Perubahan Sosial-politik Simalungun TERBENTUKNYA COMITE NA RA MARPODAH

BAB IV PERUBAHAN RELIGI DAN BUDAYA DI SIMALUNGUN 1928-1942

4.1. Perubahan Sosial-politik Simalungun

Menurut kepercayaan orang Simalungun, kerajaan-kerajaan Simalungun berasal dari sebuah kerajaan besar yang bernama Nagur. Disebut juga sebagai ”Batak Timur”. Daerahnya meliputi Simalungun sekarang, termasuk daerah Hulu Serdang, Padang Bedagei, Tanjung Kasau sampai perbatasan Batubara. 110 Beberapa sumber kuno menyebutkan tentang Nagur. Dalam laporan perjalanan Marcopolo, menceritakan bahwa ada kerajaan di pesisir Sumatera Utara bernama Nagore atau Nakur. Sumber lain yaitu Mendez Pinto, dalam laporan yang ditulisnya menyatakan ada kerajaan Batak bernama Jakur yang diperintah oleh Timmoraja, king of the Batas. Tomme Pires penguasa portugis di Malaka 1512- 1515 menulis bahwa ada kerajaan Batak diantara kerajaan Pasai wilayah Aceh dan kerajaan Haru wilayah Medan, di wilayah pegunungan, yang diperintah oleh Raja Tomjam. Dalam catatan Ibnu Batuta yang mengunjungi Pasai pada 1345, Komoditas utamanya adalah karet, lada, rotan, padi dan lain-lain. Kerajaan Nagur diperkirakan berdiri abad ke-6 dan mengalami kemunduran abad ke-15. Kerajaan Nagur diperintah oleh raja bermarga Damanik. 110 T.B.A. Purba Tambak, op.cit., hal. 21. Universitas Sumatera Utara meriwayatkan bahwa kerajaan Nagur diserang oleh raja Chola dari India Selatan pada 1023-1024. Catatan perjalanan Zheng He dan Ma Huan dari Tiongkok menyebutkan kunjungan ke Nakur pada 1413-1415 dan 1431-1433. Terdapat banyak tafsir mengenai sumber-sumber ini. Uli Kozok dalam sebuah diskusi jejaring sosial menyebutkan Nagur yang tercatat dalam sumber Cina adalah kerajaan Nagur di Pidi, Aceh, sama sekali bukan Nagur di Simalungun, dua kerajaan yang berbeda, menurutnya. Ada juga tafsir yang menyatakan bahwa Nakur, Jakur atau Nagore dalam catatan Mendez Pinto itu adalah kerajaan Karo. Akan tetapi, adanya temuan-temuan berupa: Patung catur, batu bersusun punden berundak, tempat keramat Batu Gajah yang diperkirakan berdiri abad ke-5 masehi, dan berbagai temuan kuno lainnya di Simalungun, menguatkan pendapat para ahli bahwa ada kerajaan kuno di Simalungun. Temuan-temuan itu, didukung cerita rakyat tentangnya, menjadi bukti adanya kerajaan Nagur. 111 Kerajaan Nagur diperkirakan pernah diinvasi oleh kerajaan Singosari dari Jawa pada 1293-1295. Invasi ke Nagur dipimpin oleh Panglima Indrawarman atas perintah Raja Kartanegara dalam rangka ekspedisi Pamalayu. Panglima Indrawarman mendirikan kerajaan Silou sampai tahun 1339. Menghadapi serangan-serangan dari luar, strategi yang dipakai kerajaan Nagur adalah defensif. Raja Nagur mengawinkan putri-putrinya dengan raja-raja kecil di daerah vasal, sehingga konsentrasi kekuasaan terbagi-bagi ke wilayah. Terbentuklah empat kerajaan besar yang saling berhubungan: Siantar dikuasai marga Damanik, Panei dikuasai marga Purba 111 Budi Agustono, dkk., op.cit., hal. 29-40. Universitas Sumatera Utara Dasuha, Dolog Silou dikuasai marga Purba Tambak dan Tanah Jawa dikuasai marga Sinaga. 