Perangsangan ovulasi dan spermiasi Elektroporasi sperma dan analisis efektivitas transfer gen GH

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Perangsangan ovulasi dan spermiasi

Perangsangan ovulasi dilakukan dengan menggunakan Ovaprim dengan dosis 0,2 mlkg bobot tubuh induk ikan mas jantan dan 0,5mlkg bobot tubuh induk mas betina. Perangsangan ovulasi dilakukan guna memastikan ikan ovulasi pada waktu yang diinginkan. Ikan mas yang digunakan adalah strain majalaya, sebanyak satu ekor betina dan satu ekor jantan. Ketika ikan mas memijah, induk jantan dan betina diangkat kemudian dilakukan pengurutan stripping sperma dan telurnya.

3.2. Elektroporasi sperma dan analisis efektivitas transfer gen GH

eksogen pada ikan F0 Proses transfer gen dilakukan dengan menggunakan metode elektroporasi pada sperma. Elektroporasi dilakukan dengan menggunakan alat Gene Pulser II Gambar 3; Biorad, USA. Proses elektroporasi dilakukan dengan tipe kejutan square wave dan dua program guna mengetahui efektivitasnya pada ikan mas. Program pertama mengacu pada program elektroporasi yang berhasil dilakukan pada ikan kerapu tikus, yaitu: kuat tegangan listrik 50 Voltcm, lama kejutan 0,5 ms, jumlah kejutan 5 kali, jeda waktu antar kejutan 0,1 s serta konsentrasi DNA pmβa-tiGH 25ngμL Subyakto, 2010. Sementara itu, program kedua mengacu pada program elektroporasi yang dilakukan pada ikan mas, yaitu: kuat tegangan listrik 40 Voltcm, lama kejutan 0,5 ms, jumlah kejutan 4 kali, jeda waktu antar kejutan 0,1 s serta konsentrasi DNA pmβa-tiGH 300 ngμL Faqih, 2011. Pelaksanaan metode elektroporasi dilakukan dengan mengencerkan sperma ikan mas terlebih dahulu sebanyak 10 kali sebelum dilakukan proses elektroporasi. Sebanyak 25 µL sperma ditambahkan DNA masing-masing 25 n gμL dan 300 ngμL, dan larutan fisiologis NaCl hingga volume mencapai 590 µ L. Selanjutnya larutan sperma tersebut dielektroporasi pada cuvet yang berukuran 0,2 pada parameter yang telah ditentukan. Selanjutnya, larutan sperma digunakan 100 µL untuk dianalisis PCR, 5 µL untuk pengamatan motilitas di bawah mikroskop dan 485 µL untuk fertilisasi telur. Peralatan dan prosedur pelaksanaan elektroporasi secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 2 dan Lampiran 2. A B Gambar 2. Unit peralatan untuk pelaksanaan elektroporasi pada sperma. Gene Pulser Xcell Unit A beserta komponennya: ShockPod B.1 dan Cuvet B.2. Pembuahan telur dilakukan dengan cara mencampur sperma dan telur ikan mas dalam media air, agar sperma menjadi motil. Campuran tersebut selanjutnya diinkubasi dalam akuarium berukuran 60 cm x 50 cm x 40 cm yang telah berisi air, dan masing-masing dilengkapi dengan aerasi. Pemanas air water heater digunakan pada tiap akuarium untuk mempertahankan suhu pada 27-28 ˚C. Pengamatan dilakukan terhadap motilitas dan viabilitas sperma setelah perlakuan elektroporasi, keberadaan DNA pmβa-tiGH pada sperma, perkembangan embrio hasil pembuahan, dan jumlah penetasan larva setelah 24 jam masa inkubasi. Derajat motilitas dan viabilitas sperma hasil elektroporasi diukur dengan melihat pergerakan spermatozoa di bawah mikroskop dengan pembesaran 40x10, dan 100x10 dari tiga bidang pandang Gambar 3. Satu tetes sperma diteteskan dengan menggunakan mikropipet di atas gelas obyek, kemudian ditutup dengan cover glass . Pada tepi cover glass diteteskan akuades, lalu dilihat pergerakan spermatozoa setelah terkena akuades. Penilaian motilitas didasarkan pada jumlah sperma yang bergerak maju progresif terhadap jumlah keseluruhan sperma. Derajat kelangsungan hidup sperma hasil elektroporasi diamati melalui pewarnaan Erithrosin B 2. Satu tetes sperma diteteskan dengan menggunakan mikropipet di atas gelas obyek dan ditambahkan Erithrosin B 2, kemudian dicampur secara merata. Penilaian viabilitas sperma didasarkan pada perbedaan kriteria sperma yang hidup dan yang mati. Sperma yang hidup ditandai dengan kepala sperma yang berwarna transparan dan bergerak aktif, sedangkan sperma yang mati 1 2 ditandai dengan kepala sperma yang berwarna buram, tidak bergerak dan mengembang. Gambar 3. Unit peralatan mikroskop Olympus CX31 A pada pengamatan sperma dan embrio ikan mas hasil elektroporasi dan divisualisasikan pada monitor B. Analisis keberadaan DNA pmβa-tiGH pada sperma dimulai dengan mengisolasi DNA genom. Sampel sperma pasca elektroporasi dibilas menggunakan phosphate buffer saline PBS untuk membersihkan sisa plasmid pada media elektroporasi. Selanjutnya sperma disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 1 menit. Supernatan yang terbentuk dibuang. Proses pembilasan ini dilakukan sebanyak dua kali. Pelet sperma yang terbentuk kemudian diresuspensi