Perumusan Masalah Manfaat Penelitian Dampak Praktek Illegal logging

7

1.4. Perumusan Masalah

Praktek IL di Indonesia yang tergolong kepada kejahatan di bidang kehutanan forest crimes merupakan kegiatan kehutanan illegal yang berdampak negatif terhadap kelestarian ekosistem, kehidupan masyarakat, dan pembangunan daerah dan atau nasional. Beragam dampak negatif akibat praktek IL ditandai dengan banyaknya bencana alam di wilayah yang ekosistem hutannya terdegradasi yang pada gilirannya akan dapat merugikan kehidupan sosial-ekonomi masyarakat dan kegiatan pembangunan. Upaya pemerintah untuk memberantas praktek IL di kawasan hutan telah lama dilakukan melalui sejumlah peraturan perundang-undangan. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2005 tentang Pemberantasan Kayu Illegal dan Peredarannya di Seluruh Wilayah Republik Indonesia. Namun demikian, di dalam prakteknya upaya tersebut belum menunjukkan hasil yang efektif untuk mengendalikan IL. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas beberapa pertanyaan berikut ini perlu mendapatkan jawaban, yaitu: a. Apakah kebijakan dan peraturan perundang-undangan terkait IL efektif menurunkan praktek IL? b. Bagaimana peranan kelembagaan stakeholders dalam pemberantasan IL di Indonesia? c. Bagaimana desain kebijakan yang dapat dipandang efektif dalam pemberantasan IL?

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat berupa manfaat praktis dalam menata kebijakan pemberantasan IL di Indonesia. Selain itu dari aspek pengembangan keilmuan diharapkan bermanfaat dalam mengembangkan pendekatan ilmu lingkungan yang terkait dengan pemberantasan IL di Indonesia.

1.6. Kebaruan Novelty

Kebaruan novelty dalam penelitian ini adalah ditemukannya rumusan kebijakan pemberantasan IL secara komprehensif untuk 8 mengefektifkan pelaksanaan pemberantasan IL di Indonesia. Selain itu dari aspek metodologi penelitian, pendekatan metode 4Rs Responsibilities, Rights, Revenues, dan Relationships digunakan untuk menganalisis peranan stakeholders terkait pelaksanaan kebijakan pemberantasan IL di Indonesia. 9

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dampak Praktek Illegal logging

