Pembaharuan Religi di Simalungun

Pihak kerajaan yang tersisa sempat mendirikan Negara Sumatera Timur NST, bekerjasama dengan sisa kerajaan Sumatera Timur lainnya, seiring status Indonesia yang menjadi Republik Indonesia Serikat RIS. Namun, penghapusan RIS dan kembalinya Indonesia menjadi negara kesatuan berdasarkan KMB Konferensi Meja Bundar di Den Haag, ditambah protes besar-besaran dari rakyat, membuat NST akhirnya dibubarkan.

4.2. Pembaharuan Religi di Simalungun

Sebelum abad ke 19 bahkan sampai abad ke 20, suku Simalungun masih menganut kepercayaan parbegu animisme, yaitu kepercayaan bahwa setiap mahkluk, tumbuh-tumbuhan dan alat-alat tertentu mempunyai ilmu kebatinan atau dengan kata lain kekuatan gaib. Asal katanya adalah par, sebutan untuk subjek, dan begu, yang dalam kata ini berarti ”roh” namun dalam kehidupan sehari-hari begu berarti ”harimau”. Begu-begu roh akan berkeliaran ketika badan seseorang tidak ada lagi meninggal atau hilang. Begu-begu ini harus diberi sesembahan dan dipelihara keluarga, jika tidak, akan menjadi ”lawan” bagi keluarga tersebut. Akan menimbulkan kesengsaraan dan menghambat rezeki. Memelihara roh dalam bahasa Simalungun disebut mamele begu-begu. Begu-begu bisa menjadi pengawal bagi pemiliknya. Bisa digunakan untuk menyerang musuh maupun untuk menyembuhkan penyakit, melalui bantuan datu Universitas Sumatera Utara paranormal yang dapat menyuruh begu-begu dengan menggunakan mantra. Begu yang dipakai untuk berbuat jahat disebut begu ganjang. 119 Kepercayaan asli Simalungun juga dipengaruhi oleh hinduisme. Suku Simalungun mengenal Naibata dewata, keyakinan tentang Naibata ini sifatnya lebih politis karena berhubungan dengan eksistensi politik kerajaan. Naibata adalah dewata penguasa segalanya, ilah yang maha tinggi High God. Naibata berkuasa di tiga dunia: Naibata Iatas penguasa nagori atas, kediaman para dewa, Naibata Itongah penguasa nagori tongah, kediaman manusia dan Naibata Itoruh penguasa nagori toruh, kediaman orang mati. Raja-raja Simalungun disebut sebagai Naibata na taridah Dewata yang kelihatan, dipercaya sebagai inkarnasi Naibata, memiliki kekuatan gaib sehingga harus ditakuti. Dalam kepercayaannya, suku Simalungun mendasarkan kehidupan pada Habonaron keadilan dan kebenaran. Filosofinya adalah ”Habonaron do Bona” Kebenaran dan keadilan adalah pangkal segalanya. Yang tidak melaksanakan Habonaron akan celaka. Karakter orang Simalungun cenderung bersikap mengalah dan bersikap tertutup konservatif. Dibanding Batak Toba dan Karo, orang Simalungun lebih halus dan sensitif. Orang Simalungun sangat jarang bersikap keras atau ketus meski sakit hati. Para ahli berpandangan bahwa sikap halus ini merupakan pengaruh dari kultur Hindu Jawa. 119 T.B.A. Purba Tambak, op.cit., hal. 133. Universitas Sumatera Utara Ada kebiasan menghisap candu yang meluas di Simalungun. Rata-rata kepala adat dan bangsawan Simalungun rela mengeluarkan uang yang tidak sedikit untuk membeli candu dari saudagar asing. Kebiasaan ini merembes sampai ke kelas sosial terbawah, rakyat kebanyakan pun turut menghisap candu. Kebiasaan menghisap candu ini menjadi hal yang melemahkan fisik dan psikis orang Simalungun, disamping kulturnya yang memang halus dan cenderung mengalah. 120 Berdasarkan kondisi alamnya, Simalungun terbagi dua: Simalungun atas Raya, Purba, Slimakuta, Dolog Silou dan Simalungun bawah Panei, Siantar, Tanah Jawa. Simalungun atas terdiri dari hutan belukar di pegunungan. Simalungun atas berbatasan langsung dengan danau Toba. Simalungun bawah merupakan dataran rendah, berbatasan dengan wilayah kekuasaan kerajaan-kerajaan Melayu. Kehadiran pendatang merubah situasi. Dibukanya perkebunan di seputar Simalungun bawah, ditambah migrasi besar-besaran suku lain yang sudah beragama ke Simalungun, mengusik orang-orang Simalungun yang masih beragama suku. Karena sifatnya yang cenderung mengalah, orang Simalungun asli banyak yang meninggalkan Simalungun bawah dan pergi ke hutan belukar di Simalungun atas. Mereka memulai kehidupan seperti sebelumnya