Perkembangan selanjutnya Buddhisme di Jepang dan seni ukir rupang sebagian besar dipengaruhi oleh Buddisme Cina. Walaupun awalnya kedatangan
agama Buddha ditentang penguasa yang menganut Shinto, kalangan yang berkuasa akhirnya ikut memajukan agama Buddha di Jepang dan menjadi agama
yang populer di Jepang sejak zaman Asuka.
2.2 Jepang dalam Masa Feodalisme
Feodalisme adalah sebuah sistem pemerintahan di mana seorang pemimpin yang biasanya dari kaum bangsawan memiliki anak buah yang banyak
yang juga masih dari kalangan bangsawan, tetapi lebih rendah yang disebut vazal. Setiap vazal wajib membayar upeti ke pemimpinnya. Dan pola hubungan seperti
ini tidak berhenti hanya dua tingkat saja, tetapi setiap vazal juga menjadi pemimpin bagi vazal-vazal yang lain.
Awal mulanya feodalisme di Jepang ditandai dengan pembagian kekuasaan antara Tennou Kaisar yang hanya memegang kekuasaan simbolik
semata dan kekuasaan Shogun yang memegang kekuasaan praktis. Selama hampir 700 tahun feodalisme di Jepang berkembang sampai ke ranah masyarakat yaitu
pembentukan strata masyarakat yang sangat tegas dan kaku. Sejak Pemerintahan militer berdiri di Jepang, yaitu pada masa Kamakura,
babak baru sejarah Jepang yang disebut zaman feodalisme dimulai. Karakteristik terpenting dalam sistem politik pada zaman ini adalah adanya dikotomi kekuasaan
Universitas Sumatera Utara
yaitu Pemerintahan sipil dan agama yang berpusat di istana Tennou di Kyouto yang mempunyai kekuasaan sangat kecil dan pemerintahan militer yang saat itu
dibentuk oleh Yoritomo di Kamakura. Sistem politik ini terus dijalankan hampir selama 700 tahun sampai pada masa kekuasaan Tokugawa.
Dalam kurun waktu 700 tahun sampai akhir abad ke-16, feodalisme berkembang secara alami di Jepang dan semakin berkembang dari suatu wilayah
ke wilayah lain. Antara satu tempat dan yang lain hanya ada perbedaan rincian dan perbedaan pemakaian istilah saja. Maka dari itu, saat itu Pemerintah
mengambil kebijakan untuk menstratifikasi masyarakat secara jelas dan tegas. Selain ditujukan untuk menertibkan dan menyeragamkan tatanan sosial, kebijakan
ini juga ditujukan sebagai antisipasi terhadap Gekokujo adalah penumbangan kekuasaan penguasa yang dilakukan oleh masyarakat kelas bawah.
Alasan populer pemerintah Jepang menerapkan pembagian kelas masyarakat dari kelas yang paling suci sampai kelas yang paling bawah, salah
satunya adalah antisipasi pemberontakan kelas bawah. Namun, pemantapan posisi Bakufu dan pengkerdilan kekuasaan kaisar juga mugkin bisa dijadikan alasan.
Fakta-fakta menunjukkan bahwa hal tersebut mungkin terjadi. Tennou dan bangsawan-bangsawan kaisar yang digaji oleh bakufu, Tennou yang hanya boleh
setahun sekali mengunjungi rakyatnya sampai pengangkatan pejabat kaisar yang harus dengan persetujuan Bakufu adalah bukti nyata bahwa Bakufu berusaha
mendominasi pada saat itu.
Universitas Sumatera Utara
Kondisi Pemerintahan dan masyarakat yang bisa dikatakan tidak sehat ini akhirnya menemui keruntuhannya. Tidak adanya perang membuat kekuasaan para
samurai mulai dipertanyakan. Samurai-samurai yang saat itu menganggur mulai banyak yang terlilit hutang. Hal ini secara tidak langsung merusak kepercayaan
masyarakat kepada kaum samurai. Selain masalah tersebut juga terjadi pemberontakan yang justru tidak muncul dari rakyat jelata, tetapi dilakukan oleh
kaum samurai sendiri. Konflik horizontal yang terjadi di kalangan samurai ini semakin membuat situasi kacau dan melemahkan Bakufu.
Akhirnya kekacauan-kekacauan yang terjadi tersebut membawa bakufu ke titik kulminasi. Yaitu ketika kaisar sebagai kepala Negara sudah tidak percaya lagi
kepada Bakufu dan meminta kekuasaan pemerintahan kembali diambil oleh istana.
Meskipun pengaruh feodalisme amat kental, namun tidak berarti bangsa ini tidak mau merintis jalan menuju alam kehidupan yang lebih maju dengan
impian untuk menjadi negara yang jaya dan dapat menguasai dunia, terutama lewat jalur perekonomian dan perdagangan. Memasuki awal abad XVII, bangsa
Jepang di bawah Tokugawa Shogun bahkan sudah demikian giat membangun jaringan untuk menciptakan hubungan internasional, khususnya dibidang
perdagangan dengan bangsa-bangsa lain, mulai Cina sebagai tetangga dekatnya sampai bangsa Eropa, terutama Prancis dan Belanda.
Ini banyak dilakukan secara diam-diam oleh para pedagang Jepang yang menyadari negaranya hanya akan bisa maju bila perdagangannya dengan dunia
Universitas Sumatera Utara
luar juga maju. Padahal sebelum itu, justru bangsa Jepang seolah-olah terisolasi, karena di bawah Tokugawa Shogun, mereka tak bisa menjalin hubungan
perdagangan dengan bangsa manapun. Para pedagang dari Cina dan Eropa bahkan yang menguasai sebagian dari pelabuhan Nagasaki.
