4
berkembang.  Pola  penanganan  yang  dilakukan  selama  ini  baru  mampu menjerat para pelaksana lapangan dan belum dapat mengungkap dalang
dibalik  kegiatan  IL  tersebut.  Sementara  itu,  kurangnya  koordinasi  dan pemahaman  yang  sama  antara  instansi  penegak  hukum  dalam  menjerat
pelaku  IL  merupakan  salah  satu  faktor  kelemahan  yang  selama  ini dilakukan,  akibat penggunaan pola pendekatan konvensional.
Contreras-Hermosilla  2002  menyatakan  bahwa  praktek  IL  banyak terjadi  di  negara  berkembang  atau  negara  yang  sedang  dalam  keadaan
transisi  dan  terkait  erat  dengan  praktek  korupsi  sebagai  kegiatan  ilegal yang  melibatkan  pegawaipejabat  publik,  melibatkan  barang  milik  dan
kekuatan  publik,  dilakukan  untuk  mendapatkan  keuntungan  pribadi, dilakukan  dengan  sengaja  dan  sembunyi-sembunyi  surreptitious.
RECOFTC  dan  Sida  2008  menyebutkan  bahwa  praktek  IL  tidak  berdiri sendiri tetapi berkaitan dengan penyebab kunci lainnya, seperti : kebijakan
dan  kerangka  hukum  yang  lemah,  ketidakpastian  masalah  lahan  hutan forestland  tenure,  korupsi  yang  marak  dan  tidak  adanya  transparansi,
penegakan  hukum  yang  lemah,  serta  ketidakmampuan  untuk  memonitor dan  menegakan  regulasi  yang  dapat  diterapkan  dalam  pemanfaatan  dan
konservasi sumberdaya hutan. Praktek  IL  yang  masih  terjadi  di  Indonesia  walaupun  sejumlah
kebijakan  pemberantasannya  telah  dikeluarkan  menunjukkan  bahwa upaya pemberantasan IL tersebut belum sepenuhnya efektif. Oleh karena
itu upaya untuk menemukan rumusan kebijakan pembalakan IL yang lebih komprehensif  perlu  dikaji.  Penelitian  ini  dimaksudkan  untuk  merumuskan
kebijakan pemberantasan IL secara komprehensif untuk menekan praktek IL  di  Indonesia  di  dalam  kerangka  pengelolaan  hutan  Indonesia  yang
berkelanjutan.
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah : a.  Menganalisis  kebijakan  yang  terkait  dengan  pemberantasan  IL  di
Indonesia.
5
b.  Menganalisis peranan
stakeholders yang
terlibat dalam
pemberantasan IL di Indonesia. c.  Menentukan  prioritas  alternatif  kebijakan  pemberantasan  IL  yang
efektif dan sesuai diterapkan di Indonesia.
1.3. Kerangka Pemikiran
Kebijakan  kehutanan  dalam  pengelolaan  hutan  di  Indonesia  terbagi dalam  dua  kelompok  kebijakan,  yaitu  kebijakan  ekonomi  kehutanan  dan
kebijakan  konservasi  Gambar  1.  Kebijakan  ekonomi  kehutanan  sampai satu  dekade  terakhir  masih  mendominasi  kebijakan  kehutanan  di
Indonesia  dengan  paradigma  pengusahaan  hutan  berbasis  kayu  forest management    based  on  timber  extraction  dalam  memenuhi  kebutuhan
kayu  masyarakat  dan  industri  kayu.  Kebutuhan  kayu  yang  tinggi  tidak sebanding
dengan ketersediaan
kayu sehingga
menimbulkan ketimpangan  gap  antara  kebutuhan  demand  dan  pasokan  supply
kayu,  yang  pada  akhirnya  mendorong  maraknya  kegiatan  IL.  Selain  itu, harga  kayu  tropis  di  luar  negeri  yang  lebih  kompetitif  telah  mendorong
juga praktek IL di berbagai wilayah Indonesia dan menyelundupkannya ke luar  negeri  timber  smugling.  Di  sisi  lain,  kebijakan  konservasi  dan
kebijakan  ekonomi  dalam  pengelolaan  hutan  di  Indonesia  dalam prakteknya  masih  ditemukan  kesenjangan  gap,  bahwa  kegiatan
konservasi masih dianggap sebagai cost centre yang kurang memberikan kontribusi  finansial  secara  langsung  terhadap  pendapatan  negara  atau
pendapatan  daerah.  Sebagai  akibat  dari  hal-hal  di  atas,  kebijakan konservasi  sering  dikalahkan  oleh  kebijakan  ekonomi  hutan  karena
sumberdaya  hutan  masih  dianggap  penting  sebagai  sumber  pendapatan nasional  dan  pendapatan  daerah.  Adanya  permasalahan  kebijakan
kehutanan  yang  terkait  dengan  praktek  IL  tersebut  dipandang  perlu adanya  suatu  kebijakan  pengendaliannya.  Walaupun  political  will
pemerintah  dalam  pemberantasan  IL  di  Indonesia  serius  yang  ditandai dengan  diterbitkannya  Instruksi  Presiden  Nomor  4  Tahun  2005  tentang
Pemberantasan  Kayu  Illegal  dan  Peredarannya  di  Seluruh  Wilayah
6
Republik  Indonesia,  tetapi  efektifitasnya  selama  ini  belum  menunjukkan hasil maksimal.
Gambar 1 .Kerangka Pemikiran Penelitian Kebijakan  pemberantasan  IL  di  Indonesia  yang  perlu  dianalisis
mencakup  kebijakan  dan  peraturan  perundangan-undangan,  sistem kelembagaan  stakeholders    yang  terlibat  dalam  pemberantasan  IL
tersebut. Praktek IL tidak cukup dikendalikan melalui instrumen kebijakan hukum  saja,  tetapi  harus  terkait  dengan  pengembangan  sistem
kelembagaan. Kelembagaan pengendalian praktek IL yang baik, sinergis, dan  kondusif  perlu  dianalisis  dan  dikembangkan.  Hasil  analisis  terhadap
dua sistem tersebut diharapkan akan mendapatkan hasil penelitian berupa desain  kebijakan  pemberantasan  IL  di  Indonesia  yang  lebih  efektif
dibandingkan  dengan  kebijakan  terdahulu.  Dunn  2003  menyebutkan bahwa  analisis  kebijakan  diperlukan  untuk  meneliti  sebab,  akibat,  dan
kinerja kebijakan dan program publik yang diterapkan.
Gap antara Kebijakan Ekonomi, Konservasi,
dan Sosial
Alternatif Kebijakan Pemberantasan Illegal Logging  di Indonesia
7
1.4. Perumusan Masalah