Analisis Sebaran Lokasi SMP Negeri Kaitannya Dengan Aksesibilitas Pendidikan di Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten

(1)

MENDAPATKAN PENDIDIKAN DI KECAMATAN

CIPUTAT TIMUR, KOTA TANGERANG SELATAN,

PROVINSI BANTEN

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh Asep Hamdi NIM. 109015000041

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF

HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014


(2)

(3)

(4)

(5)

i

Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten.

Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk menganalisis sebaran lokasi SMP Negeri di wilayah Kecamatan Ciputat Timur berdasarkan teori lokasi, (2) untuk menganalisis aksesibilitas penduduk mendapatkan pendidikan yang ada di Kecamatan Ciputat Timur terkait dengan lokasinya dan (3) untuk menganalisis keterkaitan sebaran lokasi SMP Negeri dengan aksesibilitas mendapatkan pendidikan di Kecamatan Ciputat Timur.

Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Metode penelitian ini dilakukan dengan menggambarkan kondisi wilayah penelitian berdasarkan kondisi nyata mengenai kondisi sebaran lokasi dan aksesibilitas mendapatkan pendidikan SMP Negeri. Analisis dilakukan berdasarkan teori lokasi yaitu faktor kuantitas penduduk, pola sebaran, dan jangkauan pelayanan. Data penelitian ini diperoleh dari wawancara dengan informan, dan observasi lapangan yang di perkuat dengan bukti foto secara langsung di lapangan.

Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa sebaran lokasi SMP Negeri dari faktor kuantitas penduduk, pola sebaran dan jangkauan pelayanan yang ditinjau menyatakan bahwa sebaran lokasi SMP Negeri belum sepenuhnya dapat terwujud secara merata dan aksesibilitas pendidikan SMP Negeri belum dapat diakses dengan baik bagi para penduduk usia sekolah menengah pertama yang bertempat tinggal di Kecamatan Ciputat Timur. Sebaran lokasi SMP Negeri kaitannya dengan aksesibiltas mendapatkan pendidikan di Kecamatan Ciputat Timur bahwa sebaran lokasi SMP Negeri terdapat keterkaitan dengan aksesibilitas mendapatkan pendidikan di Kecamatan Ciputat Timur.


(6)

ii

The purpose of this study are (1) to analyze the area distribution of the State Junior High Schools in the District of East Ciputat based on the location theory, (2) to analyze the population of accessibility get educational in the District of East Ciputat related to its location and (3) to analyze the correlation of the area distribution of State Junior High Schools with the educational accessibility in the District of East Ciputat.

The research method used is descriptive qualitative. This research method is done by describing the area conditions of the study based on the real condition of the condition of the area distribution and educational accessibility of the State Junior High Schools. The analysis was done based on the location theory that the quantity of population factors, distribution patterns, and the range of services. The data of this study obtained from interviews with informants, and observations are strengthened by evidence in the form of photos directly in the location of the study.

Based on the analysis, it was found that the area distribution of State Junior High Schools based on the quantity of population factors, distribution patterns, and the range of services showed that the area distribution of State Junior High Schools has not been fully realized and the educational accessibility of State Junior High Schools cannot be accessed properly for the population in junior high school age that residing in the District of East Ciputat. Regarding the correlation between area distribution state junior high school sand educational accessibility in the district of East Ciputat, it was showed that there is a correlation between the area distribution and the educational accessibility in the District of East Ciputat. Keyword: area distribution of state junior high school, educational accessibility


(7)

iii

seluruh rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, shalawat serta salam dihaturkan kepada Nabi Muhhammad S.A.W beserta seluruh keluarga dan para sahabat yang telah memberikan tauladan kepada seluruh umat muslim.

Dalam proses penyusunan skripsi, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik moril maupun materi, maka penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, Nurlena Rifa’i, M.A., Ph.D

2. Ketua Jurusan Pendidikan IPS, Dr. Iwan Purwanto, M.Pd sekaligus pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama perkuliahan. 3. Dosen pembimbing skripsi Drs. H. Nurochim, M.M dan Andri Noor

Ardiansyah, S.Pd, M.Si yang senantiasa selalu memberikan bimbingan dan motivasi pada penulis.

4. Seluruh dosen Pendidikan IPS yang terhormat Dr. Iwan Purwanto, M.Pd, Drs. H. Syaripulloh, M.Si, Drs. H. Nurochim, M.M, Andri Noor Ardiansyah, S.Pd, M.Si, Abdul Rozak, M.Si, Annisa Windiarti, M.Sc, Moch. Noviadi Nugroho, M.Pd, Dr. Moh. Arif, M.Pd, Sodiqin, M.Si, Jakiatin Nisa, M.Pd, Dr. Muzani, M.Si, dan semua dosen yang telah memberikan banyak sekali motivasi di dalam dunia pendidikan.

5. Kedua orang tua tersayang, almarhumah ibunda Hj. Ardiah dan ayahanda H. Dimyati yang telah mendukung dan memberikan seluruh perhatian, motivasi dan kasih sayang yang tidak terhingga. Kepada kakak – kakak penulis, Kakak Suheri, Masriah, Nursiah dan Tajudin yang selalu memberikan semangat serta dukungan dalam segala hal. Semoga skripsi ini menjadi inspirasi kepada para ponakan.

6. Adinda Ifroh Shulhiyah yang telah memberikan seluruh perhatian, motivasi dan kesabaran untuk menanti keberhasilan dalam sebuah proses.


(8)

iv

8. Kepala Seksi Bidang Pendidikan Dasar, Kota Tangerang Selatan yang telah memberikan waktunya untuk kelengkapan dan penyempurnaan skripsi ini. 9. Keluarga besar SMP Negeri 2, SMP Negeri 3, SMP Negeri 10, dan SMP

Negeri 13 yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam melakukan penelitian.

10.Inspirator Putri Dewi Kusumawardahi, S.Pd yang sudah mendampingi, dan memberikan masukan dalam penyusunan skripsi ini. Thank you so much. 11.Sahabat terbaik dalam sebuah perjuangan di Pendidikan IPS, Masruroh, S.Pd,

Muhammad Devi Awaluddin, S.Pd dan Fahruraji, yang telah memberikan banyak doa,waktu, tenaga dan motivasi kepada penulis.

12.Sahabat Irfan, Desty, Nanda, Fahru, Adi, Ari Pratama, Dian dan keluarga yang telah memberikan semangat dan bantuannya kepada penulis.

13.Seluruh teman-teman HMJ P.IPS 2010-2012, BEM FITK 2012-2013, DEMA UIN JKT 2013-2014 yang telah memberikan banyak pengalaman dan ilmu kepada penulis.

14.Seluruh teman-teman seperjuangan Pendidikan IPS D konsentasi Geografi. 15.Keluarga besar Pendidikan IPS angkatan 2009.

16.Seluruh kawan-kawan RELASI, Komisoner KPUD Jakarta Barat, keluarga besar Karang Taruna RW 010, dan Karang Taruna Jakarta Barat.

17.Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan, terima kasih atas doa dan bantuannya.

Mudah-mudahan bantuan, bimbingan, dukungan, semangat, dan doa yang telah diberikan menjadi pintu datangnya ridho Allah. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan perkembangan ilmu pengetahuan.

Jakarta, Maret 2014


(9)

viii LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

ABSTRAK ... i

ABSTRAC ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ... 9

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 10

BAB II KAJIAN TEORI A.Sebaran Lokasi Sekolah ... 11

1. Kuantitas Penduduk ... 12

2. Lokasi ... 13

3. Teori Lokasi. ... 15

4. Lokasi Sekolah ... 18

5. Pola Sebaran ... 20

B.Pendidikan ... 22

1. Pengertian Pendidikan ... 22

2. Tujuan Pendidikan ... 24

3. Jenjang Pendidikan ... 25


(10)

ix

A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 34

B. Metode Penelitian ... 35

C. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 35

D. Pengecekan Keabsahan Data ... 39

E. Analisis Data ... 40

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Latar Penelitian ... 41

1. Gambaran Umum Kecamatan Ciputat Timur ... 41

2. Kondisi Geografis ... 43

3. Kondisis Penduduk ... 46

3.1Kuantitas Penduduk ... 46

3.2Penduduk Usia SMP ... 47

4. Ketersediaan SMP Negeri di Kecamatan Ciputat Timur... 49

5. Transportasi ... 53

B. Deskripsi Data ... 53

C. Analisis Sebaran Lokasi SMP Negeri Kaitannya Dengan Aksesibilitas Mendapatkan Pendidikan Di Kecamatan Ciputat Timur ... 56

1. Beberapa Faktor Sebaran Lokasi SMP Negeri ... 56

1.1 Ditinjau Dari Kuantitas Penduduk ... 56

1.2 Ditinjau Dari Pola Sebaran ... 58

1.3Ditinjau Dari Lokasi SMP Negeri ... 61


(11)

x

C.Saran... ... 81 DAFTAR PUSTAKA ... 83 LAMPIRAN–LAMPIRAN


(12)

viii

Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013/2014 ... 5

Tabel 1.3 Banyaknya Jumlah Penduduk Usia SMP dan Kesediaan SMP Negeri di Setiap Kelurahan Kecamatan Ciputat Timur, Tahun 2013 ... 6

Tabel 2.1 Rasio Minimum Luas Lahan Terhadap Peserta Didik... 18

Tabel 2.2 Luas Minimum Lahan ... 19

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Wawancara ... 37

Tabel 4.1 Letak KelurahanMenurut Garis Kordinat Bumi Di Kecamatan Ciputat Timur ... 43

Tabel 4.2 Kelurahan Menurut Ketinggian Di Kecamatan Ciputat Timur ... 44

Tabel 4.3 Sebaran dan Kepadatan Penduduk Per Kelurahan ... 46

Tabel 4.4 Banyaknya Jumlah Penduduk Usia SMP Di Setiap Kelurahan, Kecamatan Ciputat Timur ... 47

Tabel 4.5 Banyaknya Usia Penduduk Bersekolah Di SMP Negeri Kecamatan Ciputat Timur Tahun Ajar 2013/2014 ... 48

Tabel 4.6 Sebaran Lokasi SMP Negeri di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2014 ... 49

Tabel 4.7 Jarak Lokasi Antar SMP Negeri di Kecamatan Ciputat Timur ... 50

Tabel 4.8 Data Jumlah Siswa, Rombongan Belajar SMP Negeri di Kecamatan Ciputat Timur Tahun 2013/2014 ... 51

Tabel 4.9 Jumlah Sebaran Lokasi Tempat Tinggal Siwa Di SMP Negeri Kecamatan ciputat Tahun Ajar 2013/2014 ... 52


(13)

ix

Gambar 3.2 Lokasi Penelitian ... 34

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Pedoman Wawancara

Lampiran 2 Transkipsi Wawancara Lampiran 3 Lembar Observasi

Lampiran 4 Dokumentasi Lokasi SMP Negeri di Kecamatan Ciputat Timur Lampiran 5 Dokumentasi Suasana Lalu Lintas Menuju SMP Negeri di

Kecamatan Ciputat Timur

Lampiran 6 Dokumentasi Aktivitas Siswa Menuju Lokasi Sekolah Lampiran 7 Peta Penyebaran Sekolah Kecamatan Ciputat Timur Lampiran 8 Peta Jaringan Jalan Kota Tangerang Selatan

Lampiran 9 Peta Administratif Kecamatan Ciputat Timur

Lampiran 10 Profil Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan Lampiran 11 Profil Desa dan Kelurahan Pisangan, Kecamatan Ciputat Timur Lampiran 12 Surat Edaran PPDB

Lampiran 13 Surat Permohonan Izin Penelitian


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Pelayanan pendidikan terhadap rakyat Indonesia perlu dilakukakan secara optimal, karena pendidikan sebagai upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. Pendidikan juga memberikan kontribusi terhadap percepatan pembangunan nasional dan pembangunan daerah serta membentuk diri manusia untuk menjadi lebih baik dan berkualitas.

Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia memiliki tujuan secara nasional yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dijelaskan pada bab dua tentang dasar, fungsi dan tujuan pendidikan nasional secara lebih luas pada pasal dua, yaitu:

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.1

Tujuan pendidikan tersebut masih menghadapi permasalahan dalam penyelenggaraanya. Permasalahan yang cukup mendasar sebagaimana yang di kemukakan oleh Sri Maryati bahwa “masalah perluasan dan pemerataan, masalah mutu, relevansi dan daya saing pendidikan serta masalah penguatan tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik”.2

Solusi yang tepat dalam penyelengaraan pendidikan diperlukaan dalam penyelesaian permasalahan tersebut. Sebagai

1

Undang-Undang R.I. Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS & Peraturan Pemerintah R.I Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pendidikan serta Wajib Belajar, (Bandung: Citra Umbara, 2008), h.3.

2 Sri Maryati “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Preferensi Masyarakat Dalam Memilih

Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) di Kota Semarang,” Tesis pada Program Pasca Sarjana Universitas Diponogoro, Semarang, 2009, h.1, tidak dipublikasikan.


(15)

solusi, Sri Maryati mengemukakan bahwa tiga pilar utama dalam pembangunan pendidikan nasional yaitu: “peningkatan pemerataan dan akses pendidikan, peningkatan mutu, relevansi dan daya saing serta manejemen bersih dan transparan sehingga masyarakat memiliki citra yang baik (good governance)”.3

Upaya yang dilakukan pemerintah dalam aksesibilitas peserta didik dalam menjangkau satuan pendidikan ditetapkan dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada bab tujuh tentang standar sarana dan prasarana dalam pasal 44 ayat 4 dijelaskan tentang standar letak lahan satuan pendidikan secara lebih luas, yaitu : “standar letak lahan satuan pendidikan mempertimbangkan jarak tempuh maksimal yang harus dilalui oleh peserta didik untuk menjangkau satuan pendidikan tersebut”.4

Kemudian jarak tempuh dan ambang batas minimal tersedianya sekolah dinyatakan dalam Permendiknas Nomor 24 Tahun 2007 terkait standar sarana dan prasarana sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah (SMP/MTS) pada pasal 4 secara lebih luas yaitu, “Satu kelompok permukiman permanen dan terpencil dengan banyak penduduk lebih dari 1000 jiwa dilayani oleh satu SMP/MTs dalam jarak tempuh bagi peserta didik yang berjalan kaki maksimum 6 km melalui lintasan yang tidak membahayakan”.5

Lokasi sekolah di suatu wilayah yang sesuai standar yang ditentukan merupakan aspek penting dalam mewujudkan layanan pendidikan untuk masyarakat yang terjangkau dan bermutu. Untuk mengetahui hal tersebut diperlukannya suatu kajian lokasi yang akan didirikan sekolah dan apabila sekolah telah terbangun diperlukannya suatu evaluasi lokasi terhadap sebaran sekolah untuk mengetahui apakah daya tampung atau kapasitas pendidikan menengah pertama yang ada telah mencapai batas minimal penduduk usia sekolah sebagai penggunanya atau belum baik secara keseluruhan satu kecamatan maupun untuk tiap kelurahan. Sehingga percepatan program wajib belajar pendidikan dasar 9

3

Ibid.

4

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, op.cit.h.83.

5

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No: 24 tahun 2007, Standar Sarana dan Prasarana Untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTS), Dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA), h.15.


(16)

tahun sebagai gerakan nasional yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat dapat terselenggara dengan cepat. Selain itu, hak tiap-tiap warga negara mendapatkan pendidikan juga dapat terpenuhi dan pendidikan terselenggara dengan optimal.

Sekolah menengah pertama negeri merupakan tempat sentral pelayanan jenjang pendidikan lanjutan dari sekolah dasar yang ditempatkan pada suatu wilayah. Sebagai tempat sentral pelayanan pendidikan tingkat menengah pertama pada suatu wilayah maka para siswa akan memilih SMP Negeri sebagai tempat bersekolahnya. SMP Negeri memliki daya tarik bagi para siswa dalam memilih sekolah untuk melanjutkan pendidikan pada tingkat menengah pertama. Hal ini disebabkan karena SMP Negeri diselenggarkan oleh pemerintah dengan program wajib belajar sehingga biaya pendidikan SMP Negeri mendapatkan subsidi dari pemerintah dengan membebaskan siswa dari biaya pendidikan.

Pemerintah Kota Tangerang Selatan sebagai daerah otonomi baru di Provinsi Banten memiliki kewenangan untuk meningkatkan pendidikan baik kualitas maupun kuantitas. Upaya yang telah dilakukan, diantaranya program peningkatan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun. Indikator ketercapaian program wajib belajar adalah dari Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM).

“Dari data APK dan APM yang diperoleh melalui Dinas Pendidikan, Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM) Kota Tangerang Selatan pada tiap-tiap kecamatan masih rendah terutama pada pendidikan tingkat menengah yang ditunjukan dengan APK 63,95 dan APM 48,72. Selain Karena tingkat partisipasi, rendahnya APK dan APM disebabkan banyaknya penduduk usia sekolah yang bersekolah di luar Kota Tangerang Selatan seperti di Kota Tangerang dan DKI Jakarta”.6 Banyaknya penduduk usia sekolah yang bersekolah di luar Kota Tangerang Selatan perlu mendapat perhatian serius dari Pemerintah Kota Tangerang Selatan dalam melakukan perencanaan tata ruang wilayah terutama dalam perencanaan pendidikan. Mobilitas siswa dan orang tua yang mengantar

6

Pemda Tangerang Selatan, “Sosial dan Ekonomi”, http://pemdatangerangselatan.blogspot.com, diakses pada hari Selasa, 22 Januari 2013 pukul 21:02.


(17)

untuk menempuh sekolah diluar wilayah kecamatan bahkan kota maupun provinsi menambah ruang gerak siswa dan orang tua menjadi lebih panjang. Mengingat perkembangan penduduk dan penggunaan lahan di kota Tangerang Selatan terutama wilayah Kecamatan Ciputat Timur sangat dinamis dan sebagai penyanggah Ibu Kota Provinsi DKI Jakarta dapat menimbulkan berbagai permasalahan kependudukan terutama kemacetan. Kepadatan penduduk di Kecamatan Ciputat Timur merupakan kepadatan penduduk tertinggi yaitu 12.037 jiwa/km2 dapat dilihat pada tabel 1.2 sebagai berikut:

Tabel 1.1

Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan 2011

Kecamatan Luas Wilayah Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk District Region Area Number of Population Population Density ( Km2 ) (orang/person) orang/person per km2

(1) (2) (3) (4)

1 Setu 14,80 69 898 4 723

2 Serpong 24,04 145 430 6 050 3 Pamulang 26,82 299 084 11 152 4 Ciputat 18,38 201 265 10 950 5 Ciputat Timur 15,43 185 737 12 037 6 Pondok Aren 29,88 319 301 10 686 7 Serpong Utara 17,84 135 211 7 579 Jumlah / Total 147,19 1 355 926 9 212 Sumber : BPS Tangerang Selatan.7

Kemudian ditinjau dari ketersedian jumlah sekolah menengah pertama negeri (SMP Negeri) di beberapa kecamatan Kota Tangerang Selatan, masih terbatas dibandingkan dengan jumlah sekolah menengah pertama swasta dan banyaknya sekolah dasar. Hal ini terjadi di Kecamatan Ciputat Timur jumlah sekolah menengah pertama negeri masih terbatas dibandingkan dengan jumlah sekolah menengah pertama swasta dan banyaknya sekolah dasar. Jumlah SMP Negeri sebanyak 4 unit sekolah sedangkan SMP swasta 19 unit sekolah. Kemudian dilihat dari jumlah pendaftar siswa baru yang memilih bersekolah di SMP Negeri Kecamatan Ciputat Timur melebihi kuota yang disediakan. Perihal

7

Katalog BPS Kota Tangerang Selatan Dalam Angka, Tangerang Selatan Municipality in Figure, (Tangerang Selatan: BPS Kota Tangerang Selatan, 2012. h.49.


(18)

ini dapat dilihat dari data pendaftaran siswa baru pada PPDB tahun ajaran 2013/2014 melalui jalur reguler dengan banyaknya siswa diterima di keempat SMP Negeri di Kecamatan Ciputat Timur, dapat dilihat pada tabel 1.2 sebagai berikut:

Tabel 1.2

Jumlah Pendaftar dan Diterima Jalur Reguler di SMP Negeri Kecamatan Ciputat Timur

Tahun 2013/2014

Sumber: dikelola oleh peneliti dari data PPDB tahun 2013/2014

Jumlah fasilitas layanan satuan pendidikan sekolah menengah pertama negeri di Kecamatan Ciputat Timur, banyak diminati oleh para siswa, namun jumlah kuota terbatas hal ini mengindikasikan kebutuhan penduduk usia SMP terhadap SMP negeri tidak sebanding dengan jumlah sekolah yang tersedia yang berjumlah empat unit SMP Negeri di Kecamatan Ciputat Timur, yaitu SMP Negeri 2 Tangerang Selatan di Kelurahan Pisangan, SMP Negeri 3 Tangerang Selatan di Kelurahan Cempaka Putih, SMP Negeri 10 Tangerang Selatan di Kelurahan Pondok Ranji dan SMP Negeri 13 Tangerang Selatan di Kelurahan Pondok Ranji. Berdasarkan data siswa dari keempat sekolah tersebut bahwa siswa yang tersebar di dominasi oleh siswa di luar kecamatan. Padahal kepadatan penduduk di Kecamatan Ciputat Timur merupakan kepadatan penduduk tertinggi yaitu 12.037 jiwa/km2 dengan luas wilayah 15,43 km². Kemudian jumlah penduduk usia SMP yaitu 13 tahun sampai 15 tahun di Kecamatan Ciputat Timur berjumlah 8.392 jiwa tersebar di enam kelurahan dapat dilihat pada tabel 1.3 sebagai berikut:

