ha. Luas lahan terbuka yang tidak mengalami konversi lahan selama
lahan terbuka sedangkan pada alokasi RTRW dikelompokan menjadi 2 tipe penggunaan lahan. Pada badan air BDA penggunaan lahan terdiri dari 1
penggunaan lahan yaitu badan air, sedangkan pada alokasi RTRW penggunaan lahan BDA dikelompokkan menjadi 3 tipe penggunaan. Penggunaan lahan 2012
dikelompokkan kedalam 9 tipe penggunaan lahan sedangkan penggunaan lahan menurut alokasi ruang RTRW dikelompokkan kedalam 33 tipe penggunaan
lahan. Pada data alokasi ruang menurut RTRW dapat diketahui alokasi ruang
terluas disediakan untuk lahan terbangun yaitu sebesar 10 212.0 ha, lahan
tersebut dalam rencana tata ruang meliputi: fasilitas olahraga dan rekreasi, pendidikan, peribadatan, fasilitas umum dan sosial, industri, jasa, militer,
perdagangan, prasarana kota, pusat wp, transportasi, utilitas kota, rumah tinggi,
rumah sedang dan ruang rendah. Alokasi untuk ruang terbuka hijau RTH
disediakan seluas 900.8 ha, lahan tersebut dalam rencana tata ruang meliputi: hutan kota, penunjang pertanian, pertanian, RTH, RTH infrastruktur, RTH kebun
penelitian, RTH taman lingkungan, RTH taman, TPU, sempadan SUTT. Alokasi
ruang untuk lahan terbuka menurut alokasi RTRW adalah sebesar 183.7 ha,
lahan tersebut dalam rencana tata ruang meliputi: sempadan jalan tol dan
sempadan rel KA. Alokasi ruang untuk kawasan badan air menurut alokasi ruang
adalah sebesar 410.4 ha, lahan tersebut dalam rencana tata ruang meliputi: sempadan saluran, sempadan sungai, sungai. Pada tabel peruntukan alokasi ruang
menurut RTRW dapat diketahui, peruntukan alokasi ruang tertinggi adalah fasilitas rumah sedang seluas 4 743.1 ha, sedangkan untuk alokasi ruang terkecil
adalah untuk fasilitas umum berupa RTH infrastruktur yaitu sebesar 0.3 ha. Untuk menganalisis ketidaksesuaian pemanfaatan ruang, dilakukan
penyamaan jenis penggunaan lahan pada alokasi RTRW dengan kondisi eksisting. Penyamaan tersebut digunakan sebagai dasar untuk mengetahui apakah
pemanfaatan ruang saat ini sesuai konsisten atau tidak sesusai inkonsisten dengan alokasi ruang RTRW. Pada Tabel 11 dijelaskan penggunaan lahan
menurut alokasi RTRW yang dikelompokan kedalam penggunaan lahan eksisting. Tabel 11. Matriks Konsistensi Penggunaan Lahan tahun 2012 dengan RTRW
tahun 2011-2031.
Alokasi RTRW Luasan ha
Badan Air
Lahan Terbangun RTH
Lahan Terbuka
BDA KWD
KWP PKM
PKM_T SWH
KBC LDG
LHT
Fasilitas Kesehatan 13
2 5
1 27
1 5
Fasilitas OR dan Rekreasi
15 5
1 10
5 57
2 24
Fasilitas Pendidikan 1
18 3
1 47
3 32
1 Fasilitas Peribadatan
3 1
3 6
Fasum Fasos 1
6 3
15 Hutan Kota
2 7
3 12
9 46
1 7
Industri 50
4 99
30 130
4 15
Jasa 44
2 30
335 32
259 4
7 Militer
20 3
4 22
35 2
3
Pemerintahan 68
9 1
85 15
71 10
Penunjang Pertanian 2
7 2
8 Perdagangan
42 18
24 193
22 187
3 4
Pertanian 1
5 7
58 22
40 5
Prasarana Kota 1
2 2
Pusat WP 8
8 84
23 62
4 2
RTH 2
7 1
25 24
45 6
RTH Infrastruktur 2
RTH Kebun Penelitian 5
2 52
13 33
1 1
RTH Taman 29
6 24
RTH Taman Kota 1
2 RTH Taman Lingkungan
3 1
5 Rumah Rendah
11 35
32 1450
397 1186
28 43
Rumah Sedang 8
115 9
203 1847 352
1358 49
84 Rumah Tinggi
47 1
34 366
70 379
7 22
Sempadan Jalan Tol 40
44 128
2 1
Sempadan Rel KA 1
2 3
57 4
44 1
1 Sempadan Saluran
4 24
71 612
232 791
23 29
Sempadan Sungai 22
7 1
10 181
56 236
4 6
Sempadan SUTT 3
27 104
41 88
5 Sungai
24 7
1 9
128 69
261 9
2 TPU
4 11
130 34
128 2
Transportasi 2
2 8
6 9
1 1
Utilitas Kota 1
7 4
12 2
Keterangan : BDA= badan air, KWD= kawasan perdagangan, KWP= kawasan pemerintahan LDG= ladang, LHT= lahan terbuka, PKM_T= permukiman tidak teratur, PKM=
permukiman teratur SWH= Sawah, KBC= kebun campuran.