Praktek IL secara umum berupa kegiatan menebang, mengangkut, dan menjual kayu dengan melanggar ketentuanperundangan nasional danatau internasional Contreras-Hermosilla, 1997. Definisi tentang IL atau pembalakan liar menurut draft RUU Pemberantasan Pembalakan Liar adalah bentuk kegiatan secara tidak sah di bidang kehutanan yang meliputi penebangan pohon, penguasaan, pengangkutan dan peredaran kayu hasil tebangan, serta perambahan kawasan hutan. Lebih lanjut Tacconi et.al 2003 mendefinsikan IL sebagai kegiatan illegal yang berkaitan dengan ekosistem hutan, industri terkait hutan, dan juga produk hutan kayu dan non-kayu. Hermosilla 1997 mengklasifikasikan beberapa praktek kehutanan yang termasuk praktek IL, yaitu : a pembalakan logging spesies yang dilindungi; b pemalsuan dokumen pemanenan kayu; c melakukan kontrak dengan oknum pengusaha lokal untuk membeli kayu dari kawasan yang dilindungi; d pembalakan kayu di dalam kawasan lindung; e pembalakan kayu di luar batas konsesi; f pembalakan kayu di dalam areal yang dilarang untuk ditebang, seperti lahan dengan kemiringan lahan curam sampai sangat curam dan daerah tangkapan air; g pemungutan kayu melebihi ijin yang diperkenankan; h pembalakan kayu tanpa ijin; i mendapatkan konsesi melalui proses yang illegal; j mengkonversi lahan hutan untuk penggunaan lain tanpa ijin; k pengangkutan kayu tanpa ijin; l penyelundupan kayu; m ekspor dan impor spesies pohon yang dilarang oleh perjanjian internasional, misalnya CITES; n menyatakan nilai dan volume ekspor kayu lebih rendah daripada yang sebenarnya; o mengabaikan hukum lingkungan, sosial, dan tenaga kerja dalam pengelolaan hutan; dan p penggunaan kayu yang diperoleh secara illegal dalam proses industri. Rosander 2008 menyebutkan bahwa ITTO International Tropical Timber Organization membedakan istilah Illegal logging dengan illegal timber trade, walaupun keduanya terkait erat. Illegal logging merupakan kegiatan pemanenan 10 kayu yang melanggar ketentuan yang telah ditetapkan forest law, sedangkan illegal trade domestik atau luar negeri dilihat lebih kompleks, melibatkan tidak hanya hukum kehutanan, tetapi juga hukum yang mengatur perusahaan, perdagangan, perbankan, auditing, cukai, pajak, dan sebagainya. Legalitas kayu dapat dilihat dari sumber-sumber kayu yang dianggap legal atau tidak legal. Kemenkopolhukam 2006 menyebutkan bahwa Departemen Kehutanan memberikan kriteria untuk sumber kayu legal dan kayu ilegal sebagaimana disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Sumber-Sumber Yang Dianggap Legal Dan Ilegal Sumber Kayu Legal Sumber Kayu Ilegal • HPH di hutan produksi dengan ijin konsesi kayu ijin dari Departemen Kehutanan • Kayu berasal dari kawasan hutan konservasi dan hutan lindung • HTI di hutan produksi dengan ijin konsesi dari Departemen Kehutanan • Ijin Bupati di dalam kawasan hutan dan diterbitkan sesudah 8 Juni 2002 • IPK HTI dengan stok tebangan di bawah 20 meter kubik • Hutan adat yang terletak di dalam kawasan hutan produksi dan tidak memiliki ijin dari pemerintah pusat • IPK Kebun dengan ijin tebang oleh pemerintah provinsi mewakili pusat • IPK HTI dengan tebangan 20 meter kubik • Hutan rakyat • Konsesi Kopermas yang dikeluarkan oleh Pemda setempat setelah Desember 2004 • Ijin Bupati untuk melaksanakan penebangan di luar batas kawasan hutan, untuk industri dan atau masyarakat adat • Hutan kemasyarakatan Hkm • HPH kecil ijin 5000 ha kayu hutan alam berlaku 25 tahun, dikeluarkan Bupati antara 27 Januari 1999 sampai dengan 8 Juni 2002, jika potensi kayunya masih ada • Kawasan dengan tujuan istimewa KDTI yang dikeluarkan Departemen Kehutanan kepada Masyarakat Adat Pesisir, Krui Lampung Barat • Konsesi Kopermas yang disahkan Menteri Kehutanan dan atau dikeluarkan antara 27 Januari 1999 dan 8 Juni 2002 • Impor kayu secara sah • Lelang kayu secara sah Sumber : Kemenkopolhukam 2006 11 Permasalahan IL bukanlah isu baru, tetapi fakta yang telah lama berjalan dan saat ini kondisinya makin kompleks. Conteras-Hermosilla 