No Nama Sekolah Pendaftar Diterima

1 SMPN 2 688 234

2 SMPN 3 912 226

3 SMPN 10 415 164

4 SMPN 13 306 203


(19)

Tabel 1.3

Banyaknya Jumlah Penduduk Usia SMP dan Kesediaan SMP Negeri Di Setiap Kelurah Kecamatan Ciputat Timur, Tahun 2013

Sumber : Dikelola oleh peneliti dari data penduduk Kecamatan Ciputat Timur tahun 2013

Sebaran sekolah dan siswa ini sangat mempengaruhi tingkat pelayanan dan aksesibilitas sekolah menengah pertama atas kebutuhan sekolah negeri oleh peserta didik yang akan melanjutkan jenjang pendidikan dari sekolah dasar ke sekolah menengah pertama di kelurahan Kecamatan Ciputat Timur atau gugus sekolah. Selain itu, aksesibilitas sekolah merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan oleh pemangku kepentingan pendidikan. Keterjangkauan lokasi sekolah dari tempat tinggal usia wajib belajar perlu menjadi perhatian dan pertimbangan jarak tempuh maksimal yang harus dilalui oleh peserta didik untuk menjangkau satuan pendidikan. Menurut Seto Mulyadi, pakar psikologi dan pengamat pendidikan anak dalam Rianah Afifah dan Caroline Damanik mencatat sejumlah poin kriteria dalam memilih sekolah mengemukakan bahwa dalam memilih sekolah yang tepat untuk anak diantaranya adalah perhitungan jarak sekolah dari rumah.8 Jangan sampai terlalu jauh sehingga anak lelah di jalan dan

8 Rianah Afifah dan Caroline Damnik, “Carilah Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini

yang Paling Tepat”, (Kompas.com: Kategori Pendidikan 2013), diakses pada hari Selasa, 22 Januari 2013 pukul 20:32.

No Kelurahan

Penduduk Usia

13 – 15 Tahun Jumlah SMP Negeri Laki-Laki Perempuan

1 Pondok Ranji 813 817 1630 2

2 Cempaka Putih 545 625 1170 1

3 Rengas 680 755 1435 0

4 Rempoa 995 1190 2185 0

5 Cireundeu 391 437 828 1

6 Pisangan 570 574 1144 0


(20)

tidak semangat belajar. Dalam proses penerimaan siswa baru pada tahun 2013/2014 pertimbangan seleksi penerimaan siswa didominasi oleh hasil ujian nasional. Mengingat bahwa Kota Tangerang merupakan wilayah penyanggah kota Jakarta serta sebagi akses komuter untuk menuju Jakarta, maka arus kendaraan di jalan utama sering terjadi kemacetan. Kondisi tersebut sering dialami oleh para siswa untuk menuju sekolah di pagi hari. Walter Christaller dalam Rahardjo Adisasmita mengemukakan bahwa “konsumen bertindak rasional sesuai dengan prinsip minimalisasi jarak”.9 Akibat dari kondisi ini, masyarakat/orang tua merasa terbebani dengan ongkos transportasi karena lokasi sekolah yang jauh dari permukiman, anak-anak mereka harus berjalan melewati jalan besar dengan lalu lintas yang padat dan rentang jarak yang jauh menjadi beban psikologis siswa dan orangtua.

Hal yang sangat perlu dilakukan oleh pemerintah Kota Tangerang Selatan, khususnya di wilayah Kecamatan Ciputat Timur perlu melakukan zonasi siswa yang tersebar terhadap posisi letak lokasi sekolah yang ada saat ini supaya pelayanan pendidikan yang diberikan terhadap penduduk wilayah setiap kelurahan terpenuhi, diluar wilayah terjangkau dengan baik, dan kebutuhan pendidikan dasar dapat tertampung untuk sub-sub kelurahan lainnya secara merata serta terjangkau dengan permukiman.

Pemenuhan kebutuhan pelayanan pendidikan yang sesuai dengan standar yang ditentukan khususnya sebaran SMP Negeri dengan kemudahan aksesibilitas siswa diharapkan menjadi faktor vital, sehingga penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun untuk segera direalisasikan, maka penulis tertarik untuk membahasakannya dalam sebuah karya ilmiah dengan bentuk sebuah skripsi yang berjudul, “Analisis Sebaran Lokasi SMP Negeri Kaitannya Dengan Aksesibilitas Mendapatakan Pendidikan di Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten”.

9

Rahardjo Adisasmita, Pengembangan Wilayah Konsep dan Teori, (Bandung: Graha Ilmu, 2008), Cet.I, h.1.


(21)

B.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah dapat diidentifikasi sebagai berikut :

1. Belum merata sekolah menengah pertama negeri (SMP Negeri) yang ada di masing-masing kecamatan dengan sebaran penduduk dan kepadatan di setiap kecamatan (Setu 69.898, Serpong 145.430, Pamulang 299.084, Ciputat 201.265, Ciputat Timur 185.737, Pondok Aren 319.301, Serpong Utara 135.211 ) tidak diimbangi dengan jumlah sarana sekolah menengah pertama negeri yang ada, yaitu Kecamatan Setu 1 unit sekolah, Serpong 4, Pamulang 4 unit sekolah, Ciputat 3 unit sekolah, Ciputat Timur 4 unit sekolah, Pondok Aren 3 unit sekolah, Serpong Utara 2 unit sekolah. 2. Ketersediaan SMP Negeri di Kecamatan Ciputat Timur tidak sebanding

dengan jumlah penduduk usia SMP. Pada Kecamatan Ciputat Timur dengan luas wilayah 15,43 Km², jumlah penduduk 18537 jiwa, dan jumlah penduduk usia SMP sebanyak 8392 jiwa sedangkan jumlah sekolah menengah pertama negeri dari enam kelurahan yang tersedia hanya empat SMP Negeri, yaitu SMP Negeri 2 Tangerang Selatan di Kelurahan Pisangan, SMP Negeri 3 Tangerang Selatan di Kelurahan Cempaka Putih, SMP Negeri 10 Tangerang Selatan di Kelurahan Pondok Ranji, dan SMP Negeri 13 Tangerang Selatan di Kelurahan Pondok Ranji. Dari kempat SMP Negeri tersebut siswa didominasi dari luar kecamatan.

3. Jangkauan siswa terhambat; (1) kepadatan penduduk, (2) perdagangan barang dan jasa, dan (3) keadaan fisik jalan. Perihal tersebut menimbulkan kemacetan.

4. Banyaknya jumlah pendaftar yang tidak sebanding dengan kuota yang disediakan, hal ini mengindikasikan bahwa banyaknya permintaan tidak dapat terpenuhi terhadap kebutuhan SMP Negeri.


(22)

C.

Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah

Karena keterbatasan peneliti dalam waktu, tenaga dan biaya. Serta untuk memudahkan pembahasan skripsi ini, menjaga agar penelitian lebih fokus, terarah, tidak menimbulkan keraguan dan salah penafsiran, maka diperlukan adanya pembatasan masalah. Oleh karena itu penelitian yang dilakukan dibatasi pada :

1. Sebaran lokasi SMP Negeri di wilayah Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten berdasarkan teori lokasi.

2. Aksesibilitas penduduk mendapatkan pendidikan pada jenjang sekolah menengah pertama negeri di Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten.

3. Sebaran lokasi SMP Negeri kaitannya dengan aksesibilitas mendapatkan pendidikan di Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten.

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah, maka permasalahan penelitian ini dinyatakan sebagai berikut:

1. Bagaimana sebaran lokasi SMP Negeri di wilayah Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten berdasarkan teori lokasi?

2. Bagaimana aksesibilitas penduduk untuk mendapatkan pendidikan yang ada di Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten terkait dengan lokasinya?

3. Bagaimana sebaran lokasi SMP Negeri kaitan dengan aksesibilitas mendapatkan pendidikan di Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten?


(23)

D.

Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka penelitian ini mempunyai tujuan antara lain:

1. Untuk menganalisis sebaran lokasi SMP Negeri di wilayah Kecamatan Ciputat Timur, Tangerang Selatan, Provinsi Banten berdasarkan teori lokasi.

2. Untuk menganalisis aksesibilitas penduduk mendapatkan pendidikan yang ada di Kecamatan Ciputat Timur terkait dengan lokasinya.

3. Untuk menganalisis kaitan sebaran lokasi SMP Negeri dengan aksesibilitas mendapatkan pendidikan di Kecamatan Ciputat Timur.

Adapun kegunaan penelitian ini adalah :

1. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kondisi sebaran SMP Negeri saat memilih sekolah.

2. Bagi Institusi Pendidikan, sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam pengambilan kebijakan penerimaan siswa baru.

3. Bagi Lembaga Pemerintahan, diharapkan penelitian ini dapat memberikan rekomendasi dalam merumuskan kebijakan pemerataan sarana pendidikan khususnya sekolah menengah pertama untuk masyarakat.

4. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan mendapatkan wawasan, pengalaman dan ilmu pengetahun di bidang Geografi serta Tata Ruang (Planologi).


(24)

BAB II

KAJIAN TEORI

A.

Sebaran Lokasi Sekolah

Sebaran sekolah di suatu wilayah ada kaitannya dengan lokasi. Haggett dalam Hargito mengemukakan bahwa “teori lokasi dapat diterapkan untuk mempelajari pola lokasi suatu fasilitas, penyebaran fasilitas dan interaksi keruangan dalam pemanfaatan fasilitas tersebut”.1

Keberadaan sekolah yang tepat akan memperkuat kemampuan pelayanan terhadap peserta didik dan pemerataan pendidikan. Pada jenjang SMP di suatu wilayah di bangun berdasarkan jumlah penduduk usia sekolah (13-15) tahun dan daya tampung sekolah. Setelah diketahui suatu kebutuhan fasilitas sekolah maka pendiriaan sekolah akan terkait dengan lokasi. Jumlah minimal didirikan suatu sekolah dan jarak tempuh peserta didik dinyatakan di dalam Permendiknas Nomor 24 Tahun 2007 terkait standar sarana dan prasarana sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah (SMP/MTS) pada pasal 4 secara lebih luas yaitu, “Satu kelompok permukiman permanen dan terpencil dengan banyak penduduk lebih dari 1000 jiwa dilayani oleh satu SMP/MTs dalam jarak tempuh bagi peserta didik yang berjalan kaki maksimum 6 km melalui lintasan yang tidak membahayakan”.2

Berdasarkan penjelasan di atas, sebaran lokasi sekolah merupakan letak sekolah yang tersebar di suatu wilayah yang keberadaanya disesuaikan dengan kebutuhan penduduk untuk mendapatkan pelayanan pendidikan. Indikator untuk sebaran sekolah yaitu kuantitas penduduk dan lokasi sekolah. Standar yang digunakan untuk menganalisis sebaran sekolah berdasarkan indikator tersebut menggunakan standar sarana prasarana sekolah menengah pertama menurut Departemen Pendidikan Nasional.