Tabel 12. Konsistensi Penggunaan Lahan tahun 2012 dengan Alokasi RTRW tahun 2011-2031
Konsistensi Penggunaan Lahan tahun 2012
dengan alokasi RTRW Bogor
Barat Bogor
Selatan Bogor
Tengah Bogor
Timur Bogor
Utara Tanah
Sareal
Inkonsisten Luas
ha 2001
2597 523
746 1579
1320
Kebun Campuran 1132
1593 370
477 955
752 Sawah
279 469
8 114
250 238
Ladang 62
32 2
15 33
Permukiman Tidak Teratur
436 391
93 126
200 195
Permukiman Teratur 27
18 2
24 35
36 Kawasan Perdagangan
15 6
23 2
21 5
Kawasan Pemerintahan 9
Lahan Terbuka 41
61 17
1 102
57 Badan Air
9 27
1 1
4
Tabel 11. Lanjutan
Konsisten Luas ha
1606 1404
565 514
970 1020
Kebun Campuran 157
100 42
34 23
67 Sawah
60 35
13 12
29 Ladang
8 1
PermukimanTidak Teratur
1178 1163
331 386
759 764
Permukiman Teratur 63
40 22
42 91
87 Kawasan Perdagangan
116 46
120 39
83 68
Kawasan Pemerintahan 48
Lahan Terbuka 1
1 Badan Air
24 19
2 1
4
Pada Tabel 12, disajikan matriks antara penggunaan lahan tahun 2012 dengan rencana tata ruang wilayah Kota Bogor tahun 2011-2031. Dari Tabel 12
dapat diketahui nilai konsisten terbesar terletak pada Kecamatan Bogor Barat
sebagai permukiman tidak teratur dengan luasan wilayah sebesar 1178 ha. Pada badan air nilai konsistensi terbesar terletak pada kecamatan Bogor Barat yaitu
sebesar 29 ha. Pada kawasan pemerintah nilai konsistensi terbesar terletak pada kecamatan Bogor Tengah yaitu sebesar 48 ha. Pada kawasan perdagangan nilai
konsistensi terbesar terletak pada Kecamatan Bogor Tengah yaitu sebesar 120 ha. Pada kebun campuran nilai konsistensi terbesar terletak pada kecamatan Bogor
Barat yaitu sebesar 157 ha. Pada lahan terbuka nilai konsistensi terbesar terletak pada Kecamatan Bogor Utara dan Tanah Sareal yaitu sebesar 1 ha. Pada ladang
nilai konsistensi terbesar terletak pada Kecamatan Bogor Barat yaitu sebesar 8 ha. Pada permukiman teratur nilai konsistensi terbesar terletak pada kecamatan Bogor
Utara yaitu sebesar 91 ha. Pada sawah nilai konsistensi terbesar terletak pada Kecamatan Bogor Barat yaitu sebesar 60 ha. Dari data tersebut dapat diketahui
bahwa penggunaan lahan yang tersebar di Kota Bogor yang sesuai dengan alokasi ruang menurut RTRW adalah sebesar
6079
ha
40.95.
