Proses Penyelenggaraan Ibadah Haji Ditinjau Dari Sudut Hukum Administrasi Negara (Studi Kasus Pada Bandara Embarkasi Polonia Medan)

(1)

Risyad akar Lubis : Proses Penyelenggaraan Ibadah Haj Ditinjau Dari Sudut Hukum Administrasi Negara (Studi

N EGARA (STUDI KASUS PADA BANDARA EMBARKASI

POLONIA MEDAN)

SKRIPSI

Diaj ukan unt uk Melengkapi Tugas-t ugas dan Memenuhi Syarat -syarat unt uk Mencapai Gelar

SARJANA HUKUM OLEH

RISYAD FAKAR LUBIS

NIM. : 022. 222. 115

Depart emen : Hukum Administ rasi Negara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS HUKUM

M E D A N

2008


(2)

PROSES PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DITINJAU DARI SUDUT HUKUM ADMINISTRASI NEGARA (Studi Kasus pada Bandara Embarkasi Polonia Medan)

SKRIPSI

Disusun dan Diaj ukan unt uk Melengkapi Persyarat an Memperoleh Gelar Sarj ana Hukum Pada Fakult as Hukum Universit as Sumat era Ut ara

OLEH

RISYAD FAKAR LUBIS

NIM : 020222115

Depart emen : Hukum Administ rasi Negara

Diset uj ui oleh

Ket ua Depart emen Hukum Administ rasi Negara

DR. Pendast aren Tarigan, SH, MS. Nip. 131 410 462

Pembimbing I Pembimbing II

DR. Pendast aren Tarigan, SH, MS. Suria Ningsih, SH, M. Hum.


(3)

KATA PENGANTAR

Puj i dan syukur penulis panj at kan ke hadirat Allah SWT. yang t elah mencurahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat t eriring salam penulis panj at kan kepada j unj unga Nabi Besar Muhammad SAW. yang merupakan suri t auladan unt uk meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat .

Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi t ugas-t ugas dan melengkapi syarat -syarat unt uk mencapai gelar Sarj ana Hukum pada Fakult as Hukum Universit as Sumat era Ut ara, Medan. Adapun j udul yang penulis angkat adalah:

PROSES PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI

DITINJAU DARI SUDUT HUKUM ADMINISTRASI NEGARA INDONESIA: STUDI KASUS PADA PELABUHAN EMBARKASI POLONIA MEDAN

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih j auh dari kesempurnaan. Salah sat u sebab ut amanya adalah karena ket erbat asan penget ahuan yang penulis miliki, sedikit nya pengalaman dan t erbat asnya lit erat ur yang menunj ang j udul yang penulis maj ukan dalam skripsi ini.

Dalam kesempat an ini penulis mengucapkan t erima kasih yang sebesar-besarnya kepada sel uruh pihak yang secara langsung at au t idak langsung t elah membant u penulis menyusun skripsi ini, maupun selama menempuh perkuliahan, khususnya kepada:

(1). Bapak Prof . Dr. Runt ung, SH., M. Hum, selaku Dekan Fakult as Hukum

Universit as Sumat era Ut ara, Medan.

(2). Bapak Dr. Pendast aren Tarigan, SH. , MS, selaku Ket ua Depart emen

Hukum Administ rasi Negara dan sebagai Dosen Pembimbing I penulis di Fakult as Hukum Universit as Sumat era Ut ara, Medan.


(4)

(3). Ibu Suria Ningsih, SH, M. Hum, selaku Dosen Pembimbing II penulis yang t elah meluangkan wakt u unt uk membimbing dan membant u penulis menyelesaikan skripsi ini.

Dalam menempuh perj alanan hidup yang penuh perj uangan, penulis ingin mengat urkan banyak t erima kasih kepada:

(1). Ayah Prof. H. Nur A. Fadhil Lubis, MA., Ph. D. dan (almarhumah) Umi

Dra. Mekar Sari Dewi, dan Umi Nurhayat i, M. Ag. , yang t elah membimbing dan mencurahkan kasih sayangnya kepada penulis.

(2). Adik-adik t ercint a Nauf al Dzaki Lubis, Fikri Mahir Lubis dan Maurit s Arif Fat honi Lubis.

Terima kasih j uga penulis hat urkan kepada seluruh pihak yang t urut mendukung penyelesaian skripsi ini. Semoga skripsi sederhana ini memberi manfaat bagi yang membaca dan membut uhkannya.

Medan, Februari 2008


(5)

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR

Daft ar Isi

BAB I PENDAHULUAN

A. Lat ar Belakang Masalah B. Perumusan Masalah

C. Tuj uan dan Manfaat Penulisan D. Keaslian Penulisan

E. Tinj auan Kepust akaan F. Met ode Penelit ian G. Sist emat ika Penulisan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG IBADAH HAJI

A. Pengert ian Haj i B. Hukum Haj i

C. Syarat dan Rukun Haj i D. Macam-macam Haj i E. Pedoman Manasik Haj i F. Dam dan Macam-macamnya G. Hikmah dan Tuj uan Ibadah Haj i

BAB III PENYELENGGARAAN IBADAH DI DAERAH

EMBARKASI-DEBARKASI POLONIA MEDAN A. Bandar Udara Polonia Medan B. Dasar Hukum

C. Penyelenggara dan Kepanit iaan D. Uraian Tugas


(6)

E. Embarkasi (Pemberangkat an) F. Debarkasi (Pemulangan)

BAB IV ANALISIS PEMBAHASAN

A. Lat ar Belakang Pengat uran Penyelenggaraan Haj i B. Asas dan Tuj uan Undang-undang

C. Kesesuaian dan Kesenj angan

D. Kendala dan Rint angan yang Dihadapi E. Upaya Penanggulangan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan B. Saran

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR BAHAN HUKUM LAMPIRAN


(7)

ABSTRAKSI

Ibadah haj i merupakan rukun Islam kelima yang waj ib dilaksanakan oleh umat Islam yang mampu. Bagi bangsa Indonesia yang mayorit as beragama Islam dan Pancasila merupakan dasar negara, penyelenggaraan ibadah haj i menj adi t ugas nasional karena di samping menyangkut kesej aht eraan lahir-bat in j amaah haj i, j uga menyangkut nama baik dan mart abat bangsa Indonesia di luar negeri, khususnya di Saudi Arabia. Mengingat pelaksanaannya yang bersifat massal dan berlangsung dalam j angka wakt u yang t erbat as, maka penyelenggaraan ibadah haj i memerlukan manaj emen yang baik dan administ rasi yang fungsional.

Skripsi ini dit uj ukan unt uk menget ahui t at a at uran penyelenggaraan ibadah haj i dalam hukum administ rasi negara Indonesia dan bagaimana t at a at uran it u dilaksanakan dalam lingkup embarkasi Polonia Medan pada musim haj i 1427 Hij riyah yang lalu. Selanj ut nya penelit ian ini mengungkap fakt or-fakt or yang mendukung dan menghambat t ercapainya t uj uan penyelenggaraan ibadah haj i sert a upaya-upaya apa yang dilakukan unt uk menanggulanginya.

Penyelenggaraan ibadah haj i t elah memiliki dasar hukum yang kuat dan landasan operasional yang baik, hingga dalam bent uk prosedur t et ap dan panduan pelaksanaan yang relat if rinci dan j elas. Meskipun PPIH (panit ia penyelenggara ibadah haj i) merupakan kepanit iaan yang lint as inst ansi, bahkan melibat kan pihak swast a, namun proses pembent ukan, pembinaan, penerapan dan pengawasan t elah berj alan dengan cukup baik. Terdapat kesepadanan yang f ungsional ant ara uraian t ugas yang dit et apkan dengan kegiat an yang dij alankan masing-masing unsur kepanit iaan, mulai dari peringkat pengarah, pimpinan, pembant u pimpinan, hingga ke t araf pelaksana dan pembant u pelaksana.

Namun demikian, PPIH embarkasi Polonia Medan masih menghadapi hambat an, ant ara lain kej adian yang disebabkan oleh f akt or eksernal sepert i ket erlambat an pesawat di Arab Saudi, meningkat nya t unt ut an masyarakat di l uar kemampuan yang ada, kebij akan, at uran dan prosedur yang sering berubah, kesimpang-siuran hak dan kewaj iban sebagian unsur panit ia dan adanya anggapak di kalangan sebagian panit ia bahwa musim haj i merupakan kesempat an unt uk memperoleh pendapat an t ambahan.


(8)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pancasila adalah dasar filsafah Negara Republik Indonesia. Sila pert ama dari Pancasila adalah Ket uhanan Yang Maha Esa. Ini berart i bahwa Negara Republik Indonesia berkewaj iban menj amin kemerdekaan warga negaranya unt uk beragama dan beribadah menurut agamanya

masing-masing.1

Beberapa abad kemudian, agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW ini t elah menyebar ke seluruh dunia, t ermasuk ke wilayah Nusant ara. Pada abad ke13, t elah t ercat at beberapa kesult anan Islam t umbuh berkembang di berbagai pelosok t anah air, diawali di uj ung Ut ara, pulau

Hampir semua agama besar dunia memiliki pengikut di Indonesia, namun Islam merupakan agama yang paling besar penganut nya di negeri yang berdasarkan Pancasila ini. Indonesia bahkan t ercat at sebagai negara berpenduduk Muslim t erbesar di dunia saat ini. Agama Islam pada awalnya lahir dan berkembang pada abad ke-7 di Mekkah, kemudian menyebar ke seluruh j azirah Arab dan wilayah Timur Tengah.

1


(9)

Sumat era, kemudian meluas hingga ke seluruh wilayah kepulauan Nusant ara.

Agama Islam mengaj arkan bahwa agama ini didasarkan kepada lima dasar ut ama, at au yang dikenal dengan rukun Islam. Rukun Islam ada lima, yait u syahadat , shalat , puasa, zakat dan haj i. Jadi haj i merupakan rukun Islam yang kelima, melaksanakan ibadah haj i merupakan kewaj iban bagi

set iap orang Islam yang memiliki kemampuan.2

Sej ak zaman kesult anan Islam dahulu sudah t ercat at adanya j ama’ ah haj i dari wilayah Nusant ara ini, meskipun masih dalam j umlah yang masih kecil. Perj alanan haj i pada wakt u it u t erkait dengan t elah cukup meluasnya t ransport asi laut berupa kapal layar yang menghandalkan perput aran angin dan perubahan musim. Beberapa kot a pelabuhan di pesisir kepulauan

Tidak semua umat Islam waj ib melaksanakan ibadah haj i, karena ibadah haj i memang merupakan kewaj iban yang menunt ut kesehat an j asmani yang baik dan memerlukan kemampuan f inansial yang memadai. Proses perj alanan haj i, apalagi dari negeri Indonesia, yang j auh dari t empat pelaksanaan haj i t ersebut , yait u kot a suci Makkah, memang menunt ut pengorbanan yang cukup besar. Namun demikian, hal ini t idak menyurut kan semangat orang Islam unt uk berusaha sedapat mungkin melengkapi pelaksanaan rukun Islam, paling t idak sekali seumur hidupnya.

2

Penjelasan tentang hal ini dapat dilihat antara lain dalam Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz. Tanya-Jawab tentang Rukun Islam. Edisi Bahasa Indonesia (Medan: IAIN Sumatera Utara, 2003).


(10)

Nusant ara memang dikenal sebagai bandar perdagangan, bukan hanya unt uk kepent ingan penduduk pulau t ersebut , t et api j uga unt uk keperluan ant ar pulau, bahkan ant ar benua. Bandar-bandar Nusant ara memang merupakan mat a-rant ai penghubung bagi para pedagang Cina, India, Arab dan Persia.

Keberangkat an umat Islam Indonesia ke t anah suci Makkah t idak t erhent i dengan dij aj ahnya negeri ini oleh kolonialis Belanda. Bahkan, j umlah j ama’ ah haj i Indonesia t ernyat a bert ambah, t erut ama dengan digunakannya kapal laut yang menggunakan mesin uap, hingga masa t empuh perj alanan menj adi lebih nyaman dan singkat .

Kenyat aan ini menunt ut pemerint ahan kol onial Belanda membuat perat uran perundang-undangan unt uk mengat ur berbagai aspek pelaksanaan ibadah haj i, baik ket ika masih di t anah air, lebih t erut ama ket ika mereka berada di luar negeri. Unt uk mengurus segala urusan t ent ang j ama’ ah haj i pribumi ini, pemerint ah kolonial Belanda mendirikan Konsul di

Jeddah.3

Upaya unt uk t erus memperbaiki dan menyempurnakan sist em dan manaj emen penyelenggaraan ibadah haj i ini semakin digiat kan ket ika Indonesia mencapai kemerdekaannya. Berbagai perat uran

3

Salah satu produk legislasi pemerintahan kolonial Hindia Belanda yang cukup berpengaruh adalah Pelgrims-Ordonantie (Ordonansi Haji), Staatsblaad Tahun 1922 Nomor 698, yang terus berlaku dalam periode kemerdekaan, dan baru dinyatakan tidak berlaku dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Haji.