1Miarsih, “Kajian Penentuan Lokasi Gedung SD

-SMP Satu Atap di Kabupaten Demak,”

Tesis pada Program Pasca Sarjana Universitas Diponogoro, Semarang, 2009, h.xxi , tidak dipublikasikan.

2

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No : 24 tahun 2007. loc.cit.


(25)

1.

Kuantitas penduduk

Penduduk merupakan warga negara Indonesia atau warga negara asing yang bertempat tinggal di Indonesia. Penduduk di suatu wilayah merupakan bagian utama dalam suatu negara. Kuantitas penduduk merupakan banyak penduduk di suatu wilayah. Moh. Yasin mencatat beberapa pendapat yang tertuang dalam sebuah buku dasar-dasar demografi yang disampaikan bahwa “jumlah penduduk yang besar adalah sangat menguntungkan bagi pembangunan ekonomi, tetapi sebaliknya jumlah penduduk yang sedikit mempercepat proses pembangunan ekonomi ke arah yang lebih baik”.3

Penduduk yang bersifat dinamis dapat mempengaruhi kuantitas penduduk yaitu dapat bertambah atau berkurang kuantitasnya. Menurut Moh. Yasin secara terus menenerus “penduduk akan dipengaruhi oleh jumlah bayi yang lahir, jumlah kematian yang terjadi pada semua golongan, imigrasi (migrasi masuk) dan emigrasi (migrasi keluar)”.4

Peningkatan jumlah penduduk berbanding lurus dengan meningkatnya kebutuhan hidup penduduk di suatu daerah khususnya kota, timbul permasalahan yang beragam diantaranya permasalahan tata ruang, kepadatan penduduk, kesenjangan sosial, kebutuhan fasilitas sosial dan hal yang lain yang terkait kebutuhan penduduk.

Pemenuhan kebutuhan penduduk di kota yang bersifat fasilitas sosial dan fasilitas umum menjadi tanggung jawab pemerintah. Fasilitas tersebut ditetapkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 1 Tahun 1987 tentang Penyerahan Prasarana Lingkungan, Utilitas Umum dan Fasilitas Sosial Perumahan kepada Pemerintah Daerah, secara lebih luas yaitu:

1. Prasarana Lingkungan, adalah kelengkapan lingkungan yang meliputi antara lain: jalan, saluran, pembuangan limbah, serta saluran pembuangan air hujan.

2. Utilitas Umum, adalah bangunan-bangunan yang dibutuhkan dalam area pelayanan lingkungan yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah antara lain: jaringan air bersih, jaringan listrik, jaringan gas, jaringan telepon, terminal angkutan umum, kebersihan (sampah), serta pemadam kebakaran.

3

Moh.Yasin, Dasar-Dasar Demografi, (Jakararta:Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi U.I.,1981), h.13.

4


(26)

3. Fasilitas Sosial, adalah fasilitas yang dibutuhkan oleh masyarakat dalam lingkungan permukiman antara lain: fasilitas pendidikan, kesehatan, perbelanjaan, dan niaga, pemerintahan dan pelayanan umum, rekreasi kebudayaan, olah raga dan lapangan terbuka, serta pemakaman umum.5 Berdasarkan standar sarana dan prasarana pendidikan tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 24 Tahun 2007 batas maksimum jumlah penduduk yang dilayani, dan area pelayanan satu fasilitas pendidikan satuan pendidikan SMP dan MTS, secara lebih luas yaitu:

1. Satu SMP/MTs memiliki minimum 3 rombongan belajar dan maksimum 24 rombongan belajar.

2. Satu SMP/MTs dengan tiga rombongan belajar melayani maksimum 2000 jiwa. Untuk pelayanan penduduk lebih dari 2000 jiwa dilakukan penambahan rombongan belajar di sekolah yang telah ada, dan bila rombongan belajar lebih dari 24 dilakukan pembangunan SMP/MTs baru. 3. Satu kecamatan dilayani oleh minimum satu SMP/MTs yang dapat

menampung semua lulusan SD/MI di kecamatan tersebut.

4. Satu kelompok permukiman permanen dan terpencil dengan banyak penduduk lebih dari 1000 jiwa dilayani oleh satu SMP/MTs dalam jarak tempuh bagi peserta didik yang berjalan kaki maksimum 6 km melalui lintasan yang tidak membahayakan.6

Berdasarkan pemaparan di atas bahwa penduduk di suatu pemukiman salah satunya membutuhkan fasilitas sosial diantaranya fasilitas pendidikan. Pendirian fasiltas pendidikan yang berupa sekolah dipengaruhi oleh kuantitas penduduk yaitu ambang batas minimal penduduk untuk berdirinya suatu sekolah.

2.

Lokasi

Interaksi manusia dalam menjalani aktifitas di permukaan bumi memerlukan ruang. Keberadaan aktivitas di ruang permukaan bumi akan menunjukan suatu lokasi. Iwan Hermawan dalam bukunya mengemukakan bahwa lokasi adalah letak di permukaan bumi.7 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

5

Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 1 Tahun 1987 tentang Penyerahan Prasarana Lingkungan, Utilitas Umum dan Fasilitas Sosial Perumahan kepada Pemerintah Daerah.

6

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No : 24 tahun 2007, loc.cit.

7


(27)

(KBBI), lokasi diartikan sebagai tempat.8 Hagget dalam Hargito mengemukakan bahwa “lokasi merupakan tempat dalam suatu ruang yang dapat dideskripsikan dalam bentuk lokasi absolut dan lokasi relativ”.9

Aktifitas manusia agar sesuai dengan kebutuhan ruang maka berkaitan dengan pemilihan suatu lokasi. Robinson Tarigan mengemukakan bahwa “landasan dari lokasi adalah ruang”.10 Dalam studi tentang wilayah, yang dimaksud dengan “ruang adalah permukaan bumi baik yang ada di atasnya maupun di bawahnya sepanjang manusia masih menjangkau”.11 Nursid Sumaatmadja memperjelas keterkaitan ruang dengan lokasi bahwa “dalam ruang inilah berlokasinya benda-benda dan gejala-gejala yang berinteraksi satu dengan yang lainya”.12 Kemudian dalam studi ruang masih Nursid Sumaatmadja, menguraikan bahwa “yang menjadi perhatian bukanlah kemampuan kita untuk membuat daftar tentang posisi berbagai benda atau kegiatan yang ada dalam ruang wilayah melainkan analisis dampak atau keterkaitan antara kegiatan di suatu lokasi dengan berbagai kegiatan lain pada lokasi lain”.13 Studi tentang lokasi adalah “melihat kedekatan atau jauhnya satu kegiatan dengan kegiatan lain dan apa dampaknya atas kegiatan masing-masing karena lokasi yang berdekatan (berjauhan) tersebut”.14

Menurut Daldjoeni dalam Miarsih mengemukakan bahwa terdapat tiga konsep mengenai lokasi kegiatan:

1. Jangkauan (range ), maksudnya seberapa jauh jarak yang mampu ditempuh untuk membeli barang dan jasa pada tingkat harga tertentu. 2. Batas ambang penduduk (treshold), biasanya jumlah penduduk minimal

yang dibutuhkan/membutuhkan suatu fasilitas tertentu.

8

Inda Putri Manroe, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap,(Surabaya: Gresinda Press Surabaya), h.40.

9

Hargito, “Integrasi Sebaran Lokasi SMP dan Sebaran Permukiman Di Kota Pati,”

Tesis pada Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, Semarang, 2009, h.41-42, tidak dipublikasikan.

10

Robinson Tarigan, Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005), h. 122.

11

Ibid.

12

Nursid Sumaatmadja, Studi Geografi Suatu Pendekatan dan Analisa Keruangan,

(Bandung: Alumni, 1981),h.13.

13

Robinson Tarigan, loc.cit.

14


(28)

3. Tempat pusat (central place), yaitu suatu pusat yang melayani perkotaan dan perdesaan serta wilayah yang lebih besar lagi dari pada wilayahnya sendiri dengan masing-masing tempat pusat tersebut menawarkan batas ambang populasi dan jangkauan fungsi untuk wilayah komplemen yang dilayani.15

Menurut Rusthon masih dalam Miarsih mengemukakan bahwa “pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas perilaku lokasi dari kegiatan pada umumnya adalah memaksimalkan akses pada komunitas masyarakat”.16

Dengan demikian bahwa lokasi dapat diartikan sebagai suatu tempat dimuka bumi yang akan berkaitan dengan interaksi manusia dalam proses untuk mencapainya. Penentuan lokasi baik secara absolut atau relatif mempertimbangkan dampak dari interaksi spasial untuk tercapainya ketepatan dan optimalnya suatu lokasi.

3.

Teori Lokasi

Teori lokasi sebagai “ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial order) kegiatan ekonomi, atau ilmu yang menyelidik alokasi geografis dari sumber – sumber yang potensial, serta hubungannya dengan atau pengaruhnya terhadap lokasi berbagai macam usaha atau kegiatan lain baik ekonomi maupun sosial”.17 Salah satu hal yang paling banyak dibahas dalam teori lokasi adalah “pengaruh jarak terhadap intensitas orang berpergian dari satu lokasi ke lokasi lainya”.18 Hal ini terkait dengan besarnya daya tarik pada pusat tersebut dan jarak antara lokasi dengan pusat tersebut.19

Walter Christaller seorang geograf Jerman pada tahun 1933 mengemukakan teori lokasi yang dikenal sebagai “teori tempat sentral” atau dalam bahasa Inggris disebut “Central place Theory”.20 Walter Christaller menulis buku dalam bahasa Jerman yang berjudul:

15

Miarsih, op.cit, h.xviii

16

Ibid., h. xix

17

Robinson Tarigan, loc.cit..

18

Ibid., h.123.

19

Ibid.

20


(29)

Die Zentrale Orte in Suddeutschland: ein Okonomisch-geographische Untersuchung uber die Gesetzmassigkeit der Verbreitung und Entwichklung der Siedlungen mit stadtischen Funktionmen, Jena, 1993 (Suatu penelitian geografi-ekonomis mengenai keberaturan hukum sebaran dan perkembangan dengan fungsi-fungsi kekotaan)”.21

E.W. Baskin yang kemudian menerjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul “Central places in Southern Germany, Englewood Cliffs, N.J, Prentice Hall, 1996, artinya adalah tempat-tempat sentral di Jerman Selatan”.22 Walter Christaller dalam Marsudi Djojodipuro mengemukakan bahwa “Walter Christaller menerangkan pola lokasi berbagai tempat di Jerman Selatan, tempat-tempat tersebut masing-masing merupakan pusat kegiatan jasa tertentu, seperti jasa kesehatan, jasa pemenuhan kebutuhan, jasa tersebut dapat diketemukan berbagai skala”.23

Walter Christaller dalam Daljoeni memaparkan teorinya tentang sebaran dan besarnya pemukiman yang dapat diterangkan berdasarkan fungsi pelayanannya. Lima asumsi yang dikemukakan oleh Christaller untuk mengkonstruk teori yang sifatnya keruangan di bidang ekonomi, sebagai berikut:

1. Karena para konsumen yang menanggung ongkos angkutan, maka jarak ke tempat pusat yang dinyatakan dalam biaya dan waktu, amat penting. 2. Karena konsumen yang memikul ongkos angkutan, maka jangkauan

(range ) suatu barang ditentukan oleh jarak yang dinyatakan dalam biaya dan waktu.

