Elektroporasi sperma dan analisis efektivitas transfer gen GH

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Elektroporasi sperma dan analisis efektivitas transfer gen GH

eksogen pada ikan mas founder F0 Pengaruh elektroporasi pada motilitas dan viabilitas sperma, derajat pembuahan dan derajat penetasan telur, serta tingkat kelangsungan hidup 5 hari pertama dapat dilihat pada Tabel 1. Tingkat viabilitas sperma yang mengalami perlakuan elektroporasi dan penambahan DNA pmβa-tiGH relatif tinggi pada program 1 97,00±1,73 dan program 2 97,67±1,53. Namun tidak terdapat perbedaan nyata antara nilai viabilitas sperma pada program 1 dan program 2 ataupun pada kontrol 97,00±1,41. Tabel 1. Motilitas dan viabilitas sperma, derajat pembuahan FR dan derajat penetasan telur HR, serta tingkat kelangsungan hidup 5 hari SR larva hasil perlakuan elektroporasi sperma dengan DNA pmβa-tiGH. Program Elektroporasi Motilitas Sperma Viabilitas Sperma FR HR SR Program 1 91,67±2,89ª 97,00±1,73ª 90,30±1,25ª 86,07±1,87ª 68,87±3,42ª Program 2 93,33±2,89ª 97.67±1,53ª 88,77±2,60ª 84,57±1,03ª 67,37±1,92ª Kontrol 90,00±0,01ª 97,00±1,41ª 93,55±0,21ª 87,50±1,27ª 67,05±1,77ª Kontrol adalah sperma yang dielektroporasi tanpa DNA. Motilitas sperma yang mengalami perlakuan elektroporasi dan penambahan DNA pmβa-tiGH relatif tinggi pada program 1 91,67±2,89 maupun program 2 93,33±2,89. Namun tidak terdapat perbedaan nyata antara nilai motilitas sperma pada program 1 dan program 2 ataupun pada kontrol 90,00±0,00. Dengan demikian metode elektroporasi dengan kedua program yang dilakukan tidak mempengaruhi viabilitas dan motilitas sperma ikan mas. Viabilitas sperma tetap tinggi karena metode pemberian kejutan yang digunakan yaitu metode square wave, sehingga kemungkinan kerusakan pada sel sperma ikan mas lebih kecil. Hal ini didukung oleh pernyataan Chen et al. 2009 bahwa metode square wave dapat menghantarkan tegangan tinggi dalam gelombang yang pendek sehingga menimbulkan sedikit panas. Selanjutnya transfer DNA dapat terjadi tanpa membunuh sel atau embrio. Motilitas sperma pasca elektroporasi bergantung pada voltase, panjang kejutan, jumlah kejutan dan kekuatan ionik buffer Symonds et al., 1994. Pada ikan mas, motilitas dan viabilitas sperma pasca elektroporasi relatif tinggi baik pada program 1, program 2, dan kontrol. Selanjutnya, sperma yang dielektroporasi tetap memiliki kemampuan untuk membuahi sel telur. Derajat pembuahan telur oleh sperma yang telah dielektroporasi relatif tinggi baik pada program 1 90,30±1,25 maupun program 2 88,77±2,60. Namun tidak terdapat perbedaan nyata antara derajat pembuahan telur ikan mas pada program 1 dan program 2 ataupun pada kontrol 93,55±0,21. Dengan demikian metode elektroporasi dengan kedua program yang dilakukan tidak mempengaruhi derajat pembuahan telur ikan mas. Kondisi sperma ikan akan mempengaruhi keberhasilan pembuahan sel telur. Sperma yang baik akan membuahi sel telur dengan baik. Terjadinya perubahan pergerakan motilitas dan viabilitas sperma akan mempengaruhi kerja sperma. Menurut Hafez 1987, semen yang memenuhi syarat untuk proses pembuahan mengandung sperma yang hidup dan bergerak aktif ke depan progresif. Persentase sperma yang motil tidak harus lebih dari 70, di mana dalam penggunaan sehari-hari tidak kurang dari 50, meskipun beberapa peneliti