(11)

undangan disahkan dan seperangkat perat uran organik dirumuskan unt uk menj adi panduan bagi pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haj i t ersebut . Akhirnya, set elah reformasi bergulir, sebuah undang-undang baru yang lebih int egral dan komprehensif mengat ur t ent ang penyelenggaraan ibadah haj i disahkan, yait u Undang-undang No. 17 Tahun 1999 t ent ang Penyelenggaraan Ibadah Haj i.

Undang-undang No. 17/ 1999 ini menet apkan bahwa pemerint ah berkewaj iban melakukan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan dengan menyediakan fasilit as, kemudahan, keamanan dan kenyamanan yang

diperlukan oleh set iap warga negara yang menunaikan ibadah haj i.4

Selanj ut nya dit egaskan bahwa penyelenggaraan ibadah haj i merupakan t ugas nasional dan menj adi t anggungj awab pemerint ah di

bawah koordinasi ment eri.5 Ment eri di sini dimaksudkan adalah ment eri

yang ruang lingkup t ugas dan t anggung-j awabnya meliput i bidang agama,

yakni Ment eri Agama.6

Mengingat bahwa penyelenggaraan ibadah haj i merupakan t ugas nasional dan menj adi t anggung j awab pemerint ah, maka ini t ermasuk dalam lingkup hukum administ rasi negara. Administ rasi negara adalah keseluruhan daripada badan-badan (aparat ur) yang menyelenggarakan

4

Pasal 3 UU No. 17 Tahun 1999.

5

Ayat (1) Pasal 6 Bab III UU No. 17 Tahun 1999.

6


(12)

t ugas at au kegiat an penyelenggaraan t ugas at au kegiat an kenegaraan di

bawah pimpinan pemerint ah.7

Namun demikian, penyelenggaraan haj i set iap t ahunnya masih t erus menimbulkan kekisruhan dan menyisakan kekesalan banyak j ama’ ah haj i. Penyelenggaraan ibadah haj i pada t ahun 2006 t ernyat a menimbulkan kekacauan, bahkan memalukan bagi negara-bangsa Indonesia, t erut ama ket ika sebagian besar j ama’ ah haj i Indonesia selama beberapa hari

menderit a kelaparan.8

B. Perumusan Masalah

Mengingat berbagai hal di at as, maka sangat lah pent ing dan t epat unt uk membahas permasalahan penyelenggaraan ibadah haj i ini dari sudut Hukum Administ rasi Negara Indonesia.

Yang menj adi permasalahan ut ama dalam skripsi ini adalah apakah penyelenggaraan ibadah haj i, khususnya yang difasilit asi melalui pelabuhan embarkasi Polonia Medan, t elah sej alan dengan ket ent uan Hukum Administ rasi Negara yang berlaku di Indonesia.

Selanj ut nya permasalahan ut ama dij abarkan menj adi beberapa permasalahan rincian, sebagai berikut :

7

Prof. Dr. Mr. Prayudi Admosudirjo. Hukum Administrasi Negara (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1981), h. 30.

8

‘Tragedi Katering di Tanah Suci.’ Editorial, Republika, 4 Januari 2007 [http://opini. wordpress.com/tag/haji/].


(13)

1. Bagaimanakah proses rangkaian penyelenggaraan ibadah haj i menurut aj aran agama Islam hingga ibadah haj i t ersebut dianggap sah dan memenuhi kewaj iban;

2. Bagaimanakah t at a at uran penyelenggaraan ibadah haj i menurut

perat uran perundang-undangan yang berlaku;

3. Bagaimanakah pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haj i yang secara

empiris berj alan dan diberlakukan t erut ama dalam pelaksanaan musim haj i t ahun 1427 Hij riyah yang lalu;

4. Kendala dan rint angan apa saj akah yang dihadapi para

penyelenggara dalam rangka menyelenggarakan ibadah haj i;

5. Upaya-upaya apa saj akah yang t elah dilaksanakan oleh aparat

penyelenggara ibadah haj i unt uk menyelesaikan kendala dan menj awab rint angan dalam rangkaian penyelenggaraan ibadah haj i; Hipot esa adalah kesimpulan sement ara dan sebuah pernyat aan t ent at if. Sebuah hipot esa harus masih diuj i kebenarannya dalam sebuah penelit ian, sehingga dapat menguj i apakah hipot esa t ersebut dit erima dan benar adanya, at au dit olak dan t idak t erbukt i kebenarannya. Oleh karena it u, hipot esa merupakan landasan berpij ak dan t it ik t olak penelit ian bagi

langkah dan uraian selanj ut nya.9

9

Amiruddin, SH., M. Hum. Dan H. Zainal Asikin, SH., SU. Pengantar Metode

Penelitian Hukum (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004), hal. 58.


(14)

Dengan demikian sebagai kesimpulan sement ara, yang nant inya akan dibukt ikan kebenarannya dalam penelit ian ini, adalah sebagai berikut . Unt uk permasalahan ut ama, hipot esa yang diperpegangi adalah bahwa penyelenggaraan ibadah haj i embarkasi Polonia Medan pada dasarnya t elah memenuhi ket ent uan-ket ent uan minimum yang t ermakt ub dalam perat uran perundang-undangan yang berlaku.

Selanj ut nya, unt uk permasalahan berikut nya, skripsi dilandasi oleh hipot esa kerj a (zero hypot hesis) bahwa semua it u memang ada dan dapat dit elit i, t ermasuk perangkat at uran t ent ang rangkaian peribadat an haj i menurut aj aran agama Islam, t at a at uran menurut perat uran perundang-undangan yang berlaku di negara Republik Indonesia, demikian j uga kendala dan rint angan, sert a upaya-upaya unt uk menanggulanginya.

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Di samping unt uk memenuhi t ugas dan melengkapi syarat unt uk memperoleh gelar Sarj ana Hukum pada Fakult as Hukum Universit as Sumat era Ut ara, penulisan skripsi ini dit uj ukan unt uk menambah ilmu penget ahuan penulis dalam t opik yang dibahas, yait u t ent ang proses penyelenggaraan ibadah haj i. Ini t ent u t erkait erat dengan keimanan penulis sebagai bagian dari umat Islam.

Ibadah haj i merupakan bagian kewaj iban keagamaan yang begit u sakral bagi umat Islam, hingga unt uk bisa mencapainya set iap insan Muslim


(15)

sudi berj uang sekeras mungkin, mencari rezeki dengan giat , dan bersungguh-sungguh menabung unt uk wakt u lama. Perj uangan dan keikhlasan umat Islam ini t ent u harus dilindungi dan difasilit asi oleh negara dan pemerint ah. Sangat ironis dan menyedihkan kalau keikhlasan dan keluguan umat Islam disalahgunakan unt uk mencari keunt ungan at au memenuhi kepent ingan t ert ent u. Upaya unt uk mencapai hal ini merupakan t uj uan dari penulisan skripsi ini.

Sesuai dengan ket ent uan undang-undang bahwa pemerint ah berkewaj iban melakukan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan dengan menyediakan fasilit as, kemudahan, keamanan dan kenyamanan yang diperlukan oleh set iap warga negara yang menunaikan ibadah haj i, maka skripsi ini dit uj ukan unt uk mengevaluasi apakah kewaj iban pemerint ah t ersebut t elah dilaksanakan dengan baik.

Selanj ut nya, skripsi ini bert uj uan j uga unt uk melakukan evaluasi apakah t uj uan penyelenggaraan ibadah haj i sebagaimana dit et apkan oleh undang-undang t elah t erpenuhi, dan j ika belum, apa yang belum t ersebut , dan berupaya mengungkapkan mengapa hal it u belum t erpenuhi, sert a apa usaha unt uk mencapainya di masa mendat ang. Penyelenggaraan ibadah haj i, sesuai dengan ket ent uan undang-undang yang berlaku, bert uj uan unt uk memberikan pembinaan, pelayanan dan perlindungan yang sebaik-baiknya melalui sist em dan manaj emen penyelenggaraan yang baik agar pelaksanaan ibadah haj i dapat berj alan dengan aman, t ert ib, lancar, dan


(16)

nyaman sesuai dengan t unt unan agama sert a j ema’ ah haj i dapat melaksanakan ibadah haj i secara mandiri sehingga diperoleh haj i mabrur.

D. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi ini pada awalnya didasarkan pada ide, gagasan, pemikiran dan yang ut ama ialah ket ert arikan penulis t erhadap ibadah haj i yang merupakan rukun Islam yang kelima yang waj ib dilaksanakan oleh set iap Muslim yang mampu sekali dalam hidupnya. Berbeda dengan beberapa negara lain, di Indonesia, yang penduduknya mayorit as beragama Islam, ket erlibat an pemerint ah dalam penyelenggaraan ibadah haj i begit u t inggi.

Penulisan skripsi ini asli diangkat dari pemikiran dan penelaahan penulis sendiri, art inya bukanlah merupakan hasil cipt aan at au penggandaan dari karya t ulis orang lain dan sudah diperbandingkan j udulnya di kampus di mana penulis menimba ilmu di Fakult as Hukum Universit as Sumat era Ut ara.

E. Tinjauan Kepustakaan

Mengingat permasalahan haj i merupakan bagian pent ing dari keberagamaan umat Islam, lit erat ur yang banyak berkembang di kalangan masyarakat umumnya membahasnya dari sudut agama dan hukum Islam.

Hampir semua kit ab fiqh Islam umumnya berisikan sat u bab khusus yang membahas t ent ang ibadah haj i. Buku yang menj adi ruj ukan ut ama


(17)

dalam membahas penyelenggaraan ibadah haj i dari perspekt if hukum Islam adalah buku yang dit ulis oleh H. Sulaiman Rasyid yang berj udul ‘ Al Fiqh al

-Isl ami Fiqh -Isl am yang banyak menj adi pegangan umat -Islam sert a dicet ak

ulang.10 Penelit ian ini j uga meruj uk beberapa referensi lain, t ermasuk kit ab

yang dit ulis oleh Muhammad Jawad Mughniyah yang berj udul Fiqh Lima

Mazhab: Ja’ f ari, Hanaf i , Mal iki , Syaf i ’ i dan Hambal i11

F. Metode Penelitian

yang menj adi kit ab

ruj ukan di kalangan umat Islam.

Met ode penelit ian pada dasarnya meliput i t iga j enis met ode, yait u met ode mengumpulkan dat a/ bahan hukum, met ode menganalisis dat a yang t elah t erkumpul, dan akhirnya met ode present asi hasil.

Mengingat permasalahan yang ingin dij awab, skripsi ini merupakan gabungan dari penelit ian normat if -dokt rinair dan penelit ian empiris-sosiologis. Ini berart i skripsi ini harus menghimpun seperangkat bahan hukum (l egal mat erial s), di samping j uga banyak dat a empiris-sosiologis. Oleh karenanya, dat a empiris dan bahan hukum t erdiri dari bahan kepust akaan dan dat a lapangan.

10

H. Sulaiman Rasyid. Al-Fiqh al-Islami: Fiqh Islam (Jakarta: Penerbit Attahiriyah, 1954), dan penelitian ini merujuk edisi cetakan ulang yang ke-17 tahun 1971.

11

Muhammad Jawad Mughniyah. Fiqh Lima Mazhab: Ja’fari, Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali (Jakarta: Lentera, 1996).


(18)

Bahan kepust akaan dan mat eri hukum t erut ama akan dihimpun melalui met ode penelit ian kepust akaan (l ibrary research) yait u mengumpulkan semua bahan hukum t erkait dengan t opik yang diperbincangkan yait u t ent ang penyelenggaraan ibadah haj i. Bahan hukum t erdiri dari bahan hukum primer, t erut ama undang-undang, bahan hukum sekunder, t ermasuk perat uran pemerint ah, perat uran ment eri dan sej enisnya, di samping j uga bahan hukum t ert ier yang membant u memahami dan menj elaskan bahan hukum primer dan sekunder t ersebut .

Dat a lapangan akan dihimpun ut amanya dengan met ode wawancara t erhadap beberapa informan kunci yang t erlibat langsung dalam penyelenggaraan ibadah haj i embarkasi Polonia Medan. Unt uk melengkapi dat a, wawancara t erhadap sej umlah j ama’ ah haj i akan dilakukan.

Semua bahan kepust akaan dan bahan hukum yang t erhimpun akan dianalisis t erut ama dengan met ode analisis deskript if -kualit at if , sedang beberapa bahan lit erat ur akan mempergunakan analisis isi (cont ent

anal ysis). Sedangkan dat a lapangan akan dianalisis secara kualit at if ,

meskipun beberapa analisis dasar akan j uga menggunakan analisis kuant it at if sederhana, t erut ama dalam bent uk inferensi persent ase dan t abulasi silang.


(19)

Dalam rangka mensist emat iskan pembahasan sert a memudahkan penguraian, skripsi ini akan t erdiri dari lima bab. Masing-masing bab akan dibagi lagi kepada beberapa pasal sesuai dengan keperluan pembahasan dan t unt ut an penguraian.

