Karakteristik Peradilan Tata Usaha Negara

pasal 1 ayat 2 Undang Undang Dasar 1945 lebih lanjut dijabarkan dalam Undang-Undang nomor 3 tahun 1985 dan sebagai aturan pelaksanaan di keluarkan Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 1986. Jadi dengan diterimanya pancasila sebagai satu-satunya asas oleh seluruh kekuatan sosial-politik yang ada di DPR RI meberikan dampak yang membuat semakin kokohnya landasan politik dan semakin kuatnya kerangka landasan dibidang hukum, termasuk disini adalah salah satu proses penggodokan dari rancangan Undang-undang Peradilan Tata Usaha Negara yaitu Undang-undang nomor 5 tahun 1986. Mengenai proses lahirnyan Peradilan Tata Usaha Negara, Peradilan Tata Usaha Negara di bentuk di penghujung tahun 1986. Sebenarnya peraturan sudah diawali sejak 38 tahunn yang lalu pada waktu adanya penetapan Undang-Undang nomor 19 tahun 1948 tentang susunan dan kekuasaan badan-badan kehakiman dan kejaksaan pada tanggal 8 Juni 1948. Oleh Undang-undang ini di dalam pasal 6 ayat 1 ditegaskan adanya tiga lingkungan Peradilan yaitu Peradilan Umum, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara. Pada masa sebelum dibentuknya Undang-undang ini, maka sengketa yang terjadi dalam Peradilan Tata Usaha Negara diserahkan kepada Pengadilan Tinggi sebagai tingkat pertama dan Mahkamah Agung sebagai tingkat kasasi dan hal ini menandai di serahkan kepada Peradilan Umum.