Penggunaan lahan yang tidak konsisten terbesar terletak pada Kecamatan
Bogor Selatan sebagai kebun campuran yaitu sebesar 1593 ha. Pada badan air nilai inkonsistensi terbesar terletak pada kecamatan Bogor Selatan yaitu sebesar
27 ha. Pada kawasan pemerintah nilai inkonsistensi terbesar terletak pada Kecamatan Bogor Tengah yaitu sebesar 9 ha. Pada kawasan perdagangan nilai
konsistensi terbesar terletak pada Kecamatan Bogor Utara yaitu sebesar 21 ha. Pada lahan terbuka nilai inkonsistensi terbesar terletak pada kecamatan Bogor
Utara yaitu sebesar 102 ha. Pada ladang nilai inkonsistensi terbesar terletak pada kecamatan Bogor Barat yaitu sebesar 62 ha. Pada
permukiman tidak teratur nilai inkonsistensi terbesar terletak pada kecamatan Bogor Barat yaitu sebesar 436 ha.
Pada permukiman teratur nilai inkonsistensi terbesar terletak pada Kecamatan Tanah Sareal yaitu sebesar 36 ha dan pada sawah nilai inkonsistensi terbesar
terletak pada Kecamatan Bogor Selatan yaitu sebesar 469 ha. Dari data tersebut
dapat diketahui bahwa penggunaan lahan yang tersebar di Kota Bogor yang tidak sesuai dengan alokasi ruang menurut RTRW adalah sebesar 8 766ha 59.05.
Tabel 12. Lanjutan
Gambar 20. Persentase Keterkaitan Penggunaan Lahan dengan Alokasi Pola Ruang
Gambar 21. Sebaran spasial konsistensi dan inkonsistensi penggunaan lahan tahun 2012 dengan RTRW tahun 2011-2031.
Secara keseluruhan penggunaan lahan tahun 2012 Kota Bogor yang konsisten untuk peruntukan sebagai lahan terbangun, lahan terbuka, badan air dan
RTH adalah sebesar 6 079 ha 40.95 dan untuk lahan yang inkonsisten sebesar 8 766 ha 59.05. Secara spasial, wilayah yang konsisten untuk penggunaan
lahan menurut alokasi ruang sebagian besar tersebar Bogor Tengah, hal ini dapat
Bogor Barat
Bogor Selatan
Bogor Tengah
Bogor Timur
Bogor Utara
Tanah Sareal
Inkonsisten 55.5
64.9 48.1
59.2 61.9
56.4 Konsisten
44.5 35.1
51.9 40.8
38.1 43.6
0.0 10.0
20.0 30.0
40.0 50.0
60.0 70.0
Pr e
sen tase
Lu as
dilihat dari data yang tertera pada Tabel 12 dan Gambar 20, dimana Kecamatan Bogor Tengah
dengan luas lahan sebesar 1088 ha, memiliki luas kawasan yang konsisten diperuntukan sebagai lahan terbangun sebesar 51.9 dan daerah yang
tidak konsisten adalah sebesar 48.1. Hal ini dapat terbukti kebenarannya dengan pengecekan lapang dikarenakan Kecamatan Bogor Tengah merupakan pusat
kawasan pemerintahan, perdagangan dan permukiman penduduk. Kawasan untuk lahan terbangun yang inkonsinten dengan RTRW sebagian besar tersebar di
Kecamatan Bogor selatan yaitu sebesar 64.9 sedangkan kawasan yang sesuai dengan alokasi peruntukan RTRW sebesar 35.1, hal ini disebabkan oleh
peruntukan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan alokasi RTRW misalnya peruntukan sebagai kawasan RTH dalam alokasi RTRW pada kenyataan dilapang
digunakan menjadi kawasan lahan terbangun.
Tingkat Perkembangan Wilayah
Tingkat Perkembangan Wilayah di Kota Bogor dapat dilihat dengan analisis skalogram. Terdapat 63 variabel yang digunakan dalam menentukan
tingkat perkembangan wilayah Kota Bogor Tahun 2006 dan 2012, yang dikelompokan ke dalam 5 indeks yaitu: fasilitas pendidikan, fasilitas sosial,
fasilitas kesehatan, fasilitas ekonomi dan aksesibilitas. Hasil analisis skalogram ini menghasilkan nilai Indeks Perkembangan Desa IPD, dimana semakin tinggi
nilai IPD suatu daerah maka semakim tinggi pula tingkat perkembangan wilayah daerah tersebut dan sebaliknya, apabila semakin kecil nilai IPD di suatu daerah
makan semakin rendah tingkat perkembangan wilayah di daerah tersebut. Meningkatnya jumlah penduduk menuntut adanya peningkatan jumlah unit dan
jenis fasilitas sarana dan prasarana sebagai penompang wilayah pusat pelayanan aktivitas. Analisis ini dilakukan dengan cakupan 6 kecamatan dan 68
kelurahan. Hasil analisis skalogram yang menggambarkan pengelompokan
tingkatan hirarki wilayah di Kota Bogor Tahun 2006 dan 2012 dicantumkan pada Gambar 22.
