Pendugaan umur simpan berdasarkan kadar air kritis

dengan nilai MRD terkecil, yaitu 1.94 untuk Hasley dan Chen-Clayton serta 3.81 untuk Caurie. Model Oswin menggambarkan keseluruhan kurva sorpsi isotermis beras pratanak dengan agak tepat 5MRD10, sedangkan model Henderson menggambarkan keseluruhan kurva sorpsi isotermis beras pratanak dengan tidak tepat MRD10. Jadi, model yang dipilih untuk menggambarkan keadaan sebenarnya dari fenomena sorpsi isotermis beras pratanak adalah model Hasley dan Chen-Clayton dengan persamaan: log [ln1a w ] = 2.15 - 2.12 log Me dan ln [ln1a w ] = 4.94 - 4.88 log Me. Model-model ini perlu diketahui untuk mendapatkan nilai slope b kurva sorpsi isotermis. Karena kedua model persamaan ini mempunyai nilai MRD yang sama maka untuk menentukan slope kurva sorpsi isotermis digunakan salah satunya. Ketepatan model sorpsi isotermis terhadap isotermis percobaan tergantung pada kisaran a w dan jenis bahan pangan yang di uji Khalloufi et al., 2000. Persamaan model Hasley dapat berlaku pada kebanyakan bahan pangan terutama pada biji-bijian pada seluruh nilai a w Chirife dan Iglesias, 1978. Model persamaan Hasley adalah model yang memiliki kurva sorpsi isotermis paling berhimpit dengan model sorpsi isotermis hasil penelitian dibandingkan model-model persamaan lainnya. Menurut Chirife dan Iglesias 1978 diacu dalam Arpah 2007, model persamaan Hasley adalah salah satu model persamaan yang paling banyak digunakan pada bahan pangan kering untuk menggambarkan hubungan antara kadar air kesetimbangan bahan pangan dengan kelembaban relatif ruang simpan.

5. Nilai slope b kurva sorpsi isotermis

Menurut Rahayu dan Arpah 2003, kemiringan b kurva sorpsi isotermis ditentukan dari garis lurus yang terbentuk pada kurva model persamaan sorpsi isotermis terpilih. Dalam penelitian ini, nilai b kurva sorpsi isotermis yang terpilih adalah model Hasley. Nilai b kurva sorpsi isotermis berdasarkan persamaan model Hasley dapat dilihat pada Gambar 17. Hasil regresi linier kurva sorpsi isothermis tersebut menghasilkan persamaan garis y= 0.2003x + 3.67 R 2 = 0.93, sehingga dapat ditentukan nilai b slope kurva sebesar 0.20.

6. Variabel pendukung pendugaan umur simpan

Selain penentuan parameter-parameter yang disebutkan sebelumnya, dalam penentuan umur simpan perlu diperhatikan pula beberapa variabel pendukung seperti permeabilitas kemasan, luas kemasan, bobot padatan per kemasan, dan tekanan uap murni pada suhu 30 o C. Permeabilitas uap air kemasan kx perlu diketahui dalam menduga umur simpan. Setiap jenis kemasan memiliki nilai permeabilitas uap air yang berbeda. Kemasan akan melindungi produk dari uap air dan oksigen dari udara. Laju transpor air dan oksigen merupakan faktor utama dalam melakukan kontrol umur simpan. Permeabilitas uap air adalah kecepatan atau laju transmisi uap air melalui suatu luasan bahan yang permukaannya rata dengan ketebalan tertentu akibat dari perbedaan tekanan uap air antara produk dalam kemasan dan lingkungannya pada kondisi suhu dan kelembaban tertentu. Semakin tinggi suhu, maka pori-pori kemasan akan semakin membesar sehingga permeabilitas meningkat Syarief et al ., 1989. Untuk menentukan kx pada kemasan dapat dilihat pada Tabel 18. Gambar 17 Kemiringan slope kurva sorpsi isotermis beras pratanak y = 0.2003x + 3.67 R² = 0.93 5 10 15 20 25 20 40 60 80 100 Kadar air