Bab sat u t erdiri dari uraian lat ar belakang permasalahan, diikut i dengan pembahasan t ent ang t uj uan penulisan dan pokok permasalahan sert a hipot esa yang diaj ukan. Pada bab ini, penulis j uga menguraikan met odologi penelit ian yang akan dit erapkan, mulai dari met ode pengumpulan dat a, met ode analisis dat a hingga met ode present asi hasil. Bab ini diakhiri dengan uraian t ent ang sist emat ika penulisan.

Bab dua membahas t ent ang ket ent uan haj i menurut aj aran agama Islam. Ini didahului dengan ulasan t ent ang hukum dan syarat haj i, kemudian dilanj ut kan dengan rangkaian rukun dan akt ivit as yang waj ib, yang sunat , yang makruh dan yang haram sel ama menunaikan ibadah haj i.

Bab t iga menguraikan bahwa perat uran perundang-undangan mengat ur t ent ang proses perj alanan dan penyelenggaraan ibadah haj i, mulai dari proses pendaft aran, persiapan, pemberangkat an, pelaksanaan, dan pemulangan j ama’ ah haj i. Bab ini j uga berisikan uraian bagaimana berbagai perat uran perundang-undangan ini t elah dilaksanakan, t erut ama di embarkasi Polonia Medan pada musim haj i t ahun 2006.


(20)

Bab empat merupakan pembahasan t ent ang kesenj angan yang t erj adi ant ara ket ent uan yang t erdapat dalam ‘ l aw-in-books’ (perat uran hukum perundang-undangan yang t erdapat dalam buku, dengan yang kenyat aannnya t erj adi, at au apa yang sering disebut ‘ l aw-i n-act ions’ (hukum yang kenyat aannya t erj adi). Oleh karenanya, bab ini mengident if ikasi kendala dan rint angan yang dihadapi, sert a mengulas mengapa hal-hal t ersebut bisa t erj adi, sert a diakhiri dengan perbincangan t ent ang upaya-upaya yang dilakukan para pihak unt uk menanggulanginya.

Bab lima, merupakan bab penut up, yang berisikan ringkasan dari uraian sebelumnya, kesimpulan yang dapat dit arik sert a saran yang bisa direkomendasikan unt uk memperbaiki pirant i perundang-undangan, proses penyelenggaraan dan prilaku para j ama’ ah sendiri.


(21)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG IBADAH HAJI

Penyelenggaraan ibadah haj i yang merupakan ‘ t ugas nasional ’ dan

menj adi 't anggungj awab pemerint ah’12

Pernyat aan ‘ sesuai dengan t unt unan agama’ t ent u dimaksudkan bahwa seluruh rangkaian kegiat an ibadah haj i ini harus dilaksanakan sebagaimana dit ent ukan dalam aj aran agama Islam. Agama Islam berasal dari dua sumber pokok, yait u al-Qur’ an, kumpulan wahyu Allah SWT. kepada Nabi Muhammad SAW. dan al-Sunnah, semua perkat aan, perbuat an dan pengakuan Nabi Muhammad SAW. Di samping it u, ada dua sumber ut ama lain, yait u Ij ma’ , kesepakat an para ulama, dan al -Qiyas, perluasan cakupan pet unj uk al-Qur’ an at au al-Sunnah berdasarkan analogi. Masih ada lagi sumber-sumber hukum Islam yang lain, t et api lebih merupakan sumber sekunder.

dit uj ukan agar pelaksanaan ibadah haj i dapat berj alan dengan aman, t ert ib, lancar, dan nyaman sesuai dengan t unt unan agama sert a j ama’ ah haj i dapat melaksanakan ibadah haj i secara mandiri sehingga diperoleh haj i mabrur.

13

12

Pernyataan bahwa ‘ibadah haji merupakan tugas nasional dan menjadi tanggungjawab pemerintah’ tercantum pada ayat (1) pasal 6 Undang-Undang No. 17 tahun 1999.

13

Prof. Dr. Daud Ali. Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam


(22)

Bab ini akan menguraikan berbagai hal pent ing t erkait dengan ibadah haj i dalam t unt unan agama Islam, dengan meruj uk ke sumber-sumber di at as.

A. Pengertian Haji

Kat a ‘ haj i’ berasal dari bahasa Arab yang awalnya berart i ’ maksud’ at au ’ keinginan’ dan sinonim dengan kat a ‘ al -qashd’ . Dalam bent uk kat a kerj a (verb/ fi’ il), kat a ’ haj j a’ , mengandung art i menyengaj a sesuat u,

memaknai, melaksanakan, dan berdoa.14

Dari sinilah t imbul makna t urunannya, yait u bermaksud unt uk mengunj ungi t empat t ert ent u unt uk melaksanakan rit ual di dalamnya.

Di samping it u kat a ini mengandung makna berkunj ung dan berziarah yang memiliki makna, nilai dan signifikansi t ert ent u.

15

Syari’ at Islam kemudian mempergunakan kat a ini unt uk ibadah mengunj ungi t empat suci di wilayah Makkah dan melaksanakan serangkaian

ibadah di dalamnya pada wakt u-wakt u t ert ent u.16

Undang-undang nomor 17 t ahun 1999 t ent ang Penyelenggaraan Ibadah Haj i mendefinisikan ’ ibadah haj i’ sebagai ’ rukun Islam kelima yang

14

H. Sulaiman Rasyid. Al-Fiqh al-Islami: Fiqh Islam (Jakarta: Penerbit At-Tahiriyah, 1954), hal. 240.

15

H. S. Sutar dkk. Tuntutan Praktis Ibadah Haji dan Umroh (Surabaya: Penerbit Indah, 2006), hal. 66.

16

Persyaratan bahwa ibadah haji mesti dilakukan pada waktu-waktu tertentu, pertengahan bulan haji, Dzulhijjah, setiap tahunnya adalah sesuatu yang mutlak. Jika dilakukan di luar musim haji, ibadah sejenis disebut ’umrah.


(23)

merupakan kewaj iban bagi set iap orang Islam yang mampu

menunaikannya.’17

Di samping ist ilah haj i, umat Islam j uga mengenal kat a ’ umrah’ yang sering j uga dij uluki ’ haj i kecil’ . Disebut demikian, karena ibadah ini memang lebih ringan di banding haj i. ’ Umrah bisa dikerj akan kapan saj a, t idak harus pada musim haj i. Rukun ’ umrah j uga lebih sedikit dibanding haj i, hanya meliput i ihram, t awaf , sa’ i dan t ahallul, t idak ada wukuf at au melempar j umrah. Dengan demikian, seseorang melaksanakan ’ umrah, t idak berart i ia t elah melaksanakan haj i. Sebaliknya pelaksanaan haj i selalu disert ai dengan ’ umrah, baik dilakukan secara bersamaan at aupun

t erpisah.18

Secara resmi para sej arawan Muslim menyepakat i bahwa kewaj iban unt uk melaksanakan ibadah haj i barulah secara formal dit egaskan oleh Nabi

Tradisi mengunj ungi t empat suci dan melakukan ibadah di t empat suci t ersebut t elah menj adi bagian dari keberagamaan umat -umat t erdahulu sebelum kerasulan Nabi Muhammad SAW. Bahkan sej arah mencat at bahwa ibadah haj i yang disyari’ at kan dalam agama Islam merupakan lanj ut an dan penyempurnaan dari apa yang t elah dirint is dan dilaksanakan oleh Nabi Ibrahim AS.

17

Lihat Ayat 3 Pasal 1 Bab I Undang-Undang nomor 17 tahun 1999.

18

Prof. Dr. Nurcholish Madjid (ed). Ensiklopedi Islam untuk Pelajar (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002), jilid 2, hal. 72.


(24)

Muhammad SAW. pada periode Madinah, art inya set elah beliau pindah dan bermukim di Madinah. Namun para ahli sej arah berbeda pendapat t ent ang t ahun persisnya kewaj iban haj i t ersebut diawali. Sebagian besar mencat at haj i secara resmi diwaj ibkan pada t ahun ke-6. Namun sebagian ada yang menyat akan bahwa kewaj iban haj i baru diwaj ibkan Nabi Muhammad SAW. pada t ahun ke-9 set elah Hij rah. Perint ah melaksanakan ibadah haj i t ercant um di dalam al-Qur’ an:

’ Padanya t erdapat t anda-t anda yang nyat a, (diant aranya) maqam Ibrahim; barangsi apa memasukinya (bait ul l ah) menj adi amanl ah dia; mengerj akan haj i adal ah kewaj iban manusi a t erhadap Al l ah, yait u (bagi) orang yang sanggup mel akukan perj al anan ke Bait ul l ah. Barangsiapa mengi ngkari (kewaj iban haj i), maka sesungguhnya Al l ah Maha Kaya (t idak memerl ukan sesuat u apapun) dari semest a al am’

(Ali ’ Imran, 3:97). 19

B. Hukum Haji

Haj i adalah ibadah yang diwaj ibkan hanya kepada muslim yang mampu sekali dalam seumur hidupnya. Seorang muslim yang t idak mampu t idak akan dikenakan sanksi at au t unt ut an apapun apabila ia t idak melaksanakan ibadah haj i t ersebut . Adalah t idak fair, kalau seorang at au sekelompok orang diberikan fasilit as-fasilit as khusus dan ist imewa melebihi dari haknya, lebih t idak fair lagi kal au f asilit as-f asilit as t ersebut dibebankan dari dana j amaah haj i.

19

Departemen Agama. Al-Qur’an dan Terjemahannya (Bandung: Gema Risalah, 1992), hal. 92.


(25)

Ibadah haj i merupakan salah sat u rukun Islam. Ini berart i bahwa haj i adalah salah sat u t iang ut ama t egaknya keislaman seseorang. Meskipun t elah melaksanakan rukun Islam yang lain, yait u syahadat , shalat , puasa dan zakat , seorang Muslim baru merasa melengkapi rukun Islam set elah menunaikan ibadah haj i, mengunj ungi t anah suci dan mengerj akan rangkaian ibadah haj i. Oleh karenanya ibadah haj i hukumnya waj ib bagi seluruh umat Islam yang sudah memenuhi persyarat an yang dit et apkan.

Waj ib dalam pengert ian hukum Islam adal ah sesuat u yang mest i dilaksanakan dan t idak boleh dit inggalkan, dan yang melaksanakan mendapat pahala dan yang meninggalkan menerima dosa.

Waj ib dan pent ingnya menunaikan ibadah haj i didasarkan at as firman Allah SWT. dalam al-Qur’ an dan sabda Nabi Muhammad SAW. yang t erhimpun dalam kit ab-kit ab hadit s. Salah sat u hadit s Nabi Muhammad SAW yang mewaj ibkan ibadah haj i adalah yang diriwayat kan oleh Muslim, Ahmad dan Nasa’ i sebagai berikut :

’ .Dari Abu Hurairah: Rasul ul ul l ah SAW t el ah berkat a dal am pidat o bel iau: ’ Hai manusia! Sesungguhnya Al l ah t el ah mewaj ibkan at as kamu mengerj akan ibadat haj i, maka hendakl ah kamu kerj akan. Seorang sahabat bert anya: ’ Apakah t iap t ahun, ya Rasul ul l ah?’ Bel iau diam t idak menj awab dan yang ber t anya mendesak sampai t iga kal i . Kemudian Rasul ul l ah SAW berkat a: ’ Kal au saya j awab ’ ya’ , sudah t ent u menj adi waj ib t iap t ahun, sedang kamu t idak akan kuasa mengerj akannya. ’ 20

20

Sebagaimana dikutip oleh H. Sulaiman Rasyid. Al-Fiqh al-Islami: Fiqh Islam (Jakarta: Penerbit At-Tahiriyah, 1954), hal. 240-241.


(26)

Selanj ut nya Nabi Muhammad SAW. dalam sebuah hadit snya sahih yang lain menyat akan bahwa ibadah haj i merupakan salah sat u dari lima rukun at au t iang ut ama agama Islam, sebagaimana sabdanya:

Isl am dibangun di at as l ima dasar: Bersaksi bahwa t iada Tuhan sel ain Al l ah dan bahwa Muhammad adal ah Ut usan Al l ah, mendirikan shal at , menunaikan zakat , mel aksanakan haj i ke Rumah Tuhan dan menj al ankan puasa Ramadhan.21

(Kewaj iban) haj i it u sat u kal i dan orang yang mel akukannya l ebih dari sat u kal i maka it u adal ah sunnah.

Kewaj iban melaksanakan ibadah haj i it u hanya sekali dalam hidup seorang Muslim. Melakukan perj alanan haj i unt uk kedua dan set erusnya t idak lagi merupakan kewaj iban, hukumnya bisa sunnah, dalam art ian j ika dilakukan berpahala dan j ika t idak dilakukan t idak apa-apa. Ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW. yang art inya:

22

Namun demikian, ada ulama yang berpendapat bahwa melakukan ibadah haj i unt uk yang kedua kali dan set erusnya bisa saj a hukumnya menj adi makruh j ika kepergiannya it u membuat ada orang lain yang menj adi t erhalang melaksanakan ibadah haj i dan orang t ersebut masih memiliki kewaj iban-kewaj iban lain yang belum dilaksanakan, t ermasuk

21

Hadits shahih yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim, dan dikutip dari Syaikh Abu Bakar Jabir Jazairi. Pedoman Hidup Seorang Muslim (Madinah: Maktabat al-’Ulum wa al-Hikam, 1419 H.) hal. 475.