dengan menambahkan ke dalam tabung mikro 200 μl cell lysis solution Puregene, Minneapolis, USA, 2 μl proteinase K 20 mgml dan diinkubasi pada suhu 55 ˚C selama semalam over night. RNase sebanyak 2 μL 4 mgmL ditambahkan ke dalam larutan dan diaduk secara hati-hati dengan membolak-balik tabung mikro. Larutan kemudian diinkubasi pada suhu 37 ˚C selama 60 menit, dan disimpan pada suhu -20 ˚C selama 5 menit. Sebanyak 100 μL protein precipitation solution Puregene, Minneapolis, USA ditambahkan ke dalam larutan, selanjutnya dihomogenasi menggunakan vorteks dan disimpan kembali pada suhu -20 ˚C selama 15 menit. Kemudian, disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm selama 10 menit. Selanjutnya supernatan dipindahkan ke dalam tabung mikro berisi 300 μL isopropanol 100, lalu tabung mikro dibolak- balik sebanyak 50x dengan hati-hati dan disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm selama 10 menit. Supernatan yang terbentuk dibuang dan ditambahkan 300 μL etanol 70 dingin. Kemudian disentrifugasi kembali pada kecepatan 12000 rpm A B selama 10 menit. Selanjutnya supernatan dibuang dan pelet DNA yang terbentuk dikering-udarakan. Steril destillated water SDW ditambahkan sebanyak 30 μL ke dalam tabung mikro digunakan untuk melarutkan DNA. Larutan DNA selanjutnya dapat disimpan dalam freezer suhu -20 ˚C hingga digunakan dalam proses selanjutnya. Keberadaan DNA pmβa-tiGH pada sperma diamati dengan metode polymerase chain reaction PCR semi-kuantitatif menggunakan primer tiGH forward 5-AGACAGC CAGCGTTTGTTCT-3 dan tiGH reverse 5- CCAGGACTCAACCAGTCCAT-3. Analisis PCR dilakukan dengan volume reaksi sebanyak 10 μL yang terdiri atas 1 μL 10 x dream taq buffer, 0,2 μM dNTP mix, 0,25U dream Taq DNA polymerase Fermentas International Inc, Burlington, Kanada , 1 μL DNA sebagai cetakan, dan 1 mM untuk setiap primer. Proses denaturasi awal dilakukan pada suhu 95°C selama 5 menit, diikuti dengan 35 siklus denaturasi pada suhu 95°C selama 30 detik, annealing pada suhu 62°C selama 30 detik, ekstensi pada suhu 72°C selama 1 menit dan ekstensi akhir 72°C selama 5 menit. Sebanyak 1 μL produk amplifikasi PCR digunakan dalam elektroforesis dengan menggunakan 1 gel agarosa. Visualisasi pita DNA menggunakan Gel Red Biotum, Inc,USA dengan bantuan cahaya ultraviolet. Produk amplifikasi berada pada kurang lebih 250 base pairs bp Kobayashi et al ,. 2007. Efektivitas transfer gen eksogenus diamati melalui persentase individu transgen yang membawa DNA tiGH setelah benih berukuran 3-5 cm atau umur 2 bulan. Analisis keberhasilan transfer gen GH eksogen pada benih ikan mas transgenik F0 dilakukan dengan menggunakan metode PCR. Sampel sirip pada ikan mas hasil elektroporasi saat mencapai ukuran 3-5 cm. Diharapkan bahwa ukuran sirip pada ikan berukuran 3-5 cm telah mencukupi untuk proses pemotongan sehingga dapat mengurangi risiko kematian pada ikan yang dianalisis. Selanjutnya dilakukan proses PCR untuk mendeteksi keberadaan gen GH. Gen GH dideteksi dengan menggunakan primer tiGH forward 5- AGACAGCCAGCGTTTGTTCT-3 dan tiGH reverse 5-CCAGGACTCAAC- CAGTCCAT-3 dengan gen target sepanjang kurang lebih 250 bp Kobayashi et al ,. 2007. Pereaksi PCR dalam 10 μl terdiri dari 1 μL 10 x dream Taq bufer, 0,2 μM dNTP mix, 0,25 U dream Taq DNA polymerase Fermentas International Inc, Burlington, Kanada , 1 μL DNA template, dan 1 mM masing-masing primer forward dan reverse. Proses PCR dilakukan menggunakan alat Rotor Gene 6000 Gambar 5; Corbeth Research Inc, Sydney, Australia, dengan program amplifikasi: 95°C selama 5 menit, diikuti dengan 35 siklus yang terdiri dari 95°C selama 30 detik, 62°C selama 30 detik, 72°C selama 1 menit dan 72°C selama 5 menit. Pengecekan hasil amplifikasi dilakukan dengan elektroforesis menggunakan gel agarosa 1. Selanjutnya benih calon F0 ikan mas dipelihara selama 8 bulan atau hingga matang gonad. Pemeliharaan dilakukan di kolam beton dengan menggunakan hapa berukuran 2x2x1 cm. Pemberian pakan dilakukan setiap hari sebanyak 30 kemudian menurun hingga 5 bobot biomashari, dengan frekuensi pemberian sebanyak tiga kali setiap hari. Persentase pemberian pakan selama pemeliharaan berkurang searah dengan pertambahan bobot ikan. Analisis untuk menentukan ikan founder F0 yang membawa transgen di gamet dilakukan dengan menggunakan metode PCR yang sama pada sampel sperma individu jantan. Sementara analisis untuk induk betina tetap dilakukan pada sampel sirip. Hal ini dikarenakan sel telur pada induk betina baru diperoleh setelah umur ikan 1,5-2 tahun. Gambar 4. Unit peralatan mesin PCR Rotor Gene 6000 A beserta komputernya B.

3.3. Produksi dan analisis ekspresi transgen ikan mas transgenik F1