kesetim bangan bk Kelembaban Relatif RH Tabel 18 Penentuan permeabilitas kx kemasan Parameter Kemasan PP LDPE WVTR 23.51 28.59 RH 90 90 Po 49.16 49.16 kx 0.53 0.65 Tabel 18 menunjukan bahwa nilai permeabilitas kemasan kx plastik PP dan LDPE yang diperoleh adalah 0.53 gm 2 .hari.mmHg dan 0.65 gm 2 .hari.mmHg. Dalam penentuan permeabilitas uap air kemasan harus dilakukan pada suhu konstan dan terkontrol. Nilai kx digunakan untuk mengetahui pengaruh kemasan terhadap umur simpan produk. Plastik PP adalah salah satu jenis plastik yang sering digunakan sebagai pengemas bahan pangan. Plastik PP memiliki sifat antara lain tembus pandang, mempunyai kekuatan tarik yang lebih besar dari polietilen, rapuh pada suhu rendah, lebih kaku, tidak gampang sobek, permeabilitas uap air rendah, permeabilitas gas sedang, tahan terhadap suhu tinggi, tahan terhadap asam kuat, basa, dan minyak serta memiliki titik lebur yang tinggi Syarief et al., 1989. Karakteristik bahan pengemas juga mempengaruhi nilai permeabilitas uap air kemasan. Semakin rendah nilai kx suatu kemasan maka semakin baik digunakan sebagai pengemas atau barrier terhadap uap air sehingga umur simpan bahan pangan yang dikemas semakin lama. Proses difusi yang terjadi pun semakin sedikit. Besarnya luas permukaan kemasan juga mempengaruhi umur simpan suatu produk. Penentuan luas kemasan dilakukan dengan cara mengalikan panjang dan lebar kemasan yang digunakan. Menurut Robertson 2010, semakin luas permukaan kemasan yang digunakan maka uap air yang masuk dari lingkungan akan semakin tinggi dan akan tersebar lebih meluas di dalam kemasan, sehingga kadar air kritis produk akan semakin cepat tercapai dan umur simpan produk pun tidak lama. Luas permukaan kemasan yang digunakan untuk mengemas produk beras pratanak adalah 0.012 m 2 . Sedangkan, bobot padatan perkemasan untuk produk beras pratanak adalah 1000 gram. Adanya perbedaan tekanan luar dan tekanan udara dalam kemasan akan menyebabkan adanya mobilisasi air. Bila tekanan luar lebih besar daripada tekanan dalam kemasan maka uap air akan berpindah dari luar ke dalam kemasan, sehingga kadar air produk lambat laun akan meningkat. Bila mobilisasi air telah mencapai batas air kritisnya, maka produk dinyatakan telah mencapai batas umur simpannya. Semakin besar perbedaan tekanan luar dan dalam kemasan, semakin singkat umur simpan produk karena mobilisasi air terjadi semakin cepat. Pada suhu yang sama, perbedaan tekanan luar dan dalam kemasan akan semakin besar dengan semakin tingginya RH lingkungan penyimpanan. Tekanan uap air murni pada ruang penyimpanan suhu 30 o C adalah 31.82 mmHg. Nilai luas permukaan kemasan m 2 dan berat padatan per kemasan dapat dilihat dalam Tabel 19. Tabel 19 Penentuan luas kemasan m 2 dan berat padatan per kemasan g Kemasan P L Am 2 PP 0.12 0.10 0.012 LDPE 0.12 0.10 0.012 Parameter Beras pratanak Mo 14.04 solid 71.92 W 1000 Ws 719.20

7. Umur simpan beras pratanak

