pengukuran pertama GL.1, sebelum dilakukan iterasi pada invers modelling nilai RMS-nya sebesar 14,17 , setelah dilakukan iterasi dengan max.iteration 10 dan RMS Cut off-nya 1,
nilai RMS-nya menjadi 5,63. Pada GL.2 nilai RMS sebesar 15,62 sebelum dilakukan iterasi dan berubah menjadi 12.61 setelah dilakukan iterasi dengan max.iteration 10 dan RMS cut off-nya 1.
Pada GL.3 nilai RMS sebesar 6,97 sebelum dilakukan iterasi dan berubah menjadi 4,04 setelah dilakukan iterasi dengan max.iteration 10 dan RMS cut off-nya 1. Pada GL.4 nilai RMS sebesar 11,21
sebelum dilakukan iterasi dan berubah menjadi 8,19 setelah dilakukan iterasi dengan max.iteration 10 dan RMS Cut Off-nya 1. Pada GL.5 nilai RMS sebesar 17,28 sebelum dilakukan
iterasi dan berubah menjadi 13,14 setelah dilakukan iterasi dengan max.iteration 10 dan RMS cut off-nya 1. Pada GL.6 nilai RMS sebesar 7,39 sebelum dilakukan iterasi dan berubah menjadi 7,24
setelah dilakukan iterasi dengan max. iteration 10 dan RMS cut off-nya 1. Pada GL.7 nilai RMS sebesar 13,69 sebelum dilakukan iterasi dan berubah menjadi 11,33 setelah dilakukan iterasi
dengan max.iteration 10 dan RMS cut off-nya 1. Pada GL.8 nilai RMS sebesar 10,23 sebelum dilakukan iterasi dan berubah menjadi 8,41 setelah dilakukan iterasi dengan max.iteration 10 dan