2002 menyebutkan beberapa faktor yang berkontribusi terhadap IL : a. Kegiatan kehutanan melibatkan areal yang luas, terjadi di tempat yang jauh, sehingga lolos dari keamanan publik, press, dan badan pengawas. Walaupun adanya teknologi penginderaan jauh, tetapi kapasitas untuk memonitor dan menegakkan hukumnya rendah; b. Di negara yang kaya sumberdaya hutan tetapi tingkat pembangunan ekonominya rendah jarang ditemukan informasi akurat tentang volume pohon yang ada, kualitas sumberdaya hutan, distribusi spesies, dan lokasi geografis lainnya. Kegiatan inventarisasi hutan dan rencana pengelolaan hutan tidak sempurna dilakukan, sehingga monitoring sulit dilakukan; c. Pengelolaan sumberdaya alam lebih memprioritaskan aspek ekonomi, diantaranya dengan adanya pandangan bahwa keberadaan hutan kurang ekonomis dibandingkan dengan lahan yang digunakan untuk pertanian intensif. Dalam hal ini pengambil kebijakan mendorong konversi lahan hutan untuk menjadi pertanian; d. Hak kepemilikan lahan hutan sering tidak jelas dan tidak eksis. Batas lahan hutan di lapangan tidak jelas. e. Gaji pegawai pemerintah yang jauh lebih rendah harus mengawasi kayu yang bernilai ekonomi tinggi mendorong terjadi pelanggaran atas jabatan; f. Hukuman bagi pelaku IL sangat rendah, sehingga tidak menimbulkan efek jera. Faktor penyebab terjadinya praktek IL di Indonesia tidaklah ditentukan oleh faktor tunggal, tetapi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berinteraksi. Ketimpangan supply dan demand kayu, masalah sosial-ekonomi masyarakat sekitar hutan, rendahnya apresiasi publik terhadap nilai ekosistem hutan, penegakan hukum dan tingkat ketaatan 12 hukum yang masih lemah sampai maraknya korupsi dalam praktek IL merupakan beberapa faktor kunci terjadinya praktek IL di Indonesia. Permasalahan IL juga terjadi di berbagai negara walaupun dengan tipe IL yang berbeda-beda. Tabel 2 menunjukkan kategori masalah IL yang terjadi di beberapa wilayah di dunia. Tabel 2. Kategori Masalah Illegal logging pada Beberapa Wilayah di Dunia Rusia, Timur Jauh dan Siberia Asia Tenggara Afrika Tengah Baltik Amerika Selatan Amerika Utara Korupsi Pelanggaran hak-hak masyarakat lokal Pelanggaran hak asasi manusia Korupsi Pembalakan di kawasan yang dilindungi Pelanggaran hak-hak masyarakat lokal Pelanggaran hak asasi manusia Konflik Non Timber Penyalah- gunaan wewenang oleh aparat pemerintah Kerusakan lingkungan dan polusi Korupsi Pelanggaran hak-hak masyarakat lokal Pelanggaran hak asasi manusia Korupsi Pelanggaran hak-hak masyarakat lokal Pelanggaran hak asasi manusia Korupsi Pelanggaran hak-hak masyarakat lokal Pelanggaran hak asasi manusia Pelanggaran hak-hak masyarakat lokal dan pelanggaran perjanjian Pelanggaran pemanenan Pembalakan di kawasan yang dilindungi Kerusakan lingkungan dan polusi Sumber : Ottitsch,et.al 2006 Praktek IL terkategori sebagai kejahatan terorganisir yang melibatkan jaringan yang sangat solid, luas rentang kendalinya, kuat, mapan, menggunakan pola kerja yang terorganisir dan modern dengan sistem manajemen yang rapih dan baik, serta jaringan pemasaran yang luas di dalam dan luar negeri. Kategori pelaku IL , terdiri dari : a. Masyarakat setempat dan masyarakat pendatang; b. Pemilik modal atau cukong; c. Oknum pemilik industri kayu atau pemilik IUPHHK yang bertindak sebagai penadah; d Awak pengangkut kayu IL; e. Oknum pejabat pemerintah danatau penegak hukum; dan f. Oknum pengusaha asing sebagai pemodal danatau penadah. Adapun modus operandi yang sering dilakukan dalam IL adalah sebagai berikut Sukardi, 2005 : 13 a. Modus operandi di daerah hulu • Melakukan penebangan tanpa ijin, biasanya dilakukan oleh masyarakat dan hasil tebangannya dijual kepada cukong kayu atau oknum pengusaha industri kehutanan. • Melakukan penebangan di luar ijin yang telah ditetapkan konsesinya oleh pemerintah, biasanya dilakukan oleh oknum pemegang konsesi HPH dan HTI. b. Modus operandi di jalur pengangkutan dan di daerah hilir • Pengangkutan kayu tanpa