2008. Berturut turut rata-rata perjumpaan tersebut adalah N. coucang 0,66- 0,74km, N. bengalensis 0,10-0,13km, N. pygmaeus 0,05-0,08km dan N.
menagensis 0,12km. Studi komparatif oleh Nekaris et al. 2007 terhadap data
perjumpaan seluruh spesies kukang di habitat alami dan tidak alami, menghasilkan transformasi nilai tengah perjumpaan individukm. Nilai tengah
perjumpaan N. coucang adalah 0,80km, N. bengalensis 0,26km, N. pygmaeus 0,13km, N. menagensis 0,02km, dan N. javanicus 0,11km Tabel 1.
Tabel 1 Kompilasi data perjumpaan kukang di dunia individukm
Tipe Habitat
N. bengalensis N.
pygmaeus
N. coucang N.
menagensis
N. javanicus
Alami 0,02
a
; 0,06-0,18
b
; 0,02-0,87
1,2
; 0,05-0,22
4,5
0,4-1,16
6,7
0,02-0,36
9,10
0,02
12,13, c
Tidak Alami
0,03-0,33
3
- 0,01-1,63
7,8
0,01
11
-
Keterangan: a = Swapna et al. 2008; b = Das 2009; c = Collins 2007; dan 1-13 merupakan data
kompilasi oleh Nekaris et al. 2007 diperoleh dengan pustaka sebagai berikut:
1
Duckworth 1998,
2
Evans et al. 2000,
3
Rhadakrishna Singh 2004,
4
Fitch-Snyder Vu 2002,
5
Wiens Zitzmann 2003a,
6
Shepherd Nijman tidak dipublikasikan,
7
Johns 1983,
8
Barrett 1984,
9
Grieser-Johns komunikasi pribadi pendataan tahun 1980-1993,
10
Nekaris Bearder 2007,
11
Haydon 1994,
12
Gursky Arisona komunikasi pribadi,
13
Arisona Nekaris tidak dipublikasikan.
Nekaris et al. 2007 menyebutkan bahwa perjumpaan kukang lebih sedikit di habitat yang tidak alami atau terganggu daripada di habitat alami Tabel 1.
Kompilasi data pada tabel 1 menjadi indikasi bahwa perjumpaan kukang secara umum rendah. Namun di beberapa lokasi tertentu terdapat kelompok populasi
yang tinggi dibandingkan dengan populasi di daerah sebaran kukang pada umumnya. Populasi ini diduga hanya bersifat sementara karena karakteristik
habitat yang tidak stabil.
Populasi
Sejauh ini studi populasi kukang masih sangat sedikit dilakukan. Deteksi keberadaannya di alam sulit karena kukang yang nokturnal dan mampu untuk
membaur dengan kondisi vegetasi. Data estimasi kepadatan dan populasi kukang yang ada sejauh ini dilakukan hanya pada lokasi yang diyakini menjadi area
sebaran kukang IUCN TRAFFIC 2007; Nekaris Bearder 2007; Nekaris Nijman 2008.
Berdasarkan luas habitat, hanya 14 dari habitat kukang yang berada di kawasan lindung MacKinnon MacKinnon 1987. IUCN dan TRAFFIC 2007
memperkirakan populasi kukang bengalensis, kukang pygmy, dan kukang malaya berturut-turut sebesar 17-923.337 individu, 600-72.000 individu, dan 1.140.000
individu. Beberapa penelitian populasi kukang yang pernah dilakukan antara lain
terhadap kukang malaya, kukang bengalensis, dan kukang jawa. Kepadatan populasi kukang malaya di Semenanjung Malaya adalah 20 individukm
2
Barrett 1981, diacu dalam Wiens Zitzman 2003a dan di Cagar Alam Segari Melintang
di Malaysia Barat adalah 80 individukm
2
Wiens Zitzman 2003a. Kepadatan populasi kukang bengalensis di Khao Ang Rue Nai Wildlife Sanctuary Thailand
pada lahan pertanian tua 15-18 tahun sejak awal tanam cenderung sama dengan hutan primer yaitu 4,26 individukm
2
dan 4 individukm
2
, serta lebih besar dari lahan pertanian muda kurang dari 15 tahun sejak awal tanam yaitu 1,27
individukm
2
Pliosungnoen et al. 2010. Sebaliknya, penelitian kukang jawa di hutan Bodogol Taman Nasional Gunung Gede Pangrango TNGGP menyebutkan
bahwa kepadatan kukang jawa di hutan primer lebih rendah dibandingkan dengan kepadatan kukang jawa di hutan sekunder, yaitu 4,29 individukm
2
dibandingkan dengan 15,29 individukm
2
Pambudi 2008. Populasi kukang jawa di alam diperkirakan mulai jarang Nekaris et al.