Pendugaan umur simpan beras pratanak ditentukan menggunakan metode akselerasi dengan pendekatan model kadar air kritis. Berdasarkan variabel- variabel yang diperoleh sebelumnya, umur simpan beras pratanak dapat ditentukan waktunya dengan menggunakan persamaan Labuza. Berdasarkan uji ketepatan model MRD, persamaan yang digunakan untuk menentukan umur simpan adalah model Hasley. RH penyimpanan yang digunakan adalah 84. Beras pratanak memiliki kadar air kritis Mc sebesar 19.91 bk, kadar air awal Mi sebesar 14.04 bk, dan kadar air kesetibangan pada RH penyimpanan 84 sebesar 22.76 bk. Berat kering produk per kemasan adalah 719.20 gram. Tekanan uap air jenuh P o pada suhu penyimpanan 30 o C sebesar 31.82 mmHg Labuza, 1982. Hasil perhitungan umur simpan melalui persamaan Labuza untuk beras pratanak dapat dilihat pada Tabel 20 dan 21. Tabel 20 Perhitungan umur simpan Beras pratanak dalam kemasan Polypropylene PP Parameter RH 84 Kadar air awal Mi g H 2 Og padatan 14.04 Kadar air kritis Mc g H 2 Og padatan 19.91 Model persamaan Hasley : log [ln1a w ] = 2.1457 - 2.1195 log Me Slope kurva sorpsi isotermis b 0.20 Kadar air kesetimbangan Me g H 2 Og padatan 22.76 Permeabilitas kemasan kx gm 2 .hari.mmHg 0.53 Luas kemasanA m 2 0.012 Berat padatan per kemasan Ws g padatan 719.20 Tekanan uap jenuh suhu 30 o C mmHg 31.82 Umur simpan hari 792.80 Umur simpan Bulan 26.43 Tabel 21 Perhitungan umur simpan Beras pratanak dalam kemasan Low Density Polyethylen LDPE Parameter RH 85 Kadar air awal Mi g H 2 Og padatan 14.04 Kadar air kritis Mc g H 2 Og padatan 19.91 Model persamaan Hasley : log [ln1a w ] = 2.1457 – 2.1195 log Me Slope kurva sorpsi isotermis b 0.20 Kadar air kesetimbangan Me g H 2 Og padatan 22.76 Permeabilitas kemasan kx gm 2 .hari.mmHg 0.65 Luas kemasanA m 2 0.012 Berat padatan per kemasan Ws g padatan 719.20 Tekanan uap jenuh suhu 30 o C mmHg 31.82 Umur simpan Hari 651.83 Umur simpan Bulan 21.73 Jenis kemasan juga berperan dalam memperpanjang umur simpan beras pratanak. Kemasan yang digunakan pada penelitian ini adalah plastik PP polypropylene dan plastik LDPE Low Density Polyethylen. Tabel 20 dan 21 menunjukan beras pratanak yang dikemas dengan plastik LDPE mempunyai umur simpan yang lebih singkat daripada beras pratanak yang disimpan pada kemasan PP. Hal ini disebabkan plastik LDPE memiliki nilai permeabilitas lebih tinggi dibandingkan dengan kemasan PP. Menurut Syarief et al. 1989, Semakin besar nilai permeabilitas kemasan yang dipakai maka semakin rendah umur simpan produk tersebut. Nilai permeabilitas kemasan yang rendah memiliki kerapatan yang tinggi sehingga sejumlah uap air yang berdifusi melalui kemasan dapat dihambat. Luas kemasan juga mempengaruhi kecepatan penurunan mutu beras pratanak. Kemasan dengan luas permukaan yang lebih besar dapat memperlambat laju difusi uap air. Sehingga untuk mencapai kadar air kritisnya menjadi lebih lama dan umur simpan produk menjadi lebih panjang Syarief et al., 1989. Tekanan uap jenuh dan suhu saat penyimpanan juga berperan dalam menentukan umur simpan beras pratanak. Penyimpanan pada suhu ruang 30 o C memiliki tekanan uap jenuh sebesar 31.82 mmHg Labuza, 1982. Penyimpanan pada suhu dan kelembaban yang lebih tinggi dapat mempercepat proses penurunan mutu yang akan mempersingkat umur simpan produk tersebut. Menurut Singh et al. 2003 makanan kering akan lebih cepat mengalami kenaikan kadar air dan menjadi tidak renyah jika disimpan pada kondisi lingkungan yang memiliki RH tinggi. Hal ini terjadi karena laju difusi uap air dari lingkungan ke produk akan semakin meningkat sebanding dengan semakin meningkatnya RH lingkungan. Oleh karena itu, beras pratanak yang disimpan pada kondisi lingkungan dengan RH yang lebih tinggi akan memiliki umur simpan yang lebih singkat.