dilengkapi dokumen yang sah. • Pengangkutan kayu dilengakapi dokumen palsu o Blangko dan isinya palsu o Blangko asli tetapi isinya palsu o Dokumen berasal dari daerah lain • Jumlah kayu yang diangkut tidak sesuai dengan data yang ada dalam dokumen yang sah. • Penggunaan dokumen sahnya kayu yang berulang-ulang. • Penggunaan dokumen lain di luar dokumen yang telah ditetapkan, misalnya penggunaan faktur kayu sebagai pengganti dokumen sahnya kayu; hal ini disebabkan oleh terjadinya praktek kolusi antara oknum pejabat, pengusaha, dan penegak hukum. Dampak praktek IL mempengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat dan pembangunan sebagaimana ditampilkan pada Tabel 3. Praktek IL yang terjadi memberikan dampak negatif, seperti : berkontribusi terhadap dehutanisasi dan kehilangan keanekaragaman hayati, hilangnya pendapatan negara, mendorong tata kelola pemerintahan yang buruk, berkontribusi terhadap meningkatnya kemiskinan akibat penduduk kehilangan sumberdayanya, berkontribusi terhadap pendanaan konflik nasional dan regional, serta mendistorsi pasar hasil hutan yang akan menurunkan insentif untuk pengelolaan hutan berkelanjutan Contreras- Hermosilla, 2002. Bagi sebagian orang, praktek IL dapat memberikan keuntungan positif, misalnya: pengembangan penggunaan lahan alternatif 14 di lahan hutan menyediakan sejumlah manfaat lokal bagi yang terlibat, pemerintah menerima pendapatan lebih besar sebagai hasil konversi lahan ilegal atau dilegalkan serta produksi kayu yang meningkat, oknum militer dan polisi mendapat pendapatan dari kegiatan kehutanan ilegal, adanya pendapatan bagi penduduk miskin dan penggangguran yang terlibat, harga kayu yang lebih rendah meningkatkan nilai kompetetif dari industri nasional, serta konsumen mendapatkan keuntungan akibat harga kayu yang lebih rendah Tacconi et.al.,2003. Tabel 3. Beberapa Aspek yang Dipengaruhi Praktek Illegal logging Aspek Keterangan Aspek Lingkungan Kegiatan IL meningkatkan keterbukaan lahan hutan, merusak habitat sehingga kehidupan spesies tumbuhan dan satwa terancam, mengurangi kemampuan lahan untuk mengabsorbsi emisi karbon dioksida yang berkaitan dengan dampak dari perubahan iklim. Aspek Fisik Penghancuran penutupan hutan menimbulkan terjadinya bencana alam seperti banjir, longsor, fluktuasi debit yang tinggi antara musim kemarau dan hujan, dan sebagainya. Aspek Pendapatan Negara Kegiatan IL menghilangkan pendapatan negara. Akibat prakek IL pemerintah Indonesia pada tahun 2003 diperkirakan kehilangan pendapatan hampir 1 milyar per tahun. Aspek Pembangunan Berkelanjutan Akibat kegiatan IL generasi mendatang diperkirakan akan menanggung resiko lingkungan yang lebih berat daripada generasi saat ini. Kesempatan generasi mendatang untuk mendapatkan kehidupan lebih baik berkurang akibat ekosistem hutan yang memberikan produk dan jasa lingkungan menurun. Hasil studi Bank Dunia pada tahun 1997 menunjukkan bahwa akibat kegiatan IL di Kamboja dengan nilai 0.5-1 milyar dengan perkiraan 4 juta m 3 setidaknya 10 kali dari volume dari penebangan kayu legal. Aspek Sosial Kegiatan IL merusak respek terhadap hukum dan kewibawaan pemerintah. Praktek IL juga turut menyuburkan praktek korupsi dalam pemungutan kayu. Aspek Perdagangan Kayu yang dibalak secara illegal lebih murah daripada produk legal, sehingga mendistorsi pasar global dan merusak insentif bagi pengelolaan hutan berkelanjutan. Tacconi et.al 2004 menunjukkan bahwa biaya eksploitasi kayu illegal adalah US32m 3 , jauh lebih murah daripada biaya eksploitasi HPH yang legal sebesar US85m 3 . Aspek Politik Di beberapa negara pendapatan dari IL digunakan untuk membiayai konflik nasional dan regional, misalnya kasus di Liberia dan Republik Demokratik Kongo. Di Kamboja, tentara Khmer Rouge dapat bertahan dari dana yang berasal praktek IL dari kawasan hutan yang berada di bawah kendalinya selama beberapa tahun sampai pertengahan tahun 1990-an. Sumber : Tacconi et.al. 2003; Ramdan 2006. 15

2.2. Pemberantasan Illegal logging