2008. Data perdagangan satwa menunjukkan kukang jawa secara meningkat mulai digantikan oleh kukang malaya dan kukang borneo IUCN TRAFFIC
2007. Mengingat tingkat reproduksinya yang rendah Nekaris Bearder 2007, kukang jawa tidak dapat bertahan dengan penangkapan dalam skala besar IUCN
TRAFFIC 2007. Indikasi penurunan kualitas dan luasan habitat kukang jawa dilaporkan terjadi di Sumedang Winarti 2003. Di samping itu, beberapa peneliti
melaporkan adanya indikasi penurunan populasi atau bahkan kepunahan lokal Nekaris et al. 2008. Perkiraan empiris terhadap nilai Minimum Viable
Population atau jumlah populasi minimum untuk melanjutkan populasi kukang di
alam menunjukkan angka beberapa ribu individu Harcourt 2002. Hal ini menjadi
indikasi bahwa bahwa kukang jawa akan berkembang biak di alam dengan baik jika populasi minimalnya sejumlah ribuan individu.
Morfologi
Kukang jawa N. javanicus merupakan satwa primata primitif yang tidak berekor, bersifat nokturnal aktif di malam hari, dan arboreal tinggal di atas
pohon. Spesies ini merupakan anggota ordo primata dari sub ordo Strepsirhine atau Prosimian, yang artinya pra atau sebelum simian atau primata primitif. Ciri
utama dari sub ordo ini adalah nokturnal dan soliter Napier Napier 1967 1985; Rowe 1996; Wiens Zitzmann 2003a. Berikut ini adalah ciri morfologi
kukang jawa berdasarkan taksonominya Tabel 2. Tabel 2 Ciri morfologi kukang jawa
Klasifikasi Ciri
Kerajaan Animalia
Hewan Filum
Chordata Bertulang belakang
Kelas Mammalia
Menyusui, memiliki rambut hampir di seluruh tubuh Ordo
Primata Mata binokuler dan streoskopis, kapasitas otak yang relatif
besar, berkuku dan mampu menggenggam Sub Ordo Strepsirhine
Prosimian Nokturnal dan memiliki tapetum lucidum, tooth coomb, toilet
claw, dan rhinarium
Famili Loridae
Arboreal, memiliki ibu jari opposite atau berseberangan dengan keempat jari lainnya, bergerak lamban dengan
lokomosi quadrupedal bergerak berpindah dengan empat anggota gerak tanpa leaping meloncat, cantilevering
berpindah tempat dengan cara meregangkan tubuh, serta metabolisme basal yang rendah, masa bunting yang lama,
infan lahir dengan berat yang ringan, masa menyusui yang lama, dan adanya perilaku infant parking
Genus Nycticebus
Memiliki ukuran tubuh yang lebih besar daripada Loris sp. Spesies
N. javanicus Memiliki pola garpu di wajah yang paling jelas dibandingkan
dengan genus Nycticebus lainnya, dan memiliki frosting rambut warna putih pada bagian leher
Sumber: Napier Napier 1967, 1985; Rowe 1996; Schulze 2003d; Nekaris Bearder 2007
Kukang berjalan dengan keempat anggota geraknya dengan perlahan kecuali pada saat merasa terancam. Kukang memiliki kemampuan cantilevering yakni
berpindah tempat dengan cara bertumpu pada anggota gerak bagian belakang untuk menjangkau dahan atau substrat dengan anggota gerak bagian depan.
Kukang juga memiliki pegangan yang kuat karena ibu jarinya terletak oposit atau berseberangan dengan keempat jari lainnya Napier Napier 1985; Rowe 1996.