C. Pendugaan umur simpan beras pratanak berdasarkan metode Arrhenius

Selama penyimpanan produk dikemas dalam plastik PP dan LDPE. Bobot bahan setiap kemasan sebesar 100 gram. Produk disimpan dalam suhu 40, 45, dan 50 o C selama 21 hari, pengamatan dilakukan setiap satu minggu sekali. Parameter uji yang dilakukan setiap minggunya adalah nilai TBA dan aroma ketengikan. Dalam pendugaan umur simpan produk diperlukan adanya titik kritis yang dipilih dari parameter uji yang telah dilakukan. Titik kritis ditentukan dengan parameter yang paling mudah berubah dan berkaitan dengan kerusakan komponen kimia lainnya. Parameter uji yang digunakan selama penyimpanan beras pratanak adalah nilai TBA dan aroma. Nilai TBA merupakan parameter kimiawi yang berhubungan dengan ketengikan beras pratanak, sedangkan aroma sebagai parameter subjektif suatu bahan diterima atau ditolak konsumen. Nilai TBA beras pratanak selama penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 19 dan 20. Pendugaan umur simpan dibuat dengan menghubungkan waktu penyimpanan dengan nilai TBA masing-masing suhu penyimpanan 40, 45, dan 50 o C. Grafik hubungan antara waktu penyimpanan hari sebagai absis dan kenaikan nilai TBA sebagai ordinat disajikan pada Gambar 18 dan 19. Gambar 18 dan 19 menunjukan bahwa selama proses penyimpanan terjadi kenaikan nilai TBA. Kenaikan nilai TBA diduga karena adanya proses oksidasi yang dipengaruhi oleh kenaikan suhu yang berasal dari lingkungan kemasan. Gambar 18 Grafik peningkatan nilai TBA beras pratanak dalam kemasan PP selama penyimpanan pada suhu 40, 45, dan 50 o C. 0.00 0.02 0.04 0.06 0.08 0.10 0.12 0.14 5 10 15 20 25 TBA m g Malonaldehidekg Lama penyimpanan Hari Suhu 40 oC Suhu 45 oC Suhu 50 oC Gambar 19 Grafik peningkatan nilai TBA beras pratanak dalam kemasan LDPE selama penyimpanan pada suhu 40, 45, dan 50 o C. 0.00 0.02 0.04 0.06 0.08 0.10 0.12 5 10 15 20 25 TBA m g Malonaldehidekg Lama penyimpanan Hari Suhu 40 oC Suhu 45 oC Suhu 50 oC o C o C o C o C o C o C Peningkatan suhu menyebabkan permeabilitas kemasan meningkat sehingga oksigen dari inkubator masuk ke dalam kemasan. Menurut Setyowati et al. 2000, peningkatan suhu penyimpanan menyebabkan permeabilitas kemasan semakin besar sehingga oksigen dari lingkungan dapat berdifusi ke dalam kemasan. Tabel 22 Persamaan regresi linier pada Grafik hubungan antara peningkatan nilai TBA dan lama penyimpanan Jenis kemasan Suhu o C Regresi linier R 2 LDPE 40 y= 0.0014x + 0.0130 0.90 45 y= 0.0017x + 0.0127 0.95 50 y= 0.0049x + 0.0084 0.99 PP 40 y= 0.0014x + 0.0132 0.91 45 y= 0.0018x + 0.0130 0.95 50 y= 0.0055x + 0.0076 0.99 Berdasarkan Tabel 22 Nilai kemiringan masing-masing persamaan merupakan nilai k pada masing-masing suhu penyimpanan. Nilai k menunjukkan laju peningkatan nilai TBA akan semakin besar seiring dengan peningkatan suhu penyimpanan. Hal ini berarti peningkatan suhu penyimpanan akan mempengaruhi nilai TBA pada setiap harinya. Nilai k yang diperoleh dari persamaan regresi linier di atas, setiap suhunya akan diterapkan dalam persamaan Arrhenius, sehingga akan diperoleh kurva berupa garis linier pada plot ln k terhadap 1T satuan suhu dalam derajat Kelvin seperti yang terlihat pada Gambar 20 dan 21 Gambar 20 Hubungan 1T dengan nilai ln k beras pratanak pada kemasan LDPE -8 -6 -4 -2 0.00308 0.00310 0.00312 0.00314 0.00316 0.00318 0.00320 Ln K 1T Gambar 20 dan 21 akan menghasilkan persamaan regresi linier y = ax + b. Nilai a dari persamaan regresi linier tersebut merupakan nilai –ER dari persamaan Arrhenius. Nilai