3. Semua konsumen dalam usaha mendapatkan barang dan jasa yang dibutuhkan, menuju ke tempat pusat yang paling dekat letaknya.

4. Kota-kota berfungsi sebagai central place bagi wilayah di sekitarnya. Artinya ada hubungan antara besarnya tempat pusat dan besarnya (luasnya) wilayah pasarana, banyaknya penduduk dan tingginya pendapatan di wilayah yang bersangkutan.

5. Wilayah tersebut digagaskan sebagai dataran dimana penduduknya tersebar merata dan ciri-ciri ekonomisnya sama (besar penghasilan sama)24.

21

N. Daldjoeni, Geografi Baru Organisasi Keruangan dalam Teori dan Praktek, (Bandung: Alumni, 1992), h. 107.

22

Rahardjo Adisasmita, Pengembangan Wilayah Konsep dan Teori, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008), h. 63.

23

Marsudi Djojodipuro, Teori Lokasi, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, 1991), h.134.

24


(30)

Rohe W mengemukakan dalam Hargito bahwa secara teoritis, ada dua faktor yang menurut Christaller dianggap berpengaruh terhadap jumlah, luas dan tingkat kepusatan (central place), yakni setiap pusat hirarki pasti memiliki dua hal, yaitu:

1. Batas ambang penduduk (threshold population) adalah minimum jumlah penduduk yang dibutuhkan untuk mendukung aktivitas pelayanan suatu pusat sentral, atau minimum penduduk yang diperlukan untuk kelancaran supplay barang dan jasa. Jumlah penduduk pendukung minimum suatu sarana akan berbeda untuk jumlah penduduk pendukung antar setiap jenis sarana.

2. Jangkauan pasar (range of a good) adalah jarak maksimal area suatu pelayanan terhadap lokasi antara tempat tinggal penduduk dengan lokasi tempat mendapatkan barang dan jasa yang diinginkan, dimana penduduk masih bersedia menempuhnya. Lebih jauh dari jarak yang tersebut, mereka akan mengalihkan atau mencari tempat lain. Jadi jangkauan (range) merupakan jarak dari suatu tempat pelayanan dimana demand telah menjadi nol. Jarak jangkauan untuk suatu sarana akan berbeda dengan jarak jangkau dari sarana lainnya tergantung pada jenis barang dan jasa yang dipasarkannya.25

Miarsi mengemukakan bahwa cara yang baik untuk menyediakan pelayanan berdasarkan aspek keruangan kepada penduduk adalah dengan menempatkan lokasi kegiatan yang melayani kebutuhan penduduk pada tempat yang sentral.26

Berdasar pada asumsi Christaller bahwa “orang akan berjalan ke tempat yang paling dekat tempat tinggalnya untuk mendapatkan barang kebutuhan, maka bagi orang-orang yang tinggal di kawasan pengaruh tempat-tempat sentral yang bertampalan, mereka akan pergi ke tempat sentral yang paling dekat”.27

Berdasarkan penjelasan di atas bahwa teori lokasi sebagai ilmu yang mengkaji keruangan secara geografis yang memliki keterkaitan atau pengaruh dengan tempat aktivitas ekonomi maupun sosial. Salah satunya adalah teori lokasi Walter Christaller. Dengan demikian teori lokasi dapat digunakan dalam mengkaji suatu lokasi sebagi aktivitas ekonomi maupun tempat pelayanan sosial.

25

Hargito, op. cit. h.30-31

26

Miarsi, op. cit. h. XIX – XX

27


(31)

4.

Lokasi Sekolah

Purnomo dalam Hargito mengemukakan bahwa “penentuan lokasi yang tepat akan memberikan sejumlah keuntungan bagi suatu badan, seperti memperkuat posisi persaingan, pengadaan bahan, kemampuan pelayanan terhadap konsumen, dan sebagainya”.28 Begitu juga terkait dengan penentuan lokasi sekolah pada jenjang pendidikan, terutama pendidikan dasar yang berbentuk sekolah menengah pertama (SMP). Letak suatu sekolah, diharapkan dalam suatu lokasi yang tepat atau optimal. Daldjoeni dalam Hargito menjelaskan pengertian lokasi optimal adalah “lokasi yang terbaik secara ekonomis”.29

Setiap sekolah sebagai satuan pendidikan wajib memiliki lahan yang diperuntukan untuk bangunan, lahan praktek, pertanaman,dan lahan yang dibutuhkan untuk aktivitas sekolah. Berdasarkan peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan yang terkaiat dengan standar sarana dan prasarana tertuang pada bab IV, pasal 44 ayat 1 menyatakan bahwa “lahan diperuntukan untuk bangunan satuan pendidikan, lahan praktek, lahan untuk prasarana penunjang, dan lahan pertanaman untuk menjadikan lingkungan yang secara ekologis nyaman dan sehat”.30

Kemudian lahan untuk lokasi suatu SMP memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

1. Lahan untuk satuan pendidikan SMP/MTs memenuhi ketentuan rasio minimum luas lahan terhadap peserta didik seperti tercantum pada tabel 2.1.

Tabel 2.1

Rasio Minimum Luas Lahan terhadap Peserta Didik

No

Banyak Rombongan

Belajar

Rasio minimum luas lahan terhadap peserta didik (m2/peserta didik)

Bangunan satu lantai Bangunan dua lantai Bangunan tiga lantai

1 3 22,9 - -

2 4-6 16,0 8,5 -

28

Ibid. h. 42.

29

Ibid.

30

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No : 19 tahun 2005, tentang standar Nasional Pendidikan ( Citra Umbara : Bandung), h. 83.


(32)

3 7-9 13,8 7,5 5,1

4 10-12 12,8 6,8 4,7

5 13-15 12,2 6,6 4,5

6 16-18 11,9 6,4 4,3

7 19-21 11,6 6,2 4,3

8 22-24 11,4 6,1 4,3

2. Untuk satuan pendidikan yang memiliki rombongan belajar dengan banyak peserta didik kurang dari kapasitas maksimum kelas, lahan juga memenuhi ketentuan luas minimum seperti tercantum pada tabel 2.2.

Tabel 2. 2 Luas Minimum Lahan

No

Banyak Rombongan

Belajar

Luas lahan (m2) Bangunan

satu lantai

Bangunan dua lantai

Bangunan tiga lantai

1 3 1440 - -

2 4-6 1840 1310 -

3 7-9 2300 1380 1260

4 10-12 2770 1500 1310

5 13-15 3300 1780 1340

6 16-18 3870 2100 1450

7 19-21 4340 2320 1600

8 22-24 4870 2600 1780

3. Lahan terhindar dari potensi bahaya yang mengancam kesehatan dan keselamatan jiwa, serta memiliki akses untuk penyelamatan dalam keadaan darurat.

4. Kemiringan lahan rata-rata kurang dari 15 % tidak berada dalam garis sempadan sungai dan jalur kereta api.

5. Lahan hendaknya terhindar dari gangguan-gangguan sebagai berikut: a. Pencemaran air, sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 20

Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air.

b. Kebisingan, sesuai dengan Keputusan Menteri Negara KLH Nomor 94/MENKLH/1992 tentang Baku Mutu Kebisingan.

c. Pencemaran udara, sesuai dengan Keputusan Menteri Negara KLH Nomor 02/MENKLH/1988 tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan.


(33)

6. Lahan sesuai peruntukan lokasi yang diatur dalam Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota dan mendapat izin pemanfaatan tanah dari pemerintah daerah setempat. 7. Lahan memiliki status hak atas tanah, dan / atau memiliki izin

pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah, untuk jangka waktu minimum 20 tahun31.

Standar lokasi sekolah yang dinyatakan De Chiara dan Koppelman dalam Sitorus Lambok Ford Irwan Satari dengan kriteria umumnya meliputi:

“radius daerah jangkauan, karakteristik desain, dan lokasi yang dianjurkan pada setiap tingkatan pendidikan, diantaranya Junior High School (SMP) yaitu daerah jangkauan 800 s.d 1200 meter, karakteristik desain harus jauh dari jalan arteri primer dan harus tersedia di jalan setapak dari pusat area lain dan lokasi dekat dengan konsentrasi, perumahan atau dekat dengan permukiman”32

.

Lokasi sekolah merupakan tempat pelayanan pendidikan untuk masyarakat dengan mempertimbangkan kemudahan dalam jangkauan pelayanan, kenyamanan dan keamanan. Lokasi sekolah yang tepat, maka suatu aktivitas sekolah dapat berjalan dengan baik dan memberikan kemudahan dalam mengakses sekolah baik dari segi jangkauan maupun kenyamanan dan keamanan.

5.

Pola Sebaran

Fenomena yang terjadi dipermukaan bumi baik secara bentang fisik maupun sosial tersebar di permukaan bumi. Nursid Sumaatmadja mengemukakan bahwa “penyebaran gejala dan fakta tidak merata tersebar dari satu wilayah ke wilayah lain”.33

Fenomena sebaran yang terjadi akan membentuk berbagai pola penyebaran. Menurut Nursid Sumaatmadja bahwa “pola penyebaran itu dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu pola bergerombol (cluster pattern), tersebar tidak merata (random pattern), dan tersebar merata (dispersed pattern)”.34 Untuk menganalisa berbagai pola penyebaran, salah satu konsep yaitu analisis tetangga terdekat. Menurut Meurice dalam Nursid Sumaatmadja bahwa “analisis tetangga

31

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No : 24 tahun 2007, op.cit. h.16-17.

32

Lambok Ford Irwan Satari Sitorus, “Analisis Sebaran Sekolah Menengah Dalam Upaya

Peningkatan Aksesibilitas Pendidikan Di Kota Tebing Tinggi,” Tesis pada Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, Medan, 2009, h.11-12, tidak dipublikasikan.

33

Nursisd Sumaatmadja, h. 42.