22

Hadits yan diriwayatkan oleh Abu Daud dan dikutip dari dari Syaikh Abu Bakar Jabir Jazairi. Pedoman Hidup Seorang Muslim (Madinah: Maktabat ’Ulum wa al-Hikam, 1419 H.) hal. 475.


(27)

kewaj ibannya menolong warga masyarakat yang membut uhkan pert olongannya.

Terkait dengan permasalahan ini, Maj elis Ulama Indonesia (MUI) t elah pernah mengeluarkan f at wa bahwa ibadah haj i hanya sekali seumur hidup. Dalam fat wa t ersebut , Komisi Fat wa MUI menyat akan:

Umat Islam hendaknya memahami bet apa besar dan luas masalah yang dihadapi pemerint ah Arab Saudi dan Pemerint ah RI dalam usaha melayani dan menyediakan kemudahan bagi kepent ingan j emaah haj i yang j umlahnya t iap t ahun semakin besar yang harus dij alani dalam wakt u yang bersamaan dan dalam lingkup alimah yang sangat t erbat as.23

Selanj ut nya adalah sunnah haj i. Dalam perspekt if hukum Islam, sunnah (t erkadang j uga disebut sunat ) adal ah perbuat an yang dianj urkan dan j ika dilaksanakan akan berpahala, namun j ika dit inggalkan t idak berdosa. Di ant ara sunnah haj i adalah:

Sej alan dengan konsideran di at as, Komisi Fat wa Maj elis Ulama berkesimpulan bahwa ’ memberi kesempat an pada mereka yang belum menunaikan ibadah haj i’ menj adi sesuat u yang sangat dianj urkan (sunat ). Selanj ut nya fat wa t ersebut menghimbau kepada umat Islam yang sudah beberapa kali melaksanakan ibadah haj i akan lebih bermanfaat bila dana yang t ersedia it u, disalurkan unt uk amal j ariyah yang dapat dirasakan manfaat nya oleh umum, sehingga mendapat pahala yang t erus mengalir bagi yang melaksanakannya.

23

Lihat buku Kumpulan Fatwa MUI (Jakarta: Majelis Ulama Indonesia, 2000) atau akses dari http://www.mui.or.id/mui_in/fatwa.php?id=22


(28)

(1). Melaksanakan haj i ifrad, yait u ihram unt uk haj i saj a. Kemudian set elah pekerj aan haj i selesai semuanya, ia berihram lagi unt uk ’ umrah dan t erus mengerj akan rangkaian pekerj aan ’ umrah sampai selesai.

(2). Membaca t albiyah dengan suara yang keras bagi laki-l aki, dan bagi perempuan hendaklah dibacanya sekedar t erdengar oleh t elinganya sendiri. Masa membaca t albiyah selama dal am ihram smapai selesai melont ar j umrah ’ aqabah pada hari raya Qurban.

(3). Berdoa set elah membaca t albiyah.

(4). Berdzikir at au berdoa sewakt u melakukan t hawaf . (5). Sholat dua raka’ at set elah t hawaf di maqam Ibrahim. (6). Masuk ke Ka’ bah dan shalat di dalamnya.

(7). Meminum air Zamzam. (8). Berdoa di Mult azam.

(9). Berj alan cepat t iga kali put aran pert ama, dan berj alan biasa pada empat put aran t erakhir ket ika melaksanakan t hawaf. Namun bagi perempuan dianj urkan unt uk berj alan biasa saj a seluruhnya.

(10). Berlari-lari kecil di ant ara dua t iang yang berwarna hij au di wakt u sa’ i dan berj alan biasa pada lainnya.

(11). Naik ke bukit Saf a dan Marwah sert a berdoa di sana sambil menghadap Ka’ bah.


(29)

(12). Berdoa di ant ara Saf a dan Marwah.

(13). Wukuf dan berdoa set elah melempar j umrah kecuali j umrah ’ Aqabah pada hari-hari t asyrik. Hari-hari t asyrik adalah t anggal 11, 12 dan 13 Dzulhij j ah, j adi t iga hari set elah ’ Idul Adha at au hari raya Haj i.

(14). Berdoa dan membaca t akbir set iap melempar j umrah.24

C. Syarat dan Rukun Haji

Meskipun haj i merupakan rukun Islam yang kelima, hingga berart i bagian dari t iang pokok dari keislaman seorang Muslim, namun t idak semua orang Islam diwaj ibkan unt uk melaksanakan ibadah haj i t ersebut . Seorang muslim baru berkewaj iban melaksanakan ibadah haj i j ika ia memenuhi seperangkat syarat berikut ini, yait u: (a). Beragama Islam, (b) ‘ Aqil dalam art ian berakal dan cerdas, (c) Bal igh, t elah cukup umur, mat ang secara fisik-j asmani, (d) Merdeka, dalam art ian bukan hamba, budak (sl ave) dan (e). Mampu (ist it ha’ ah). Yang dimaksud dengan ’ mampu’ adalah kesanggupan unt uk memenuhi semua perongkosan dan pembiayaan sert a kesanggupan dari segi fisik-j asmani unt uk melaksanakan perj alanan dan peribadat an haj i t ersebut .

Buku ’ Tunt ut an Prakt is Ibadah Haj i dan Umroh’ menguraikan bahwa kesanggupan di sini mempunyai dua pengert ian: (1) mampu mengerj akan

24

H. S. Sutar dkk. Tuntutan Praktis Ibadah Haji dan Umroh (Surabaya: Penerbit Indah, edisi baru, 2006), hal. 162-166.


(30)

haj i oleh diri sendiri yang syarat -syarat sebagai berikut : (a) hendaklah sehat badannya, (b) j alan yang akan dilalui aman, dengan art i t erj amin keamanan j iwa dan hart a. Seandainya seseorang khawat ir t erhadap keselamat an dirinya, misalnya adanya peperangan, wabah penyakit menular, maka ia berart i t idak sanggup, (c) mempunyai bekal yang cukup pergi dan pulangnya. (2) Kuasa mengerj akan haj i yang bukan dikerj akan oleh yang bersangkut an, yait u dengan j alan menyuruh orang lain. Ini cont ohnya adalah orang yang t elah meninggal dunia, sedangkan ia di wakt u hidupnya t elah mencukupi syarat waj ib haj i, maka haj inya waj ib dikerj akan oleh orang lain. Biaya mengerj akannya diambilkan dari hart a peninggalannya.

Terkait dengan hukumhukum dalam ibadah haj i, selain dari syarat -syarat waj ib haj i yang t elah diuraikan di at as, beberapa pembedaan dan penj elasan pat ut dicermat i. Unt uk it u ada beberapa ist ilah yang dikenal , yait u rukun haj i, waj ib haj i, sunnah haj i, sert a hal-hal yang diharamkan dalam haj i.

Adapun yang dimaksud dengan rukun haj i adalah ibadah dan amalan haj i yang apabila t idak dilaksanakan, at au dit inggalkan, haj inya menj adi t idak sah. Ini berart i kewaj iban haj inya t idak t erpenuhi, hingga ia harus melaksanakan ibadah haj i kembali pada masa berikut nya. Yang t ermasuk dalam rukun haj i adalah:


(31)

(1). Ihram (berniat mulai mengerj akan ibadah haj i (at au ’ umrah) dengan memakai pakaian ’ ihram’ . Segera set elah berihram, ia waj ib t idak melakukan hal-hal yang dilarang selama dalam ’ ihram’ , t ermasuk memakai pakaian yang berj ahit bagi laki-laki, t ut up kepala, memot ong rambut , bermesra-mesraan (meskipun dengan ist eri sendiri), memakai kaus t angan dan menut up muka bagi wanit a.

(2). Wukuf di Padang Arafah pada wakt u yang dit ent ukan, yait u mulai dari wakt u Zhuhur t anggal 9 Dzulhij j ah sampai t erbit faj ar pada 10 Dzulhij j ah.

(3). Tawaf Ifadhah, yait u mengelilingi ka’ bah sebanyak t uj uh kali, dengan syarat menut up aurat , Ka’ bah di sebelah kiri dan memulainya dari arah Haj ar al-Aswad (Bat u Hit am).

(4). Sa’ i, yait u berlari-lari kecil at au berj alan cepat ant ara bukit Shaf a dan Marwah.

(5). Mencukur at au menggunt ing rambut , sedikit nya t iga helai rambut , (6). Tert ib, maksudnya rangkaian rukun ini dilakukan secara berurut an.

Selanj ut nya adalah ’ waj ib haj i’ , yait u segala sesuat u yang mest i dikerj akan dan t idak boleh dit inggalkan dan apabila t ert inggal waj ib digant i dengan menyembelih binat ang t ernak. Dengan kat a lain, waj ib haj i adalah sesuat u yang perlu dilakukan, t et api t idak menent ukan sahnya haj i, dan


(32)

bisa digant i dengan membayar dam (denda), yait u dengan menyembelih binat ang. Adapun yang t ermasuk waj ib haj i ada t uj uh macam:

(1) Ihram dari Miqat . Miqat at au t apalbat as ini ada dua macam, yait u miqat zamani yait u bat asan dari segi wakt u yait u dari awal bulan Syawal hingga t erbit faj ar Hari Raya Haj i, t anggal 10 Dzulhij j ah. Yang kedua adalah miqat makani, t apalbat as dari segi t empat , yait u di mana j ama’ ah haj i waj ib memulai niat dan mengenakan pakaian ihram. Bagi j ama’ ah haj i dari Asia Tenggara, t ermasuk Indonesia, miqat makaninya adalah Yalamlam, yait u nama sebuah bukit di wilayah Tuhamah, namun unt uk prakt isnya, para j ama’ ah haj i umumnya memulai berihram di bandara int ernasional Jeddah.

(2) Bermalam (mabit ) di Muzdalifah. Set elah selesai dari Padang Arafah menuj u Mina, singgah di Muzdalif ah, t erut ama unt uk berdoa sert a mengumpulkan bat u-bat u kerikil yang nant inya digunakan unt uk melempar j umrah.

(3) Melont ar Jamrah ’ Aqabah, wakt unya set elah lewat t engah malam 10 Dzulhij j ah hingga subuh 11 Dzulhij j ah.

(4) Melont ar Tiga Jamrah, yait u Jamrah Ula, Jamrah Wust ha dan Jamrah ’ Aqabah yang boleh dilakukan dalam rent ang wakt u t iga hari sej ak 11 hingga 13 Dzulhij j ah.


(33)

(6) Tawaf Wada’ , yait u mengelilingi ka’ bah t uj uh kali sebelum meninggalkan kot a suci Makkah.

(7) Menj auhkan diri dari semua larangan at au yang diharamkan. Adapun yang diharamkan selama mengerj akan ibadah haj i, adalah (a) ’ Raf at s’ , segala perbuat an yang menimbulkan nafsu birahi, (b) ’ Fasiq’ melakukan dosa besar sepert i mencuri, meminum minuman keras, at au mengulang-ulang melakukan dosa kecil, sepert i bergunj ing, (c) ’ Jidal’ bert engkar, berselisih at au berdebat yang t idak berpaedah. (d) memakai pakaian yang berj ahit , (e) memot ong dan meminyaki rambut , (f) melakukan akad nikah, (g) berburu dan membunuh binat ang,

D. Macam-macam Haji

Di lihat dari segi cara pelaksanaan rangkaian ibadah, haj i dapat dibedakan kepada t iga macam:

(a). Haj i Tamat t u’ , yait u yang melakukan ’ umrah di bulan haj i dan set elah it u melakukan ibadah haj i pada t ahun it u j uga. Disebut ’ t amat t u’ , (bersenang-senang) karena ibadah haj i dan umrah dilakukan pada bulan haj i t anpa kembali ke negeri asalnya.

(b). Haj i If rad, yait u mengerj akan haj i dan ’ umrah sat u per sat u, t idak bersamaan. Ini biasanya dengan melakukan haj i t erlebih dahulu, dan


(34)

set elah selesai dari amalan-amalan haj i, ia baru melakukan ihram unt uk ’ umrah, dan melakukan amalan-amalan ’ umrah.

(c). Haj i Qiran, adalah berihram unt uk haj i dan ’ umrah secara bersamaan. Para j ama’ ah haj i boleh saj a unt uk memilih salah sat u dari ket iga bent uk haj i t ersebut , dan t idak ada yang dimakruhkan. Namun para ulama berbeda pendapat t ent ang bent uk haj i mana yang paling ut ama dari ket iga macam haj i t ersebut . Mazhab Syafi’ i, yang paling banyak dianut oleh umat Islam Indonesia, berpendapat bahwa haj i if rad dan t amat t u’ lebih ut ama

dari haj i qiran.25

Sebagai bagian dari t ugas penyelenggaraan ibadah haj i, undang-undang menugaskan Ment eri Agama unt uk menerbit kan pedoman manasik haj i.

