ha. Luas lahan terbuka yang tidak mengalami konversi lahan selama

lahan terbuka sedangkan pada alokasi RTRW dikelompokan menjadi 2 tipe penggunaan lahan. Pada badan air BDA penggunaan lahan terdiri dari 1 penggunaan lahan yaitu badan air, sedangkan pada alokasi RTRW penggunaan lahan BDA dikelompokkan menjadi 3 tipe penggunaan. Penggunaan lahan 2012 dikelompokkan kedalam 9 tipe penggunaan lahan sedangkan penggunaan lahan menurut alokasi ruang RTRW dikelompokkan kedalam 33 tipe penggunaan lahan. Pada data alokasi ruang menurut RTRW dapat diketahui alokasi ruang terluas disediakan untuk lahan terbangun yaitu sebesar 10 212.0 ha, lahan tersebut dalam rencana tata ruang meliputi: fasilitas olahraga dan rekreasi, pendidikan, peribadatan, fasilitas umum dan sosial, industri, jasa, militer, perdagangan, prasarana kota, pusat wp, transportasi, utilitas kota, rumah tinggi, rumah sedang dan ruang rendah. Alokasi untuk ruang terbuka hijau RTH disediakan seluas 900.8 ha, lahan tersebut dalam rencana tata ruang meliputi: hutan kota, penunjang pertanian, pertanian, RTH, RTH infrastruktur, RTH kebun penelitian, RTH taman lingkungan, RTH taman, TPU, sempadan SUTT. Alokasi ruang untuk lahan terbuka menurut alokasi RTRW adalah sebesar 183.7 ha, lahan tersebut dalam rencana tata ruang meliputi: sempadan jalan tol dan sempadan rel KA. Alokasi ruang untuk kawasan badan air menurut alokasi ruang adalah sebesar 410.4 ha, lahan tersebut dalam rencana tata ruang meliputi: sempadan saluran, sempadan sungai, sungai. Pada tabel peruntukan alokasi ruang menurut RTRW dapat diketahui, peruntukan alokasi ruang tertinggi adalah fasilitas rumah sedang seluas 4 743.1 ha, sedangkan untuk alokasi ruang terkecil adalah untuk fasilitas umum berupa RTH infrastruktur yaitu sebesar 0.3 ha. Untuk menganalisis ketidaksesuaian pemanfaatan ruang, dilakukan penyamaan jenis penggunaan lahan pada alokasi RTRW dengan kondisi eksisting. Penyamaan tersebut digunakan sebagai dasar untuk mengetahui apakah pemanfaatan ruang saat ini sesuai konsisten atau tidak sesusai inkonsisten dengan alokasi ruang RTRW. Pada Tabel 11 dijelaskan penggunaan lahan menurut alokasi RTRW yang dikelompokan kedalam penggunaan lahan eksisting. Tabel 11. Matriks Konsistensi Penggunaan Lahan tahun 2012 dengan RTRW tahun 2011-2031. Alokasi RTRW Luasan ha Badan Air Lahan Terbangun RTH Lahan Terbuka BDA KWD KWP PKM PKM_T SWH KBC LDG LHT Fasilitas Kesehatan 13 2 5 1 27 1 5 Fasilitas OR dan Rekreasi 15 5 1 10 5 57 2 24 Fasilitas Pendidikan 1 18 3 1 47 3 32 1 Fasilitas Peribadatan 3 1 3 6 Fasum Fasos 1 6 3 15 Hutan Kota 2 7 3 12 9 46 1 7 Industri 50 4 99 30 130 4 15 Jasa 44 2 30 335 32 259 4 7 Militer 20 3 4 22 35 2 3 Pemerintahan 68 9 1 85 15 71 10 Penunjang Pertanian 2 7 2 8 Perdagangan 42 18 24 193 22 187 3 4 Pertanian 1 5 7 58 22 40 5 Prasarana Kota 1 2 2 Pusat WP 8 8 84 23 62 4 2 RTH 2 7 1 25 24 45 6 RTH Infrastruktur 2 RTH Kebun Penelitian 5 2 52 13 33 1 1 RTH Taman 29 6 24 RTH Taman Kota 1 2 RTH Taman Lingkungan 3 1 5 Rumah Rendah 11 35 32 1450 397 1186 28 43 Rumah Sedang 8 115 9 203 1847 352 1358 49 84 Rumah Tinggi 47 1 34 366 70 379 7 22 Sempadan Jalan Tol 40 44 128 2 1 Sempadan Rel KA 1 2 3 57 4 44 1 1 Sempadan Saluran 4 24 71 612 232 791 23 29 Sempadan Sungai 22 7 1 10 181 56 236 4 6 Sempadan SUTT 3 27 104 41 88 5 Sungai 24 7 1 9 128 69 261 9 2 TPU 4 11 130 34 128 2 Transportasi 2 2 8 6 9 1 1 Utilitas Kota 1 7 4 12 2 Keterangan : BDA= badan air, KWD= kawasan perdagangan, KWP= kawasan pemerintahan LDG= ladang, LHT= lahan terbuka, PKM_T= permukiman tidak teratur, PKM= permukiman teratur SWH= Sawah, KBC= kebun campuran. Tabel 12. Konsistensi Penggunaan Lahan tahun 2012 dengan Alokasi RTRW tahun 2011-2031 Konsistensi Penggunaan Lahan tahun 2012 dengan alokasi RTRW Bogor Barat Bogor Selatan Bogor Tengah Bogor Timur Bogor Utara Tanah Sareal Inkonsisten Luas ha 2001 2597 523 746 1579 1320 Kebun Campuran 1132 1593 370 477 955 752 Sawah 279 469 8 114 250 238 Ladang 62 32 2 15 33 Permukiman Tidak Teratur 436 391 93 126 200 195 Permukiman Teratur 27 18 2 24 35 36 Kawasan Perdagangan 15 6 23 2 21 5 Kawasan Pemerintahan 9 Lahan Terbuka 