menganjurkan 60 atau lebih Derajat penetasan telur ikan mas yang difertilisasi dengan sperma hasil elektroporasi menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata antara program 1 86,07±1,87 dan program 2 84,57±1,03 ataupun pada kontrol 87,50±1,27. Hal ini menunjukkan bahwa metode elektroporasi yang dilakukan dengan kedua program tersebut tidak mempengaruhi penetasan telur ikan mas. Hal yang senada dilaporkan oleh Tsai et al. 2000 bahwa daya tetas telur antara yang dibuahi dengan sperma terelektroporasi dan sperma kontrol relatif sama. Tsai et al. 2000 juga menyebutkan bahwa selisih di antaranya hanya 4 lebih besar pada sperma kontrol. Hal yang relatif sama dengan penetasan telur juga diperoleh pada kelangsungan hidup larva. Tidak terdapat perbedaan nyata antara nilai kelangsungan hidup larva ikan mas pada umur 5 hari pada program 1 68,87±3,42 dan program 2 67,37±1,92 ataupun pada kontrol 67,05±1,77. Dengan demikian metode elektroporasi yang dilakukan dengan kedua program tersebut tidak mempengaruhi kelangsungan hidup larva yang dihasilkan. Aplikasi sperm mediated gene transfer SMGT menunjukkan tingkat keberhasilan yang bervariasi pada beberapa spesies hewan. Secara umum nampaknya sebagian besar hasil yang signifikan dengan tingkat keberhasilan yang tinggi diperoleh dari invertebrata laut, amfibi dan ikan. Hal ini dimungkinkan karena beberapa alasan bahwa sel sperma dari hewan-hewan dengan karakter fertilisasi eksternal diduga memiliki karakter intrinsik yang membuat sel sperma menjadi substrat yang lebih baik sebagai perantara transfer DNA dibandingkan spermatozoa mamalia Spadafora, 1998. Elektroporasi merupakan proses memodifikasi permeabilitas membran sel melalui kuat medan listrik. Aplikasi kejutan listrik pada suspensi sel menginduksi polarisasi komponen membran sel dan mengembangkan potensi tegangan di seluruh membran. Pada saat perbedaan potensial antara bagian dalam dan luar membran sel melewati titik kritis, komponen membran direorganisasi ke dalam pori pada area yang terlokalisasi, dan sel menjadi permeable terhadap masuknya makromolekul Knight, 1981; Knight Scrutton, 1986. Besarnya perubahan ukuran pori dipengaruhi oleh kuat medan listrik, lamanya kejutan dan kekuatan ionik media. Perubahan permeabilitas ini bersifat sementara, dengan syarat kejutan listrik tidak melebihi batas kritis bagi sel Tsong, 1983. Gambar 5. Deteksi DNA pmβa-tiGH pada sperma yang dielektroporasi menggunakan program 1 kolom nomor 1-2, dan program 2 kolom nomor 3-4, kontrol sperma yang dielektroporasi tanpa penambahan DNA tiGH KЁ dan kontrol plasmid DNA KЀ. Angka di sebelah kiri gambar adalah ukuran fragmen DNA marker M. Tanda kepala panah di kanan gambar adalah posisi target amplifikasi PCR 250 bp. A nalisis keberadaan DNA pmβa-tiGH pada sperma yang dielektroporasi menggunakan PCR semi-kuantitatif menunjukkan bahwa sperma hasil elektroporasi membawa DNA pmβa-tiGH baik pada program 1 ataupun program 2. Sementara pita DNA pmβa-tiGH yang sama tidak terlihat pada perlakuan kontrol Gambar 5. Hal ini menunjukkan bahwa gen pmβa-tiGH berhasil ditransfer ke sperma ikan mas melalui metode elektroporasi dengan program 1 ataupun program 2. Selanjutnya, hasil analisis keberadaan DNA pmβa-tiGH pada embrio ikan mas setelah 4 jam fertilisasi menggunakan PCR semi-kuantitatif, juga menunjukkan