Inilah sebabnya mungkin mengapa bent uk haj i ini yang umumnya dipilih oleh kebanyakan j amaah haj i Indonesia.

E. PEDOMAN MANASIK HAJI

26

Di samping dit erbit kan dalam bent uk buku, kumpulan manasik haj i ini dapat diakses dalam websit e informasi haj i, miliki Depart emen Agama

Republik Indonesia.27

25

Muhammad Jawad Mughniyah. Fiqh Lima Mazhab: Ja’fari, Hanafi, Maliki,

Syafi’i, Hambali (Jakarta: Lentera, 1996), hal. 222-3. 26

Lihat ayat (2) pasal 15, Undang-Undang No. 17 tahun 1999 yang berbunyi: ‘Menteri berkewajiban menerbitkan pedoman manasik dan panduan perjalanan ibadah haji.’

27

Informasi ‘Manasik Haji’ ini diakses dari [http://www.informasihaji.com/ pokok_haji/].


(35)

disaj ikan dalam bent uk t anya-j awab. Panduan manasik haj i ini dibagi ke dalam delapan masalah, yait u:

(1). Mabit di Mina dan Naf ar

Mabit di Mina ial ah bermalam di Mina pada hari-hari t asyriq. Mabit ini hukumnya waj ib, meskipun ada yang mengat akannya sunat . Sedangkan Nafar adalah keberangkat an j amaah haj i meninggalkan Mina. Jika dilakukan set elah bermalam di Mina t iga malam, j adi t anggal 13 Dzulhij j ah, disebut ’ Nafar Tsani’ , sedangkan j ika dilakukan lebih awal, disebut ’ Naf ar Awal’ . Namun yang t erakhir ini harus membayar dam (denda) sat u ekor kambing.

(2). Tahallul

Tahallul adalah keadaan seseorang yang sudah bebas (halal) dari ihramnya karena t elah menyelesaikan amalan-amalan haj inya. Ini dit andai dengan mencukur sebagian rambut nya. Tahalul t erbagi dalam dua bagian t ahallul awal dan t ahallul t sani. Yang pert ama dilakukan set elah selesai dua dari t iga ibadah (melont ar j amrah aqabah dan bercukur, melot nar j amrah ’ aqabah, t awaf ifadah besert a sa’ i, t awaf ifadah besert a sa’ i dan bercukur).

(3). Dam

Dam, dari segi bahasa berart i darah. Dalam t radisi Arab, mereka yang melakukan kesalahan at au kekeliruan, hingga mengakibat kan t erl uka


(36)

at au malah kemat ian, set idaknya mengakibat kan kerugian pada pihak lain, harus membayar gant i rugi. Gant i rugi at au denda ini umumnya dengan menyerahkan binat ang t ernak. Dari sinilah t imbul pengert ian mengalirkan darah dengan menyembelih hewan t ernak dalam rangka memenuhi ket ent uan manasik haj i. Dam harus dilakukan di t anah suci, t idak boleh dit unda hingga t iba di t anah air. Jika t idak sanggup membayar dam, kewaj iban ini dapat digant i dengan ibadah puasa, at au memberi makan bagi f akir-miskin.

(4). Haj i Wanit a

Selain persyarat an lain, wanit a yang berhaj i harus ada suami at au mahram yang menyert ainya. Mahram ialah pria lain yang dilarang menikah dengan wanit a t ersebut . Namun dalam keadaan aman, wanit a boleh pergi haj i dengan t eman wanit a lainnya yang dapat dipercaya. Dalam rangkaian ibadah haj i, ada beberapa ket ent uan khusus bagi wanit a, ant ara lain t idak boleh mengeraskan suaranya ket ika membaca t albiyah dan berdoa dan t idak perlu berlari-lari kecil ket ika melaksanakan sa’ i.

(5). Jama’ ah Sakit / Uzur

Jamaah haj i yang sakit dan uzur mendapat kan beberapa perlakuan dan keringanan t ert ent u dalam melaksanakan ibadah haj i. Namun mereka t et ap harus wukuf di Arafah, meskipun t et ap t erbaring di


(37)

mobil ambulans. Mereka j uga harus melakukan t awaf ifadah meskipun dengan cara dit andu. Beberapa ibadah haj i lain dapat diwakilkan. (6). Shalat Jamaah di Masj id Haram dan Masj id Nabawi

Meskipun bukan bagian int egral dari ibadah haj i, hampir semua j amaah haj i Indonesia menyempat kan diri unt uk berziarah ke Madinah dan j ika bisa menunaikan ’ arba’ in’ , yait u shalat j amaah lima wakt u di Masj id Nabawai sebanyak 40 kali wakt u shalat .

(7). Tayammum dan Shalat di Pesawat Terbang

Sebenarnya para ulama berbeda pendapat t ent ang sah-t idaknya bert ayammum di pesawat t erbang, namun karena kondisi darurat umumnya menerima bolehnya bert ayammum di pesawat ini. Demikian j uga dengan keabsahan shalat di pesawat t erbang. Tat acara shalat di pesawat t erbang t ent u disesuaikan denga kondisi yang t erbat as ini. (8). Munaj at di Mult azam dan Shalat di Hij ir Ismail

Munaj at adalah mencurahkan isi hat i, berserah diri dan mendekat kan kalbu kepada Allah Sang Maha Pencipt a. Munaj at ini sunat dilakukan di beberapa t empat yang memiliki nilai hist oris dalam sej arah agama Islam, t ermasuk Mult azam dan Hij ir Ismail. Mult azaman adalah t empat yang t erlet ak ant ar Haj ar Aswad dan pint u Ka’ bah. Sedangkan Hij ir Ismail adalah bagian bangunan dari Ka’ bah yang t erlet ak ant ara Rukun Syamin dan Rukun ’ Iraqi yang dit andai dengan t embok berbent uk


(38)

set engah lingkaran. Bent uk munaj at ini sel ain berdzikir dan berdoa, sebaiknya j uga diawali dengan shalat sunat

E. Dam dan Macam-macamnya

Ibadah haj i t elah memiliki at uran yang lengkap dan prosedur yang j elas. Ada yang berupa waj ib haj i, yang kalau t idak dikerj akan maka ibadah haj i t ersebut menj adi t idak sah dan bat al sama sekali. Ada yang merupakan rukun haj i yang menj adi bagian pent ing dari ibadah haj i, namun j ika t idak t erlaksanakan karena sat u dan lain hal, t idak membat alkan ibadah haj i secara menyeluruh, namun hal t ersebut harus digant i dengan membayar ’ dam’ (denda at au penggant i). Yang dimaksud dengan ’ dam’ di sini ialah menyembelih kurban sebagai penggant i pekerj aan waj ib haj i yang dit inggalkan at au sebagai denda karena melanggar hal-hal yang t erlarang mengerj akannya di dalam ibadah haj i. Memang ada beberapa perbuat an yang dilarang unt uk dilakukan selama beribadah haj i, dan j ika dilakukan maka yang bersangkut an harus membayar denda.

Berikut ini dij elaskan beberapa prilaku dan keadaan yang mengakibat kan waj ibnya mengeluarkan ’ dam’ , sebagai berikut :

(a). Meninggalkan Rukun Haj i

Orang yang meninggalkan salah sat u rukun haj i selain dari wukuf di ’ Arafah, ihramnya t et api t idak bisa halal (selesai) sehingga rukun yang dit inggalkannya it u dikerj akan, karena rukun-rukun yang lain it u memiliki


(39)

wakt u yang cukup luas. Mengenai j umlah dam bagi orang yang ket inggalan hadir di Padang ’ Arafah ialah dengan menyembelih seekor kambing. Ini berdasarkan ayat 196 surah al-Baqarah dari al-Qur’ an yang art inya: ’ maka j ika kamu t erkepung (t erhalang oleh musuh at au karena sakit ), maka sembelihlah kurban yang mudah didapat . ’

(b). Mengerj akan ihram t amat t u’ at au qiran

Ini maksudnya orang yang mengerj akan umrah dan haj i secara bersamaan, at au secara berurut an dalam musim yang sama, maka ia waj ib membayar denda, dalam bent uk menyembelih seekor kambing. Kalau yang bersangkut an t idak sanggup, maka ia waj ib berpuasa t iga hari di wakt u ihram, dan t uj uh hari lagi sesudah pulang ke negerinya.

a) Meninggalkan ihram dari miqat

b) Meninggalkan melont ar j umrah

c) Meninggalkan bermalam di Muzdalifah

d) Meninggalkan t awaf wada’ (t awaf perpisahan), dan

e) Meninggalkan bermalam di Mina.

f) Bercukur at au menghilangkan t iga helai rambut at au lebih,

g) Memot ong kuku,

h) Meminyaki rambut ,

i) Memakai pakaian yang berj ahit ,

j ) Memakai harum-haruman, baik di badan maupun pakaian,

k) Bercumbu dan berset ubuh sesudah t ahalul pert ama. 28

Unt uk poin (h) dan berikut nya denda at au penggant i yang harus dipenuhi bersifat opsional, dalam art ian boleh memilih dari opsi-opsi yang ada. Pilihan t ersebut adalah (1) menyembelih seekor kambing, (2) puasa

28

Lihat H. Sutar cs. Tuntunan Praktis Ibadah Haji dan Umroh (Surabaya: Indah, 2006), hal. 155-167.


(40)

t iga hari, at au (3) bersedekah t iga gant ang (9, 3 lit er) makanan kepada enam orang miskin. Hal ini didasarkan kepada ayat al-Qur’ an:

... Ji ka ada di ant aramu yang sakit at au ada gangguan di kepal anya (l al u i a bercukur), maka waj ibl ah at asnya berf idyah, yait u berpuasa, at au bersedekah, at au berkurban.29

l). Berset ubuh sebelum t ahallul awal .

30

n). Terkepung (t erhambat , t erhalang). m). Membunuh buruan (binat ang liar).

31 F. Hikmah dan Tujuan Ibadah Haji

Ibadah haj i merupakan bagian t erpent ing, bahkan puncak, dari peribadat an seorang Muslim unt uk mendekat kan diri dan mengabdi kepada Allah Yang Maha Kuasa. Ibadah haj i memiliki hikmah dan t uj uan yang banyak dan t inggi, sebagian besar malah t idak dinyat akan secara eksplisit oleh Allah dan rasul-Nya. Masing-masing j ama’ ah haj i biasanya mendapat kan hikmah yang sering berbeda-beda namun hampir semuanya menyat akan bahwa mereka memperoleh hikmah yang luar biasa.

Di ant ara hikmah disyari’ at kannya ibadah haj i yang dinyat akan yang dij elaskan oleh Nabi Muhammad SAW. adalah unt uk membersihkan j iwa

29

Surah al-Baqarah ayat 196. Lihat Departemen Agama Republik Indonesia.

Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Gema Risalah, reprint, 1992), hal. 47. 30

Dam untuk pelanggaraan ini lebih berat dibanding setelah tahallul awal, yaitu dalam bentuk wajib menyembelih seekor unta, atau sapi, atau tujuh ekor kambing. Lihat H. Sutar cs. Tuntunan Praktis Ibadah Haji dan Umroh (Surabaya: Indah, 2006), hal. 155-167.

31

Lihat H. Sutar cs. Tuntunan Praktis Ibadah Haji dan Umroh (Surabaya: Indah, 2006), hal. 155-167.


(41)

dari pengaruh dosa dan kesalahan sehingga mampu dan layak menerima kemuliaan Allah di akhirat kelak, sebagaimana sabdanya:

Orang yang mel aksanakan haj i ke Bait ul l ah ini, dan t idak berkat a kot or dan t idak pul a f asiq, maka ia t erbebas dari dosa-dosanya sepert i pada hari ia dil ahirkan ibunya.32

Penyel enggaraan ibadah haj i bert uj uan unt uk memberikan pembinaan, pel ayanan dan perl indungan yang sebaik-baiknya mel al ui sist em dan manaj emen penyel enggaraan yang baik at ar pel aksanaan ibadah haj i dapt berj al an dengan aman, t ert ib, l ancar, dan nyaman sesuai dengan t unt unan agama sert a j amaah haj i dapat mel aksanakan ibadah haj i secara mandiri sehingga diperol eh haj i mabrur.

Undang-undang nomor 17 t ahun 1999 t ent ang Penyelenggaraan Ibadah Haj i menyebut kan secara eksplisit bahwa seluruh rangkaian penyelengaraan ibadah haj i bert uj uan agar j ama’ ah haj i dapat melaksanakan ibadah haj i secara mandiri sehingga diperoleh haj i mabrur. Selengkapnya ayat ini berbunyi:

33

Tidak ada bal asan unt uk haj i mabrur kecual i surga.

