Kondisi Kehutanan di Indonesia

40 IV.KEADAAN UMUM WILAYAH

4.1. Kondisi Kehutanan di Indonesia

Hutan Indonesia merupakan hutan tropis di dunia yang luas dengan tingkat keanekaragaman hayati tinggi. Keanekaragaman hayati yang dikandung sumberdaya hutan dan perairan di Indonesia termasuk sangat tinggi dan sebagian bersifat endemik, sehingga Indonesia disebut sebagai negara megabiodiversity. Berdasarkan hasil-hasil penelitian, keanekaragaman hayati Indonesia terdiri dari : Mamalia 515 species 12 dari jenis mamalia dunia, reptilia 511 jenis 7,3 dari jenis reptilia dunia, burung 1.531 jenis 17 dari jenis burung dunia, ampibi 270 jenis, binatang tak bertulang belakang 2.827 jenis dan tumbuhan sebanyak ± 38.000 jenis, diantaranya 1.260 jenis yang bernilai medis. Sampai dengan akhir tahun 2007, Departemen Kehutanan telah menetapkan jenis flora dan fauna yang dilindungi adalah : mamalia 127 jenis, burung 382 jenis, reptilia 31 jenis, ikan 9 jenis, serangga 20 jenis, krustasea 2 jenis, anthozoa 1 jenis dan bivalvia 12 jenis Baplan, 2008. Berdasarkan Paduserasi Tata Guna Hutan Kesepakatan dan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi TGHK dan RTRWP, luas kawasan hutan Indonesia adalah 120,35 juta hektar. Namun demikian, sampai dengan akhir tahun 2007 masih terdapat 3 provinsi yang belum selesai proses paduserasi TGHK dan RTRWP-nya, yaitu Riau, Kepulauan Riau dan Kalimantan Tengah, sehingga penghitungan luas kawasan hutannya masih menggunakan TGHK. Sedangkan perhitungan luas kawasan hutan berdasarkan Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi 30 provinsi dan Tata Guna Hutan Kesepakatan 3 provinsi, maka luas kawasan hutan daratan ialah 133.694.685,18 ha atau jika ditambahkan dengan luas kawasan konservasi perairan menjadi seluas 137.090.468,18 ha Baplan, 2008. Hasil penafsiran citra satelit Landsat 7 ETM+ tahun 20022003, total daratan Indonesia yang ditafsir adalah sebesar 187,91 juta ha, dengan hasil sebagai berikut : arel berhutan 93,92 juta ha 50 , areal tidak berhutan : 83,26 juta ha 44 , dan sata 41 tidak lengkap 10,73 juta ha 6 . Khusus penutupan lahan di dalam kawasan hutan yang luasanya luasnya 133,57 juta ha, kondisi penutupan lahannya adalah areal berhutan seluas 85,96 juta ha 64 , areal tidak berhutan seluas 39,09 juta ha 29 , serta data tidak lengkap seluas 8,52 juta ha 7 Baplan, 2008. Luas kawasan hutan berdasarkan pasuserasi TGHK dan RTRWP, serta Penunjukan dan TGHK disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Luas Kawasan Hutan Berdasarkan Paduserasi TGHK dan RTRWP, serta Penunjukkan dan TGHK Luas Kawasan Hutan juta ha - Kawasan Hutan Paduserasi TGHK dan RTRWP Penunjukan dan TGHK Kawasan Hutan Tetap 112,27 110,89 Kawasan Hutan Produksi yang dapat dikonversi 8,08 22,8 120,35 133,69 Sumber : Baplan 2008. Luas penutupan lahan hutan mengalami perubahan menjadi bukan hutan deforestrasi, misalnya perubahan penutupan lahan hutan untuk perkebunan, pemukiman, kawasan industri, dan lain-lain. Baplan 2008 menyatakan bahwa laju deforestasi 7 tujuh pulau besar, yaitu Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Jawa, serta Bali dan Nusa Tenggara pada periode tahun 2000-2005 rata-rata sebesar 1,09 juta hektar. Untuk memenuhi kebutuhan lahan untuk kegiatan pembanguan, Departemen Kehutanan telah mengalokasikan kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi HPK. Pada tahun 2007, perubahan peruntukkan kawasan hutan untuk sektor pertanianperkebunan tercatat seluas 65.461,68 ha. Sampai dengan tahun 2007, kawasan hutan yang dikonversi untuk pemukiman transmigrasi seluas 958.672,81 ha. Pada tahun 2007 terdapat perubahan fungsi hutan seluas 2.860,00 ha, yaitu dari Hutan Produksi yang dapat Dikonversi menjadi Hutan Produksi Tetap di Provinsi Maluku Utara. Besarnya tekanan terhadap hutan dan kawasan hutan memerlukan upaya perlindungan hutan. Selama tahun 2007, telah tercatat berbagai gangguan yang mengancam eksistensi dan kondisi kawasan hutan. Gangguan berupa penyerobotan kawasan hutan oleh masyarakat 42 mencapai luasan 32.678,39 hektar, sedangkan gangguan terhadap tegakan hutan berupa penebangan ilegal diperkirakan telah mengakibatkan kehilangan kayu 3.650,59 M3 