112 Empat kerajaan tersebut dinamakan raja maroppat. Meneruskan persaudaraan keempatnya, terdapat sistem perkawinan yang menjaga persaudaraan antar kerajaan. Sistem tersebut adalah penetapan permaisuri puangbolon. Dalam bentuk tradisi, seorang raja harus mengambil permaisuri dari kerajaan lain yang telah ditentukan. Ketika kerajaan Nagur runtuh, keempat kerajaan tetap berdiri. Selama pemerintahan keempat kerajaan, Simalungun berada di bawah kesultanan Aceh. Keempat kerajaan memerintah sebagai vertegenwoordigers bertindak atas nama sultan Aceh. Tabel 4. Daftar asal puangbolon dari raja maroppat. No. Kerajaan Marga Raja Asal permaisuri Puangbolon 1. Siantar Damanik Silampuyang atau Sipoldas Saragih Sidabuhit 2. Panei Purba Dasuha Siantar atau Marihat Damanik 3. Dolog Silou Purba Tambak Raya Saragih Garingging 4. Tanah Jawa Sinaga Siantar, Raya atau Panei Di dalam kerajaan Simalungun, terdapat stratifikasi sosial. Secara garis besar stratifikasi sosial tersebut terbagi tiga: Golongan partuanon upper class, Paruma middle class dan Jabolon lower class. 112 Juandaha Raya P. Dasuha, op.cit., hal. 31. Universitas Sumatera Utara Golongan partuanon status sosialnya ditentukan oleh hubungan darah antar keluarga kerajaan, mereka adalah bangsawan. Raja dipandang sebagai Naibata na taridah Tuhan yang kelihatan, kaum bangsawan disebut ’toehanta’ atau ’rajanta’. Raja Simalungun diyakini punya kekuatan adikodrati supernatural. Partuanon adalah golongan penguasa. Kekuasaan mereka bertingkat, mulai dari daerah-daerah. Secara politis, Simalungun terdiri dari kerajaan-kerajaan kecil dengan desa-desa kecil, yang merupakan subordinat pemerintah pusat dan merupakan tiruan pemerintah pusat dalam ukuran yang lebih kecil. Bentuk kekuasaan di Simalungun ibarat susunan piramida-piramida kecil yang membentuk piramida besar. 113 Golongan kedua adalah paruma, golongan rakyat kebanyakan, rakyat biasa. Mereka mencari nafkah dengan cara berladang sistem membuka hutan untuk dikelola secara kasar dalam waktu yang singkat, lalu berpindah-pindah. Simalungun pada masa itu lebih seperti hutan belukar, jarak antar kampung cukup jauh. Rakyat jarang tinggal di rumah, mereka lebih sering berhari-hari tinggal di ladang. Puncak piramida adalah sang raja, Naibata na taridah. Keluarga kerajaan adalah pemilik seluruh tanah di Simalungun, sedangkan rakyat Simalungun hanya pengguna atau pengelola. 114 Golongan ketiga adalah jabolon atau budak. Golongan ini sama dengan harta, diperjualbelikan dan dipakai untuk kepentingan pemiliknya. Yang memiliki 113 Ibid., hal. 33. 114 Geografi dan pola sosial ini ini termasuk yang menjadi penghambat bagi RMG dalam proses kristenisasi. Universitas Sumatera Utara mereka secara umum adalah golongan partuanon dan paruma yang kaya. Di rumahbolon istana kerajaan yang merupakan pusat sosial-politis kerajaan Simalungun, jumlah budak yang dipekerjakan mencapai ratusan. 