Memang ’ haj i mabrur’ langsung dinyat akan Nabi sebagai t uj uan ut ama pelaksanaan ibadah haj i dan akan mendapat kan imbalan menj adi bagian dari manusia yang akan masuk surga, sebagaimana sabdanya:

34

32

Hadits shahih yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim serta dikutip dari dari Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi. Pedoman Hidup Seorang Muslim (Madinah: Maktabat al-’Ulum wa al-Hikam, 1419 H.) hal. 476.

33

Pasal 5 Undang-Undang no. 17 tahun 1999.

34

Ini merupakan hadits shahih yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim serta dikutip dari dari Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi. Pedoman Hidup Seorang Muslim (Madinah: Maktabat al-’Ulum wa al-Hikam, 1419 H.) hal. 478.


(42)

Apakah yang dimaksud dengan ’ haj i mabrur’ ? Kat a ’ mabrur’ berasal dari bahasa Arab, yang mempunyai dua makna. Pert ama, berart i baik, suci dan bersih. Kedua, berart i dit erima dan mendapat ridha Allah SWT. Dengan demikian ’ haj i mabrur’ dapat diart ikan sebagai haj i yang baik dan mendat angkan kebaikan bagi pelaku dan orang-orang di sekelilingnya. Menurut para ulama haj i mabrur adalah haj i yang t idak dicampuri dosa-dosa. Ini berart i bahwa kebaj ikan haj i yang diperoleh mereka yang melakukannya t elah membent engi diri mereka dari dosa dan kemaksiat an, baik kecil apalagi besar. Orang yang mendapat kan haj i mabrur akan

semakin kuat imannya sert a semakin meningkat ibadah dan amalannya.35

Hikmah pelaksanaan ibadah haj i bukan saj a dirasakan secara pribadi dan perorangan oleh yang melaksanakan rukun Islam kelima ini, namun ibadah haj i bisa mendorong t erj adinya perubahan dalam suat u masyarakat . Pada zaman kolonial Belanda, pemerint ahan penj aj ahan pada wakt u it u pernah berusaha menghal angi umat Islam Indonesia unt uk pergi melaksanakan ibadah haj i ke t anah suci dengan berbagai cara dan alasan. Salah sat u alasan kebij akan t ersebut adalah kenyat aan sej arah bahwa gerakan kemerdekaan dan ant i penj aj ahan pada umumnya dilakukan oleh mereka yang t elah melaksanakan ibadah haj i dan yang menyerap semangat

35

Prof. Dr. Nurcholish Madjid (ed). Ensiklopedi Islam untuk Pelajar (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002), jilid 2, hal. 73.


(43)

kebebasan dan gerakan kemerdekaan di t anah suci selanj ut nya

menyebarluaskan dan memperj uangkannya set elah kembali ke t anah air.36

Semua (ibadat )it u unt uk menguat kan rasa persat uan ant ara beberapa gol ongan yang berdekat an. Semua it u bl eum cukupunt uk permusyawarat an bagi sedunia Isl am, diadakan permusyawarat an ’ al am Isl ami seumumnya, agar dihadiri ol eh segal a ut usan baik dari Barat at au dar i Timur, dari Sel at an dan dari Ut ara, dengan t idak memandang bangsa dan warna. Mereka hendakl ah berpakai an sama, berkumpul dal am sat u saat pada sat u t empat , yait u di padang ’ Araf ah dan di Mina, dengan t idak membedakan kaya dan miski n, mul ia dan hina, raj a dan hamba. Dal am pert emuan yang amat besar it u dapat l ah mereka berkenal -kenal an sat u sama l ai n, dan bert ambah t eguhl ah persat uan dan persaan percaya mempercayai.

Mengenai hikmah haj i ini, H. Sulaiman Rasyid menguraikannya dengan sangat menarik dan menganggapnya sebagai ’ kongres akbar umat Islam sedunia’ . Unt uk j elasnya dikut ipkan berikut ini pernyat aan beliau secara lebih lengkap:

37

Semangat keislaman universal, at au apa yang dulunya dikenal sebagai ’ Pan-Islamisme’ , sepert i yang ingin dicapai dengan rangkaian ibadah haj i t ersebut , inilah yang dit akut i oleh kaum penj aj ah dan mereka yang membenci keberhasilan sert a mengkhawat irkan kekuat an umat Islam global. Dalam kait an menent ang menyebarnya Pan-Islamisme inilah

36

Ulasan yang kritis dan komprehensif dapat dilihat dalam H. Aqib Suminto.

Politik Islam Hindia Belanda: Het Kantoor voor Inlandsche zaken (Jakarta: LP3ES, 1986),

terutama hal. 92-98.

37

H. Sulaiman Rasyid. Al-Fiqh al-Islami: Fiqh Islam (Jakarta: Penerbit At-Tahiriyah, 1954), hal. 266-267.


(44)

pengawasan bahkan pembat asan, dilakukan kepada para haj i, t erut ama

yang bermukim dan menunt ut ilmu di t anah suci.38

Memang haj i t elah menj adi st at us sosial. It u karena, ant ara lain, orang yang berhaj i dianggap orang Islam yang t elah menunaikan rukun Islam secara lengkap kelima-limanya. Selain it u, karena melaksanakan ibadah haj i memerlukan biaya yang t idak sedikit , mereka yang mampu berhaj i, dianggap mereka yang berada dan berhasil dari segi ekonomi. Oleh karenanya, mereka t ermasuk manusia yang menerima anugerah lebih dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Adalah ironis mengingat haj i ingin menanamkan nilai luhur ke dalam sukma manusia yang berhasil menunaikannya, t ernyat a

Meskipun demikian, banyak pengamat yang menyesalkan ada dan berkembangnya berbagai persepsi yang keliru dan sikap yang kurang t epat t erhadap ibadah haj i. ’ Haj i’ menj adi st at us sosial yang dilembagakan, bahkan menj adi gelar at au t it el yang disegani dalam masyarakat dan memperoleh pra-anggapan sebagai orang sal eh dan t akwa, oleh karenanya harus diist imewakan. Salah sat u dari sifat haj i ’ mabrur’ adalah kerendahan hat i dan keset iakawanan sosial, namun t idak sedikit orang yang menunaikan ibadah haj i dengan t uj uan unt uk meningkat kan st at us sosial sert a agar lebih t erpandang dalam lingkup komunit asnya.

38

Uraian lebih gamblang telah banyak diungkap, yang terutama diantaranya adalah H. Aqib Suminto. Politik Islam Hindia Belanda: Het Kantoor voor Inlandsche zaken (Jakarta: LP3ES, 1986).


(45)

bagi sebagian malah menj erumuskannya menj adi lebih berbangga dan

sombong, sert a berj arak dengan kelompok awam masyarakat nya.39

39

Lihat, antara lain, tulisan dan hasil wawancara Masdar Farid Mas’udi yang berjudul ‘Ironis, Haji menjadi Status Sosial yang Dilembagakan.’ yang dapat diakses dari http://islamlib.com/id/index.


(46)

BAB III

PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI

Penyelenggaraan ibadah haj i adalah rangkaian kegiat an yang meliput i pembinaan, pelayanan, dan perl indungan pelaksanaan ibadah haj i.40

40

Lihat Pasal 1 Undang-Undang Nomor 17 tahun 1999.

Pembinaan ibadah haj i adalah rangkaian kegiat an yang mencakup penerangan, penyuluhan, dan pembimbingan t ent ang ibadah haj i. Sedangkan pelayanan meliput i seluruh akt ivit as unt uk memberikan layanan kepada calon j emaah haj i dan j emaah haj i mulai dari saat pendaft aran hingga kembali lagi ke t anah air, t ermasuk pelayanan t ransport asi dan akomodasi sert a kesehat an.

Bagi bangsa Indonesia yang mayorit as beragama Islam dan Pancasila merupakan dasar negara, penyelenggaraan ibadah haj i menj adi t ugas nasional karena di samping menyangkut kesej aht eraan lahir dan bat in j amaah haj i, j uga menyangkut nama baik dan mart abat bangsa Indonesia di luar negeri, khususnya di Saudi Arabia. Mengingat pelaksanaannya yang bersifat massal dan berlangsung dalam j angka wakt u yang t erbat as, maka penyelenggaraan ibadah haj i mut lak memerlukan manaj emen yang baik dan administ rasi yang fungsional.


(47)

Oleh karenanya, ini merupakan bagian dari administ rasi negara yang memerlukan seperangkat perat uran yang mengat ur hubungan ant ara administ rasi negara dengan warga masyarakat , dalam hal ini t erut ama dengan j amaah haj i. Ini j uga t ermasuk bagaimana masyarakat , persisnya j amaah haj i, mendapat perlindungan t erhadap keput usan-keput usan

administ rasi negara t ersebut .41

A. Latar Belakang Pengaturan Penyelenggaraan Haji

Pada zaman penj aj ahan Belanda, penyelenggaraan ibadah haj i diat ur dalam Pel grims Ordonant ie t ahun 1922, yang kemudian dirubah dan dit ambah dalam bent uk Pel grims Verordening t ahun 1938.

Meskipun Republik Indonesia t elah diproklamasikan pada 17 Agust us 1945, pengat uran t ent ang ibadah haj i masih t et ap meruj uk perundang-undangan warisan kolonial . Barulah pada 1960, pemerint ah mengeluarkan Perat uran Presiden Nomor 3 t ent ang penyelenggaraan haj i. Perat uran Presiden ini masih merobah kebij akan sebel umnya yang mempert ahankan pemerint ah lebih bert indak sebagai pembuat kebij akan, at uran sert a pengawasan, dan t idak langsung ikut melaksanakan proses perj alanan dan peribadat an haj i.

41

Lihat Diana Halim Koentjoro, Hukum Administrasi Negara (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), hal. 1.


(48)

Kebij akan ini mengalami perubahan dengan dikeluarkannya Keput usan Presiden No. 112 t ahun 1964 t ent ang Penyelenggaraan Bidang Haj i secara Int er-depart ement al. Pengat uran ini kemudian dirubah dan disempurnakan secara bert urut -t urut oleh Keput usan Presiden No. 6 t ahun 1969 t ent ang Penyelenggaraan Bidang Haj i oleh Pemerint ah, Keput usan Presiden No. 53 t ahun 1981 t ent ang Penyelenggaraan Bidang Haj i, dan Keput usan Presiden No. 62 t ahun 1995 t ent ang Penyelenggaraan Bidang Haj i.

Uraian di at as mempert egas bahwa hingga 1960, ibadah haj i dilaksanakan secara mandiri t anpa ket erlibat an pemerint ah. Penyelenggaraan ibadah haj i secara bersama-sama yang dikoordinasikan oleh pemerint ah sebagai penanggung-j awab mulai dilaksanakan sej ak 1960 dengan dikeluarkannya Perat uran Presiden No. 3/ 1960 t ersebut . Hal ini kemudian diperkuat lagi dengan Keput usan Presiden No. 112/ 1964 t ent ang

Penyelenggaraan Bidang Haj i secara Int erdepart ement al.42

Dengan bergulirnya roda reformasi pada 1997, upaya unt uk melakukan reformasi di berbagai bidang kehidupan menj adi dimungkinkan dan usaha merombak t at a pemerint ahan dan merespons aspirasi masyarakat menj adi lebih t erbuka. Di kal angan umat Islam t elah lama berkembang keinginan agar pengat uran t ent ang penyelenggaraan ibadah

42

Lihat Dr. Jazuni, SH., MH. Legislasi Hukum Islam di Indonesia (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006), hal. 405-6.


(49)

haj i ini diat ur dalam bent uk undang-undang, bukannya Keput usan Presiden at au yang set ara dengannya.

Rancangan Undang-undang (RUU) t ent ang penyelenggaraan ibadah haj i merupakan usul inisiat if DPR. Ada t iga puluh enam orang anggot a DPR dari berbagai f raksi yang ada, yait u 18 orang FKP (Fraksi Karya Pembangunan), 8 orang FPP (Fraksi Persat uan Pembangunan), 6 orang FABRI (Fraksi Angkat an Bersenj at a Republik Indonesia) dan 4 orang FPDI (Fraksi Part ai Demokrasi Indonesia). Ini berart i RUU ini mendapat dukungan

yang kuat dan luas dari berbagai kalangan polit ik yang ada.43

Pada 7 Januari 1999, para pengusul RUU memberikan penj elasan dalam rapat Badan Musyawarah. Dalam penj elasan it u dikat akan ant ara lain bahwa DPR mengalami krisis cit ra karena dianggap kurang peka t erhadap aspirasi rakyat sehingga muncul, ant ara lain, krit ik t erhadap t idak adanya RUU usul inisiat if selama hampir 25 t ahun t erakhir. Salah sat u upaya unt uk memperbaiki cit ra lembaga legislat if ini adalah mengopt imalkan penggunaan haknya di bidang perundang-undangan, t erut ama hak inisiat if

RUU t ersebut diaj ukan dengan surat nomor: 08/ LEGNAS/ KESRA/ XII/ 1988 pada 17 Desember 1988 kepada pimpinan DPR-RI. Selanj ut nya RUU t ersebut disebarluaskan kepada seluruh anggot a DPR dalam rapat paripurna pada 5 Januari 1999.

