μM dNTP mix, 0,25 U dream Taq DNA polymerase Fermentas International Inc, Burlington, Kanada
, 1 μL DNA template, dan 1 mM masing-masing primer forward
dan reverse. Proses PCR dilakukan menggunakan alat Rotor Gene 6000 Gambar 5;
Corbeth Research Inc, Sydney, Australia, dengan program amplifikasi: 95°C selama 5 menit, diikuti dengan 35 siklus yang terdiri dari 95°C selama 30 detik,
62°C selama 30 detik, 72°C selama 1 menit dan 72°C selama 5 menit. Pengecekan hasil amplifikasi dilakukan dengan elektroforesis menggunakan gel agarosa 1.
Selanjutnya benih calon F0 ikan mas dipelihara selama 8 bulan atau hingga matang gonad. Pemeliharaan dilakukan di kolam beton dengan
menggunakan hapa berukuran 2x2x1 cm. Pemberian pakan dilakukan setiap hari sebanyak 30 kemudian menurun hingga 5 bobot biomashari, dengan
frekuensi pemberian sebanyak tiga kali setiap hari. Persentase pemberian pakan selama pemeliharaan berkurang searah dengan pertambahan bobot ikan.
Analisis untuk menentukan ikan founder F0 yang membawa transgen di gamet dilakukan dengan menggunakan metode PCR yang sama pada sampel
sperma individu jantan. Sementara analisis untuk induk betina tetap dilakukan pada sampel sirip. Hal ini dikarenakan sel telur pada induk betina baru diperoleh
setelah umur ikan 1,5-2 tahun.
Gambar 4. Unit peralatan mesin PCR Rotor Gene 6000 A beserta komputernya B.
3.3. Produksi dan analisis ekspresi transgen ikan mas transgenik F1
Produksi ikan mas transgenik F1 dilakukan dengan memijahkan 5 ekor individu ikan mas jantan transgenik F0 berbeda yang membawa transgen di
sperma dengan 1 ekor ikan mas betina normal non-transgenik. Pemijahan ikan dilakukan dengan metode semi buatan. Perangsangan ovulasi dilakukan dengan
menggunakan Ovaprim dengan dosis 0,2 mLkg bobot tubuh induk ikan mas B
A
jantan dan 0,5 mLkg bobot tubuh induk mas betina. Ketika ikan mas memijah, induk jantan dan betina diangkat kemudian dilakukan pengurutan stripping
sperma dan telurnya. Pembuahan telur dilakukan dengan cara mencampur sperma dan telur ikan
mas dalam media air. Embrio diinkubasi dalam akuarium berukuran 60 cm x 50 cm x 40 cm yang telah berisi air, dan masing-masing dilengkapi dengan aerasi.
Pemanas air water heater digunakan pada tiap akuarium untuk mempertahankan suhu pada 27-28
˚C. Larva yang dihasilkan selanjutnya dipelihara dalam akuarium yang sama dengan kepadatan 1.000 ekor tiap akuarium. Pakan larva yang
diberikan berupa naupli Artemia sp. yang diberikan sebanyak 10 bobot biomasa bobot basah per hari. Pemberian pakan dilakukan empat kali dalam sehari
selama dua minggu pemeliharaan. Selama pemeliharaan, penggantian air dilakukan setiap hari sebanyak 30 dari total volume air.
Pemeliharaan benih selanjutnya dilakukan dalam wadah hapa berukuran 2 m x 2 m x 2 m dengan mata jaring yang sesuai mengikuti ukuran benih Gambar
6. Seluruh hapa diletakkan dalam satu kolam yang sama agar tercapai kondisi lingkungan yang homogen. Penggantian hapa dilakukan setiap 2 bulan.
Pengukuran bobot awal biomas dilakukan sebelum benih dimasukkan ke dalam hapa. Pakan yang diberikan berupa pelet halus dengan kadar protein 28
sebanyak 30 bobot biomas per hari. Pemberian pakan dilakukan sebanyak 3 kali dalam sehari.