41 61 17 1 102 57 Badan Air 9 27 1 1 4 Tabel 11. Lanjutan Konsisten Luas ha 1606 1404 565 514 970 1020 Kebun Campuran 157 100 42 34 23 67 Sawah 60 35 13 12 29 Ladang 8 1 PermukimanTidak Teratur 1178 1163 331 386 759 764 Permukiman Teratur 63 40 22 42 91 87 Kawasan Perdagangan 116 46 120 39 83 68 Kawasan Pemerintahan 48 Lahan Terbuka 1 1 Badan Air 24 19 2 1 4 Pada Tabel 12, disajikan matriks antara penggunaan lahan tahun 2012 dengan rencana tata ruang wilayah Kota Bogor tahun 2011-2031. Dari Tabel 12 dapat diketahui nilai konsisten terbesar terletak pada Kecamatan Bogor Barat sebagai permukiman tidak teratur dengan luasan wilayah sebesar 1178 ha. Pada badan air nilai konsistensi terbesar terletak pada kecamatan Bogor Barat yaitu sebesar 29 ha. Pada kawasan pemerintah nilai konsistensi terbesar terletak pada kecamatan Bogor Tengah yaitu sebesar 48 ha. Pada kawasan perdagangan nilai konsistensi terbesar terletak pada Kecamatan Bogor Tengah yaitu sebesar 120 ha. Pada kebun campuran nilai konsistensi terbesar terletak pada kecamatan Bogor Barat yaitu sebesar 157 ha. Pada lahan terbuka nilai konsistensi terbesar terletak pada Kecamatan Bogor Utara dan Tanah Sareal yaitu sebesar 1 ha. Pada ladang nilai konsistensi terbesar terletak pada Kecamatan Bogor Barat yaitu sebesar 8 ha. Pada permukiman teratur nilai konsistensi terbesar terletak pada kecamatan Bogor Utara yaitu sebesar 91 ha. Pada sawah nilai konsistensi terbesar terletak pada Kecamatan Bogor Barat yaitu sebesar 60 ha. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa penggunaan lahan yang tersebar di Kota Bogor yang sesuai dengan alokasi ruang menurut RTRW adalah sebesar 6079 ha 40.95. Penggunaan lahan yang tidak konsisten terbesar terletak pada Kecamatan Bogor Selatan sebagai kebun campuran yaitu sebesar 1593 ha. Pada badan air nilai inkonsistensi terbesar terletak pada kecamatan Bogor Selatan yaitu sebesar 27 ha. Pada kawasan pemerintah nilai inkonsistensi terbesar terletak pada Kecamatan Bogor Tengah yaitu sebesar 9 ha. Pada kawasan perdagangan nilai konsistensi terbesar terletak pada Kecamatan Bogor Utara yaitu sebesar 21 ha. Pada lahan terbuka nilai inkonsistensi terbesar terletak pada kecamatan Bogor Utara yaitu sebesar 102 ha. Pada ladang nilai inkonsistensi terbesar terletak pada kecamatan Bogor Barat yaitu sebesar 62 ha. Pada permukiman tidak teratur nilai inkonsistensi terbesar terletak pada kecamatan Bogor Barat yaitu sebesar 436 ha. Pada permukiman teratur nilai inkonsistensi terbesar terletak pada Kecamatan Tanah Sareal yaitu sebesar 36 ha dan pada sawah nilai inkonsistensi terbesar terletak pada Kecamatan Bogor Selatan yaitu sebesar 469 ha. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa penggunaan lahan yang tersebar di Kota Bogor yang tidak sesuai dengan alokasi ruang menurut RTRW adalah sebesar 8 766ha 59.05. Tabel 12. Lanjutan Gambar 20. Persentase Keterkaitan Penggunaan Lahan dengan Alokasi Pola Ruang Gambar 21. Sebaran spasial konsistensi dan inkonsistensi penggunaan lahan tahun 2012 dengan RTRW tahun 2011-2031. Secara keseluruhan penggunaan lahan tahun 2012 Kota Bogor yang konsisten untuk peruntukan sebagai lahan terbangun, lahan terbuka, badan air dan RTH adalah sebesar 6 079 ha 40.95 dan untuk lahan yang inkonsisten sebesar 8 766 ha 59.05. Secara spasial, wilayah yang konsisten untuk penggunaan lahan menurut alokasi ruang sebagian besar tersebar Bogor Tengah, hal ini dapat Bogor Barat Bogor Selatan Bogor Tengah Bogor Timur Bogor Utara Tanah Sareal Inkonsisten 55.5 64.9 48.1 59.2 61.9 56.4 Konsisten 44.5 35.1 51.9 40.8 38.1 43.6 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 Pr e sen tase Lu as dilihat dari data yang tertera pada Tabel 12 dan Gambar 20, dimana Kecamatan Bogor Tengah dengan luas lahan sebesar 1088 ha, memiliki luas kawasan yang konsisten diperuntukan sebagai lahan terbangun sebesar 51.9 dan daerah yang tidak konsisten adalah sebesar 48.1. Hal ini dapat terbukti kebenarannya dengan pengecekan lapang dikarenakan Kecamatan Bogor Tengah merupakan pusat kawasan pemerintahan, perdagangan dan permukiman penduduk. Kawasan untuk lahan terbangun yang