17 menyatakan apabila subtratnya glukosa, maka RQ = 1. RQ 1 apabila subtrat
yang digunakan mengandung oksigen yaitu asam – asam organik. Respirasi senyawa ini memerlukan O
2
lebih sedikit untuk menghasilkan CO
2
yang sama .
2.6. Penundaan Pengeringan Karakteristik biji jarak pagar yang mudah mengalami kerusakan selama
penyimpanan sehingga dalam penanganan pasca panen perlu adanya perlakuan khusus karena setiap tahapan penanganan pasca panen yang tidak tepat akan
memberikan kontribusi terhadap penurunan mutu biji jarak pagar khususnya peningkatan kadar keasaman. Buah jarak pagar setelah dipanen hendaknya segera
dilakukan pengupasan dan pengeringan serta disimpan pada tempat yang tepat. Sudrajat et al. 2006 menyatakan penyimpanan biji menggunakan karung plastik
dan diletakkan bersentuhan dengan lantai gudang bisa menyebabkan peningkatan keasaman, biji berjamur dan penurunan rendemen minyak. Tantangan dalam
penanganan pasca panen jarak pagar untuk mempertahankan mutu cukup berat karena agribisnis jarak pagar biasanya diusahakan pada areal terpencar-pencar
dengan skala usaha yang kecil serta tidak tersedia pengering mekanis. Penundaan pengeringan akan terjadi pada musim hujan sehingga berakibat terhadap
kerusakan biji jarak pagar. Potensi terjadinya kerusakan biji oleh serangan cendawan sangat besar
terkait dengan kadar air biji yang masih tinggi 15 - 20 . Berdasarkan pada ekologinya, cendawan yang menyerang biji diklasifikasikan kedalam cendawan
lapangan dan cendawan pasca panen. Cendawan akan menghasilkan enzim eksoseluler untuk menguraikan bahan-bahan cadangan biji protein, lemak dan
karbohidrat menjadi bahan-bahan yang digunakan untuk pertumbuhannya. Cendawan pada biji yang berasal dari lapangan biasanya berlokasi di dalam
jaringan biji. Serangan cendawan ke dalam jaringan biji terjadi pada saat pembentukan
biji yaitu pada saat fase penyerbukan, fase antara penyerbukan dengan pembuahan dan fase sesudah pembuahan Neergaard, 1979. Apabila serangan cendawan pada
akhir pembentukan biji, cendawan akan berada dipermukaan testa atau jaringan bagian luar seperti testa, permukaan kotiledon atau endosperm, tetapi apabila
18 serangan terjadi pada awal pembentukan biji, letak cendawan dapat lebih dalam
lagi. Kulit biji secara fisik atau kimiawi merupakan pertahanan yang utama bagi biji untuk mencegah penetrasi cendawan. Retakan biji yang terjadi secara mekanis
memberikan peluang bagi serangan cendawan ke dalam biji Styer and Cantliffe, 1984. Serangan cendawan pada biji-bijian dapat menyebabkan penurunan daya
kecambah, perubahan warna, bau apek, pembusukan, perubahan komposisi kimia, penguraian lemak sehingga meningkatkan kandungan asam lemak bebas dan
penurunan nutrisi Sauer et al. 1992. Pertumbuhan cendawan dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan
tempat cendawan tumbuh. Ominski et al. 1994 mengemukakan bahwa beberapa kondisi lingkungan tersebut adalah nilai aktivitas air a
w
dan kadar air, suhu, subtrat, O
2
dan CO
2
, interaksi mikroba, kerusakan mekanis, infestasi serangga, jumlah spora dan lama penyimpanan. Jumlah air bebas yang dibutuhkan oleh
cendawan untuk pertumbuhannya ditetapkan oleh akitivitas air a
w
. Semua cendawan mempunyai a
w
minimum, optimum dan maksimum untuk pertumbuhannya. Akitivitas air 0.70 merupakan a
w
minimum pembentukan koloni semua spesies cendawan selama penyimpanan. Worang 2008 menyatakan
bahwa berdasarkan hasil identifikasi biji jarak pagar yang terserang cendawan diperoleh 15 spesies cendawan yaitu Aspergillus flavus, A. niger, A. restrictus, A.
tamari, Cladosporium sp., C. cladosporioides, Colletotrichum sp, Eurotium chevalieri, E rubrum, Fusarium semitectum, F. verticillioides, Lasiodiplodia sp,
Libertella sp, Penicillium citrium, P. oxalicum dan 1 satu isolate yang belum dapat diidentifikasi. Cendawan yang selalu terisolasi pada setiap aktivitas air dan
lama penyimpanan adalah Cladosporium sp., C. cladosporioides, Colletotrichum sp, F. verticillioides, dan Lasiodiplodia sp. Hanafi 2006 menyatakan berdasar
hasil identifikasi cendawan yang terbawa benih ditemukan 4 jenis cendawan yaitu Chrysosporium sp 47 – 49 , Fusarium solani 30 , Aspergilus flavus 11-31
dan panicilium sp 2-6 . Cendawan Chrysosporium sp bersifat saprofit sehingga cendawan cepat berkembang pada bagian kulit dan tidak berpotensi
merusak struktur benih bagian dalam. Berbeda dengan cendawan Fusarium solani yang merupakan pathogen yang berbahaya karena dapat menyebabkan
pembusukan pada radikula. Untuk cendawan Aspergilus flavus bersifat saprofit
19 dengan kemampuan adaptasi yang luas sehingga dapat perubahan kualitas fisik,
perubahan warna dan penurunan kandungan nutrisi dalam benih.
2.7. Desinfektan