43

Dr. Jazuni, SH., MH. Legislasi Hukum Islam di Indonesia (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005), hal. 404.


(50)

mengaj ukan RUU yang hampir t idak pernah digunakan sel ama rej im Orde Baru. Dengan pert imbangan it ulah serangkaian RUU diaj ukan oleh kalangan DPR, dan RUU t ent ang penyelenggaraan ibadah haj i merupakan salah sat u di ant aranya.

DPR menyet uj ui RUU t ent ang Penyelenggaraan ibadah haj i yang berisi t iga puluh pasal it u unt uk disahkan menj adi undang-undang pada t anggal 15 April 1999. Selanj ut nya, ia disahkan pada t anggal 3 Mei 1999 dan diundangkan pada hari yang sama menj adi Undang-undang Nomor 17 t ahun 1999 t ent ang Penyelenggaraan Ibadah Haj i dan t ercant um dalam LN (Lembaran Negara) No. 53 t ahun 1999 TLN (Tambahan Lembaran Negara) No. 3832.

B. Dasar Hukum

Adapun yang menj adi dasar hukum dalam pembent ukan Panit ia Penyelenggara Ibadah Haj i (PPIH) Bandara Polonia Medan adalah:

a. Undang-undang No. 17 Tahun 1999 t ent ang Penyelenggaraan Ibadah

Haj i;

b. Keput usan Ment eri Agama Republik Indonesia Nomor 396 t ent ang

Penyelenggaraan Ibadah Haj i dan Umrah;

c. Keput usan Direkt ur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan

Penyelenggaraan Haj i Nomor D/ 348 Tahun 2003 t ent ang Pet unj uk Pelaksanaan Penyelenggaraan Ibadah Haj i dan Umrah;


(51)

d. Keput usan Direkt ur Jenderal Penyelenggaraan Haj i dan Umrah Nomor D/ 499 Tahun 2006 t ent ang Pembent ukan Panit ia Penyelenggara Ibadah Haj i (PPIH) Embarkasi Medan Tahun 1427 H/ 2006 M;

e. Keput usan Ket ua Panit ia Penyelenggara Ibadah Haj i (PPIH) Embarkasi

Medan Tahun 1427 H/ 2006 M Nomor 06/ KEPT.PPIH/ 2006 t anggal 20 Nopember 2006 t ent ang Pengangkat an Pembant u Penait ia Penyelenggara Ibadah Haj i (P3IH) Embarkasi Medan.

Rangkaian perat uran perundang-undangan di at as merupakan bagian dari Hukum Administ rasi Negara karena Hukum Administ rasi Negara adalah sekumpulan perat uran yang mengat ur hubungan ant ara administ rasi negara dengan warga masyarakat , di mana administ rasi negara diberi wewenang unt uk melakukan t indakan hukumnya sebagai implement asi dari pol icy

suat u pemerint ahan.44

... hukum yang mengat ur kewenangan badan-badan dengan lembaga-lembaga pemerint ahan baik dalam bent uk t ert ulis maupun

Dengan kat a lain, Hukum Administ rasi Negara adalah sekumpulan perat uran yang memberi wewenang kepada administ rasi negara unt uk mengat ur masyarakat .

Dalam buku salah sat u buku kamus hukum, Hukum Administ rasi Negara ini didefinisikan sebagai berikut :

44

Diana Halim Koentjoro, Hukum Administrasi Negara (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004), hal. 4.


(52)

t idak t ert ulis yang berbent uk keseluruhan ket ent uan-ket ent uan

hukum.45

1) t iap-t iap badan pemerint ahan t idak boleh menyalah-gunakan kekuasaan (misbruik van macht ) unt uk t uj uan lain;

Selanj ut nya dij elaskan bahwa Hukum Administ rasi Negara memiliki t iga prinsip ket ent uan hukum yang berlaku, yait u:

2) set iap anggot a warganegara t idak boleh menghalang-halangi, mengganggu at au merint angi t indakan-t indakan t iap badan pemerint ahan dengan menyalahgunakan fungsinya/ j aminan-j aminan yang ada padanya;

3) masing-masing badan pemerint ahan dalam menj alankan fungsinya t idak dibenarkan saling melanggar kedaulat an badan

pemerint ahan lainnya.46

Pelanggaran t erhadap prinsip pert ama di at as disebut det ournement

de pouvoir. Jika yang dilanggar prinsip yang kedua, maka pelanggaran it u

dinamakan abus d’ assurances. Sedangkan pelanggaran t erhadap prinsip ket iga umumnya dikenal sebagai usurpat ie kekuasaan.

47

C. Asas dan Tujuan Undang-undang Penyelenggaraan Ibadah Haji

Konsideran menimbang huruf a dari Undang-undang No. 17/ 1999 menyat akan: ’ Bahwa Negara Republik Indonesia menj amin kemerdekaan warga negaranya unt uk beribadah menurut agamanya masing-masing.’ Dari konsideran ini dapat dipahami bahwa undang-undang t ent ang

45

Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum Edisi Lengkap (Semarang: Aneka Ilmu, 1977), hal. 36.

46

Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum Edisi Lengkap (Semarang: Aneka Ilmu, 1977), hal. 24.

47

Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum Edisi Lengkap (Semarang: Aneka Ilmu, 1977), hal. 24.


(53)

penyelenggaraan ibadah haj i merupakan wuj ud dari j aminan at as kemerdekaan warga negara Republik Indonesia unt uk beribadah menurut agamanya masing-masing, sebagaimana dit ent ukan dan dij amin oleh Undang-Undang Dasar 1945.

Namun demikian, dalam undang-undang ini t idak ada ket ent uan yang mewaj ibkan seseorang yang menurut aj aran Islam waj ib melaksanakan ibadah haj i unt uk melaksanakan ibadah haj i. Dengan demikian, undang-undang ini t idak memaksakan berlakunya Syari’ at Islam mengenai haj i, meskipun hanya t erbat as pada warga negara yang beragama Islam. Dengan kat a lain undang-undang ini semat a-mat a mengat ur t ent ang masalah t eknis administ rat if haj i.

Pada konsideran menimbang huruf c dinyat akan:

Bahwa upaya penyempurnaan sist em dan manaj emen penyel enggaraan ibadah haj i perl u t erus dit ingkat kan agar pel aksanaan ibadah haj i berj al an aman, t ert ib, dan l ancar sesuai dengan t unt ut an agama.

Pernyat aan ini menegaskan bahwa t uj uan Undang-undang No.

17/ 1999, bahkan semua at uran dan kebij akan t ent ang penyelenggaraan ibadah haj i, dit uj ukan agar pelaksanaan ibadah haj i t ersebut bisa berj alan dengan aman, t ert ib dan lancar sert a sesuai dengan t unt ut an agama, t ent unya yang dimaksud di sini adalah agama Islam.

Hal ini lebih diperj elas dan dipert egas oleh pasal 5 Undang-undang ini, yang menyebut kan:


(54)

Penyel enggaraan ibadah haj i bert uj uan unt uk memberikan pembinaan, pel ayanan dan perl indungan yang sebaik-baiknya mel al ui sist em dan manaj emen penyel enggaraan yang baik agar pel aksanaan ibadah haj i dapat berj al an dengan aman, t ert ib, l ancar, dan nyaman sesuai dengan t unt unan agama sert a j emaah haj i dapat mel aksanakan ibadah haj i secara mandiri sehingga diperol eh haj i mabrur.48

Ada beberapa asas yang menj adi pat okan dan dasar bagi penyelenggaraan ibadah haj i yait u: (a). Keadilan, (b) persamaan kesempat an, (c) perlindungan, dan (d) kepast ian hukum sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

49

Asas kepast ian hukum, dalam perspekt if Hukum Administ rasi Negara, memiliki dua aspek, yait u aspek mat erial dan aspek formal. Asas mat erial menghendaki dihormat inya hak yang t elah diperoleh seseorang berdasarkan sut u keput usan pemerint ah, meskipun keput usan it u salah. Adapun yang bersifat formal dari asas kepast ian hukum biasanya dikait kan dengan j elas dan t egasnya ket ent uan yang t erdapat dalam suat u ket et apan

pemerint ah.50

Selanj ut nya yang dimaksud dengan ’ penyel enggaraan ibadah haj i’ dalam perat uran perundang-undangan yang berlaku di negeri ini mencakup seluruh rangkaian kegiat an yang meliput i pembinaan, pelayanan, dan perlindungan pelaksanaan ibadah haj i. Pembinaan ibadah haj i adalah

48

Pasal 5 Undang-Undang nomor 17 tahun 1999.

49

Pasal 4 Undang-Undang nomor 17 tahun 1999.

50

Ridwan HR. Hukum Administrasi Negara (Jakarta: Rajawali Press, 2006), hal. 258.


(55)

rangkaian kegiat an yang mencakup penerangan, penyuluhan, dan pembimbingan t ent ang ibadah haj i.

Sedangkan dari sisi pelayanan t ermasuk pel ayanan kesehat an yang mencakup pemeriksaan, perawat an dan pemeliharaan kesehat an calon j emaah haj i dan j emaah haj i. Pat ut dij elaskan bahwa yang dimaksud dengan calon j emaah haj i adalah warga negara yang beragama Islam, memenuhi syarat dan t elah mendaft arkan diri unt uk menunaikan ibadah haj i sesuai dengan ket ent uan undang-undang yang berlaku. Sedangkan j emaah haj i adalah mereka yang sedang at au yang t elah selesai

menunaikan ibadah haj i pada musim haj i t ahun yang bersangkut an.51

Selanj ut nya pada ayat berikut nya dinyat akan bahwa persyarat an penyelenggara dan j enis kegiat an penyelenggaraan ibadah haj i yang dapat dilaksanakan oleh masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diat ur dengan Keput usan Ment eri, dalam hal ini Ment eri Agama.

Hal lain yang pat ut dikemukakan adalah bahwa kebij akan dalam bidang ibadah haj i, pemerint ah bukan saj a sekedar ’ regulat or’ , pembuat perat uran, dan ’ supervisor’ , pengawas, t et api j uga ’ operat or’ at au penyelenggara. Hal ini dit egaskan pada ayat (3) pasal 6 Undang-Undang No. 17/ 1999 yang berbunyi: ’ Penyel enggar a ibadah haj i adal ah Pemerint ah

dan/ at au masyarakat ’ .

51

Semua penjelasan tentang berbagai istilah ini tercantum pada Bab I Ketentuan Umum Undang-Undang nomor 17 tahun 1999.


(56)

D. Bandar Udara Polonia, Medan

Bandar udara Polonia Medan t elah dit et apkan kembali oleh Pemerint ah, dalam hal ini Ment eri Agama, sebagai salah sat u dari 11 pelabuhan udara yang melayani penyelenggaraan ibadah haj i Indonesia. Bandar udara Polonia dit et apkan sebagai embarkasi dan debarkasi haj i

unt uk wilayah propinsi Sumat era Ut ara.52

Sebelum menguraikan t ent ang penyelenggaraan haj i melalu embarkasi bandar udara Polonia, sudah seyogianya mengenal t erlebih dahulu bandar udara ini. Bandar udara Polonia merupakan pelabuhan udara int ernasional (int ernat onal airport ) yang oleh IATA (Int ernat ional Aviat ion Travel Associat ion) diberi kode: MES). Bandar udara ini t erlet ak hanya 2 km. dari pusat kot a Medan, dan sej alan dengan perkembangan kot a Medan, yang merupakan kot a ket iga t erbesar di Indonesia, bandar udara ini berada di t engah wilayah perkot aan dan permukiman.

53

Bandar udara ini melayani penerbangan ke berbagai kot a, besar dan kecil, di seluruh Indonesia, sepert i Jakart a, Padang, Banda Aceh, Pekanbaru, Bat am, dan j uga pint u gerbang Republik Indonesia di bagian

52

Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2000 tentang Penetapan Embarkasi dan Debarkasi Haji Tahun 1427 H/2006 M.

53

Data tentang pelabuhan udara Polonia ini diambil dari berbagai sumber, terutama website Wikipedia Indonesia, entry ‘Bandar Udara Internasional Polonia’


(57)

barat yang menghubungkan kot a ini dengan berbagai kot a besar negara t et angga, sepert i Singapore, Kuala Lumpur, Penang, Hadyai dan lain-lain.

Dihit ung dari j umlah arus penumpang, bandar udara Polonia merupakan bandar udara t erbesar keempat di Indonesia, set elah Soekarno-Hat a di Jakart a, Juanda di Surabaya dan Ngurah Rai di Denpasar, Bali.