b merupakan nilai ln k o dari persamaan Arrhenius. Hal ini berarti dengan diketahuinya nilai –ER dan ln k o maka akan diperoleh nilai k konstanta laju penurunan parameter mutu pada persamaan Arrhenius. Nilai k yang diperoleh dari persamaan Arrhenius nantinya akan digunakan untuk perhitungan umur simpan beras pratanak pada suhu 25 dan 30 o C. persamaan regresi linier dan Arrhenius dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23 Persamaan regresi linier dan persamaan Arrhenius pada Grafik hubungan 1T dengan Ln K nilai TBA beras pratanak Jenis kemasan Regresi linier R 2 ln k o k o Persamaan Arrhenius LDPE y=-12618x+33.60 0.86 33.60 3.90x10 14 3.90x10 14 e -126181T PP y=-13786x+37.33 0.88 37.33 1.62x10 16 1.62x10 16 e -137861T Tabel 23 menunjukkan persamaan regresi linier dan persamaan Arrhenius untuk grafik hubungan antara 1T dengan nilai ln k nilai beras pratanak terhadap kemasan LDPE dan PP Gambar 20 dan 21. Setelah persamaan Arrhenius peningkatan nilai TBA beras pratanak diperoleh, selanjutnya dihitung laju peningkatan nilai TBA pada beberapa suhu dalam kemasan LDPE seperti berikut: Gambar 21 Hubungan 1T dengan nilai ln k beras pratanak pada kemasan PP -8 -6 -4 -2 0.00308 0.00310 0.00312 0.00314 0.00316 0.00318 0.00320 Ln K 1T 25 o C atau 298 K k = 3.90 x 10 14 e -12618 1298 k = 1.59 x 10 -4 30 o C atau 303 K k = 3.90 x 10 14 e -12618 1303 k = 3.20 x 10 -4 Laju peningkatan nilai TBA pada beberapa suhu dalam kemasan PP adalah seperti berikut. 25 o C atau 298 K k = 1.62 x 10 16 e -137861298 k = 1.31 x 10 -4 30 o C atau 303 K k = 1.62 x 10 16 e -137861303 k = 2.82 x 10 -4 Setelah didapatkan nilai laju peningkatan nilai TBA beras pratanak, maka dapat dicari umur simpan beras pratanak pada masing-masing suhu berdasarkan persamaan : …… .. ……….25 Titik kritis yang digunakan dalam pendugaan umur simpan produk beras pratanak ditentukan berdasarkan peningkatan nilai TBA melaluli pengujian organoleptik terhadap aroma ketengikan beras pratanak. Besarnya titik kritis nilai TBA beras pratanak dalam kemasan PP dan LDPE adalah 0.12 mg malonaldehidkg dan 0.11 mg malonaldehidkg. Titik kritis tersebut tercapai pada bahan yang disimpan dalam inkubator suhu 50 o C selama 21 hari setelah panelis monolak parameter aroma ketengikan beras pratanak dengan skor 2.93 ketengikan tercium agak kuat. Pendugaan umur simpan beras pratanak pada beberapa suhu penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24 Umur simpan beras pratanak pada berbagai suhu penyimpanan Suhu Nilai TBA kritis Nilai TBA awal k Umur simpan Hari Bulan Kemasan LDPE 25 o C 298K 0.11 0.01 1.59 x 10 -4 637.11 21.24 30 o C 303K 0.11 0.01 3.20 x 10 -4 316.56 10.55 Kemasan PP 25 o C 298K 0.12 0.01 1.31 x 10 -4 848.09 28.27 30 o C 303K 0.12 0.01 2.82 x 10 -4 393.97 13.13 Berdasarkan Tabel 24 umur simpan beras pratanak di dalam kemasan LDPE pada suhu 25 o C adalah 21.24 bulan dan 10.55 bulan pada suhu 30 o C. Untuk kemasan PP umur simpan pada suhu 25 o C adalah 28.27 bulan dan pada suhu 30 o C adalah 13.13 bulan. Semakin rendah suhu penyimpanan maka umur simpan beras pratanak akan semakin panjang, hal ini disebabkan karena panas merupakan salah satu faktor penyebab proses ketengikan cepat terjadi, sehingga semakin tinggi suhu penyimpanan digunakan akan semakin cepat terjadi proses ketengikan. Menurut Setyowati et al. 2000, peningkatan suhu penyimpanan menyebabkan permeabilitas kemasan semakin besar sehingga oksigen dari lingkungan dapat berdifusi ke dalam kemasan. Tabel 24 menunjukan juga bahwa jenis