B. Karakteristik Peradilan Tata Usaha Negara

Dalam pengenalan terhadap karakteristik peradilan ini, maka ada beberapa istilah tentang peradilan Tata Usaha Negara ini. Dalam arti luas “Peradilan Universitas Sumatera Utara Administrasi Negara adalah peradilan yang menyangkut pejabat-pejabat dan instansi administrasi negara, baik yang bersifat: perkara pidana, perkara perdata, perkara agama, perkara adat, dan perkara administratif murni. Sedangkan dalam arti sempit peradilan administrasi negara adalah peradilan yang menyelesaikan perkara-perkara administrasi murni semata-mata” dan menurut Profesor Muhammad Abduh, SH bahwa yang diadili peradilan administrasi, adalah pelanggaran-pelanggaran dari ketentuan yang mengatur tentang administrasi, apakah sebagai aparatur sebagai fungsi serta proses. 10 Pada saat ini terkadang masih terdapat banyak kesalahpahaman terhadap peradilan administrasi dan peradilan tata usaha negara. Di dalam Undang-undang nomor 5 tahun 1986 telah dijelaskan secara terperinci tentang pengertian yang termuat dalam Undang-undang itu, yakni: “Tata Usaha Negara adalah administrasi Negara yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan baik di pusat maupun daerah. Karakteristik merupakan sebuah perpanjangan kata dari Karakter, dalam kamus besar Bahasa Indonesia KBBI karakter adalah 1 sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membeadakan seseorang dengan yang lainnya, 2 karakter juga dapat bermakna huruf. Dalam artiannya, karakteristik adalah sebuah ciri khas yang dimiliki dan tidak dimiliki dengan yang lainnya. Hukum acara dari Peradilan Tata Usaha Negara merupakan bentuk dari sebuah hukum formal yang pada hakikatnya merupakan sebuah hukum publik. Hukum formal disebut juga 10 Muhammad Abduh, SH, Beberapa ciri Hukum Administrasi Negara Indonesia, Fakultas Hukum USU, Medan, 1979 hal 19 Universitas Sumatera Utara berfungsi sebagai publiekrechtelijk instrumentarium untuk menegakkan sebuah hukum formal. Hal-hal yang menjadi karakteristik Peradilan Tata Usaha Negara dalam hal ini adalah perkembangan dalam hukum acaranya, yaitu : 1. Peranan hakim yang aktif dominus litis Yang dimaksudkan dalam hal ini adalah karena hakim tata usaha negara dibebani dengan tugas untuk mencari sebuah kebenaran yang bersifat materiil dan dapat dipertanggung jawabkan. pasal 63 ayat 2a dan b pasal 80 ayat 1 pasal 85 pasal 95 ayat 1 dan pasal 103 ayat 1 Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara. Keaktifan hakim dimaksudkan untuk mengimbangi kedudukan para pihak karena tergugat adalah pejabat tata usaha negara sedangkan penggugat adalah sebuah badan hukum perdata atau orang perseorangan. pasal 58. 2. Kompensasi ketidak seimbangan antara kedudukan antara penggugat dan juga oeh tergugat. 3. Sistem pembuktian yang mengarah kepada pembuktian bebas vrijbewijs yang terbatas. Hakim yang menetapkan beban pembuktian, dimana terdapat perbedaan dengan ketentuan pasal 1865 BW. Asas ini dianut dalam pasal 107 Undang-undang no. 5 tahun 1986 hanya saja masih dibatasi ketentuan pasal 100. Universitas Sumatera Utara 4. Gugatan di pengadilan tidak bersifat mutlak dan bersifat menunda pelaksanaan suatu keputusan Peradilan Tata Usaha Negara TUN yang digugat. Di dalam pasal 67 dijelaskan tentang hal tersebut dimana keputusan Tata Usaha Negara yang di gugat itu diperintahkan penundaannya. Pengadilan akan mengabulkan permohonan penundaan pelaksanaan keputusan Tata Usaha Negara tersebut hanya apabila: pertama, terdapat keadaan yang sangat mendesak, yaitu jika kerugian yang akan diderita penggugat akan sangat tidak seimbang dan sebanding dengan manfaat bagi kepentingan yang akan dilindungi oleh keputusan dan pelaksanaan dari keputusan tata usaha negara itu; kedua, pelaksanaan keputusan Tata Usaha Negara yang digugat tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan kepentingan umum dalam rangka pembangunan. 5. Keputusan yang akan ditetapkan oleh hakim adalah tidak boleh bersifat ultra petita melebihi tuntutan dari penggugat dalam persidangan tetapi akan dimungkinkan adanya reformatio in peius membawa penggugat kedalam sesuatu keadaan yang lebih buruk selama masih diatur di dalam undang-undang. 6. Terhadap putusan hakim tata usaha negara berlaku dan mengikat asas erga omnes. Dimana dimaksudkan bahwa putusan itu tidak hanya berlaku bagi para pihak yang bersengketa, tetapi juga akan berlaku bagi para pihak lain yang akan terkait. Universitas Sumatera Utara Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa hukum publik. Dengan demikian putusan pengadilan Tata Usaha Negara berlaku bagi siapa saja. Dalam rangka ini pasal 83 bertentangan dengan asas erga omnes. 7. Dalam proses pemeriksaan yang dipersidangan akan berlaku asas auti et alteram partem. Dimana asas ini dimaksudkan para pihak yang saling bersengketa harus diberikan kesempatan-kesempatan untuk memberikan penjelasan tentang perkara tersebut sebelum hakim memberikan sebuah keputusan. 8. Dalam mengajukan sebuah gugatan harus terdapat kepentingan oleh salah satu pihak yang bersengketa, jadi apabila tidak terdapat kepentingan maka tidak boleh mengajukan sebuah gugatan. Gugatan yang ditujukan haruslah memiliki hal yang kuat dan penting bagi si penggugat dan memiliki dasar yang kuat dalam pengajuan gugatan. 9. Kebenaran yang akan dicapai adalah sebuah kebenaran materill dengan tujuan yaitu menyeimbangkan dari sebuah kepentingan perseorangan dengan kepentingan bersama. Setelah ke sembilan karakteristik yang telah kita ketahui tentang keberadaan Peradilan Tata Usaha Negara, ternyata terdapat hal-hal yang dianggap lebih spesifik lagi. Hal ini yaitu adalah suatu keputusan Tata Usaha Negara yang akan selalu mengandung asas “prasumptio iustae causa”, yaitu bahwa suatu keputusan Tata Usaha Negara TUN atau disebut beschikking harus selalu dianggap sah selama belum dibuktikan sebaliknya sehingga pada prinsipnya harus Universitas Sumatera Utara selalu dan dapat harus segera dilaksanakan 11 a. Asas “Prmsumptioiustae causa”, yaitu bahwa suatu keputusan tata usaha negara beschikking harus selalu dianggap sah selama belum dibuktikan sebaliknya, sehingga pada prinsipnya harus selalu dapat segera dilaksanakan. . Di dalam pengontrolan dan untuk menilai tindakan hukum pemerintah dalam bidang hukum publik, maka akan harus digunakan beberapa asas, yaitu: b. Asas perlindungan terhadap kepentingan umum atau publik yang menonjol disamping perlindungan terhadap individu. c. Asas “self respect” atau “self obidence” dari aparatur pemerintah terhadap putusan-putusan peradilan administrasi, karena tidak dikenal adanya upaya pemaksa yang langsung melalui juru sita seperti halnya dalam prosedur perkara perdata. Mengenai perlindungan terhadap dua sisi yaitu kepentingan umum atau publik dan kepentingan individu, disebutkan dalam penjelasan umum Undang-undang no. 5 tahun 1986 angka 1 bahwa disamping hak-hak perseorangan, masyarakat juga mepunyai hak-hak tertentu. Oleh karena itu tujuan Peradilan Tata Usaha Negara sebenarnya tidak hanya semata-mata memberikan perlindungan terhadap hak masyarakat. Ditinjau dari segi pernyataan tersebut persoalan selanjutnya merupakan mekanisme untuk melakukan penyeimbangan antara dua sisi 11 Triwulan, Titik dan Ismu Gunadi Widodo, Hukum Tata Usaha Negara Dan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2011 Universitas Sumatera Utara kepentingan tersebut, dimana hak itu perlu untuk ditransparansikan. Sebab masalahnya akan menyangkut segi ukuran objektif pemberian keadilan secara konsisten yang berkaitan pula dengan masalah kemandirian institusi peradilan dalam hakim memutus suatu perkara.

C. Kompetensi Dari Peradilan Tata Usaha Negara atribusi Van Rechmating