Beras Pratanak Study of Processing and Shelf Life Determination of Parboiled Rice in Plastic Film Packaging

3. Kadar Air Kesetimbangan Kadar air kesetimbangan adalah kadar air dari suatu produk pangan yang berkesetimbangan pada suhu dan kelembaban tertentu dalam periode waktu tertentu. Pada saat kadar air kesetimbangan tercapai bahan tidak menyerap molekul-molekul air dari udara maupun melepaskan molekul-molekul air ke udara, hal ini terjadi bila bahan berada pada lingkungan tertentu untuk waktu yang lama Brooker et al., 1992. Kadar air kesetimbangan dapat dicapai dengan dua cara yaitu proses adsorpsi dan desorpsi Buckle et al., 2007. Jika kelembaban relatif udara lebih tinggi dari pada kelembaban relatif bahan, maka bahan akan menyerap air adsorpsi. Sebaliknya, jika kelembaban relatif udara lebih rendah dari pada kelembaban relatif bahan maka bahan akan menguapkan kadar airnya desorpsi Brooker et al., 1992. Kadar air kesetimbangan akan meningkat dengan menurunnya suhu pada kondisi aktivitas air yang konstan Kapseu, 2006. Menurut Brooker et al. 1992, penentuan kadar air kesetimbangan dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu metode statis dan dinamis. Pada metode statis, kadar air kesetimbangan suatu bahan diperoleh pada keadaan udara diam. Metode statis umumnya digunakan untuk keperluan penyimpanan karena umumnya udara di sekitar bahan relatif tidak bergerak. Sedangkan pada metode dinamis, kadar air kesetimbangan suatu bahan diperoleh pada keadaan bergerak. Metode dinamis biasanya digunakan untuk mempercepat proses pengeringan dan menghindari penjenuhan uap air di sekitar bahan. Menurut Lievonen dan Ross 2002 diacu dalam Adawiyah 2006, penentuan kadar air kesetimbangan suatu bahan pangan melalui metode statis akan tercapai yang ditandai dengan konstannya bobot bahan. Bobot bahan dikatakan konstan bila selisih bobot antara tiga kali penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 2 mgg untuk kondisi RH ≤90 dan tidak lebih dari 10 mgg untuk RH90. Kadar air kesetimbangan suatu bahan dapat digunakan untuk menggambarkan kurva sorpsi isotermis bahan tersebut. 4. Aktivitas Air a w Aktivitas air berhubungan erat dengan kandungan air dalam bahan pangan. Air dalam bahan pangan berperan sebagai bahan pereaksi dan pelarut dari beberapa komponen. Secara umum bentuk air dapat ditemukan sebagai air bebas dan air terikat. Air bebas dapat dengan mudah hilang apabila diuapkan atau dikeringkan, sedangkan air terikat sulit hilang dengan cara tersebut. Kadar air bebas dapat berubah secara signifikan selama penyimpanan pada suhu lingkungan terutama untuk parameter higroskopisitas produk kering Sithole, 2005. Aktivitas air merupakan faktor utama yang mempengaruhi keamanan pangan dan kualitas pangan. Istilah aktivitas air digunakan untuk menjabarkan air yang tidak terikat atau bebas dalam bahan pangan. Kadar air dan aktivitas air berpengaruh besar terhadap laju reaksi kimia dan juga laju pertumbuhan mikroba dalam bahan pangan De man, 2007. Menurut Hui et al. 2008, pertumbuhan mikroba, oksidasi lipid, aktivitas non enzimatis, aktivitas enzimatis, dan tekstur suatu produk pangan sangat tergantung pada aktivitas air. Aktivitas air sangat berpengaruh dalam menentukan mutu dan umur simpan produk pangan kering selama penyimpanan Belitz et al., 2009. Menurut Herawati 2008, aktivitas air berkaitan erat dengan kadar air, yang umumnya dapat menggambarkan pertumbuhan bakteri, jamur, dan mikroba lainnya. Pada umumnya semakin tinggi aktivitas air semakin banyak bakteri yang tumbuh, sedangkan jamur sebaliknya tidak menyukai aktivitas air yang terlalu tinggi. Adapun hubungan aktivitas air dan mutu makanan yang dikemas dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Hubungan aktivitas air a w dan mutu makanan yang dikemas Nilai a w Mutu makanan 0.7–0.75 Produk mulai tidak aman untuk dikonsumsi 0.75 Mikroorganisme berbahaya mulai tumbuh dan produk menjadi beracun 0.6-0.7 Jamur mulai tumbuh 0.35-0.5 Makanan ringan hilang kerenyahan 0.4-0.5 Produk pasta yang terlalu kering akan mudah hancur dan rapuh selama dimasak atau karena goncangan mekanis Sumber: Labuza 1982

