Pergeseran Paradigma Penanganan Bencana.

Indikator Kerentanan Keluarga Petani dan Nelayan untuk Pengurangan Risiko Bencana di Sektor Pertanian horisontal berebut air juga terjadi antar warga. Untuk mengatasi penyediaan air bersih diperlukan antara lain rehabilitasi embung rakyat dan rehabilitasi hutan. - Kerusakan ekologis kawasan akibat penambangan dan Illegal logging, dan budidaya yang tidak mengikuti kaidah lingkungan, menyebabkan berbagai bencana besar yang menghancurkan infrastruktur dasar Contoh-contoh di atas memberikan gambaran bahwa diperlukan kontribusi pemikiran dari para ahli berbagai disiplin ilmu dan kepakaran berkaitan dengan ‘early warning system`, tanggap darurat, upaya-upaya mitigasi, rekonstruksi dan pemulihannya, termasuk upaya problem psiko-sosial yang menyertainya. Penanggulangan bencana dapat efektif dan efisien jika dilakukan berdasarkan penerapan berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi yang tepat, termasuk unsur-unsur budaya dan kearifan lokal.

2.2.7. Pergeseran Paradigma Penanganan Bencana.

Mengingat luasnya dan tingginya intensitas bencana di berbagai negara, terjadi perbaikan dan perubahan pemaknaan upaya penanggulangan bencana, dari upaya pencegahan menjadi upaya pengurangan risiko bencana. Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui Dewan Ekonomi dan Sosial memelopori upaya pengurangan risiko bencana yang termaktub dalam Resolusi nomor 43 tahun 1999 yang menyerukan kepada pemerintah di setiap negara untuk menyusun dan melaksanakan Rencana Aksi Pengurangan Resiko Bencana Nasional untuk mendukung dan menjamin tercapainya tujuan dan sasaran pembangunan berkelanjutan. Tindak lanjut dari resolusi tersebut adalah dihasilkannya Kerangka Aksi Hyogo 2005-2015 Hyogo Framework for ActionHFA di Kobe-Jepang pada tanggal 18-22 Januari 2005 yang diikuti oleh masyarakat sipil dari 140 negara. HFA merupakan dokumen yang memuat kesepakatan rencana aksi 140 negara dalam kegiatan pengurangan risiko bencana. Proses Pengurangan Risiko Bencana adalah proses yang rumit yang melibatkan komponen- komponen politik, teknik, partisipasi, dan mobilisasi sumberdaya, oleh karena itu Pengurangan Risiko Bencana memerlukan kearifan dan Indikator Kerentanan Keluarga Petani dan Nelayan untuk Pengurangan Risiko Bencana di Sektor Pertanian upaya bersama dari para pembuat kebijakan dan keputusan di Tingkat Nasional dan daerah, dari berbagai sektor pemerintah, dan perwakilan masyarakat sipil termasuk lembaga akademis, sektor swasta dan media. Selanjutnya dalam konferensi Pengurangan Bencana Dunia 2005, sebanyak 168 negara mengadopsi Kerangka Aksi Hyogo 2005-2015: Membangun Ketahanan Bangsa dan Komunitas terhadap Bencana Building the Resilience of Nations and Communities to Disasters. Salah satu sasaran strategis HFA adalah pembentukan dan penguatan lembaga, mekanisme, dan kapasitas untuk membangun ketahanan terhadap bahaya. Indonesia sebagai salah satu Negara yang meratifikasi HFA Hyogo Framework for Action berkomitmen untuk mengimplementasikan kerangka kerja pengurangan risiko bencana. Saat ini telah tersedia dokumen Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana RAN- PRB 2006-2009 yang memuat beragam aktivitas PRB dan menunjukkan focal point dari masing-masing aktivitas PRB yang direncanakan. Namun demikian berbagai pihak mengakui bahwa masih diperlukan pengayaan dan perbaikan terhadap RAN-PRB. Identifikasi dan elaborasi PRB dalam sektor pembangunan yang sangat rentan terkena bencana perlu dilakukan, oleh karenanya berdasarkan latar belakang tersebut maka dipandang penting untuk mengkaji pengurangan risiko bencana di sektor pertanian. Kajian IFRC menyebutkan bahwa akibat pembangunan infrastruktur yang tidak memperhatikan resiko bencana, menyebabkan terjadinya banjir, seperti terjadi di kota Hue Vietnam dan Gujarat India. Oleh karena itu, semenjak akhir decade 1990an telah meningkat kesadaran perlunya memasukkan pegurangan risiko bencana dalam pembangunan Benson Twigg, 2004, ECLAC. Bencana dapat berdampak kepada system kehidupan manusia, seperti kerusakan infrastruktur ekonomi dan struktur sosial masyarakat. Bencana juga berakibat lebih lanjut terhadap aspek demografi, kesehatan, perdagangan, dan lingkungan. Eclac, Swasto, 2007. Sangat diperlukan assessment untuk menaksir kerugian yang diakibatkan oleh terjadinya bencana. Hal ini diperlukan untuk Indikator Kerentanan Keluarga Petani dan Nelayan untuk Pengurangan Risiko Bencana di Sektor Pertanian menetapkan langkah-langkah pembangunan dalam rangka pemulihan kembali. Hal yang perlu diperhatikan tidak hanya kerugian fisik, tetapi menyangkut segala aspek kehidupan, sepeti aspek, kesehatan, ekonomi, sosial, pendidikan dan budaya, dan aspek demogrtafi ECLAC. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mempersiapkan masyarakat tehadap kemungkinan terjadinya bencana adalah dengan membuat simulasi bencana disaster drill- mock disaster. Wise 2007 menyebutkan bahwa kerjasama antara universitas dengan masyarakat dalam melakukan simulasi bencana telah memberikan nilai tambah terhadap pemahaman masyarakat dan mahasiswa terhadap permasalahan kebencanaan.

2.2.8. Dimensi Sosial Bencana.