Tapetum Lucidum dan Rhinarium
Kukang memiliki tapetum lucidum, yaitu lapisan di bagian belakang retina yang sensitif terhadap cahaya. Lapisan ini membantu penglihatan mereka saat
aktif di malam hari. Dalam kondisi gelap, mata kukang akan nampak bersinar oranye Schulze 2003a Gambar 5. Kukang di alam berbagi habitat dengan
satwa nokturnal lainnya antara lain dengan musang Paradoxurus hermaphroditus dan kucing Felis chaus Schulze 2003a. Oleh karena itu paramater yang dapat
digunakan untuk mendeteksi keberadaan kukang adalah deteksi sorot mata oranye yang terang, ukuran lingkar mata yang bulat besar, dan jarak bola matanya
Schulze 2003a.
Gambar 5 Tapetum Lucidum, Rhinarium, Toilet Claw, dan ibu jari yang oposit berseberangan pada kukang jawa foto: Tarniwan
Karakteristik lain dari mata kukang adalah kemampuan stereoskopis yang terbatas. Mata stereoskopis berperan untuk membedakan banyak warna dan
memperoleh persepsi untuk mengukur jarak. Sel kerucut short wave-sensitive cone opsins
pada retina kukang tidak mampu membedakan warna Kawamura Kubotera 2004. Keterbatasan penglihatan ini merupakan salah satu penyebab
kukang tidak bisa meloncat dari dahan ke dahan seperti lutung atau monyet. Secara umum satwa primata dalam subfamili Lorisinae hanya mampu melompat
tidak lebih dari jarak langkahnya Sellers 1996.
Kukang memiliki moncong atau ujung hidung yang selalu lembab dan basah. Bagian ini disebut rhinarium Gambar 5, yang berfungsi untuk membantu
daya penciumannya dalam mengenali jejak bau yang ditinggalkan kukang lainnya Napier Napier 1985; Rowe 1996. Moncong kukang pendek dan membulat
serta lebih besar jika dibandingkan dengan Loris sp. Schulze 2003a. Rhinarium kukang tidak berambut serta memiliki papila yang kasar dan terlihat jelas. Jika
dibandingkan dengan tupai, rhinarium kukang lebih kecil dan kurang sensitif Loo Kanagasuntheram 1973.
Tooth Comb dan Toilet Claw
Tooth comb atau gigi sisir adalah empat gigi seri pada rahang bawah yang
arah tumbuhnya lebih horizontal. Fungsi gigi ini adalah sebagai alat untuk menyisir rambutnya saat meyelisik atau membersihkan diri. Sedangkan Toilet
claw adalah cakar atau kuku yang panjang dan tajam pada telunjuk atau jari ke
dua pada alat gerak bagian belakang Gambar 5. Tooth comb dan toilet claw digunakan untuk menyelisik Napier Napier 1985; Rowe 1996.
Pada Prosimian, perilaku menyelisik ini dilakukan dengan menjilati tubuh dan anggota tubuhnya dan menyisir rambutnya dengan tooth comb dan toilet claw.
Kukang melakukan aktifitas menyelisik beberapa saat setelah bangun, yaitu sekitar lepas senja saat matahari sudah tenggelam dan sesaat sebelum tidur, yaitu
saat menjelang matahari terbit Wiens 2002; Pambudi 2008. Penelitian di kandang atau penangkaran, menunjukkan bahwa kukang
memiliki kisaran masa bunting 165-175 hari Nekaris Bearder 2007, 186-187 hari Zimmerman 1989, dan 185-197 hari Izard 1988. Satwa primata ini
melahirkan satu kali setiap tahunnya dengan berat 43,5-75 g, dan menyusui selama 5-7 bulan atau menyapih pada umur anak 85-180 hari Izard 1988;
Zimmermann 1989; Nekaris Bearder 2007. Siklus estrus N. coucang adalah 29-45 hari dengan kematangan seksual pada umur 18-24 bulan pada betina dan 17
bulan pada jantan atau rata-rata sekitar umur 1,5-2 tahun.
Berat dan panjang tubuh kukang
Kukang memiliki berat tubuh bervariasi dari yang terkecil hingga terbesar, yaitu 230-2000 g Tabel 3. Kukang jawa merupakan spesies yang memiliki
ukuran tubuh ke tiga terbesar di antara semua spesies kukang. Dibandingkan dengan dua kukang Indonesia lainnya, kukang jawa memiliki ukuran tubuh yang
paling besar dan berat. Berturut-turut kisaran berat tubuh kukang dari yang terbesar hingga terkecil adalah: N. bengalensis 850-2000 g, N. coucang 230-