115 Akhir abad 19, kolonialisme Belanda masuk ke Simalungun. Tiga wilayah partuanon kerajaan kecil diangkat statusnya menjadi setara dengan raja marropat. Kerajaan tersebut adalah kerajaan Raya, kerajaan Purba dan kerajaan Silimakuta. Ketujuh kerajaan kemudian disebut raja na pitu. Raja na pitu resmi tunduk pada pemerintah kolonial Belanda dalam korte veerklaring pada 1907. Raja na pitu tetap memerintah, tetapi sebagai bawahan pemerintah Belanda. Pada 1910, sistem perbudakan dihapus oleh pemerintah Belanda menanggapi usulan RMG. Hilanglah status sosial jabolon. Tetapi, rakyat dikenai kerja rodi oleh pemerintah Belanda dalam berbagai pembangunan. 116 Seiring berkembangnya perkebunan, migrasi besar-besaran ke Simalungun terjadi demi memenuhi tuntutan perkebunan dan pemerintahan. Sepertiga wilayah Simalungun menjadi wilayah perkebunan milik asing. Di kalangan pribumi, Jawa dan Toba mendominasi secara jumlah, Toba mendominasi secara politik sebab imigran Toba banyak yang sudah berpendidikan dan dipekerjakan di kantor pemerintah. Rakyat Simalungun menjadi rakyat minoritas di tanahnya sendiri. 115 Di rumahbolon Raya, pada masa Tuan Rondahaim, seratus budak laki-laki dan seratus budak perempuan dipekerjakan. 116 Hal ini sering diartikan sebagai “perbudakan gaya baru”. Universitas Sumatera Utara Dalam kehidupan minoritas tersebut, rakyat Simalungun juga merasakan ketertindasan karena dibawahi dua penguasa, Belanda dan kerajaan. Tekanan politik yang membawahi rakyat berlapis-lapis. Sekalipun ada pendidikan yang diselenggarakan RMG, yang berpotensi membawa kemajuan sosial, pendidikan tersebut cenderung hanya menyentuh orang-orang yang berekonomi mapan. Sebab, orang berekonomi rendah mesti menghabiskan waktunya di ladang. Menurut Anthony Reid, Raja-raja Simalungun mengecap keuntungan yang luar biasa dari perkebunan-perkebunan yang ada, meski tidak sehebat sultan-sultan Melayu. Disamping gaji mereka sebesar 6720 gulden setahun, dua raja terkaya menikmati uang jalan sebanyak 1800 gulden setahun, di samping lagi menerima sejumlah upeti dari rakyatnya. Sebaliknya, tak ada yang bisa dikecap petani biasa Simalungun, seperti keuntungan yang diperoleh petani melayu dari sultan- sultannya. 117 Kekuasaan raja na pitu berakhir ketika terjadi revolusi sosial Sumatera Timur 1946. Pada masa itu, demam nasionalisme melanda seluruh Indonesia. Semua kerajaan di Sumatera Timur, termasuk Simalungun, diserang habis-habisan oleh kelompok rakyat yang beraliran politik nasionalis dan marxis 118 117 Anthony Reid, op.cit., hal. 101. radikal. Terjadi pertumpahan darah. Keluarga kerajaan banyak yang dibunuh, istana dan aset-aset kerajaan dibakar. Legitimasi mereka diruntuhkan. 118 Marxisme adalah aliran sosialisme ilmiah yang ditemukan oleh Karl Marx. Marxisme beranggapan bahwa kekuasaan harus dipegang oleh kaum pekerjaburuh. Universitas Sumatera Utara Pihak kerajaan yang tersisa sempat mendirikan Negara Sumatera Timur NST, bekerjasama dengan sisa kerajaan Sumatera Timur lainnya, seiring status Indonesia yang menjadi Republik Indonesia Serikat RIS. Namun, penghapusan RIS dan kembalinya Indonesia menjadi negara kesatuan berdasarkan KMB Konferensi Meja Bundar di Den Haag, ditambah protes besar-besaran dari rakyat, membuat NST akhirnya dibubarkan.

4.2. Pembaharuan Religi di Simalungun