Pemakaian Energi Dunia Yang Pincang Oleh Jepang

yang benar-benar memahami apa yang telah diperbuat perusahaan Jepang dan Pemerintahan Jepang yang selama berpuluh-puluh tahun memeras harta dan keringat orang Indonesia. Mereka seperti memakai topeng dimana wajah mereka yang sebenarnya sangat kejam dan licik akan tertutup gambar topeng yang mereka buat dengan gambar yang menyerupai “dewa penyelamat” yang selalu memberikan bantuan yang sebenarnya adalah “hutang”. Dimana kata-kata ini dibantu oleh penguasa- penguasa di zaman sebelum reformasi di Indonesia. Dari hal yang disebutkan di atas haruslah kita mulai dari sekarang, walaupun sudah sangat terlambat untuk berhati-hati atas kebaikan hati saudara tua kita tersebut dengan pengalaman yang sudah kita peroleh selama ini bahwa mereka hanya mementingkan diri mereka sendiri tanpa punya niat untuk membantu orang lain.

3.2 Pemakaian Energi Dunia Yang Pincang Oleh Jepang

Dalam hal pemakaian energi dunia misalnya, sudah lama keadaannya sangat pincang. Negara-negara industri maju dimana Jepang termasuk di dalamnya yang hanya berpenduduk 18 persen dari total penduduk dunia, namun memakai energi sampai 63 persen dari total energi yang dihasilkan dunia. Sementara negara-negara yang dulu pernah tergabung dalam blok komunis dengan penduduk 32 persen dari total penduduk dunia, menggunakan 28 persen Universitas Sumatera Utara energi dunia. Mari kita lihat bagaimana negara-negara sedang berkembang atau dunia ketiga dimana Indonesia termasuk di dalamnya mempunyai jumlah penduduk 50 persen dari total penduduk dunia namun hanya menggunakan 9 persen dari energi dunia. Padahal, 80 persen dari cadangan minyak sebagai energi utama berada di negara-negara miskin atau berkembang, sementara 80 persen pemakainya adalah negara industri. Demikian juga dengan energi-energi lain di luar minyak rata-rata produksinya berada di Selatan sebutan lain untuk negara miskin dan negara berkembang namun konsumsi terpusat di Utara sebutan lain untuk negara industri maju. Begitu besar kekhawatiran pihak Jepang terhadap kemungkinan- kemungkinan terjadinya perubahan politik secara drastis di Selatan, sudah dibuktikan di mana ketika pecah dua kali perang di Irak akibat penyerbuan AS ke negeri itu, Jepang ternyata ikut terkena imbasnya dengan direpotkan oleh terganggunya pasukan minyak dari Timur Tengah. Oleh karena itu pula, Jepang telah mengajak negara-negara anggota ASEAN yang menjadi produsen dan pengekspor minyak ke negaranya untuk membangun pangkalan persediaan stockpile minyak guna mengantisipasi keadaan darurat di masa-masa mendatang. Jelas, ajakan Jepang melalui Direktur Perencanaan Perminyakan Kementerian Ekonomi, Perdagangan dan Industri METI Jepang Toshikazu Masuyama ini lebih mengalah kebutuhan impornya agar tidak terganggu, apapun yang terjadi di kawasan Timur Tengah. Dan negara-negara anggota ASEAN yang Universitas Sumatera Utara menjadi produsen minyak menyadari ekspor utama produksinya ke Jepang, maka ajakan itu pun mendapat sambutan baik, antara lain oleh Indonesia, Malaysia, Thailand dan Pilipina. Menteri METI, Takeo Hiranuma memang menegaskan dalam suatu pertemuan forum energi yang berlangsung di Osaka pada September 2002, bahwa kebutuhan minyak Asia akan meningkat drastis dalam waktu-waktu mendatang dan atas dasar pertimbangan itulah Jepang mengajak negara-negara di Asia, terutama produsen dan eksportir minyak untuk mengantisipasi kestabilan minyak di Asia. Selama ini, meskipun beberapa negara di Asia juga penghasil minyak, tetapi seperti halnya di Indonesia, tetap masih membutuhkan pasokan minyak untuk mengantisipasi kestabilan minyak di Asia. Selama ini, meskipun beberapa negara di Asia juga