kayu bulat. Kebakaran melanda kawasan hutan seluas ±6.974,62 Ha. Namun demikian, karena adanya kendala dalam memperkirakan luasan kawasan yang terbakar, diyakini bahwa angka tersebut lebih kecil dari kenyataan lapangan yang sebenarnya. Berbagai upaya pencegahan telah dilakukan, antara lain dengan mendeteksi titik api, dimana pada tahun 2007 dideteksi sebanyak 37.909 titik panas Baplan, 2008. Selain itu akibat tekanan terhadap lahan hutan yang masih tinggi, menyebabkan luasnya lahan kritis di Indonesia. Luas lahan kritis di Indonesia pada tahun 2007 tanpa DKI Jakarta seluas ± 77.806.881 ha yang terdiri dari: Sangat kritis : 47.610.081 ha. Kritis : 23.306.233 ha. Agak kritis : 6.890.567 ha. Lahan kritis di dalam dan di luar kawasan hutan yang telah ditentukan oleh Departemen Kehutanan untuk direhabilitasi adalah: Dalam kawasan hutan: 59.170.700 ha, Luar Kawasan hutan : 41.466.700 ha Baplan, 2008. Perlindungan terhadap kawasan hutan diarahkan untuk mempertahankan eksistensi kawasan hutan dan keanekaragaman hayatinya serta menjaga agar peranan hutan sebagai sistem penyangga kehidupan dapat terus berlangsung. Upaya lain yang dilaksanakan untuk melindungi kawasan hutan, Departemen Kehutanan telah melaksanakan berbagai kegiatan yang bersifat pengembangan dan pemberdayaan masyarakat serta upaya penegakan hukum. Sarana dan prasarana pengamanan Berdasarkan UU Nomor 411999 tentang Kehutanan, Hutan Konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman hayati serta ekosistemnya. Kawasan hutan konservasi dibedakan menjadi Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam dan Taman Buru. Kawasan Suaka Alam adalah hutan yang dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah penyangga kehidupan. Termasuk dalam kategori kawasan ini 43 ialah Cagar Alam CA dan Suaka Margasatwa. Kedua kategori kawasan tersebut dilindungi secara ketat, sehingga tidak boleh ada sedikitpun campur tangan manusia dalam proses-proses alami yang terjadi di dalam kawasan tersebut. Kawasan ini hanya diperuntukkan bagi keperluan ilmu pengetahuan dan pendidikan. Saat ini terdapat 236 unit Cagar Alam Darat dengan total luas 4.588.665,44 hektar, dan 8 unit Cagar Alam perairan dengan luas sekitar 273.515,00 hektar; sedangkan Suaka Margasatwa darat sebanyak 75 unit dengan luas 5.099.849,06 hektar serta 6 unit Suaka Margasatwa perairan dengan luas sekitar 338.940,00 hektar. Kawasan Pelestarian Alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Termasuk ke dalam kategori kawasan ini adalah Taman Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Hutan Raya. Taman Nasional merupakan kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli yang dikelola dengan sistem zonasi untuk keperluan Pada tahun 2007 telah ada 50 unit Taman Nasional Darat dengan luas 12.298.216,34 hektar, dan 7 unit Taman Nasional Laut dengan luas 4.049.541,30 hektar. Taman Wisata Alam adalah kawasan pelestarian alam dengan tujuan utama untuk dimanfaatkan bagi kepentingan pariwisata dan rekreasi alam. Saat ini terdapat 105 unit Taman Wisata Alam Darat dengan total luas sekitar 257.316,53 hektar, dan 19 Taman Wisata Laut dengan total luas sekitar 767.120,70 hektar. Taman Hutan Raya merupakan kawasan pelestarian alam yang ditetapkan untuk tujuan koleksi tumbuh-tumbuhan danatau satwa yang alami atau bukan alami, dari jenis asli atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, penunjang budidaya tumbuhan danatau satwa, budaya, pariwisata, dan rekreasi. Saat ini terdapat 21 unit Taman Hutan Raya dengan luas total sekitar 343.454,91 hektar. Taman Buru adalah kawasan hutan yang ditetapkan sebagai tempat wisata buru. Saat ini terdapat 14 unit Taman Buru dengan total luas sekitar 224.816,04 hektar. Penetapan lahan kritis 44 mengacu pada lahan yang telah sangat rusak karena kehilangan penutupan vegetasinya, sehingga kehilangan atau berkurang fungsinya sebagai penahan air, pengendali erosi, siklus hara, pengatur iklim mikro dan retensi karbon. Berdasarkan kondisi vegetasinya, kondisi lahan dapat diklasifikasikan sebagai : sangat kritis, kritis, agak kritis, potensial kritis dan kondisi normal. Berdasarkan kriteria tersebut.

4.2. Kondisi Kehutanan Provinsi Jambi