kemasan yang berbeda akan memberikan pengaruh yang berbeda pada umur simpan beras pratanak selama penyimpanan. Kemasan PP memiliki kerapatan molekul bahan kemasan yang lebih rapat dibandingkan dengan kemasan LDPE. Menurut Buckle 1985, permeabilitas Oksigen O 2 dan karbon dioksida CO 2 kemasan LDPE lebih tinggi dibandingkan dengan kemasan PP. Hal ini menyebabkan laju transmisi oksigen pada kemasan LDPE lebih tinggi dibandingkan dengan kemasan PP, sehingga oksigen yang masuk ke dalam kemasan LDPE menjadi menjadi lebih banyak. Adanya gas oksigen menyebabkan terjadinya proses oksidasi minyak atau lemak, sehingga terbentuk peroksida dan hidroperoksida. Menurut Ketaren 1989, terurainya asam-asam lemak disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehida dan keton serta asam-asam lemak bebas, senyawa aldehida ini akan menimbulkan ketengikan. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pengolahan beras secara pratanak mampu meningkatkan rendemen dari 71.60 menjadi 72.58, namum belum mampu memperbaiki kualitas fisik beras pratanak dilihat dari butir kepala dan butir patah. 2. Proses pratanak mampu memperbaiki mutu gizi dilihat dari peningkatan kadar abu, kadar protein dan kadar lemak serta penurunan kadar amilosa dan karbohidrat. 3. Umur simpan beras pratanak pada suhu 30 o C dan RH 86 berdasarkan pendekatan kadar air kritis dalam kemasan PP adalah 26.43 bulan, lebih panjang dibandingkan penyimpanan dalam kemasan LDPE yaitu 21.73 bulan. Dengan menggunakan metode Arrhenius berdasarkan parameter bilangan TBA umur simpan beras pratanak pada suhu 30°C adalah 13.13 bulan dalam kemasan PP, lebih panjang dibandingkan dalam kemasan LDPE adalah 10.55 bulan. 4. Metode pendekatan kadar air kritis menghasilkan umur simpan lebih panjang dibandingkan metode Arrhenius. Sehingga untuk tujuan keamanan dan mengantisipasi adanya masalah kerusakan dalam pengemasan dan distribusi, maka lebih baik menggunakan umur simpan metode Arrhanius.

A. Saran

1. Untuk memperbaiki kualitas fisik beras pratanak dalam hal butir kepala dan butir patah maka perlu di lakukan penelitian lebih lanjut tentang kecukupan panas pada saat proses pengukusan suhu dan waktu. 2. Untuk mengganti proses perendaman dalam pengolahan secara pratanak maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan gabah kering panen GKP. DAFTAR PUSTAKA Adair CR, Bollich CN, Bowman DH, Jodon TH, Webb BD and Atkins JG. 1973. Rice Breeding and testing Method in the United States. In Rice in the United States: Varieties and Production. US Dept. Agri. Handbook, 289 revised pp: 22-27. Adawiyah DR. 2006. Hubungan sorpsi air, suhu transisi gelas, dan mobilitas air serta pengaruhnya terhadap stabilitas produk pada model pangan [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Ali N dan Ojha TP. 1976. Parboiling technology of paddy. In: Araullo, E.V, de Padua, D.B dan Graham, M ed. Rice Post Harvest Technology. IDRC. Ottawa. Hal 163-204. AOAC. 2005. Official Method of Analysis. AOAC. Inc. Washingtin DC. Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, dan Budiyanto S. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. IPB Press, Bogor. Arpah M. 2007. Penetapan Kadaluarsa Pangan. Departement of Food Sciences and Technology. Bogor Agricultural University. Arpah M dan Syarief R. 2000. Evaluasi Model-model Pendugaan Umur Simpan Pangan dari Difusi Hukum Fick Unidireksional. Bul. Tekn. dan Industri Pangan. XI 1-11. Astawan M, Wresdiyati T. 2004. Diet Sehat dengan Makanan Berserat. Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri. [ASTM] The American Society for Testing Material Standards. 2006. Standard Test Method for Water Vapor Transmission Rate Through Plastic Film and Sheeting Using a Modulated Infrared Sensor ASTM F 1249-2006. USA. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Balitbang Departemen Pertanian. 2009. Deskripsi Varietas Padi. Jakarta. Departemen Pertanian RI. Bechtel DB dan Pomeranz Y. 1980. The Rice Cernel. In : Pomeranz Y ed. Advances in Cereal Sciance and Technology Vol 3. American Association of cereal Chemist. Inc. St. Paul. Minnesota. Belitz HD, Grosch W, Schieberle P. 2009. Food Chemistry 4th Revised and Extended Edition. Verlag Berlin Heidelberg: Springer . Bergvinson DJ. 2002. Post harvest training manual. Major insect pest storage. CIMMVT, Mexico. Brooker DB, Bakker-Arkema FW, Hall CW. 1992. Drying and Storage of Grains and Oilseeds. United States of America: AVI Book. Buckle KA, Edward RA, Fleet GH, dan Wooton M. 2007. Ilmu Pangan. Terjemahan Purnomo dan Adiono. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Cassini AS, Marczak LDF, Norena CPZ. 2006. Water adsorption isotherms of texturized soy protein. Journal of Food Engineering 77: 194-199 Chaplin M. 2009. Water Structur and Science. http:btinternet.com~martin. chaplinactivity.html. [10 Juli 2010] Chirife J dan Iglesias HA. 1978. Equation for fitting water sorption isotherm of foods. Part I-a review. J. Food Tech 13:159-595. Damardjati DS. 1981. Pengaruh Suhu dan Lama Pengeringan Terhadap Mutu Beras Giling. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. De Datta KS. 1981. Principles and Practices of Rice Production. Department of Agronomy. The International Rice Research Institute Los Ba ňos, The Philippines. DeMan JM. 1989. Principles of Food Chemistry. Belmont: Wadsworth Inc. DeMan JM. 2007. Principles of Food Chemistry 3rd Edition. United States of America: Aspen Publishers, Inc. [Dep. Kes.] Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI. 1992. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta: Bhratara. Ellis MJ. 1994. Methodology of Shelf Life Determination. Di dalam C.M.D. Man, dan A.A. Jones Eds. Shelf Life Evaluation of Foods. Blackie Academic and Professional, London. Fellows PJ. 1990. Food Processing Principle and Practise. New York: Ellies Horwood Limited. Floros JD dan Gnanasekharan V. 1993. Shelf Life Prediction of Packaged Food. Di dalam: Charalambous G, editor. Shelf Life Studies of Food and Beverages. Newyork: Elsevier. Foster-Powell KF, Holt SHA, Miller JCB. 2002. International table of glycemic index and glycemic load values: 2002. Am J Clin Nutr 76: 5-56. Garibaldi. 1974. Parboiled Rice. Di dalam Houston. DF. Editor. Rice Chemistry and Technology. St. Paul. Minnesota. American. Assoc. Cereal Chemist. Inc. Haryadi. 2006. Teknologi Pengolahan beras. Gadjah Mada University Press. Heather R, Gilbertson GDD, Miller JB, Thorburn AW, Evans S, Chondros P, and Werther GA. 2001. The effect of flexible low glycemic index dietary advice versus measured carbohydrate exchange diets on glycemic control in children with type 1 diabetes. Diab. Care Vol. 24:1137-1143. Herawati H. 2008. Penentuan umur simpan pada produk pangan. Jurnal Litbang 274: 123-130 Hoseney CR. 1994. Principles of Cereal Science and The Technology. Ed-2. Kansas: Dept. of Grain Science and Industry, Kansas State University. Hui YH, Clary C, Farid MM, Fasina OO, Noomhorm A, Welti-Chanes J. 2008. Food Drying Science and Technology. United States of America: Destech Publications, Inc. Jones. 