H. Umur Simpan

National Food Processor Association mendefinisikan umur simpan sebagai berikut: suatu produk dianggap berada pada kisaran umur simpannya bilamana kualitas produk tersebut secara umum dapat diterima untuk tujuan seperti diinginkan oleh konsumen dan selama bahan pengemas masih memiliki integritas serta proteksi isi kemasan Arpah, 2007. Penentuan umur simpan suatu produk dilakukan dengan mengamati produk selama penyimpanan sampai terjadi perubahan yang tidak dapat diterima lagi oleh konsumen Ellis, 1994. Menurut Syarief dan Halid 1993, hasil atau akibat dari berbagai reaksi kimiawi yang terjadi di dalam produk makanan bersifat akumulatif dan irreversible tidak dapat dipulihkan kembali selama penyimpanan, sehingga pada saat tertentu hasil reaksi tersebut mengakibatkan mutu makanan tidak dapat diterima lagi. Jangka waktu akumulasi hasil reaksi yang mengakibatkan mutu makanan tidak lagi dapat diterima disebut sebagai jangka waktu kadaluarsa. Bahan pangan juga disebut rusak apabila bahan pangan tersebut telah kadaluarsa, yaitu telah melampaui masa simpan optimumnya dan pada umumnya makanan tersebut menurun mutu gizinya meskipun penampakannya masih bagus. Penentuan umur simpan produk pangan merupakan suatu jaminan mutu industri pangan bahwa produk pangan yang bermutu baik saja yang di distribusikan ke konsumen Hariyadi, 2006. Menurut Floros 1993, umur simpan produk pangan dapat diduga dan kemudian ditetapkan waktu kadaluarsanya dengan menggunakan dua konsep studi penyimpanan produk pangan yaitu dengan Extended Storage Studies ESS atau metode konvensional dan Accelerated Storage Studies ASS atau metode akselerasi. Penentuan umur simpan secara konvensional membutuhkan waktu yang lama karena dilakukan dengan cara menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan penurunan mutunya. Metode akselarasi diterapkan pada produk pangan dengan memvariasikan kondisi kelembaban relatif RH, suhu, atau intensitas cahaya, baik secara sendiri- sendiri maupun gabungannya Floros, 1993. Keuntungan metode ini adalah memerlukan waktu yang relatif singkat, tetapi tetap memiliki ketepatan dan akurasi yang tinggi. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan mutu pada produk pangan menjadi dasar dalam menentukan titik kritis umur simpan. Titik kritis ditentukan berdasarkan faktor utama yang sangat sensitif serta dapat menimbulkan terjadinya perubahan mutu produk pangan selama distribusi, penyimpanan hingga siap dikonsumsi Herawati, 2008. Menurut Floros dan Gnanasekharan 1993. Kriteria kadaluarsa beberapa produk pangan dapat ditentukan dengan menggunakan acuan titik kritisnya. Kriteria kadaluarsa beberapa produk pangan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Kriteria kadaluarsa beberapa produk pangan No Produk Mekanisme penurunan mutu Kriteria kadaluarsa 1 Teh kering Penyerapan uap air Peningkatan kadar air 2 Susu bubuk Penyerapan uap air Pencoklatan 3 Susu bubuk Oksidasi Laju kosentrasi 4 Makanan laut kering beku Oksidasi dan fotodegradasi aktivitas air 5 Makanan bayi Penyerapan uap air Kosentrasi asam askorbat 6 Makanan kering Penyerapan uap air - 7 Sayuran kering Penyerapan uap air Off flavor-perubahan warna 8 Kol kering Penyerapan uap air Pencoklatan 9 Tepung biji kapas Penyerapan uap air Pencoklatan 10 Tepung tomat Penyerapan uap air Kosentrasi asam askorbat 11 Biji-bijian Penyerapan uap air Peningkatan kadar air 12 Bawang kering Penyerapan uap air Pencoklatan 13 Buncis hijau Penyerapan uap air Konsentrasi klorofil 14 Keripik kentang Penyerapan uap air dan oksidasi Laju oksidasi 15 udang kering beku Oksidasi Kosentrasi karoten dan laju kosentrasi O 2 16 Tepung gandum Penyerapan uap air dan oksidasi Konsentrasi asam askorbat 17 Minuman ringan Pelepasan CO 2 Perubahan tekanan Sumber: Floros dan Gnanasekharan 1993 Perumusan model akselerasi dapat dilakukan dengan dua pendekatan. Pendekatan pertama adalah pendekatan kadar air kritis dengan bantuan teori difusi, yaitu cara yang diterapkan untuk produk pangan kering dengan