Berdasarkan hasil analisis untuk tingkat perkembangan wilayah Kota Bogor Tahun 2006, nilai IPD tertinggi lampiran 1 dimiliki oleh Kecamatan Bogor
Tengah Kelurahan Pabaton yaitu sebesar 171,6 dan masuk kedalam kawasan berhiraki 1, sedangkan pada Kecamatan Bogor Selatan, Kelurahan Empang
memiliki nilai IPD 90,9 dan masuk kedalam kawasan berhirarki 2. Nilai IPD terendah dimiliki oleh Kecamatan Bogor Selatan, desa Kertamaya yaitu sebesar
30,10 dan masuk kedalam kawasan berhirarki 3. Hal ini mencerminkan bahwa kehidupan masyarakat di Kecamatan
Bogor Tengah Kelurahan Pabaton ,
berdasarkan variabel-variabel yang digunakan dalam menentukan IPD lebih baik dengan didukung oleh fasilitas yang lebih lengkap dari pada kelurahan-kelurahan
yang lain di Kota Bogor. Pada tahun 2012, nilai IPD tertinggi masih dimiliki oleh Kecamatan Bogor Tengah Kelurahan Pabaton yaitu sebesar 105,47 dan masuk ke
dalam kawasan berhirarki 1, sedangkan kecamatan Bogor Timur memiliki nilai IPD 63,4 dan masuk ke dalam kawasan berhirarki 2, dan nilai IPD terendah
dimiliki oleh Kecamatan Bogor Barat Kelurahan Cipaku yaitu sebesar 31,47 dan masuk kedalam kawasan berhirarki 3.
Tabel 13. Kelompok Hirarki Wilayah Kota Bogor Tahun 2011-2031 Hirarki
Tahun 2006 Tahun 2012
1 Pabaton, Tanah Sareal,
Babakan, Kedung Badak, Cibogor, Paledang, Pasirmulya,
Ciwaringin. Babakan, Bondongan, Ciwaringin,
Empang, Kebon kalapa, Kedung Badak, Margajaya, Pabaton,
Paledang, Sukaresmi, Tanah Sareal. 2
Babakan Pasar, Baranang Siang, Bondongan, Cibuluh, Cilendek
Barat, Empang, Gudang, Kayumanis, Kebon kalapa, Loji,
Margajaya, Menteng, Muarasari, Pakuan, Panaragan, Semplak,
Sempur, Sindangsari, Sukadamai, Sukasari, Tanah
Baru. Cilendek Barat, Curug, Genteng,
Gudang, Harjasari, Kedungjaya, Kencana, Kertamaya, Loji,
Menteng, Pasirmulya, Sindangsari, Sukasari, Tegal Gundil, Tegalega.
3 Balumbangjaya, Bantar jati,
Batu tulis, Bojongkerta, Bubulak, Cibadak, Cikaret,
Cilendek Timur, Ciluar, Cimahpar, Cipagiri, Cipaku,
Curug, Curug mekar, Genteng, Gunung Batu, Harjasari,
Katulampa, Kebon Pedes, Kedung Halang, Kedung
waringin, Kedungjaya, Kencana, Kertamaya, Lawanggintung,
Mekarwangi, Mulyaharja, Pamoyanan, Pasirjaya,
Pasirkuda, Rancamaya, Ranggamekar, Sindangbarang,
sindangrasa, situgede,sukaresmi, Tegal Gundil, Tegalega.