Nama ’ polonia’ berasal dari nama negara asal perint is dan pembangun pert ama pelabuhan udara ini, yang berasal dari Polandia. Polonia merupakan nama resmi negara t ersebut dalam bahasa Lat in. Sebelum menj adi bandar udara, kawasan t ersebut merupakan lahan perkebunan milik orang Polandia bernama Baron Michalsky. Pada 1872 ia mendapat konsesi dari Pemerint ah Kolonial Belanda unt uk membuka perkebunan t embakau di daerah Medan, Sumat era Timur. Tembakau Deli memang t ermasyhur ke seluruh dunia. Daerah inilah yang kemudian dinamakan dengan Polonia, unt uk mengenang negeri kelahirannya.

Pada 1879, konsesi at as t anah perkebunan t ersebut berpindah t angan kepada Del i Maat schappij . Pada t ahun it ulah seorang pionir penerbangan bangsa Belanda van der Hoop berencana unt uk menerbangkan pesawat kecil Fokker dari Eropah ke wilayah Hindia Belanda (d/ h Indonesia) dalam wakt u t erbang sekit ar 20 j am. Maka Deli Maat schappij pemegang konsensi at as t anah Polonia menyediakan sebidang lahan unt uk digunakan sebagai t empat menerima penerbangan t ersebut .


(58)

Namun rencana it u baru t erwuj ud pada 1924 ket ika t iga t okoh perint is penerbangan bangsa Belanda – van der Hoop, V. N. Poelman dan van den Broeke, berhasil mendarat di t empat yang t elah disediakan di daerah Polonia t ersebut . Tempat it u yang pada wakt u it u merupakan lapangan pacuan kuda, dipersiapkan dengan sangat sederhana dan dalam wakt u singkat , menj adi pelabuhan udara Polonia. Penerbangan bersej arah ini disambut banyak t okoh, t ermasuk Sult an Deli Sulaiman Syariful Alamsyah.

Set elah perist iwa t ersebut , Asist en Residen Sumat era Timur Mr. C. S. Van Kempen mendesak pemerint ah Hindia Belanda di Bat avia (sekarang Jakart a) unt uk menyet uj ui penyelesaian pembangunan lapangan t erbang Polonia t ersebut . Pada 1928 lapangan t erbang Polonia dibuka secara resmi, dit andai dengan mendarat nya enam pesawat udara milik KNILM, anak perusahaan KLM, pada landasan yang masih darurat , berupa t anah yang dikeraskan. Barulah pada 1930, perusahan penerbangan Belanda, KLM, sert a anak perusahaannya KNILM, membuka j aringan penerbangan ke Medan secara berkala. Pada 1936, lapangan t erbang Polonia unt uk pert ama kalinya melakukan perbaikan yait u pembuat an landasan pacu (runway) sepanj ang 600 met er.

Pada t ahun 1975, berdasarkan keput usan bersama Depart emen Pert ahanan dan Keamanan, Depart emen Perhubungan dan Depart emen Keuangan, pengelolaan pelabuhan udara Pol onia menj adi hak pengelolaan


(1)

(1) Set iap warga negara yang akan menunaikan ibadah haj i diwaj ibkan unt uk mendaft arkan diri kepada inst ansi yang dit unj uk oleh Ment eri.

(2) Tat a cara dan persyarat an sert a j angka wakt u pendaft aran pada set iap musimhaj i dit et apkan oleh Ment eri.

Pasal 13

Pengat uran warga negara di luar negeri yang hendak menunaikan ibadah haj i diat ur lebih lanj ut dengan keput usan Ment eri.

Pasal 14

(1) Dalam rangka pengat uran kuot a nasional, Ment eri menet apkan kuot a unt uk set iap propinsi dengan memperhat ikan prinsip keadilan dan proporsional. (2) Gubernur/ Kepala Daerah t ingkat I selaku koordinat or menet apkan kuot a

unt uk kabupat en/ kot amadya.

(3) Dalam hal kuot a nasional t idak t erpenuhi pada hari penut upan pendaft aran, Ment eri dapat memperpanj ang masa pendaftaran dengan menggunakan kuot a bebas secara nasional.

BAB VI PEMBINAAN

Pasal 15

(1) Ment eri berkewaj iban menet apkan pola dan tat a cara pembinaan calon j emaah haj i dan j emaah haj i.

(2) Ment eri berkewaj iban menerbit kan pedoman manasik dan panduan perj alanan ibadah haj i.

(3) Pembinaan dilakukan demi keselamat an, kelancaran, ket ert iban, dan kesej aht eraan j emaah haj i sert a demi kesempurnaan ibadah haj i t anpa memungut biaya t ambahan di luar BPIH yang t elah dit et apkan.

BAB VII KESEHATAN

Pasal 16

(1) Pembinaan dan pelayanan kesehat an haj i, baik pada saat persiapan maupun pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haj i, dilakukan oleh Ment eri yang ruang lingkup t ugas dan t anggungj awabnya meliput i bidang kesehat an.

(2) Pelaksanaan t ugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diat ur lebih lanj ut oleh Ment eri yang ruang lingkup t ugas dan t anggungj awabnya meliput i bidang kesehat an.


(2)

BAB VIII KEIMIGRASIAN

Pasal 17

(1) Set iap warga negara yang akan menunaikan ibadah haj i menggunakan paspor haj i yang dikeluarkan oleh Ment eri.

(2) Ment eri dapat menunj uk pej abat unt uk dan/ at au at as namanya menandat angani paspor haj i.

BAB IX TRANSPORTASI

Pasal 18

Ment eri yang ruang lingkup t ugas dan t anggungj awabnya meliput i bidang perhubungan mengkoordinasikan dan bert anggungj awab t erhadap pelaksanaan penyelenggaraan t ransport asi j emaah haj i yang meliput i pemberangkat an dari t empat embarkasi ke Arab Saudi dan pemulangan ke t empat embarkasi asal di Indonesia.

Pasa 19

Pelaksanaan t ransport asi j emaah haj i di Arab Saudi di bawah koordinasi dan t anggungj awab Ment eri.

Pasal 20

Penunj ukan pelaksana t ransport asi j emaah haj i dilakukan oleh Ment eri dengan memperhat ikan keselamat an, efisiensi dan kenyamanan.

BAB X BARANG BAWAAN

Pasal 21

(1) Jemaah haj i dapat membara barang bawaan ke luar negeri dan/ aau dari luar

negeri sesuai dengan ket ent uan yang berlaku.

(2) Pemeriksaan at as barang bawaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan oleh Ment eri yang ruang lingkup t ugas dan t anggungj awabnya meliput i bidang keuangan.


(3)

A K O M O D A S I Pasal 22

(1) Ment eri berkewaj iban menyediakan akomodasi bagi j emaah haj i t anpa biaya

t ambahan diluar BPIH.

(2) Pengadaan akomodasi bagi j emaah haj i dilakukan dengan memperhat ikan

syarat -syarat kesehat an, kenyamanan, kemudahan, dan keamanan j emaah haj i besert a barang bawaannya.

BAB XII

PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI KHUSUS Pasal 23

(1) Dalam upaya meningkat kan penyelenggaraan ibadah haj i bagi masyarakat yang membut uhkan pelayanan khusus, dapat diselenggarakan pelayanan ibadah haj i khusus.

(2) Penyelenggaraan Ibadah Haj i Khusus dit et apkan oleh Ment eri.

Pasal 24

(1) Penyelenggara Ibadah Haj i Khusus waj ib memenuhi ket ent uan sebagai berikut :

a. hanya menerima pendaft aran dan melayani calon j emaah haj i yang menggunakan paspor haj i;

b. menyediakan pet ugas pembimbing ibadah dan kesehat an;

c. melapor kepada Perwakilan Republik Indonesia di Arab Saudi pada saat dat ang di Arab Saudi dan pada saat akan kembali ke Indonesia;

d. memberangkat kan dan memulangkan j emaah sesuai dengan ket ent uan penyelenggaraan ibadah haj i khusus dan perj anj ian yang disepakat i kedua belah pihak meliput i hak dan kewaj iban masing-masing.

(2) Ket ent uan t ent ang penyelenggaraan ibadah haj i khusus diat ur lebih lanj ut dengan keput usan Ment eri.

(3) Penyelenggara Ibadah Haj i Khusus yang t idak melaksanakan ket ent uan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenai sanksi administ rasi berupa:

a. peringat an;

b. pencabut an izin penyelenggara; c. pencabut an izin usaha.


(4)

PENYELENGGARAAN PERJALANAN IBADAH UMRAH Pasal 25

(1) Perj alanan ibadah umrah dapat dilakukan secara perseorangan at au rombongan.

(2) Perj alanan ibadah umrah dapat : a. diurus sendiri, at au

b. diuruskan oleh penyelenggara perj alan ibadah umrah.

(3) Penyelenggara perj alanan ibadah umrah adalah masyarakat dan dit et apkan oleh Ment eri.

Pasal 26

(1) Penyelenggara perj alanan ibadah umrah waj ib:

a. menyediakan pet ugas pembimbing ibadah dan kesehat an;

b. melapor kepada Perwakilan Republik Indonesia di Arab Saudi pada saat dat ang di Arab Saudi dan pada saat akan kembali ke Indonesia;

c. memberangkat kan dan memulangkan j emaahnya sesuai dengan ket ent uan perj alanan ibadah umrah dan perj anj ian yang disepakat i kedua belah pihak meliput i hak dan kewaj iban masing-masing. (2) Ket ent uan t ent ang penyelenggaraan perj alanan ibadah umrah diat ur lebih

lanj ut dengan keput usan Ment eri.

(3) Penyelenggara perj alanan ibadah umrah yang t idak melaksanakan ket ent uan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenai sanksi administ rat if berupa:

d. Peringat an;

e. pencabut an izin penyelenggara; f. pencabut an izin usaha.

BAB XIV KETENTUAN PIDANA

Pasal 27

(1) Barangsiapa yang dengan sengaj a bert indak sebagaimana penerima pembayaran BPIH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dan/ at au bert indak sebagai penerima pendaft aran calon haj i sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), padahal dia t idak berhak unt uk it u, diancam dengan pidana penj ara paling lama empat t ahun dan/ at au denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima rat us j ut a rupiah).

(2) Barangsiapa yang dengan sengaj a bert indak sebagai penyelenggara perj alanan ibadah umrah dengan mengumpulkan dan/ at au memberangkat kan j emaah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3),


(5)

padahal dia t idak berhak unt uk it u, diancam dengan pidana penj ara paling lama empat t ahun dan/ at au denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima rat us j ut a rupiah).

Pasal 28

(1) Penyelenggara ibadah haj i khusus yang t idak melaksanakan ket ent uan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) diancam dengan pidana penj ara paling lama enam t ahun dan/ at au denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (sat u milyar rupiah).

(2) Penyelenggara perj alanan ibadah umrah yang t idak melaksanakan ket ent uan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) diancam dengan pidana penj ara paling lama enam t ahun dan/ at au denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (sat u milyar rupiah).

BAB XV

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 29

(1) Hal-hal yang belum diat ur dalam undang-undang ini akan dit et apkan dengan

perat uran perundang-undangan lainnya.

(2) Dengan berlakunya undang-undang ini, segala ket ent uan mengenai

penyelenggaraan ibadah haj i dan penyelenggaraan ibadah umrah yang bert ent angan dengan undang-undang ini dinyat akan t idak berlaku.

(3) Pada saat mulai berlakunya undang-undang ini, Ordonansi Haj i

(Pelgrims-Ordonant ie St aat sblaad Tahun 1922 Nomor 698) t ermasuk segala perubahan dan t ambahannya dinyat akan t idak berlaku.

BAB XVI P E N U T U P

Pasal 30

Undang-undang ini mulai berlaku pada t anggal dindangkan.

Agar set iap orang menget ahuinya, memerint ahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempat annya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakart a

Pada t anggal 3 Mei 1999

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


(6)

BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE

Diundangkan di Jakart a Pada t anggal 3 Mei 1999

MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA

t t d

AKBAR TANJUNG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 53


Dokumen yang terkait

Prosedur Pendelegasian Wewenang Ditinjau dari Persepektif Hukum Administrasi Negara (Studi di Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Medan)

1 53 87

Perolehan Izin Praktik Dokter Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara

16 156 73

Implementasi Pendaftaran Penduduk Sebagai Upaya Tertib Administrasi Ditinjau Dari Hukum Administrasi Negara (Studi Pemko Medan)

10 127 104

Karakteristik Penderita Hipertensi Pada Jemaah Haji Asal Kota Medan Di Embarkasi Polonia Medan Tahun 2010

1 35 105

Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan No.11 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Reklame Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara (Studi Kasus Dinas Pendapatan Kota Medan)

0 53 81

Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan No.11 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Reklame Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara (Studi Kasus Dinas Pendapatan Kota Medan)

0 0 7

Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan No.11 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Reklame Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara (Studi Kasus Dinas Pendapatan Kota Medan)

0 0 1

Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan No.11 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Reklame Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara (Studi Kasus Dinas Pendapatan Kota Medan)

0 0 22

Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan No.11 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Reklame Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara (Studi Kasus Dinas Pendapatan Kota Medan)

0 0 11

Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan No.11 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Reklame Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara (Studi Kasus Dinas Pendapatan Kota Medan)

0 0 2