Analisis keberhasilan transfer gen GH eksogenus pada benih ikan mas transgenik F1 dilakukan dengan menggunakan metode PCR. Sampel sirip pada
ikan mas hasil elektroporasi saat mencapai ukuran 3-5 cm. Primer yang digunakan adalah tiGH forward 5-AGACAGCCAGCGTTTGTTCT-3 dan tiGH
reverse 5-CCAGGACTCAACCAGTCCAT-3 dengan gen target sepanjang
kurang lebih 250 bp Kobayashi et al., 2007 . Pereaksi PCR dalam 10 μL terdiri
dari 1 μL 10x dream Taq bufer, 0,2 μM dNTP mix, 0,25U dream Taq DNA polymerase Fermentas International Inc, Burlington, Kanada
, 1 μL DNA sebagai cetakan, dan 1 mM untuk setiap primer.
Proses PCR dilakukan dengan program amplifikasi: 95°C selama 5 menit, diikuti dengan 35 siklus yang terdiri dari 95°C selama 30 detik, 62°C selama 30
detik, 72°C selama 1 menit dan 72°C selama 5 menit. Pengecekan hasil amplifikasi dilakukan dengan elektroforesis menggunakan gel agarosa 1.
Analisis ekspresi transgen diamati melalui ekspresi fenotipe dan genotipe individu F1 transgenik yang dihasilkan. Pengamatan ekspresi secara fenotipe
dilakukan dengan mengukur bobot benih individu F1 berumur 2 bulan dan 4 bulan. Pengukuran bobot dilakukan pada masing-masing individu F1 hasil dari
tiap induk. Selanjutnya dibuat grafik distribusi bobot individu F1 yang positif menyandi hormon pertumbuhan transgenik dan yang tidak menyandi hormon
pertumbuhan non-transgenik dari hasil pemijahan tiap induk jantan F0. Penghitungan juga dilakukan terhadap kelangsungan hidup survival rateSR
individu F1. Pengamatan ekspresi genotipe dilakukan dengan analisis terhadap sirip
individu F1transgenik, yang dihasilkan dari 5 jantan F0 founder. Sebagian sirip individu F1 positif tersebut dipotong untuk selanjutnya dilakukan ekstraksi total
RNA. Proses ekstraksi RNA dilakukan dengan menggunakan RNeasy Mini kit Qiagen, Australia. Selanjutnya dilakukan proses reverse transcription PCR RT-
PCR menggunakan One Step RT-PCR kit Qiagen, Australia dengan program: 50°C selama 30 menit, diikuti tahap aktivasi awal PCR pada suhu 95°C selama 15
menit, dilanjutkan dengan proses amplifikasi sebanyak 35 siklus yang terdiri dari: 95°C selama 20 detik, 62°C selama 15 detik, 72°C selama 15 detik. Kemudian
diakhiri dengan tahap ekstensi akhir pada suhu 72°C selama 10 menit. Proses RT- PCR tersebut menggunakan primer tiGH forward 5-AGACAGCCAGC-
GTTTGTTCT-3 dan tiGH reverse 5-CCAGGACTCAACCAGTCCAT-3 dengan gen target sepanjang kurang lebih 250 bp Kobayashi et al., 2007.
Sebagai kontrol internal dilakukan pengamatan ekspresi gen β-aktin. Deteksi ekspresi gen β-aktin dilakukan melalui proses RT-PCR menggunakan RT-PCR kit
Qiagen, Australia
, primer β-aktin forward 5-ATG GTT GGT ATG GGA CAG AAG GAC-
3 dan β-aktin reverse 5-CTG TGT CAT CTT TTC CTG TTG GC- 3 Kobayashi et al., 2007 dengan program: 50°C selama 30 menit, 95°C selama
15 menit, dilanjutkan dengan 35 siklus yang terdiri dari: 95°C selama 20 detik, 59°C selama 20 detik, 72°C selama 30 detik, dan ekstensi akhir pada suhu 72°C
selama 10 menit. Pengecekan hasil amplifikasi ekspresi gen GH dan β-actin
dilakukan dengan elektroforesis menggunakan gel agarosa 1. Intensitas cahaya dari ketebalan setiap pita DNA dikuantifikasi menggunakan program Quantity
One Biorad Inc., California, USA. Asumsi untuk metode ini adalah jumlah copy
gen berbanding lurus dengan intensitas cahaya dari pita DNA yang diukur.
3.4. Parameter dan analisis data