inkonsinten dengan RTRW sebagian besar tersebar di Kecamatan Bogor selatan yaitu sebesar 64.9 sedangkan kawasan yang sesuai dengan alokasi peruntukan RTRW sebesar 35.1, hal ini disebabkan oleh peruntukan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan alokasi RTRW misalnya peruntukan sebagai kawasan RTH dalam alokasi RTRW pada kenyataan dilapang digunakan menjadi kawasan lahan terbangun. Tingkat Perkembangan Wilayah Tingkat Perkembangan Wilayah di Kota Bogor dapat dilihat dengan analisis skalogram. Terdapat 63 variabel yang digunakan dalam menentukan tingkat perkembangan wilayah Kota Bogor Tahun 2006 dan 2012, yang dikelompokan ke dalam 5 indeks yaitu: fasilitas pendidikan, fasilitas sosial, fasilitas kesehatan, fasilitas ekonomi dan aksesibilitas. Hasil analisis skalogram ini menghasilkan nilai Indeks Perkembangan Desa IPD, dimana semakin tinggi nilai IPD suatu daerah maka semakim tinggi pula tingkat perkembangan wilayah daerah tersebut dan sebaliknya, apabila semakin kecil nilai IPD di suatu daerah makan semakin rendah tingkat perkembangan wilayah di daerah tersebut. Meningkatnya jumlah penduduk menuntut adanya peningkatan jumlah unit dan jenis fasilitas sarana dan prasarana sebagai penompang wilayah pusat pelayanan aktivitas. Analisis ini dilakukan dengan cakupan 6 kecamatan dan 68 kelurahan. Hasil analisis skalogram yang menggambarkan pengelompokan tingkatan hirarki wilayah di Kota Bogor Tahun 2006 dan 2012 dicantumkan pada Gambar 22. Berdasarkan hasil analisis untuk tingkat perkembangan wilayah Kota Bogor Tahun 2006, nilai IPD tertinggi lampiran 1 dimiliki oleh Kecamatan Bogor Tengah Kelurahan Pabaton yaitu sebesar 171,6 dan masuk kedalam kawasan berhiraki 1, sedangkan pada Kecamatan Bogor Selatan, Kelurahan Empang memiliki nilai IPD 90,9 dan masuk kedalam kawasan berhirarki 2. Nilai IPD terendah dimiliki oleh Kecamatan Bogor Selatan, desa Kertamaya yaitu sebesar 30,10 dan masuk kedalam kawasan berhirarki 3. Hal ini mencerminkan bahwa kehidupan masyarakat di Kecamatan Bogor Tengah Kelurahan Pabaton , berdasarkan variabel-variabel yang digunakan dalam menentukan IPD lebih baik dengan didukung oleh fasilitas yang lebih lengkap dari pada kelurahan-kelurahan yang lain di Kota Bogor. Pada tahun 2012, nilai IPD tertinggi masih dimiliki oleh Kecamatan Bogor Tengah Kelurahan Pabaton yaitu sebesar 105,47 dan masuk ke dalam kawasan berhirarki 1, sedangkan kecamatan Bogor Timur memiliki nilai IPD 63,4 dan masuk ke dalam kawasan berhirarki 2, dan nilai IPD terendah dimiliki oleh Kecamatan Bogor Barat Kelurahan Cipaku yaitu sebesar 31,47 dan masuk kedalam kawasan berhirarki 3. Tabel 13. Kelompok Hirarki Wilayah Kota Bogor Tahun 2011-2031 Hirarki Tahun 2006 Tahun 2012 1 Pabaton, Tanah Sareal, Babakan, Kedung Badak, Cibogor, Paledang, Pasirmulya, Ciwaringin. Babakan, Bondongan, Ciwaringin, Empang, Kebon kalapa, Kedung Badak, Margajaya, Pabaton, Paledang, Sukaresmi, Tanah Sareal. 2 Babakan Pasar, Baranang Siang, Bondongan, Cibuluh, Cilendek Barat, Empang, Gudang, Kayumanis, Kebon kalapa, Loji, Margajaya, Menteng, Muarasari, Pakuan, Panaragan, Semplak, Sempur, Sindangsari, Sukadamai, Sukasari, Tanah Baru. Cilendek Barat, Curug, Genteng, Gudang, Harjasari, Kedungjaya, Kencana, Kertamaya, Loji, Menteng, Pasirmulya, Sindangsari, Sukasari, Tegal Gundil, Tegalega. 3 Balumbangjaya, Bantar jati, Batu tulis, Bojongkerta, Bubulak, Cibadak, Cikaret, Cilendek Timur, Ciluar, Cimahpar, Cipagiri, Cipaku, Curug, Curug mekar, Genteng, Gunung Batu, Harjasari, Katulampa, Kebon Pedes, Kedung Halang, Kedung waringin, Kedungjaya, Kencana, Kertamaya, Lawanggintung, Mekarwangi, Mulyaharja, Pamoyanan, Pasirjaya, Pasirkuda, Rancamaya, Ranggamekar, Sindangbarang, sindangrasa, situgede,sukaresmi, Tegal Gundil, Tegalega. Babakan Pasar, Balumbangjaya, Bantar jati, Baranang Siang, BatuTulis, Bojong Kerta, Bubulak, Cibadak, Cibogor, Cibuluh, Cikaret, Cilendek Timur, Ciluar, Cipagiri, Cimahpar, Cipaku, Curug mekar, Gunungbatu, Katulampa, Kayumanis, Kebon Pedes, Kedung Halang, Kedung Waringin, Lawang Gintung, Mekarwangi, Muarasari, Mulyaharja, Pakuan, Pamoyanan, Panaragan, Pasirjaya, Pasirkuda, Rancamaya, Ranggamekar, Semplak,Sempur, Sindang