Babakan Pasar, Balumbangjaya, Bantar jati, Baranang Siang,
BatuTulis, Bojong Kerta, Bubulak, Cibadak, Cibogor, Cibuluh,
Cikaret, Cilendek Timur, Ciluar, Cipagiri, Cimahpar, Cipaku, Curug
mekar, Gunungbatu, Katulampa, Kayumanis, Kebon Pedes, Kedung
Halang, Kedung Waringin, Lawang Gintung, Mekarwangi, Muarasari,
Mulyaharja, Pakuan, Pamoyanan, Panaragan, Pasirjaya, Pasirkuda,
Rancamaya, Ranggamekar, Semplak,Sempur, Sindang Barang,
Situgede, Sukadamai, Tajur, TanahBaru
Gambar 22. Sebaran Spasial Hirarki Wilayah Kota Bogor Tahun 2006 dan 2012
Berdasarkan hasil analisis skalogram pada tahun 2006, kelurahan yang berhirarki 1 berjumlah 8 kelurahan, yang berhirarki 2 berjumlah 21 kelurahan
dan yang berhirarki 3 berjumlah 39 kelurahan. Pada tahun 2011 terjadi perubahan tingkat perkembangan wilayah di Kota Bogor dimana jumlah kelurahan yang
berhirarki 1 menjadi 11 kelurahan, yang berhirarki 2 menjadi 15 kelurahan dan yang berhirarki 3 menjadi 42 kelurahan. Wilayah yang mengalami perubahan
hirarki dari tahun 2006 ke tahun 2012 menjadi kelurahan hirarki 1 yaitu: Bondongan, Empang, Kebon Kalapa, Margjaya dan Sukaresmi. Hal tersebut
terjadi dikarenakan kelurahan tersebut mengalami peningkatan jumlah fasilitas yang tersedia anatara lain peningkatan jumlah fasilitas pendidikan, fasilitas
ekonomi, fasilitas kesehatan, fasilitas sosial yang tertera pada Tabel 5. Sebaliknya kelurahan Pasir Mulya mengalami perubahan tingkatan hirarki wilayah, dari
tingkatan hirarki 1 pada tahun 2006 menjadi hirarki II pada tahun 2012. Penurunan tingkatan hirarki ini dapat disebakan oleh peningkatan jumlah dan
jenis fasilitas di kelurahan lain sedangkan untuk Kelurahan Pasir Mulya terjadi peningkatan fasilitas yang tidak terlalu signifikan atau bahkan tidak terjadi
peningkatan fasilitas sama sekali. Tabel 14. Pertumbuhan Hirarki Tahun 2006 ke 2012.
No Kelurahan
Peningkatan Hirarki 2006-2012
1 Bondongan, Empang, Kebon Kelapa, Margayajaya 2 -- 1
2 Sukaresmi 3 -- 1
3 Curug, Harjasari, Kedung Jaya, Kencana, Kertamaya, Tegal Gundil, Tegalega
3 -- 2 No
Kelurahan Penurunan Hirarki
2006-2012 1 Pasir Mulya
1--2 2 Cibogor
1--3 3
Babakan Pasar, Baranangsiang, Cibuluh, Kayu Manis, Muara Sari, Pakuan, Semplak, Sempur,
Sindang Sari, Sukadamai, Sukasari, Tanah Baru 2--3
Pada Tabel 14, menunjukan bahwa tingkat perkembangan wilayah di Kota Bogor yang dilihat berdasarkan kelengkapan fasilitas dan aksesibilitas yang
berada pada setiap kelurahan pada tahun 2006 dan 2012 mengalami peningkatan dan penurunan tingkat perkembangan wilayah. Kelurahan Sukaresmi pada tahun
2006 dengan fasilitas yang sangat terbatas dimana penduduk yang bertempat tinggal di kelurahan tersebut kurang terlayani untuk mendapatkan fasilitas umum
yang tersedia dimana kelurahan tersebut masuk kedalam kawasan kelompok hirarki 3. Pada tahun 2012 seiring berkembangnya pembangunan fasilitas di
kelurahan sukaresmi, menjadikan kelurahan tersebut berkembang dimana fasilitas umum yang tersedia bisa dimanfaatkan oleh masyarakat dan masuk kedalam
kelompok berhirarki 1, sehingga Kelurahan Sukaresmi mengalami peningkatan hirarki wilayah yang tadinya berhirarki 3 meningkat menjadi berhirarki 1.
