Dimensi Sosial Bencana. Bencana Di Sektor Pertanian

Indikator Kerentanan Keluarga Petani dan Nelayan untuk Pengurangan Risiko Bencana di Sektor Pertanian menetapkan langkah-langkah pembangunan dalam rangka pemulihan kembali. Hal yang perlu diperhatikan tidak hanya kerugian fisik, tetapi menyangkut segala aspek kehidupan, sepeti aspek, kesehatan, ekonomi, sosial, pendidikan dan budaya, dan aspek demogrtafi ECLAC. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mempersiapkan masyarakat tehadap kemungkinan terjadinya bencana adalah dengan membuat simulasi bencana disaster drill- mock disaster. Wise 2007 menyebutkan bahwa kerjasama antara universitas dengan masyarakat dalam melakukan simulasi bencana telah memberikan nilai tambah terhadap pemahaman masyarakat dan mahasiswa terhadap permasalahan kebencanaan.

2.2.8. Dimensi Sosial Bencana.

Dimensi sosial terkait kebencanaan dan penanggulangan bencana ditunjukkan dalam beberapa kejadian bencana contohnya adalah pada kasus kekeringan yang dikenal dengan slow-onset disaster. Slow-onset disaster memiliki ciri khas tersendiri. Masing-masing kelompok sosial biasanya telah memiliki cara beradaptasi terhadap bencana slow-onset, seperti kekeringan misalnya. Seringkali bencana kekerngan menimpa masayarkat secara berulang, dan bahkan mereka belum sempat pulih sudah tertimpa bencana kekringan berikutnya. Dengan demikian, akan meningkatkan tingkat kemiskinan dan ketidakcukupan pangan. Upaya yang dilakukan untuk menanggulangan bencana jenis ini hendaknya lebih menekankan kepada penguatan terhadap daya tahan komunitas yang telah mereka lakukan. Aspek sosial lainnya ditunjukkan oleh posisitifnya kekerabatan dan system nilai “rumah pusako” atau rumah keluarga besar, di Sumatera Barat, serta hubungan pemimpin dan masyarakat yang khas di Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan modal sosial sosial capital yang sangat berperan penting dalam mempercepat upaya pemulihan ketika terjadi bencana PSB LPPM-IPB, 2008. Swasto 2007 menawarkan solusi “sosial housing” untuk mengurangi dampak bencana. Keunggulan dari “sosial housing” yang ditawarkan adalah ; 1 bangunan tahan bencana, 2 dapat digunakan sebagai pusat aktivitas penanggulangan bencana pada saat terjadi bencana, 3 sebagai pusat Indikator Kerentanan Keluarga Petani dan Nelayan untuk Pengurangan Risiko Bencana di Sektor Pertanian pengerak ekonomi pada saat paska bencana, 4 sebagai icon bahawa daerah ini rawan bencana. Sutrisno 2007 mengungkapkan bahwa dalam penanggulangan bencana harus berorientasi kepada manusianya. Selain dapat meningkatkan kemiskinan, karena kerusakan infrastruktur dan rumah, bencana juga dapat merubah perilaku dan kebiasaan sosial, seperti menjadi temperamental, irihati, dan anarkis. Kerusakan sarana pendidikan, kesehatan, rumah ibadah, dan fasilitas umum, peralatan pertanian dan infrastruktur pertanian, juga menjadi factor penurunan nilai-nilai kehidupan sosial di masyarakat. Oleh kaena itu, selain kebutuhan pokok perumahan, recovery juga harus mempertimbangkan aspek lain, seperti perbaikan fasilitas pertanian, memberdayakan usaha kecil, juga memperhatikan aspek gender Sutrisno, 2007. Dalam membangun kembali daerah korban bencana juga harus membangun kepercayan masyarakat serta memberdayakan mereka, agar tidak terjadi pergeseran sosial Alfirdaus, 2007.

2.3. Kelembagaan