penghasil minyak, tetapi seperti halnya di Indonesia, tetap masih membutuhkan pasokan minyak mentah dari Timur Tengah. Dan ini yang dijadikan alasan Jepang untuk mengajak negara-negara di Asia membangun stockpile. Diperkirakan ketergantungan Asia terhadap pasokan minyak mentah dari Timur Tengah di masa mendatang akan meningkat menjadi 80 persen. Selama ini Asia merupakan pengimpor minyak mentah terbesar di dunia dari Timur Tengah. Persediaan minyak mentah yang dihasilkan dari Asia sendiri semakin berkurang. Semua ini membuat harga yang harus dibayar untuk pembelian minyak perbarrelnya dari Timur Tengah menjadi semakin mahal. Dan Toshikazu Universitas Sumatera Utara Masuyama menilai hal ini dapat mengancam keamanan dan kestabilan energi di Asia. Dalam hal ini presiden Asia Pasific Energy Research Centre di Tokyo, Tatsuo Masuda memberikan contoh, bahwa sejak awal tahun 1990-an, negara- negara di Asia menjadi pembeli minyak mentah dari Timur Tengah harus membayar 1 hingga 1,5 US dollar lebih mahal untuk setiap barrelnya daripada yang harus dibayar oleh AS atau Eropa. Kalau mempelajari kondisi ini, sebenarnya Utaralah yang banyak bergantung pada Selatan. Namun kenyataannya Selatan tetap miskin karena memang dibuat agar tetap miskin lewat proyek-proyek “bantuan ekonomi” atau “kerjasama ekonomi” tadi. Khususnya Jepang, sesungguhnya amat memerlukan negara-negara tetangga sessama Asia, seperti Thailand, Filipina, Malaysia dan Indonesia daripada negara-negara ini memerlukan Jepang. Sebab di negara-negara tersebut tersedia berbagai potensi alam yang dibutuhkan Jepang. Mulai minyak, batubara, hasil bumi pertanian, hasil hutan terutama kayu hingga hasil lautan terutama ikan mereka miliki. Tetapi, sekali lagi kenyataan mengatakan negara-negara tersebutlah yang bergantung pada Jepang, karena mereka membutuhkan pasar dan uang dan keduanya dimiliki oleh negara industri maju ini. Jepang bahkan dengan bangga memperlihatkan keunggulan dalam memeras negara miskin dan sedang berkembang dengan mengatakan :”Dengan Indonesia dan Malaysia, kami mengimpor sumber-sumber alam seperti minyak dan kayu. Tetapi proses pemabrikan yang memproduksi barang-barang dengan Universitas Sumatera Utara bahan baku tersebut untuk ekspor balik dikerjakan oleh Jepang. Kami hanya mengimpor mineral-mineral rendah yang nilai tambahnya atau hasil pertanian. Nilai tambah lebih tinggi pada hasil produk berbahan baku mineral dan hasil pertanian pembuatannya di Jepang. Maka yang terjadi selama ini adalah pembagian kerja vertikal yang berulang dengan nilai keuntungan tetap pada pihak Jepang. Pemilik sumber daya alam dan bahan mentah adalah negara miskin atau sedang berkembang tetapi Jepang yang mengolahnya. Rakyat negara miskin dan sedang berkembang yang mengerjakan pertanian tetapi Jepang yang memiliki industrinya. Ibarat ikan, pemiliknya hanya ke bagian duri, dagingnya di santap oleh Jepang. Keuntungan masuk kantong Jepang, Negara miskin dan sedang berkembang kebagian sampah yang harus dibersihkannya. Jepang malah memandang rendah negara-negara sedang berkembang yang selama ini dijadikan sapi perahnya itu. Sebaliknya terhadap sesama negara Asia yang sebenarnya tidak memiliki sumber alam melimpah, namun sudah tergolong maju menyusul Jepang bahkan dikenal sebagai “Macan Asia” seperti Singapura, Taiwan, Korea Selatan dan Hongkong. Jepang sangat menghargai meskipun dalam beberapa hal merupakan pesaingnya. Belakangan, RRC dan Vietnam juga sudah mulai diperhitungkan oleh Jepang, terutama pasca keruntuhan komunis di mana kedua negara tersebut mengalami laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Universitas Sumatera Utara

3.3 Pergaulan Orang Jepang dalam Perbisnisan Dunia