34


(34)

terdekat telah dikembangkan P.J Clark dan F.C Evans pada studi ekologi tanaman”.35

Pengevaluasian pola-pola ini menggunakan skala tetangga terdekat yang diungkapkan ke dalam “skala ( scale)”.36 Menurut Meurice dalam Nursid Sumaatmadja analisa tetangga terdekat menggunakan model matematika sebagai berikut:37

rr̅A

̅ (√

p ) ∑r N Keterangan :

R = Skala R (jenis pola penyebaran)

Jarak tiap titik tempat ke tetangganya yang terdekat (A aktual) N Jumlah titik tempat

∑r Jumlah jarak tiap titik tempat ke tetangganya yang terdekat p = Jumlah titik tempat ( N)

Luas areal yang diobservasi

Nilai R berkisaran Nilai R ini berkisar di antara nol (0) sampai dengan 2, 1491. Atau dijadikan matriks menjadi :

0 0,7 1,4 2,1491

I II III

Keterangan :

I. Pola bergerombol (cluster pattern)

II. Pola tersebar tidak merata (random pattern) III. Pola tersebar merata (dispersed pattern)

Menurut Bintarto dalam Hargito nilai R dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut :

(i) menentukan batas wilayah yang akan diselidiki,

(ii) mengubah pola penyebaran pemukiman menjadi pola titik,

(iii)memberikan nomor urut bagi tiap-tiap titik untuk mempermudah analisis,

35

Ibid.

36

Ibid.

37


(35)

(iv) (mengukur jarak terdekat yaitu jarak pada garis lurus antara satu titik dengan titik lain yang merupakan tetangga terdekat, dan

(v) menghitung besar parameter tetangga terdekat (nearest-neighbour statistic).38

Analisis tetangga terdekat seperti dikemukankan di atas, dapat digunakan untuk “mengadakan evaluasi pola-pola pemukiman, sumber daya alam dan jenis-jenis vegetasi, melakukan studi perbandingan pada suatu ruang, mengungkapkan berbagai karakter dari gejala yang sedang dipelajari, dan mengungkapkan tataguna lahan pada ruang yang bersangkutan”.39

Dengan demikian pola sebaran dipermukaan bumi dapat didentifikasi melalui analisis tetangga terdekat, sehingga dapat diketahui suatu pola sebaran dimuka bumi.

B. Pendidikan

1.

Pengertian Pendidikan

Terangkatnya harkat dan martabat bangsa Indonesia tidak bisa terlepaskan dari dunia pendidikan. Menurut M. Ngalim Purwanto, pendidikan mengandung suatu pengertian “segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan”.40

Uyoh Sadulloh mengartikan pendidikan secara khusus dan luas, “pendidikan dalam arti khusus sebagai usaha orang dewasa dalam membimbing anak yang belum dewas untuk mencapai kedewasaan dan pendidikan dalam arti luas merupakan usaha manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya yang berlangsung sepanjang hayat”.41

Istilah pendidikan dalam bahasa Inggris, I Markus Willy dan M. Dikkie Darsyah menyebut pendidikan sebagai “education”.42 Wjs. Porwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, mengutarakan kata pendidikan berasal dari kata “didik, mendidik, yang berarti memelihara dan memberi latihan mengenai akhlak

38

Hargito, op.cit. h.35

39

Nursid Sumaatmadja, op.cit,h.142.

40

Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, Cet. 18, 2007), h. 11.

41

Uyoh Sadulloh, Pedagogik, (Bumisiliwangi: Cipta Utama, 2007), h. 2 dan 4.

42

I Markus Willy dan M. Dikkie, Kamus Inggris Indonesia, Indonesia Inggris,


(36)

dan kecerdasan pikiran. Kemudian kata didik tersebut mendapat awalan pen- dan akhiran kan- membentuk kata benda abstrak, yaitu pendidikan yang berarti perbuatan (hal, cara) mendidik”.43 Jadi, terdapat proses pemberian perlakuan kepada anak untuk bertindak dengan budi pekerti yang baik dan berpikir dengan cerdas.

Para tokoh pendidikan dunia dan Indonesia memberikan sumbangsi dalam mengkonsepsikan pengertian pendidikan. Abu Ahmad dan Nur Uhbiyati mengemukakan beberapa pengertian pendidikan sebagai berikut:

a. John Dewey

Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fondamental secara intelektuan dan emosional ke arah alam sesama manusia.

b. Rousseau

Pendidikan adalah memberi kita pembekalan yang tidak ada pada masa anak-anak, akan tetapi kita membutuhkannya pada waktu dewasa.

c. Ki Hajar Dewantara

Mendidik adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.44 Pendidikan sebagai amanat dari pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 maka pemerintah memiliki peranan dalam mengkonsepsikan pengertian pendidikan yang dituangkan dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003. Pengertian pendidikan yang tertuang dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dijelaskan pada bab satu tentang ketentuan umum secara lebih luas pada pasal satu ayat satu, yaitu:

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mangembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperluan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara”.45

43

Wjs. Porwardarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), Cet. V, h.250.

44

Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati. Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), h. 68.

45


(37)

Sebagaiman Allah SWT berfirman dalam Al Quran Surat Al Mujadilah ayat 11, artinya yaitu:

“Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.46

Hadi Supeno mengemukakan bahwa pendidikan adalah “proses panjang dari sebuah interaksi dan komunikasi antara anak didik dengan pendidik dan lingkungan sekitar, eksplorasi alam, serta daya juang penyerapan, pengetahuan dan pengalaman untuk memperoleh perubahan perilaku”.47

Pendidikan merupakan usaha manusia untuk terangkatnya harkat dan martabat hidup terhadap diri seseorang dalam perkembangan dan kemajuan menjalani kehidupan dengan akhlak yang baik dan pola pikir yang benar sehingga akan terwujud sumber daya manusia yang berkualitas.

2.

Tujuan Pendidikan

Penyelenggaraan pendidikan memiliki tujuan yang disesuaikan dengan kehendak yang dicapai. Menurut Uyoh Sadulloh tujuan pendidikan merupakan “gambaran dari falsafah atau pandangan hidup manusia, baik secara perseorangan maupun kelompok”.48 Ngalim Purwanto, menggambarkan suatu perubahan tujuan pendidikan yang didasarkan pada periode pemerintahan.49 Perihal ini sangat erat kaitannya dengan cara memandang suatu falsafah untuk mencapai suatu tujuan pendidikan.

Dalam tataran internasional, dalam buku Jayadi Damanik merujuk pada pasal 26 ayat dua DUHAM 1948 dan pasal 13 ayat satu Konvenan tentang hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya 1966, bahwa tujuan pendidikan yang paling

46

Q.S. Al Mujadilah , ayat 11, Al quran dan Terjemahnya, (Jakarta: Yayasan Penterjemah/Penafsir Al Quran, 1971). h.910.

47

Hadi Supeno, Menyelamatkan Anak, (Jakarta:Komisi Perlindungan Anak Indonesia(KPAI), 2010), h.72.

48

Uyoh Sadulloh, op. cit. h. 13.

49


(38)

fundamental adalah “educational shall be directed to the full development of the

human personality”.50 Tujuan pendidikan dalam hal ini memiliki makna bahwa pendidikan untuk mengembangkan kepribadian manusia.

Pendidikan di Indonesia sebagai usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, yang berlandaskan kepada Pancasila dan UUD 1945 maka tujuan pendidikan nasional dirumuskan dalam undang-undang sistem pendidikan nasional. Tujuan pendidikan yang tertuang dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dijelaskan pada bab dua tentang dasar, fungsi, dan tujuan secara lebih luas pada pasal tiga, yaitu:

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.51

Tujuan pendidikan merupakan suatu kehendak yang dicapai dalam penyelenggaraan pendidikan dengan orientasi kepada falsafah suatu bangsa yang dianut. Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia memiliki tujuan yang telah tercantum dalam undang-undang. Tujuan pendidikan di Indonesia bukan hanya sekedar mengembangkan diri manusia dari ranah kognitif, afektif, dan psikomotor melainkan juga beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai landasan etika dan moral.

3.

Jenjang Pendidikan

Usaha manusia secara sadar dan terencana untuk mengembangkan potensi dirinya melalui pendidikan harus terus berlanjut hingga akhir hayat. Ngalim Purwanto mengemukakan bahwa “sesuai dengan asas pendidikan yang dianut pemerintah dan bangsa Indonesia, yakni pendidikan seumur hidup (life long

50

Jayadi Damanik, Perlindungan dan Pemenuhan Hak Atas Pendidikan, (Jakarta:Komnas HAM, 2005), cet. Ke 1, h.22.

51


(39)

education), maka pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah”.52

Jenjang pendidikan dalam undang-undang Negara Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada bab satu tentang ketentuan umum, kemudian pada pasal 1 ayat 8 diuraikan pengertian jenjang pendidikan secara lebih luas, yaitu: Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan.53

Berikut jenjang pendidikan dalam undang-undang Negara Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada bab enam, bagian satu, pasal 14 tentang jenjang pendidikan, yaitu jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan tinggi.54 Berikut uraian jenjang pendidikan:

1. Pendidikan Dasar

Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan Madrasah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat, hal ini tertuang pada pasal 17 ayat satu dan dua dalam undang-undang Negara Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada bab enam, bagian kedua.55

Pada jenjang pendidikan dasar merupakan jenjang yang harus diikuti oleh anak bangsa Indonesia. Rentang usia peserta didik diatur dalam undang-undang Negara Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada bab tiga, bagian kesatu pasal enam, ayat satu secara lebih luas yaitu “setiap warga negara yang berusia tujuh tahun samapai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan

52

Ngalim Purwanto, op.cit., h. 13.

53

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, op. cit., h.69

54

Ibid. h.17

55


(40)

dasar”.56 Kemudian pada bagian kedua, pasal 7 ayat satu bahwa “orang tua berhak berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi tentang pendidikan anaknya”.57

2. Pendidikan Menengah

Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan menengah berbentuk sekolah menengah atas (SMA) dan Madrasah Aliyah (MA), sekolah menengah kejuruan (SMK) dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) atau bentuk lain yang sederajat, hal ini tertuang pada pasal 18 ayata 1 dan tiga dalam undang-undang Negara Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada bab enam, bagian ketiga.58

3. Pendidikan Tinggi

Pendidikan tinggi merupakan “jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup progaram pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor oleh perguruan tinggi”.59

Perkembangan peserta didik dalam pendidikan disesuaikan dengan tingkat perkembangannya. Jenjang pendidikan merupakan tahapan proses yang dilalui dalam usaha manusia mengembangkan potensi dirinya.

C.

Aksesibilitas Pendidikan

Pendidikan sebagai usaha untuk memajukan kehidupan bangsa dengan sepatutnya pendidikan dapat diakses oleh semua warga negara Indonesia. Inda Putri Manroe, mengutarakan kata Aksesibilitas dalam kamus bahasa Indonesia berasal dari kata “akses, yang berarti terusan, jalan masuk, aksesibilitas artinya hal dapat dijadikan akses”.60 Menurut Putri Fitria dalam kamus geografi, mengutarakan kata “aksesibilitas menunjukan kemudahan bergerak dari suatu

56

Ibid. h.7

57

Ibid. h.8

58

Ibid. h.11

59

Ibid.

60

Inda Putri Manroe, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap,(Surabaya: Gresinda Press Surabaya), h.40.