Barang, Situgede, Sukadamai, Tajur, TanahBaru Gambar 22. Sebaran Spasial Hirarki Wilayah Kota Bogor Tahun 2006 dan 2012 Berdasarkan hasil analisis skalogram pada tahun 2006, kelurahan yang berhirarki 1 berjumlah 8 kelurahan, yang berhirarki 2 berjumlah 21 kelurahan dan yang berhirarki 3 berjumlah 39 kelurahan. Pada tahun 2011 terjadi perubahan tingkat perkembangan wilayah di Kota Bogor dimana jumlah kelurahan yang berhirarki 1 menjadi 11 kelurahan, yang berhirarki 2 menjadi 15 kelurahan dan yang berhirarki 3 menjadi 42 kelurahan. Wilayah yang mengalami perubahan hirarki dari tahun 2006 ke tahun 2012 menjadi kelurahan hirarki 1 yaitu: Bondongan, Empang, Kebon Kalapa, Margjaya dan Sukaresmi. Hal tersebut terjadi dikarenakan kelurahan tersebut mengalami peningkatan jumlah fasilitas yang tersedia anatara lain peningkatan jumlah fasilitas pendidikan, fasilitas ekonomi, fasilitas kesehatan, fasilitas sosial yang tertera pada Tabel 5. Sebaliknya kelurahan Pasir Mulya mengalami perubahan tingkatan hirarki wilayah, dari tingkatan hirarki 1 pada tahun 2006 menjadi hirarki II pada tahun 2012. Penurunan tingkatan hirarki ini dapat disebakan oleh peningkatan jumlah dan jenis fasilitas di kelurahan lain sedangkan untuk Kelurahan Pasir Mulya terjadi peningkatan fasilitas yang tidak terlalu signifikan atau bahkan tidak terjadi peningkatan fasilitas sama sekali. Tabel 14. Pertumbuhan Hirarki Tahun 2006 ke 2012. No Kelurahan Peningkatan Hirarki 2006-2012 1 Bondongan, Empang, Kebon Kelapa, Margayajaya 2 -- 1 2 Sukaresmi 3 -- 1 3 Curug, Harjasari, Kedung Jaya, Kencana, Kertamaya, Tegal Gundil, Tegalega 3 -- 2 No Kelurahan Penurunan Hirarki 2006-2012 1 Pasir Mulya 1--2 2 Cibogor 1--3 3 Babakan Pasar, Baranangsiang, Cibuluh, Kayu Manis, Muara Sari, Pakuan, Semplak, Sempur, Sindang Sari, Sukadamai, Sukasari, Tanah Baru 2--3 Pada Tabel 14, menunjukan bahwa tingkat perkembangan wilayah di Kota Bogor yang dilihat berdasarkan kelengkapan fasilitas dan aksesibilitas yang berada pada setiap kelurahan pada tahun 2006 dan 2012 mengalami peningkatan dan penurunan tingkat perkembangan wilayah. Kelurahan Sukaresmi pada tahun 2006 dengan fasilitas yang sangat terbatas dimana penduduk yang bertempat tinggal di kelurahan tersebut kurang terlayani untuk mendapatkan fasilitas umum yang tersedia dimana kelurahan tersebut masuk kedalam kawasan kelompok hirarki 3. Pada tahun 2012 seiring berkembangnya pembangunan fasilitas di kelurahan sukaresmi, menjadikan kelurahan tersebut berkembang dimana fasilitas umum yang tersedia bisa dimanfaatkan oleh masyarakat dan masuk kedalam kelompok berhirarki 1, sehingga Kelurahan Sukaresmi mengalami peningkatan hirarki wilayah yang tadinya berhirarki 3 meningkat menjadi berhirarki 1. Pada tahun 2006 dan 2012 kelurahan yang mengalami penurunan tingkatan hirarki wilayah adalah Kelurahan Cibogor dimana pada tahun 2006 Kelurahan Cibogor masuk kedalam kelompok wilayah berhirarki 1 dan pada tahun 2012 Kelurahan Cibogor masuk kedalam kelompok hirarki 3, penurunan tingkatan hirarki pada Kelurahan Cibogor disebabkan karena lokasinya yang dekat dengan pusat kota, pada tahun 2006 fasilitas di dalam pusat Kota belum berkembang dan fasilitas di Kelurahan Cibogor sudah lengkap untuk masyarakat, akan tetapi seiring berjalannya waktu fasilitas di pusat Kota semakin berkembang, lengkap dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat sehingga banyak masyarakat Kelurahan Cibogor lebih memilih menggunakan fasilitas yang ada di pusat kota untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Hal tersebut mengakibatkan fasilitas yang ada di Kelurahan Cibogor menjadi tidak digunakan dan para pengusahapedagang banyak yang bangkrut dan menutup usahanya. Gambar 24 dan Gambar 25 menjelaskan perubahan penggunaan lahan yang ditandai dengan legenda berwarna merah. Kedua gambar tersebut menunjukan sebaran perubahan penggunaan lahan tahun 2005-2012 pada kebun campuran, sawah, ladang dan lahan terbuka yang mengalami perubahan penggunaan lahan menjadi lahan terbangun permukiman teratur, permukiman tidak teratur, kawasan