PENUTUP Taqlid dalam perspektif al-qur'an

viii PEDOMAN TRANSLITERASI Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin. PADANAN AKSARA HURUF ARAB HURUF LATIN KETERANGAN Tidak dilambangkan B Be T Te Ts Te dan Se J Je H Ha dengan garis di bawah Kh Ka dan Ha D De Dz De dan Zet R Er Z Zet S Es Sy Es dan Ye S Es dengan garis di bawah D De dengan garis di bawah T Te dengan garis di bawah Z Zet dengan garis di bawah ` Koma terbalik di atas hadap kanan Gh Ge dan Ha F Ef Q Qi K Ka L El M Em N En W We H Ha „ Apostrof Y Ye ix VOKAL Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal pada bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut: Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan A Fathah I Kasrah å U Damah Vokal Rangkap Adapun vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut: Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan و AI A dan I ي AU A dan U Vokal Panjang Ketentuan alih aksara vocal panjang mad, yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf: Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan اـــــــــــ Â A dan topi di atas يــــــــــــ Î I dengan topi di atas وـــــــــــــ Û U dengan topi di atas Kata Sandang Kata sandang yang dalam system tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda - dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, menggandakan huruf yang diberi tanda tasydid itu. Akan tetapi hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda tasydid itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.

Indonesia adalah salah satu Negara dengan penduduk Muslim paling banyak di dunia. Hal ini dipengaruhi oleh jumlah penduduk yang banyak dan persentase penduduk yang beragama Islam pun tinggi. Kondisi ini yang kemudian berpeluang terjadinya banyak pemahaman terhadap praktik keagamaan di Indonesia. Kelompok tertentu dipandang mampu untuk memahami hukum yang dibebankan kepadanya yang bersumber dari al-Quran dan al-Hadits. Terlepas dari bagaimana mereka mendapatkan pemahaman itu, baik secara langsung mengkaji dua sumber itu atau melalui imam-imam madzhab tertentu yang terakui ilmunya. Namun di sisi lain ada sekelompok masyarakat yang tidak berpedoman terhadap dalil yang jelas ketika mengamalkan sesuatu. Mereka cukup mendengar dari orang yang mereka anggap mumpuni di bidang hukum mengenai hukum tertentu yang kemudian diamalkan tanpa memikirkan dari mana sang mufti tadi memperolehnya. Dan yang ironis lagi adalah mereka jauh dari nilai-nilai agama dalam perilakunya walaupun notabene mereka beragama Islam. Hal ini mungkin karena mereka buta akan Islam atau ada faktor lainya. Menanggapi hal itu dirasa perlu memberikan pemahaman kepada masyarakat luas akan pentingnya menjalankan ajaran agama secara keseluruhan dan penuh dengan kesadaran. Semua itu dilakukan demi sebuah pengabdian dan rasa syukur manusia akan karunia tuhannya. Dan untuk mengetahui hukum- hukum dan kewajiban yang dibebankan kepada manusia mukallaf diwajibkan untuk menuntut ilmu. Dengan menuntut ilmu diharapkan mampu memahami perintah dan larangan yang harus dilaksanakan dan dijauhi serta termotivasi untuk mempratikkannya dalam kehidupan sehari-hari. Disinilah letak urgensi thalab al- ‘ilmi bagi seorang muslim demi mempertahankan eksistensinya sebagai orang yang taat beragama dan peduli terhadap dirinya. Bagi seorang muslim yang sudah terlanjur beragama Islam karena adat dan lingkungan, wajib melakukan perenungan agar imannya makin mantap, tidak goyah sehingga terjerumus kesifat setan atau binatang. Sementara itu, siapapun juga, muslim maupun kafir pada dirinya telah Allah SWT berikan akal yang pada saatnya yaitu usia aqil baligh akan berfungsi untuk mencari kebenaran. 1 Setiap orang menyadari bahwa ia mempunyai akal dan perasaan yang sehat yang terletak atau berpusat pada otak yang digunakan untuk berpikir. Kemampuan berpikir dan merasa ini merupakan nikmat anugerah Tuhan yang paling besar dan ini pulalah yang membuat manusia merupakan makhluk istimewa dan mulia dibandingkan dengan makhluk yang lainnya. Karena akal itu merupakan alat untuk menuntut ilmu dan dengan ilmu manusia dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk. Dalam keadaan sehat, manusia sering kali tidak menyadari apakah yang dijalankannya atau yang diperbuatnya itu berdasarkan pada ilmu pengetahuan atau tidak. Sebab sesuatu yang yang dilakukan tanpa berdasarkan pada ilmu, maka perbuatannya itu diragukan akan kebenarannya. Apalagi jika yang diperbuatnya itu hanya berdasarkan kepada peniruan saja. 1 Palgunadi T. Setyawan, Daun Berserakan Sebuah Renungan Hati, Jakarta : Gema Insani Fress, 2004, cet. I, h. 115.