2002. Contadiction and Challenger. A look at glycemic index wheat foods. Council. Colorado. Juliano BA. 1971. The Rice Caryopsis and Its Composition. Didalam Houston. DF. Editor. Rice Chemistry and Technology. St. Paul . Minnesota. American. Association Cereal Chemist. Inc. Julianti E, Soekarto ST, Hariyadi P, Syarief AM. 2005. Karakteristik isotermis sorpsi air benih cabai merah. Journal of Agricultural Engineering 12: 62- 69. Kapseu C, Nkouam GB, Dirand M, Barth D, Perrin L, Tchiegang C. 2006. Water vapour sorption isotherms of sheanut kernels Vitellaria paradoxa Gaertn.. Journal of Food Technology 44: 235-241. Ketaren S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI Press, Jakarta. Khalloufi S, Giasson J, dan Ratti C. 2000. Water Activity of freeze dried mushrooms and berries. Canada: Canadian Agriculture Engineering 42:1. Labuza TP. 1984. Moisture Sorption: Practical Asepticts of Isotherm Measurement and Use. American Association of Cereal Chemists, St Paul, Minnesota. Labuza TP. 1982. Shelf Live Dating of Foods. Connecticut: Food and Nutrition Press Inc, Westport. Labuza TP dan Bilge A. 2007. Water Activity Prediction and Moisture Sorption Isotherms. Di dalam: Gustavo V et al., editors. Water Activity in Foods: Fundamental and Applications. State Avenue: Blackwell Publishing and IFT Press. Liovonen SM dan Ross YH. 2002. Water sorption of Food Models For Studies of Glass Transition and Reaction Kinetics, Vol. 65, NIS. Ludwig DS. 2000. Dietery Glycemic Index and Obesity. Journal of Nutrition. 2 : 280-282. Luh BS, Mickus RR. 1981. Parboiled Rice. Westport Conn.: The AVI Publ. Co. Inc. Mayer LH. 1973. Food Chemistry. Affiliated East-West PVT. Ltd. New Dehli. Miller JB, Pang, E dan Bramall L. 1992. Rice: High or low Glycemic Index Food Am. J. Clin. Nurt. 56 : 1034-1036. Miller JB, Powel KF, Colagiuri S. 1996. The GI Factor : The GI Solution. Hodder and Stoughton. Hodder Headline Australia Pty Limited. Mir MA dan Nath N. 1995. Sorption Isotherm of Fortified Mango bars. J. Food Eng. 25:141-150. Muchtadi D dan Sugiyono 1992. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nurhaeni S. 1980. Mempelajar kebutuhan panas dan kecepatan pengeringan pengolahan parboiled rice [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Patiwiri AW. 2006. Teknologi Penggilingn Pada. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Purnomo H. 1995. Aktifitas Air dan Peranannya Dalam Pengemasan Pangan. Jakarta: UI-Press Ragnhild AL, Asp NL, Axelsen M, Raben A. 2004. Glycemic Index : Relevance For Health, Dietary Recommendations, and Nutritional Labelling. Scandinavian journal of Nutrition. 48 2: 84-94. Rahayu WP. 1997. Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Bogor: Fakultas Teknologi Hasil Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rahayu WP dan Arpah M. 2003. Penuntun Teknis: Penetapan Kadaluarsa Produk Industri Kecil Pangan. Bogor: Departemen Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rahman MS. 2009. Food Properties Handbook 2nd Edition. Boca Raton, Florida: CRC Press. Rimbawan dan Siagian A. 2004. Indeks Glikemik Pangan, Cara Mudah Memilih Pangan yang Menyehatkan. Penebar Swadaya. Jakarta Robertson GL. 2006. Food Packaging: Principles and Practice 2nd Edition. Boca Raton, Florida: CRC Press. Robertson GL. 2010. Food Packaging and Shelf Life: A Pratical Guide. Boca Raton, Florida: CRC Press. Setyowati K, Iskandar A, Sugiarto, Yuliasih I. 2000. Bahan dan Disain Kemasan. Jurusan Teknologi Industri Pertanian IPB, Bogor.