bahwa DNA pmβa-tiGH ditemukan pada embrio hasil fertilisasi telur oleh sperma yang dielektroporasi dengan penambahan tiGH, baik pada program 1 ataupun program 2. Sementara pita DNA pmβa-tiGH yang sama tidak terlihat pada perlakuan kontrol Gambar 6. Hal ini menunjukkan bahwa gen pmβa-tiGH yang ditransfer melalui metode elektroporasi dengan program 1 dan program 2 mampu terintegrasi ke dalam kepala sperma yang dielektroporasi. Gambar 6. Deteksi DNA pmβa-tiGH pada embrio setelah 4 jam fertilisasi menggunakan sperma yang telah dielektroporasi dengan program 1 kolom nomor 1-5, dan program 2 kolom nomor 6-10, kontrol plasmid DNA KЀ dan kontrol embrio hasil elektroporasi sperma tanpa penambahan DNA pmβa-tiGH KЁ. Tanda panah di sebelah kanan gambar adalah posisi target amplifikasi PCR 250 bp. Fase perkembangan embrio hasil pembuahan menggunakan sperma yang telah dielektroporasi diamati hingga larva menetas pada hari ke-2. Pengamatan ini untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan perkembangan embrio yang terjadi pada embrio hasil perlakuan elektroporasi dibandingkan kontrol. Perkembangan embrio tersebut dapat dilihat pada Lampiran 4. Perkembangan embrio dan larva dari telur yang dibuahi oleh sperma hasil elektroporasi adalah normal seperti halnya non-transgenik. Analisis keberhasilan transfer gen GH eksogen pada benih ikan mas transgenik F0 diamati melalui persentase individu transgen yang membawa DNA pmβa-tiGH setelah benih berukuran 3-5 cm atau umur 2 bulan. Selanjutnya benih founder F0 ikan mas dipelihara selama 8 bulan atau hingga matang gonad. Analisis untuk menentukan induk founder F0 dilakukan dengan menggunakan metode PCR yang sama pada sampel sperma individu jantan. Hasil analisis DNA pada sirip benih F0 dan sperma individu jantan ditampilkan pada Tabel 2 dan Gambar 7. Tabel 2. Rerata jumlah dan persentase ikan membawa gen tiGH pada sirip dan sperma yang dideteksi menggunakan metode PCR. Program elektroporasi Ikan membawa tiGH di sirip Ikan membawa tiGH di sperma N ekor tiGHЀ ekor N ekor tiGHЀ ekor 1 210,7±8,3 107,7±9,6ª 51,1±3,1ª 72±4,9ª 35,7±3,1ª 49,1±7,5ª 2 189,3±4,0 58,0±2,0 b 30,7±1,7 b 128±11,4 b 41,7±1,7 b 32,1±5,7 b Nilai merupakan rerata dari 3 ulangan. n = jumlah individu dianalisis; tiGHЀ = individu positif tiGHЀ; = rerata persentase ikanyang membawa gen tiGH. Gambar 7. Deteksi DNA pmβa-tiGH pada sperma ikan mas founder F0 kolom nomor 1-8, kontrol positif berupa plasmid tiGH K+, dan kontrol negatif berupa ikan mas non-transgenik K-. M= marker DNA VC 100 bp Plus DNA Ladder Vivantis, USA. Jumlah dan persentase ikan founder F0 yang membawa gen tiGH di sirip berbeda nyata lebih tinggi pada program 1 107,7±9,6 ekor ; 51,1±3,1 dibandingkan program 2 58,0±2,0 ekor ; 30,7±1,7 Tabel 2. Demikian juga hasil analisis gen pmβa-tiGH pada gonad, meskipun rerata jumlah individu founder F0 pada program 1 35,7±3,1ekor lebih rendah dibanding program 2 41,7±1,7 ekor akan tetapi persentase ikan mas jantan founder F0 menunjukkan nilai yang berbeda nyata lebih tinggi pada program 1 49,1±7,5 dibandingkan program 2 32,1±5,7 . Hal tersebut menunjukkan bahwa produksi ikan mas founder F0 secara nyata lebih baik dihasilkan melalui metode elektroporasi dengan program 1 dibandingkan program 2.

4.2 Produksi dan analisis ekspresi transgen pada ikan mas transgenik F1