Di masa Pemerintahan Meiji, barulah Jepang membuka diri sebagai wilayah yang siap untuk menjalin hubungan perdagangan dengan luar negeri. Apa
yang dilakukan oleh para pedagang Jepang melalui jalinan perdagangan dengan dunia luar secara diam-diam di masa kekuasaan Tokugawa, mulai bersifat
terbuka, karena mulai diakui manfaatnya bagi kepentingan masa depan bangsa Jepang. Ketika mulai muncul cita-cita agar bangsa Jepang dapat menjadi bangsa
yang lebih kaya, lebih maju industrinya, dengan angkatan perang lebih kuat sebagai perlindungan. Dan untuk mencapai semua cita-cita itu, tak ada pilihan lain
kecuali membuka hubungan dengan negara luar. Membicarakan feodalisme Jepang, sangat erat hubungannya dengan
fasisme. Munculnya fasisme Jepang tidak dapat dipisahkan dari Restorasi Meiji. Berkat Restorasi Meiji, Jepang berkembang menjadi negara industri yang kuat.
Majunya industri tersebut membawa Jepang menjadi negara imperialis. Jepang menjadi negara fasis dan menganut Hakko I Chiu. Fasisme di Jepang dipelopori
oleh Perdana Menteri Tanaka, masa pemerintahan Kaisar Hirohito dan dikembangkan oleh Perdana Menteri Hideki Tojo.
Seusai Perang Dunia I, di mana Jepang terlibat, negeri ini dengan politik fasisme yang mulai dijalankannya memperlihatkan keunggulan dengan
Universitas Sumatera Utara
diperolehnya mandat atas pulau-pulau yang semula menjadi milik Jerman di Samudera Pasifik. Dengan mudah Jepang berhasil menduduki Manchuria dan
mendirikan negara boneka di sana yang disebut Manchukuo. Jepang juga unggul dalam perang Cina-Jepang I 1894-1895 dan Perang Cina II 1937 dan mulai
mendirikan pakta militer dengan Jerman dan Italia 1940 . Perang Cina-Jepang I adalah sebuah perang antara Dinasti Qing Cina dan
Meiji Jepang dalam perebutan kendali atas Korea. Perang Cina-Jepang merupakan simbol kemerosotan Dinasti Qing dan juga menunjukkan kesuksesan modernisasi
Jepang sejak Restorasi Meiji dibandingkan dengan Gerakan Penguatan Diri di Cina. Peperangan ini berakhir dengan kekalahan Dinasti Qing dan
penandatanganan Perjanjian Shimonoseki pada tahun 1895 yang berakibat pada ganti rugi 30 miliar tael kepada Jepang. Pengaruh selanjutnya dari perang ini
adalah pergantian dominasi regional Asia dari Cina kepada Jepang dan merupakan pukulan telak untuk DInasti Qing dan tradisi Cina kuno.
Perang Cina-Jepang II adalah perang besar antara Cina dan Jepang, sebelum dan selama Perang Dunia II. Perang ini adalah perang Asia terbesar pada
abad ke-20. Walaupun kedua negara telah sebentar-sebentar berperang sejak tahun 1931, perang berskala besar baru dimulai sejak tahun 1937 dan berakhir dengan
menyerahkan Jepang pada tahun 1945. Perang ini merupakan akibat dari kebijakan imperialis Jepang yang sudah berlangsung selama beberapa dekade.
Jepang bermaksud mendominasi Cina secara politis dan militer untuk menjaga cadangan bahan baku dan sumber daya alam yang sangat banyak dimiliki Cina.
Universitas Sumatera Utara
Pada saat yang bersamaan, kebangkitan nasionalisme Cina dan kebulatan tekad membuat perlawanan tidak bisa dihindari. Sebelum tahun 1937, kedua pihak
sudah bertempur dalam insiden-insiden kecil dan lokal untuk menghindari perang secara terbuka. Invasi Manchuria oleh Jepang pada tahun 1931 dikenal dengan
nama Insiden Mukden. Bagian akhir dari penyerangan ini adalah insiden Jembatan Marco Polo tahun 1937 yang menandai awal perang besar-besaran antara kedua
negara. Sejak tahun 1937-1941, Cina berperang sendiri melawan Jepang. Setelah peristiwa penyerangan terhadap Pearl Harbour terjadi, perang Cina-Jepang II pun
bergabung dengan konflik yang lebih besar, Perang Dunia II. Seperti yang sudah kita ketahui, Jepang mengalami kekalahan dalam
Perang Dunia II setelah dijatuhkannya bom atom yang meluluh lantakkan dua pusat ekonomi dan industri Jepang yaitu Hiroshima dan Nagasaki oleh Amerika
Serikat. Akibat perang itu, bukan hanya merusak bangunan dan rumah-rumah warganya, tetapi juga banyak rakyatnya yang menjadi korban luka bahkan korban
jiwa. Namun hal itu tak lantas mampu menyurutkan cita-cita bangsa Jepang
untuk menguasai dunia. Kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II dijadikan pelajaran berharga bagi Jepang untuk membangun bangsanya lebih maju dan lebih
baik lagi.
Universitas Sumatera Utara
BAB III PERKEMBANGAN EKONOMI JEPANG