(41)

tempat ke tempat lain dalam suatu wilayah”.61 Hagerstand dalam Miarsih membedakan adanya dua jenis aksesibilitas, yaitu “aksesibilitas sosial yang meliputi persyaratan yang harus dipenuhi oleh seseorang untuk mendapatkan pelayanan yang diinginkan dan aksesibilitas fisikal, yaitu jarak fisik yang harus ditempuh seseorang untuk mencapai pelayanan”.62

Friedman dan Nozick dalam Lambok Ford Irwan Satari Sitorus mengatakan bahwa pemerataan harus dapat dilihat dalam konteks kata ”akses”.63 Masih dalam Lambok Ford Irwan Satari Sitorus menjelaskan bahwa aksesibilitas yang dimaksud dalam hal ini adalah “pemerataan, pemerataan yang memiliki makna bahwa setiap wilayah memiliki jumlah fasilitas disesuaikan dengan kebutuhan yang diperlukan berdasarkan pada standar-standar dan pertimbangan dalam penyediaan fasilitas pendidikan”.64 Dengan demikiann aksesibilitas di dunia pendidikan dapat diartikan adalah kemudahan masyarakat untuk mendapatkan hak pendidikan dengan merata.

Katarina Tomasevski dalam Jayadi Damanik, mengemukakan berbagai institusi dan program pendidikan harus dapat diakses oleh semua orang tanpa diskriminasi. Aksestabilitas mempunyai tiga dimensi karakter umum, yakni:

1. Tanpa diskriminasi: pendidikan harus dapat diakses oleh semua orang, terutama kelompok-kelompok yang paling rentan, secara hukum dan faktual, dan tanpa diskriminasi terhadap kawasan yang dilarang dimanapun.

2. Aksesbilitas fisik: pendidikan harus secara fisik aman dan terjangkau. 3. Aksesbilitas ekonomi; biaya pendidikan harus terjangkau oleh semua

orang. Dimensi aksesbilitas ini tunduk pada pasal 13 ayat (2) dalam kaitannya dengan pendidikan dasar, menengah dan tinggi. Pendidikan dasar harus bebas biaya bagi semua orang dan negara harus secara progresif memperkenalkan pendidikan menengah dan tinggi yang bebas biaya.65

Aksesibilitas pendidikan merupakan akses negara dalam mencapai cita-cita bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan UUD Negara Republik

61

Putri Fitria, Kamus Geografi Istilah dan Penjabaranya, (Bandung: Nuansa Cendekia, 2013), Cet I, h.30.

62

Miarsih, op.cit. h.xxi.

63

Lambok Ford Irwan Satari Sitorus. Op.cit.h..27.

64

Ibid.

65


(42)

Indonesia Tahun 1945 alinea ke 4, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Sebagai akses tersebut pemerintah memperluas masyarakat untuk mendapatkan hak pendidikan tercantum di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hasil amandemen Bab Pendidikan dan Kebudayaan pada Pasal 31 yaitu ayat 1 dan 2 terkait dengan hak dan kewajiban warga negara dan pemerintah di bidang pendidikan yaitu pada ayat 1 menyatakan, “setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”, ayat yaitu “setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”.66 Menurut UU perlinduangan anak dikutip Hadi Supeno bahwa “setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya”.67 Dengan demikian warga negara wajib mengikuti pendidikan dan pemerintah baik pusat maupun daerah wajib melaksanakan pendidikan dasar. Dampaknya bagi aksesibilitas pendidikan adalah mendapatkan perlindungan dari negara dan tercapainya kemudahan serta kesempatan yang merata.

Berdasarkan penjelasan di atas bahwa indikator aksesibilitas pendidikan yaitu berupa adanya kemudahan persyaratan untuk mendapatkan pendidikan, biaya pendidikan, pendidikan yang bermutu baik sarana dan prasarana sesuai standar yang telah ditetapkan dan pelayanan pendidikan yang optimal.

D.

Hasil Penelitian Yang Relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Sri Maryati dalam tesis yang berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Preferensi Masyarakat Dalam Memilih Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) di Kota Semarang”, dengan hasil penelitian:

66

Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Sesuai dengan Urutan Bab, Pasal, dan Ayat.(Jakarta:Sekretariat Jenderal MPR Rim 2010). h.121.

67


(43)

1) Salah satu kebijakan strategis yang disusun dalam rangka memperluas pemerataan dan akses pendidikan adalah memperluas akses terhadap pendidikan di SMK sesuai dengan kebutuhan dan keunggulan lokal. 2) Hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi siswa dalam

pemilihan sekolah, faktor sekolah mempunyai pengaruh paling besar kemudian diikuti oleh faktor lokasi dan paling kecil pengaruhnya adalah faktor ekonomi.

3) Hasil analisis statistik Crosstab diketahui bahwa terdapat hubungan positif antara Preferensi Pemilihan Sekolah dengan Kondisi Ekonomi.68

2. Pada penelitian yang dilakukan oleh Hargito dalam tesisi yang berjudul “Integrasi Sebaran Lokasi SMP dan Sebaran Permukiman Di Kota Pati” dengan hasil penelitian:

1) Pola sebaran lokasi SMP di Kota Pati adalah berkelompok dan membentuk pusat pelayanan di BWK Pusat Kota.

2) Daerah pinggiran kota yakni BWK I, BWK II dan BWK III memiliki sebaran permukiman yang terpencar yang diakibatkan karena lahan pertanian. Dengan sebaran lokasi SMP yang terkonsentrasi di BWK Pusat Kota teridentifikasi kebutuhan dan jarak jangkau sarana SMP yang ada pada daerah pinggiran kota dari permukiman ke pusat pelayanan sarana SMP tidak optimal.

3) Untuk mengintegrasikan sebaran lokasi SMP dan sebaran permukiman yang tidak optimal, maka di daerah BWK II yaitu desa Widorokandang, Sugiharjo, Dengkek, Mustokoharjo dan Gajahmati sebagai prioritas pertama dan di Desa Sukokulon, Ngawen, Penambuhan dan Margorejo di Daerah BWK III sebagai prioritas kedua merupakan lokasi untuk pengadaan sarana SMP yang terintegrasi dengan sebaran permukiman di daerah pinggiran.69

68

Sri Maryati, op.cit., h.1.

69


(44)

3. Widianantari dalam tesisi yang berjudul “Kebutuhan dan Jangkauan Pelayanan Pendidikan Di Kecamatan Bandongan Kabupaten Magelang”, mengemukakan bahwa:

1) Wilayah Kabupaten Magelang fasilitas pendidikan yang berkaitan dengan tingkat pelayanan sekolah belum merata, sehingga menimbulkan banyaknya anak lulusan SMP Kabupaten yang tidak tertampung atau melanjutkan ke jenjang selanjutnya, anak putus sekolah terutama di daerah–daerah tertinggal.

2) Angka Partisipasi Kasar (APK) Kecamatan Bandongan sebesar 20,90 %, Angka Partisipasi Murni (APM) Kecamatan Bandongan sebesar 15,40 %, dan jangkauan pelayanan SMA Negeri Bandongan sebagai fasilitas pendidikan di Kabupaten Magelang sudah dapat menjangkau pelayanan pendidikan di wilayah Kecamatan Bandongan bahkan sampai keluar kecamatan. Dari hasil analisis sebenarnya masih ada 2 SLTP di Kecamatan Bandongan yang belum bisa tertampung.

3) Jangkauan pelayanan SMA Negeri Bandongan sebagai fasilitas pendidikan di Kabupaten Magelang sudah bisa menjangkau di wilayah tersebut bahkan keluar wilayah kecamatan, namun masih ada 2 SLTP wilayah kecamatan Bandongan yang belum bisa terlayani Sesuai dengan hasil penelitian dapat direkomendasikan bahwa fasilitas pendidikan di Kecamatan Bandongan khususnya untuk tingkat Sekolah Menengah Atas masih perlu penambahan ruang kelas baru untuk menampung kelebihan siswa, alternatif pendidikan lain bahkan pendirian Unit Sekolah Baru di wilayah Kecamatan Bandongan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan meningkatkan mutu pendidikan.70

70

Windiarti “Kebutuhan dan Jangkauan Pelayanan Pendidikan Di Kecamatan Bandongan Kabupaten Magelang,” Tesis pada Program Pasca Sarjana Universitas Diponogoro, Semarang , 2008, h1, tidak dipublikasikan.


(45)

4. Lambok Ford Irwan Satari Sitorus dalam tesisi yang berjudul “Analisis Sebaran Sekolah Menengah Dalam Upaya Peningkatan Aksesibilitas Pendidikan Di Kota Tebing Tinggi”, mengemukakan bahwa:

1) Jangkauan pelayanan sekolah menengah yang baik dan merata belum tercapai di Kota Tebing Tinggi. Sebagian besar sekolah menengah (SMA, MA, dan SMK) daerah jangkauannya tidak hanya satu kecamatan namun sudah lintas kecamatan dan bahkan sudah lintas kota maupun kabupaten. Padahal kebutuhan wilayah internal belum dapat terpenuhi dengan baik, hanya Kecamatan Tebing Tinggi Kota dan Kecamatan Rambutan.Aspek waktu tempuh dan alat transportasi maka sekolah menengah di Kota Tebing Tinggi memiliki tingkat aksesibilitas yang belum baik karena belum sepenuhnya memenuhi standar atau ketentuan yang berlaku.

2) Persebaran jumlah sekolah menengah belum dapat terwujud secara merata dengan baik di wilayah Kota Tebing Tinggi dengan ditemukannya kondisi di lapangan bahwa sebaran jumlah sekolah menengah yang ada (eksisting) belum dapat mengikuti sebaran jumlah fasilitas sekolah menengah menurut standar yang berlaku. 3) Lahan sekolah menengah yang ada di Kota Tebing Tinggi telah

memenuhi ketentuan tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang ada dalam Direktorat Jenderal Dikdasmen, Depdiknas.71

E.

Kerangka Berpikir

Berdasarkan pemaparan yang telah peneliti kemukakan di atas bahwa sekolah menengah pertama (SMP) Negeri yang tersebar di wilayah Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan merupakan tempat pusat pelayanan pendidikan yang disediakan oleh pemerintah. SMP Negeri diperuntukan kepada para siswa usia wajib belajar 13 sampai 15 tahun atau 18 tahun yang akan melanjutkan dari sekolah dasar ke sekolah menengah pertama. Dalam proses memilih sekolah, munculah keinginan siswa terhadap sekolah yang akan dipilih

71


(46)

yang menimbulkan keragaman pertanyaan, diantaranya yaitu “dimana sekolah yang akan saya pilih?”. Pertanyaan ini merupakan pertanyaan yang mengarahkan jawaban kepada suatu lokasi sekolah. Ketersedian sekolah di setiap wilayah sebagai tempat pusat pelayanan pendidikan khususnya sekolah menengah pertama negeri yang merupakan sarana dan prasaran pendukung tercapainya percepatan program wajib belajar sembilan tahun yang seharusnya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat di dalam kota, namun belum terpenuhi secara merata. Padahal SMP Negeri memliki daya tarik bagi para siswa dalam memilih sekolah untuk melanjutkan pendidikan pada tingkat menengah pertama.

Pertambahan penduduk yang setiap tahun meningkat di kecamatan Ciputat Timur, menjadikan wilayah ini terpadat di kota Tangerang Selatan tahun 2012. Pertambahan penduduk dan pemukiman tidak didukung dengan ketersediaan fasilitas umum, khususnya fasilitas sarana pendidikan yang tidak memadai yaitu sebaran SMP Negeri yang kurang merata tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Atas dasar fenomena tersebut maka diperlukannya kajian komprehensif dalam mengkaji analisis sebaran SMP Negeri Kaitannya dengan aksesibilitas pendidikan di Kecamatan Ciputat Timur, Tangerang Seltan, Provinsi Banten.

Kerangka berpikir ini dapat digambarkan melalui diagram gambar berikut ini:

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Sebaran Lokasi SMP Negeri

Aksesibilitas Mendapatkan Pendidikan Faktor

Kuantitas Penduduk

Faktor Pola Sebaran

Faktor Jangkauan


(47)

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Ciputat Timur, Tangerang Selatan, Banten. Penelitian ini sengaja dilakukan di Kecamatan Ciputat Timur karena wilayah ini merupakan wilayah kepadatan penduduk tertinggi yaitu 12.037 jiwa/km2 dengan luas wilayah 15,43 km2, namun fasilitas layanan satuan pendidikan sekolah menengah pertama negeri (SMP Negeri) berjumlah 4 SMP Negeri, jika dibandingkan dengan fasilitas layanan satuan pendidikan di Kecamatan lain dan sekolah menengah pertama yang dikelola oleh swasta berjumlah 16 sekolah. Untuk melihat sebaran lokasi SMP Negeri di Kecamatan Ciputat Timur yang ditinjau dari teori lokasi ini, maka dibandingkan antar sekolah menengah pertama negeri di Kecamatan ini.

Sedangkan, waktu penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan Maret 2014.

Gambar 3.1 Lokasi Penelitian


(48)

B.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif, yaitu suatu cara menyajikan data melalui gambaran keadaan yang sesuai dengan realita dari fenomena yang diteliti. Abu Achmadi dan Cholid Narbuka menyatakan bahwa “penelitian deskriptif sendiri adalah penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data, menyajikan data, menganalisis data, dan menginterpretasi”.1 Oleh karena itu, tujuan penelitian deskriptif ini mengambarkan fenomena yang terjadi saat ini yaitu selama penelitian yang berlangsung.

Metode penelitian ini dilakukan dengan menggambarkan kondisi wilayah penelitian berdasarkan kondisi nyata yaitu berkaitan dengan sebaran lokasi SMP Negeri kaitannya dengan aksesibilitas mendapatkan pendidikan di SMP Negeri bagi penduduk usia SMP di wilayah penelitian berdasarkan teori lokasi. Arikunto mengungkapkan tentang penelitian deskriptif, bahwa “peneliti hanya memotret apa yang terjadi pada diri objek atau wilayah yang diteliti, kemudian memaparkan apa yang terjadi dalam bentuk laporan peneliti secara lugas, seperti apa adanya”.2 Dalam penelitian ini peneliti tidak melakukan intervensi terhadap objek atau wilayah penelitian.

C.

Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

Prosedur untuk mengumpulkan data menunjukan tahap-tahap yang harus dilakukan oleh peneliti untuk mendapatakan data yang akan digunakan dalam penelitian. Dalam sebuah penelitian, data merupakan pondasi keabsahan sebuah penelitian. Menurut Sugiyono bahwa tujuan utama penelitian adalah “mendapatkan data dan data harus memenuhi standaryang telah ditetapkan”.3

Lexy J Moleong mengatakan bahwa data kualitatif berupa “naratif, deskriptif, dalam kata-kata mereka yang diteliti, dokumen pribadi, catatan

1

Abu Achmadi dan Cholid Narbuka, Metodologi Penelitian, (Jakarta : Bumi Aksara, 2002), h. 44.

2

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), Cet. 14, h. 3.

3

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan kualitatif Dan R&D, (Bandung: Alfabeta , 2012), cet ke 17, h. 22.


(49)

lapangan, artifak, dokumen resmi dan video tapes, transkip”.4

Kebutuhan data dalam penelitian ini bila dilihat dari sumber datanya, maka pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer yaitu sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data dan sumber sekunder yaitu sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data.5 Berdasarkan uraian tersebut, data dalam penelitian ini dapat berupa uraian deskriptif dari kata-kata objek yang diteliti, catatan lapangan melalui observasi, dokumen resmi dinas pendidikan, sekolah dan transkip wawancara. Adapun prosedur pengumpualan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Wawancara

Instrumen ini dilakukan terhadap informan yang ditentukan secara purposive sampling dan snowball sampling yang dianggap sebagai informan yang kompeten dan mengetahui tentang perkembangan dan pelayanan sarana pendidikan, yaitu sekolah menengah pertama negeri (SMP Negeri) di Kecamatan Ciputat Timur. Menurut Sugiyono, purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu, yang sudah direncanakan agar informasi data sesuai dengan kebutuhan penelitian. Sedangkan snowball sampling adalah teknik penentuan sample yang mula-mula jumlahnya kecil kemudian membesar.6

Wawancara diperoleh langsung dari penduduk usia sekolah menengah pertama (13-15 tahun) yang bersekolah di empat SMP Negeri Kecamatan Ciputat Timur, penduduk usia sekolah menengah pertama (13-15 tahun) yang tidak bersekolah di empat SMP Negeri Kecamatan Ciputat Timur, dan panitia penerimaan siswa baru tahun pelajaran 2013/2014 di keempat SMP di empat SMP Negeri Kecamatan Ciputat Timur. Kegiatan wawancara ini bertujuan untuk mengetahui sebaran lokasi SMP Negeri di wilayah Kecamatan Ciputat Timur,

4

Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya,2013), cet. ke 31, h.35.

5

Sugiyono, op.cit., h.225.

6


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

BIODATA PENULIS

Asep Hamdi lahir di Jakarta, pada tanggal 06 Agustus 1991. Bertempat tinggal di Rawa Lele, RT 010, RW 010, Kelurahan Kalideres, Kecamatan Kalideres, Jakarta Barat. Ia merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara, Ibunda bernama Hj. Ardiah dan ayahanda bernama H. Dimyati.

Dunia pendidikan formal diawali pada tahun 1996 di Taman Kanak-Kanak (TK) Nurun Najah, melanjutkan di Sekolah Dasar Negeri 06 Pagi Kalideres pada tahun 1997 – 2002, kemudian melanjutkan pada jenjang pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 204 Jakarta pada tahun 2002 - 2006, dan menjadi alumnus SMA Negeri 33 Jakarta pada tahun 2009. Setelah itu, melanjutkan pendidikan menengah tinggi di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, jurusan Pendidikan IPS. Sejak tahun 2011, Ia juga mendapatkan sekolah gratis program D III di KAHFI Motivator School Yayasan Tubagus Wahyudi yang masih berjalan sampai saat ini.

Pengalaman organisasinya diawali di lingkungan sekolah dengan menjadi Ketuas OSIS SMP Negeri 204 Jakarta pada tahun 2004-2005, Wakil Ketua II OSIS SMA Negeri Jakarta pada tahun 2007-2008. Ketika di Universitas pengalaman organisasinya di awali menjadi ketua kelas 1 A, kemudiaan berkiprah di jajaran pengurus BEM Jurusan Pendidikan IPS sebagai Menteri Litbang pada tahun 2011-2012, Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Pendidikan IPS pada tahun 2012-2013, Anggota KPU UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2013, Sekertaris Bidang Sosial dan Politik BEM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2013-2014 dan Anggota Bidang INFOKOM Senat Kahfi tahun2013. Kemudian, organisasi ekstra kampus diawali sebagai peserta terbaik dalam latihan kader HMI Komisariat Tarbiyah pada tahun 2010, kemudian masuk dala jajaran kepengurusan sebagai Anggota Bidang Litbang HMI Komisariat Tarbiyah pada tahun 2011-2012. Bukan hanya di dunia pendidikan, di lingkungan masyarakat pengalaman organisasi di awali menjadi ketua bidang HUMAS Ikatan Remaja Mushollah Ar Rohman (IRMAN) pada tahun 2006-2008, Ketua Umum IRMAN pada tahun 2008-2012, Bendahara umum Karang Taruna Unit RW 010 Kalideres pada tahun 2008-2012, Ketua Umum Karang Taruna unit RW 010 Kalideres pada tahun 2012-2015, Ketua Gerakan PAR HIV/AIDS Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2013, Anggota SATGAS Karang Taruna Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2013-2014, Anggota KPPS PILGUB DKI Jakarta pada tahun 2012, dan Angota Relawan Demokrasi KPUD Jakarta Barat pada tahun 2014.


(6)

Prestasi yang pernah diraihnya adalah juara harapan III lomba DAI tingkat SMA se-Kotamadya Jakarta Barat pada tahun 2008, juara II lomba fashion

Pahlawan se- Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, utusan berbagai lomba olimpiade IPA saat SMP, dan utusan lomba pidato bahasa Indonesia tingkat SMP se-Jakarta Barat. Sebuah karya film dokumenter yang didekasikanya untuk angkatan 2009 SMA Negeri 33 Jakarta dan Ibunda tercinta.

Pengalaman kerja dimulai menjadi seorang pendidik pada lembaga bimbingan belajar BTA 8 pada tahun 2010 hingga sampai saat ini, tutor bimbingan belajar GAMA UI pada tahun 2011, kemudian membuka bimbingan belajar AMI AR RASYIID pada tahun 2011 hingga sampai saat ini, Ia juga pernah menjadi seorang guru pengganti SMP Kharisma Bangsa pada tahun 2013, Ia juga mengajar ilmu tajwid dalam pembelajaran Al quran di Pengajian Al Ikhlas. Ia juga pernah menjadi seorang surveyor lembaga Indopoling Network

pada tahun 2013, Ia juga sebagai Motivator pada acara Motivasi Mahasiswa Baru Jurusan Pendidikan IPS pada tahun 2012, acara Motivasi Persiapan UN SMP YASPINA pada tahun 2013, acara Motivasi Mahasiswa Baru Jurusan Pendidikan IPS pada tahun 2013, dan acara Motivasi Buka Puas Bersama Jurusan Pendidikan IPS pada tahun 2013.

Ia berharap setiap anak bangsa dapat menjadi insan akademis yang haus akan ilmu dan banyak akan pengalaman, pengabdian, untuk meningkatkan derajat diri, keluarga dan bangsa. Yakinkan diri atas ikhtiar, untuk menggapai impian.