pemerintahan, kawasan perdagangan. Pada Gambar 25 dijelaskan bahwa daerah yang paling banyak mengalami perubahan penggunaan lahan adalah Kelurahan Ranggamekar, Balumbangjaya, Mekarwangi dan Cikaret, akan tetapi daerah tersebut dalam data potensi desa PODES tahun 2012 termasuk kedalam daerah berhirarki 3 legenda berwarna hijau, yang mengartikan daerah tersebut belum berkembang terlihat dari fasilitas umum yang tersedia belum lengkap serta aksesibilitas kurang baik. Perubahan penggunaan lahan yang terjadi pada periode 2005-2012 diduga karena masih luasnya lahan-lahan pertanian yang dapat di konversi ke penggunaan non- pertanian, utamanya untuk lahan terbangun. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Perubahan Penggunaan Lahan Pertumbuhan jumlah penduduk yang semakin meningkat memicu terjadinya perubahan penggunaan lahan yang tidak dapat dihindari, sehingga mengakibatkan kebutuhan ruang yang semakin tinggi sedangkan ketersediaan ruang yang semakin terbatas mengakibatkan perubahan penggunaan lahan tidak sesuai dengan alokasi peruntukan ruang RTRW yang sesungguhnya. Pada penelitian ini faktor-faktor yang menyebabkan perubahan penggunaan lahan dianalisis dengan metode forward stepwise . Hasil dari analalisis dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Hasil Analisis Regresi Perubahan Penggunaan Lahan. Faktor Perubahan Penggunaan Lahan Beta Std.Err.of beta t57 p- level Pertumbuhan Penduduk 0.193 0.131 1.47 0.147 Pertumbuhan Fasilitas Sosial 0.249 0.12 -2.077 0.042 Pertumbuhan Fasilitas Ekonomi 0.201 0.102 -1.967 0.054 Pertumbuhan Fasilitas Pendidikan -0.048 0.106 -0.454 0.652 Pertumbuhan Fasilitas Kesehatan 0.023 0.11 0.209 0.836 Indeks Perkembangan Desa -0.057 0.122 -0.47 0.64 Alokasi Lahan Pertanian ha 0.047 0.12 0.387 0.7 Alokasi Lahan Terbangun ha 0.14 0.177 0.789 0.433 Luas Lahan Pertanian 2005 ha -0.581 0.183 3.178 0.002 Luas Lahan Terbangun 2005 ha 0.136 0.144 -0.945 0.349 R Square R² 0,486 Berdasarkan hasil analisis, terdapat beberapa variabel yang berpengaruh sangat nyata secara statistik dengan nilai p-level yaitu 0.05 kurang dari 5 yaitu: Pertumbuhan fasilitas sosial dan luas lahan pertanian tahun 2005. Dari Tabel 15, didapatkan nilai R-Square R² sebesar 0.486. Hal ini menunjukkan bahwa model tersebut hanya mampu menjelaskan keragaman data sebesar 0.486. Interpretasi faktor-faktor yang berpengaruh sangat nyata, mempengaruhi perubahan penggunaan lahan adalah:

1. Luas Lahan Pertanian

Hasil regresi menunjukan koefisien luas lahan pertanian bernilai negatif dengan nilai sebesar 0.581, hal ini menunjukkan bahwa semakin berkurangnya lahan pertanian yang disebabkan oleh perubahan penggunaan lahan pertananian menjadi lahan terbangun semakin bertambah. Hal ini dapat terjadi dikarenakan aksesibilitas di lokasi tersebut menjadi semakin kondusif karena lahan-lahan disekitarnya sudah menjadi lahan terbangun seperti permukiman dan kawasan perdagangan yang akhirnya mendorong terjadinya konversi lahan pertanian menjadi lahan terbangun hal ini dapat disebabkan oleh permintaan lahan oleh investor. Dalam hal ini, setiap perbedaan satu-satuan luas lahan pertanian meningkatkan potensi konversi lahan sebesar 0.581 ha.

2. Pertumbuhan Fasilitas Sosial

Hasil analisis regresi menunjukan bahwa koefisien pertumbuhan fasilitas sosial bernilai positif yaitu sebesar 0.249. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi pertumbuhan fasilitas sosial, maka terjadinya perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan terbangun semakin bertambah. Pertumbuhan fasilitas sosial ini dapat terjadi dikarenakan bertambahnya jumlah lahan terbangun seperti permukiman dan kawasan perdagangan sehingga pembangunan fasilitas sosial di tingkatkan demi kenyamanan masyarakat dalam suatu lingkungan. Dalam hal ini, setiap perbedaan satu-satuan pertumbuhan fasilitas sosial meningkatkan potensi konversi sebesar 0.249 ha.

3. Pertumbuhan Fasilitas Ekonomi