Pada tahun 2006 dan 2012 kelurahan yang mengalami penurunan tingkatan hirarki wilayah adalah Kelurahan Cibogor dimana pada tahun 2006
Kelurahan Cibogor masuk kedalam kelompok wilayah berhirarki 1 dan pada tahun 2012 Kelurahan Cibogor masuk kedalam kelompok hirarki 3, penurunan
tingkatan hirarki pada Kelurahan Cibogor disebabkan karena lokasinya yang dekat dengan pusat kota, pada tahun 2006 fasilitas di dalam pusat Kota belum
berkembang dan fasilitas di Kelurahan Cibogor sudah lengkap untuk masyarakat, akan tetapi seiring berjalannya waktu fasilitas di pusat Kota semakin berkembang,
lengkap dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat sehingga banyak masyarakat Kelurahan Cibogor lebih memilih menggunakan fasilitas yang ada di pusat kota
untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Hal tersebut mengakibatkan fasilitas yang ada di Kelurahan Cibogor menjadi tidak digunakan dan para
pengusahapedagang banyak yang bangkrut dan menutup usahanya. Gambar 24 dan Gambar 25 menjelaskan perubahan penggunaan lahan
yang ditandai dengan legenda berwarna merah. Kedua gambar tersebut menunjukan sebaran perubahan penggunaan lahan tahun 2005-2012 pada kebun
campuran, sawah, ladang dan lahan terbuka yang mengalami perubahan penggunaan lahan menjadi lahan terbangun permukiman teratur, permukiman
tidak teratur, kawasan pemerintahan, kawasan perdagangan. Pada Gambar 25 dijelaskan bahwa daerah yang paling banyak mengalami
perubahan penggunaan lahan adalah Kelurahan Ranggamekar, Balumbangjaya, Mekarwangi dan Cikaret, akan tetapi daerah tersebut dalam data potensi desa
PODES tahun 2012 termasuk kedalam daerah berhirarki 3 legenda berwarna hijau, yang mengartikan daerah tersebut belum berkembang terlihat dari fasilitas
umum yang tersedia belum lengkap serta aksesibilitas kurang baik. Perubahan penggunaan lahan yang terjadi pada periode 2005-2012 diduga karena masih
luasnya lahan-lahan pertanian yang dapat di konversi ke penggunaan non- pertanian, utamanya untuk lahan terbangun.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Perubahan Penggunaan Lahan
Pertumbuhan jumlah penduduk yang semakin meningkat memicu terjadinya perubahan penggunaan lahan yang tidak dapat dihindari, sehingga mengakibatkan
kebutuhan ruang yang semakin tinggi sedangkan ketersediaan ruang yang semakin terbatas mengakibatkan perubahan penggunaan lahan tidak sesuai dengan alokasi
peruntukan ruang RTRW yang sesungguhnya. Pada penelitian ini faktor-faktor yang menyebabkan perubahan penggunaan lahan dianalisis dengan metode
forward stepwise . Hasil dari analalisis dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Hasil Analisis Regresi Perubahan Penggunaan Lahan. Faktor Perubahan Penggunaan Lahan Beta
Std.Err.of beta
t57 p-
level
Pertumbuhan Penduduk 0.193
0.131 1.47
0.147 Pertumbuhan Fasilitas Sosial
0.249 0.12
-2.077 0.042
Pertumbuhan Fasilitas Ekonomi 0.201
0.102 -1.967 0.054
Pertumbuhan Fasilitas Pendidikan -0.048
0.106 -0.454 0.652
Pertumbuhan Fasilitas Kesehatan 0.023
0.11 0.209 0.836
Indeks Perkembangan Desa -0.057
0.122 -0.47
0.64 Alokasi Lahan Pertanian ha
0.047 0.12
0.387 0.7
Alokasi Lahan Terbangun ha 0.14
0.177 0.789 0.433
Luas Lahan Pertanian 2005 ha -0.581
0.183 3.178
0.002 Luas Lahan Terbangun 2005 ha
0.136 0.144
-0.945 0.349 R Square R²
0,486
Berdasarkan hasil analisis, terdapat beberapa variabel yang berpengaruh sangat nyata secara statistik dengan nilai p-level yaitu 0.05 kurang dari 5
yaitu: Pertumbuhan fasilitas sosial dan luas lahan pertanian tahun 2005. Dari Tabel 15, didapatkan nilai R-Square R² sebesar 0.486. Hal ini menunjukkan
bahwa model tersebut hanya mampu menjelaskan keragaman data sebesar 0.486. Interpretasi faktor-faktor yang berpengaruh sangat nyata, mempengaruhi
perubahan penggunaan lahan adalah: