18 Bogor sebagai puncaknya. Satuan ini ditempati oleh rempah-rempah gunung api berupa tuf,
konglomerat dan breksi yang sebagian telah mengalami pelapukan kuat, berwarna merah kecoklatan.
4.1.3 Geologi Wilayah
Berdasarkan Peta Lembar Jakarta dan Kepulauan Seribu Nomor 1209 tahun 1992 Lapmpiran 2 yang dikeluarkan oleh Direktorat Geologi Departemen Pertambangan dan Energi, kondisi geologi
Kota Tangerang Selatan pada umumnya terbentuk oleh dua formasi batuan yaitu: a.
Batuan aluvium Qa yang terdiri dari aluvial sungai dan rawa yang berbentuk pasir, lempung, lanau, kerikil, kerakal dan sisa tumbuhan. Jenis tanah ini pada dasarnya merupakan lapisan yang
subur bagi tanaman pertanian. b.
Batuan gunung api yang berupa material lepas yang terdiri dari lava andesit, dasit, breksi tuf dan tuf. Secara fisik lava andesit berwarna kelabu-hitam dengan ukuran sangat halus, afanitik dan
menunjukkan struktur aliran, dan breksi tuf dan tuf pada umumnya telah lapuk, mengandung komponen andesit dan desit. Pada umumnya tanah jenis ini digunakan sebagai kebun campuran,
permukiman dan tegalan. Kota Tangerang Selatan merupakan daerah yang relatif datar. Adapun pada beberapa Kecamatan
terdapat lahan yang bergelombang seperti di perbatasan antara Kecamatan Setu dan kecamatan Pamulang serta sebagian di Kecamatan Ciputat Timur. Kondisi geologi Kota Tangerang Selatan
umumnya adalah batuan aluvium, yang terdiri dari batuan lempung, lanau, pasir, kerikil, kerakal dan bongkah.
Berdasarkan klasifikasi dari United Soil Classification System, batuan ini mempunyai kemudahan dikerjakan atau workability yang baik sampai sedang, unsur ketahanan terhadap erosi
cukup baik oleh karena itu wilayah Kota Tangerang Selatan masih cukup layak untuk kegiatan perkotaan.
4.1.4 Hidrogeologi Wilayah
1. Mandala Airtanah
Berdasarkan peta hidrogeologi Kota Tangerang Selatan Lampiran 3 mandala airtanah dapat dikelompokkan menjadi dua mandala berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh seperti yang telah
disebutkan di atas, yaitu mandala airtanah perbukitan bergelombang lemah dimana litologi penyusunan dari mandala airtanah perbukitan bergelombang lemah terdiri endapan tersier dan
endapan kuarter. Endapan tersier berupa batu lempung, tufa dan sisipan batu gamping. Endapan kuarter terdiri dari batuan volkanik muda dan batuan volkanik tua terdiri dari breksi, lahar, tufa batu
apung di daerah landai. Penyebaran mata air mandala ini sedikit dijumpai dengan debit umum kurang dari 10 Literdetik.
Akuifer pada satuan mandala ini umumnya dikelompokkan dalam akuifer produktifitas rendah terutama pada daerah-daerah dengan lereng tajam yang merupakan pencerminan tingkat kelulusan
batuan yang rendah, sehingga aliran permukaan semakin menonjol dibandingkan dengan tingkat peresapannya. Tata guna lahan di mandala ini berupa ladang, belukar, sawah, pemukiman, kebun
karet. Sedangkan yang kedua yaitu mandala airtanah dataran dimana litologi penyusun satuan mandala
airtanah dataran adalah adalah material bersifat lepas berupa endapan aluvial pantai dan rawa topografinya berupa dataran pantai yang tersusun oleh material, pasir, lanau, lempung dan lumpur.
19 Sistem akuifer pada mandala airtanah dataran ini adalah sistem aliran antar butir tipologi akuifer
batuan sedimen dan endapan aluvial. Pada umumnya masyarakat mendapatkan air bersih dengan membuat sumur dangkal pada mandala airtanah dataran tersebut.
2. Tipologi Akuifer
Tipologi akuifer di wilayah studi merupakan sistem akuifer endapan aluvial atau endapan permukaan, dan endapan sedimen, dengan sistem aliran airtanah pada akuifer ini adalah melalui ruang
antar butir, aliran airtanah dangkal mengikuti bentuk umum topografi yaitu mengalir ke arah utara.
3. Sebaran Dan Sistem Akuifer
Menurut peta hidrogeologi regional lembar Jakarta Lampiran 3, Pusat Geologi Lingkungan tahun 1993, memetakan hidrogeologi berdasarkan lapisan akuifer endapan permukaan dan lapisan
akuifer batuan dasar. Sistem akuifer endapan permukaan didasarkan pada telaah penyebaran aluvial sungai, kipas aluvial, ketebalan endapan permukaan diperoleh dari pengamatan pada sumur gali
dengan kedalaman mencapai sekitar 15 m. Pada umumnya sistem akuifer endapan permukaan dijumpai pada endapan kuarter dan di beberapa bagian dijumpai di daerah pelapukan batuan tersier.
Dari peta geohidrogeologi regional Jakarta untuk endapan permukaan di wilayah studi kisarannya antara 15-20 m.
4. Akuifer Endapan Permukaan