Hasil analisis regresi menunjukan bahwa koefisien pertumbuhan fasilitas sosial bernilai positif yaitu sebesar 0.201. Karena nilai p-level fasilitas ekonomi 0.054 mendekati nilai p-level 0.05 maka fasilitas tersebut dapat dinyatakan berpengaruh terhadap perubah penggunaan lahan. Pertumbuhan fasilitas ekonomi ini dapat terjadi dikarnakan bertambahnya lahan terbangun seperti pusat perdagangan, kawasan pemerintah, permukiman tidak teratur dan permukiman teratur dalam suatu lingkungan. Dalam hal ini, setiap perbedaan satu-satuan pertumbuhan fasilitas ekonomi meningkatkan potensi konversi sebesar 0.201 ha. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Penggunaan lahan secara eksisting, terdiri dari 9 jenis penggunaan lahan, secara berurutan dari yang terluas hingga yang tersempit adalah: kebun campuran, permukiman tidak teratur, sawah, permukiman teratur, kawasan perdagangan, badan air, ladang, lahan terbuka, kawasan pemerintahan. 2. Perubahan penggunaan lahan di Kota Bogor pada kebun campuran, pola perubahan penggunaan lahan berubah menjadi 6 penggunaan lahan, pada ladang berubah menjadi 2 penggunaan lahan, pada lahan terbuka berubah menjadi 6 penggunaan lahan dan pada sawah berubah menjadi 6 penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan dilihat dari penurunan luas pada periode 2005-2012 tertinggi adalah sawah yaitu sebesar 4.66, diikuti oleh kebun campuran, lahan terbuka dan ladang. Sedangkan yang mengalami peningkatan luas tertinggi adalah permukiman tidak teratur yaitu sebesar 5.48 diikuti oleh permukiman teratur, kawasan perdagangan dan kawasan pemerintahan. 3. Dari seluruh jenis penggunaan lahan, penggunaan lahan yang konsisten sesuai dengan peruntukan ruang menurut RTRW sebesar 40.95 dan yang inkonsisten tidak sesuai sebesar 59.05. Dengan demikian masih banyak Penggunaan lahan yang tidak konsisten dengan alokasi peruntukan ruang RTRW di Kota Bogor. 4. Tingkat perkembangan wilayah di Kota Bogor selama periode 2006 dan 2012 sebagian besar 42 kelurahan61.8 tidak mengalami perubahan hirarki wilayah dan sebagian kecil mengalami peningkatan hirarki wilayah 12 kelurahan17.6, sedangkan yang mengalami penurunan hirarki wilayah 14 kelurahan 20.6. 5. Faktor-faktor yang berpengaruh sangat nyata terhadap perubahan penggunaan lahan Kota Bogor tahun 2005-2012 adalah luas lahan pertanian tahun 2005 dan pertumbuhan fasilitas sosial. Selain itu pertumbuhan fasilitas ekonomi juga berpengaruhnyata terhadap perubahan penggunaan lahan. Saran Untuk mewujudkan penggunaan lahan yang ideal, diperlukan sinkronisasi antara perencanaan pola ruang berdasarkan RTRW dengan penggunaan lahan eksisting dan memperhatikan daya dukung lingkungan. Oleh karena itu, penggunaan lahan harus direncanakan secara tepat dan cermat agar memberikan manfaat dan mengurangi terjadi resiko bencana alam. Penelitian ini menghasilkan data luas dan peruntukan penggunaan lahan yang bersifat dinamis dapat berubah-ubah setiap tahunnya. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk membuat prediksi penggunaan lahan untuk masa mendatang, misalnya 10 tahun atau 20 tahun ke depan. Selain itu pemerintah Kota Bogor disarankan untuk meningkatkan pengendalian terhadap konversi penggunaan lahan. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Kota Bogor. 2013. Kota Bogor Dalam Angka 2013. Bogor ID : BPS Kota Bogor. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. 2013. Jawa Barat Dalam Angka 2013. Bndung ID. BPS Provinsi Jawa Barat. [BAPPEDA] Badan Perencanaan Pengembangan Daerah Kota Bogor. 2011. Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor 2011-2031. Bogor ID : Bappeda Kota Bogor Buwono A. 2014. Pertumbuhan Ekonomi Kota Bogor Picu Permintaan Tempat Tinggal Layak Huni . Bogor ID : Berita Daerah. Daruati D. 2002. Penggunaan Citra Landsat 7ETM + Untuk Kajian Penggunaan Lahan DAS Cimanuk . Limotek. 15 1:40-50 Firdian A, Barus B, Pribadi D O. 2010. Kajian Pola Pemanfaatan Ruang di Kabupaten Garut Berbasis Daya Dukung Lingkungan Hidup. Jurnal tanah dan lingkungan., 12 2: 40-46. Hardjowigeno S., Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Tanah .Yogyakarta ID : Gadjah Mada University Press. Mappamiring M. 2006. Perspektif Alternatif Pembangunan Kawasan Indonesia Timur . Jurnal Penyuluhan. 2 4 : 58-61. Menteri Pekerjaan Umum. 2007. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 41PRTM2007 Tentang Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budidaya . Jakarta ID : Direktorat Jendral Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum. Munibah K., Sitorus S.R.P., Rustiadi E., Gandasasmita K., Hartrisari. 2009. Model Hubungan Antara Jumlah Penduduk dengan Luas Lahan Pertanian dan Pemukiman : Studi Kasus DAS Cidanau, Provinsi Banten. Jurnal Tanah dan Lingkungan. 111:31-39 Rustiadi E. 2007. Penataan Ruang Sebagai Pengelolaan Kepentingan dan Sumber daya Bersama The Commons . Jakarta ID : Dialog Publik Tata Ruang Nasional. Rustiadi E., Saefulhakim S., Panuju D.R. 2011. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah . Jakarta ID: Crespent Press dan yayasan pustaka obor indonesia. Panuju D.R., Rustiadi E. 2013. Teknik Analisis Perencanaan Pengembangan Wilayah. Bogor ID : DITSL-IPB. Pemerintah Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang Republik Undonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang. Jakarta ID : Sekretariat Negara. Purba H.S. 2005. Prinsip Perencanaan Kawasan Pemerintahan di Pelabuhanratu. Sukabumi. Regional and City Planing Magister Programme SAPPK-Institut Teknologi Bandung. Saefulhakim R.S. 1999. Pengembangan Sistem Interaksi Antar Aktifitas Sosial Ekonomi dengan Perubahan Penggunaan Lahan. Jakarta ID : Lokakarya HDP-LUCC. Saripin I. 2003. Identifikasi Penggunaan Lahan Dengan Menggunakan Citra Landsat Thematic Mapper . Buletin Teknik Pertanian. 8 2:49-54 Sitorus S.R.P., Mulyani M, Panunju D.R. 2011.Konversi Lahan Pertanian dan Keterkaitannya dengan Kelas Kemampuan Lahan Serta Hirarki Wilayah di :Kabupaten Bandung Barat. Jurnal Tanah dan Lingkungan. 132:49-57. Sitorus S.R.P. 1989.Survai Tanah dan Penggunaan Lahan. Bogor ID : Laboratorium Perencanaan Pengembangan Sumber daya Lahan, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, IPB. Sitorus S.R.P. 2004. Evaluasi Sumber daya Lahan. Bandung ID :Penerbit Tarsito. Sitorus S .R.P., Leonataris C., Panuju D.R. 2012. Analisis Pola Perubahan Penggunaan Lahan dan Perkembangan Wilayah di Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Jurnal Tanah dan Lingkungan . 14 1: 21-28. Sitorus S.R.P. 2014. Pengembangan Sumberdaya Lahan Berkelanjutan. Bogor ID: Departemen ilmu Tanah dan Sumberdaya lahan, Fakultas Pertanian IPB. Sutanto F.G. 1986. Analisis Dampak Pada Aspek Fisik, Kimia, Biologi, Sosial Dan Ekonomi Dari Suatu Pembangunan . Bogor ID : SPS-PSL. IPB. LAMPIRAN Lampiran 1. Tingkat Perkembangan Wilayah Kota Bogor Tahun 2006 Nama Kecamatan Nama Kelurahan IPD Jumlah Jenis Hirarki Wilayah BOGOR TENGAH PABATON 171,6 47 HIRARKI 1 TANAH SEREAL TANAHSAREAL 126,5 55 HIRARKI 1 BOGOR TENGAH BABAKAN 121,8 51 HIRARKI 1 TANAH SEREAL KEDUNGBADAK 115,6 57 HIRARKI 1 BOGOR TENGAH CIBOGOR 105,8 42 HIRARKI 1 BOGOR TENGAH PALEDANG 102,0 55 HIRARKI 1 BOGOR BARAT PASIRMULYA 94,6 39 HIRARKI 1 BOGOR TENGAH CIWARINGIN 94,5 50 HIRARKI 1 BOGOR SELATAN EMPANG 90,9 54 HIRARKI 2 BOGOR TENGAH KEBONKELAPA 87,4 52 HIRARKI 2 BOGOR BARAT MENTENG 86,9 45 HIRARKI 2 BOGOR SELATAN PAKUAN 86,6 41 HIRARKI 2 BOGOR BARAT LOJI 84,8 47 HIRARKI 2 BOGOR TENGAH GUDANG 84,5 45 HIRARKI 2 BOGOR TENGAH PANARAGAN 82,4 39 HIRARKI 2 BOGOR UTARA CIBULUH 82,3 51 HIRARKI 2 BOGOR BARAT MARGAJAYA 82,2 39 HIRARKI 2 BOGOR BARAT CILENDEK BARAT 81,2 46 HIRARKI 2 TANAH SEREAL SUKADAMAI 80,4 42 HIRARKI 2 BOGOR TIMUR BARANANGSIANG 79,3 56 HIRARKI 2 BOGOR SELATAN MUARASARI 79,2 47 HIRARKI 2 BOGOR TIMUR SUKASARI 78,2 53 HIRARKI 2 BOGOR TENGAH BABAKANPASAR 77,5 43 HIRARKI 2 BOGOR BARAT SEMPLAK 77,1 47 HIRARKI 2 BOGOR UTARA TANAHBARU 74,3 45 HIRARKI 2 BOGOR TIMUR SINDANGSARI 73,9 43 HIRARKI 2 TANAH SEREAL KAYUMANIS 73,8 39 HIRARKI 2 BOGOR TENGAH SEMPUR 71,8 42 HIRARKI 2 BOGOR SELATAN BONDONGAN 71,2 49 HIRARKI 2 BOGOR UTARA CIPARIGI 71,0 44 HIRARKI 3 BOGOR SELATAN BATUTULIS 70,7 39 HIRARKI 3 BOGOR BARAT PASIRKUDA 70,5 40 HIRARKI 3 BOGOR SELATAN CIPAKU 68,4 41 HIRARKI 3 BOGOR UTARA TEGALGUNDIL 67,9 48 HIRARKI 3 BOGOR UTARA BANTARJATI 67,2 51 HIRARKI 3 BOGOR SELATAN HARJASARI 66,8 42 HIRARKI 3 BOGOR BARAT SINDANGBARANG 65,1 44 HIRARKI 3 BOGOR TENGAH TEGALLEGA 65,1 44 HIRARKI 3 Lampiran 1. Lanjutan BOGOR BARAT CURUGMEKAR 64,7 42 HIRARKI 3 TANAH SEREAL SUKARESMI 64,5 40 HIRARKI 3 BOGOR TIMUR TAJUR 64,2 37 HIRARKI 3 BOGOR BARAT BUBULAK 63,7 38 HIRARKI 3 BOGOR UTARA KEDUNGHALANG 63,2 47 HIRARKI 3 TANAH SEREAL KENCANA 62,5 33 HIRARKI 3 BOGOR BARAT GUNUNGBATU 61,9 45 HIRARKI 3 TANAH SEREAL KEDUNGWARINGIN 59,9 44 HIRARKI 3 BOGOR SELATAN RANGGAMEKAR 59,6 37 HIRARKI 3 TANAH SEREAL KEDUNGJAYA 59,0 40 HIRARKI 3 TANAH SEREAL CIBADAK 58,8 41 HIRARKI 3 BOGOR SELATAN LAWANGGINTUNG 58,0 41 HIRARKI 3 BOGOR TIMUR KATULAMPA 57,7 44 HIRARKI 3 BOGOR BARAT PASIRJAYA 56,6 41 HIRARKI 3 BOGOR BARAT BALUNGBANGJAYA 54,8 37 HIRARKI 3 TANAH SEREAL MEKARWANGI 53,9 34 HIRARKI 3 BOGOR BARAT CURUG 53,9 33 HIRARKI 3 BOGOR TIMUR SINDANGRASA 51,6 29 HIRARKI 3 BOGOR UTARA CIMAHPAR 50,5 33 HIRARKI 3 BOGOR SELATAN PAMOYANAN 50,3 37 HIRARKI 3 TANAH SEREAL KEBONPEDES 49,3 43 HIRARKI 3 BOGOR UTARA CILUAR 46,9 37 HIRARKI 3 BOGOR SELATAN RANCAMAYA 46,6 29 HIRARKI 3 BOGOR BARAT SITUGEDE 45,6 33 HIRARKI 3 BOGOR BARAT CILENDEK TIMUR 45,3 30 HIRARKI 3 BOGOR SELATAN MULYAHARJA 45,3 31 HIRARKI 3 BOGOR SELATAN CIKARET 44,7 37 HIRARKI 3 BOGOR SELATAN BOJONGKERTA 42,0 27 HIRARKI 3 BOGOR SELATAN GENTENG 36,2 29 HIRARKI 3 BOGOR SELATAN KERTAMAYA 30,1 22 HIRARKI 3 Lampiran 2. Tingkat Perkembangan Wilayah Kota Bogor Tahun 2012. Kecamatan Kelurahan IPD Jumlah Jenis Hirarki Wilayah BOGOR TENGAH PABATON 105,4 30 HIRARKI 1 BOGOR BARAT MARGAJAYA 83,2 26 HIRARKI 1 BOGOR TENGAH CIWARINGIN 74,1 32 HIRARKI 1 TANAH SAREAL SUKARESMI 73,5 35 HIRARKI 1 BOGOR TENGAH BABAKAN 72,1 24 HIRARKI 1 TANAH SAREAL TANAHSAREAL 69,7 31 HIRARKI 1 BOGOR TENGAH KEBONKELAPA 69,6 30 HIRARKI 1 BOGOR SELATAN BONDONGAN 67,4 36 HIRARKI 1 TANAH SAREAL KEDUNGBADAK 67,4 35 HIRARKI 1 BOGOR TENGAH PALEDANG 66,4 30 HIRARKI 1 BOGOR SELATAN EMPANG 65,3 36 HIRARKI 1 BOGOR TIMUR SUKASARI 63,4 27 HIRARKI 2 BOGOR UTARA TEGALGUNDIL 61,9 36 HIRARKI 2 BOGOR BARAT MENTENG 61,3 30 HIRARKI 2 BOGOR SELATAN GENTENG 60,1 26 HIRARKI 2 BOGOR TENGAH TEGALLEGA 59,4 33 HIRARKI 2 BOGOR SELATAN KERTAMAYA 59,4 21 HIRARKI 2 BOGOR BARAT PASIRMULYA 59,1 24 HIRARKI 2 BOGOR SELATAN HARJASARI 58,3 24 HIRARKI 2 BOGOR BARAT CILENDEK BARAT 57,8 31 HIRARKI 2 BOGOR TIMUR SINDANGSARI 57,3 28 HIRARKI 2 BOGOR TENGAH GUDANG 55,7 28 HIRARKI 2 TANAH SAREAL KEDUNGJAYA 55,6 29 HIRARKI 2 TANAH SAREAL KENCANA 54,1 25 HIRARKI 2 BOGOR BARAT CURUG 53,1 25 HIRARKI 2 BOGOR BARAT LOJI 51,3 27 HIRARKI 2 BOGOR UTARA CIMAHPAR 50,1 29 HIRARKI3 TANAH SAREAL KAYUMANIS 49,8 28 HIRARKI3 BOGOR UTARA TANAHBARU 49,3 30 HIRARKI3 BOGOR SELATAN PAKUAN 48,4 20 HIRARKI3 BOGOR TENGAH SEMPUR 48,2 21 HIRARKI3 BOGOR UTARA CIBULUH 48,0 31 HIRARKI3 BOGOR TENGAH BABAKANPASAR 47,9 22 HIRARKI3 BOGOR TIMUR KATULAMPA 47,2 30 HIRARKI3 BOGOR TIMUR TAJUR 46,8 22 HIRARKI3 BOGOR TENGAH PANARAGAN 46,6 22 HIRARKI3 BOGOR UTARA BANTARJATI 46,6 33 HIRARKI3 BOGOR BARAT PASIRJAYA 45,7 26 HIRARKI3 BOGOR BARAT GUNUNGBATU 45,6 31 HIRARKI3 BOGOR SELATAN BATUTULIS 45,2 29 HIRARKI3 Lampiran 2. Lanjutan BOGOR UTARA CIPARIGI 45,2 29 HIRARKI3 BOGOR SELATAN MUARASARI 44,9 24 HIRARKI3 BOGOR BARAT BUBULAK 44,1 26 HIRARKI3 BOGOR TIMUR BARANANGSIANG 43,9 37 HIRARKI3 TANAH SAREAL KEDUNGWARINGI 43,9 22 HIRARKI3 BOGOR BARAT PASIRKUDA 43,6 24 HIRARKI3 TANAH SAREAL MEKARWANGI 43,5 26 HIRARKI3 BOGOR SELATAN LAWANGGINTUNG 43,1 21 HIRARKI3 TANAH SAREAL SUKADAMAI 42,8 23 HIRARKI3 BOGOR BARAT CURUGMEKAR 41,7 24 HIRARKI3 BOGOR SELATAN RANGGAMEKAR 40,7 23 HIRARKI3 BOGOR SELATAN CIKARET 40,7 28 HIRARKI3 BOGOR SELATAN MULYAHARJA 40,2 25 HIRARKI3 BOGOR SELATAN RANCAMAYA 40,1 17 HIRARKI3 BOGOR BARAT SEMPLAK 39,9 23 HIRARKI3 BOGOR SELATAN PAMOYANAN 39,0 23 HIRARKI3 BOGOR BARAT SITUGEDE 38,6 19 HIRARKI3 BOGOR BARAT CILENDEK TIMUR 38,5 22 HIRARKI3 BOGOT TIMUR SINDANGRASA 38,4 21 HIRARKI3 TANAH SAREAL KEBONPEDES 38,1 21 HIRARKI3 TANAHSAREAL KEDUNGHALANG 37,4 27 HIRARKI3 BOGOR SELATAN BOJONGKERTA 36,4 20 HIRARKI3 BOGOR UTARA CILUAR 35,8 22 HIRARKI3 BOGOR BARAT SINDANGBARANG 35,3 25 HIRARKI3 BOGOR TENGAH CIBOGOR 34,4 19 HIRARKI3 TANAH SAREAL CIBADAK 33,9 23 HIRARKI3 BOGOR BARAT BALUNGBANGJAYA 33,3 20 HIRARKI3 BOGOR BARAT CIPAKU 31,5 21 HIRARKI3