yaitu berladang. Islamisasi pertama di Simalungun terjadi di Bandar, Simalungun bawah, yang berdekatan dengan wilayah kerajaan Melayu. Islamisasi pertama di Simalungun ini terjadi sekitar tahun 1850. Setahun setelahnya, Islam masuk ke pedalaman Siantar. Orang Simalungun pertama yang diketahui beragama Islam adalah Parbapaan 120 Budi Agustono, dkk., op.cit., hal. 189-194. Universitas Sumatera Utara Bandar Tongah bernama Tuan Sarini Damanik. Rakyat Bandar kemudian banyak yang ikut memeluk agama Islam. Raja Siantar, Sang Naualuh Damanik, dikenal sebagai Islam yang taat. Sang Naualuh masuk islam pada 1901 dan giat menyebarkan syiar Islam kepada rakyatnya yang masih beragama suku. Propagandis Islam di Siantar bernama Tuan Goeroe Joesoef, berasal dari Siak Seri Indrapura. Di Tanah Jawa, Islam disebarkan oleh pedagang-pedagang dari Batubara. Yang pertama masuk Islam di Tanah Jawa adalah Tuan Sahma Sinaga. Pada awal kunjungan kolonial Belanda ke Simalungun, tercatat bahwa sudah banyak penduduk Bandar, Siantar dan Tanah Jawa yang memeluk agama Islam. Di Silou Kahean dan Raya Kahean, daerah hilir dari Dolog Silau dan Raya, agama Islam masuk melalui Padang Tebing Tinggi dan Bedagei. Pemeluk Islam pertama yang diketahui datang ke Raya Kahean adalah Lobei Mohammad Said, yang kemudian berubah nama menjadi Raden Mohammad Said dari Bengkulen. Raden Mohammad Said ini diangkat menjadi salah satu panglima kerajaan Raya pada masa pemerintahan Tuan Kapoltakan Saragih dan menjadi penganjur Islam disana. Raden Mohammad Said kawin dengan Panakboeroe Inim, adik Tuan Kapoltakan Saragih. Sebagai kerabat, Raden Mohammad Said diberikan tanah seluas 210 hektar dan ditunjuk sebagai pejabat setempat di Raya Kahean. Sampai tahun 1930-an, terdapat 1385 orang Islam di Raya Kahean dan 240 orang Islam di Silou Kahean. Universitas Sumatera Utara Pada 1937, Tuan Sawadin, wakil raja Siantar, menjadi satu-satunya pemimpin kerajaan yang beragama Islam di tataran raja-raja Simalungun. Rekannya, raja Tanah Jawa, tidak masuk Islam tapi cukup bersimpati terhadap Islam. Islam dipandang positif oleh raja-raja Simalungun karena tidak bertentangan dengan tradisi yang ada di Simalungun. Seperti yang diungkapkan seorang Muslim Simalungun, Haji Amir Purba Dasuha, pendiri Pesantren Al-Kautsar di Marjandi- Simalungun: ... bahwa dalam pandangan masyarakat Simalungun tradisional terutama raja-raja Simalungun ada pandangan yang sangat positif sekali dengan agama Islam itu. Islam tidak bertentangan dengan budaya masyarakat Simalungun tradisional, dari sejak leluhur orang Simalungun sudah bersahabat dengan makanan yang ’mengharamkan’ ternak babi terutama di antara raja-raja yang berguru ilmu kebatinan, mereka sudah biasa bersunat Simalungun: ’marsopit’, perkawinan poligami banyak isteri terutama di antara raja-raja dan kebiasaan-kebiasaan lainnya yang tidak bertentangan dengan paham Islam. 121 Kerjasama dengan kerajaan-kerajaan Melayu semakin membuka peluang bagi penetrasi Islam di Simalungun. Islam juga semakin berkembang seiring migrasi penduduk dari Jawa dan Mandailing. Di Simalungun bawah, telah hadir ormas Islam seperti Muhamaddiyah yang pusatnya di Yogyakarta pada 1927, al-Jam’iyatul Al-Washliyah pada 1930, dan Persatuan Guru-guru Agama Islam PEGGI di Pematang Siantar pada 1936. Di Kerasaan, salah satu daerah kekuasaan kerajaan Siantar, beredar surat raja Siantar kala itu raja Siantar Waldemar Damanik, yang beragama Kristen yang 121 Ibid., hal. 248. Universitas Sumatera Utara melarang rakyat Siantar memeluk ajaran Muhammadiyah. Rakyat di Kerasaan tidak mempedulikannya, Muhammadiyah tetap berkembang disana. Pada 3 Juli 1931, Pastor Aurelius Kerkers menetap di Pematang Siantar untuk memulai penyebaran agama Katolik pertama di Simalungun. Penyebaran Katolik itu diizinkan oleh pemerintah Belanda setelah melalui berbagai perundingan. Sebab, di seluruh wilayah Hindia Belanda sebenarnya berlaku hukum pelarangan dobel zending. 122 Stasi pertama buat orang Batak Katolik di Pematang Siantar didirikan di perkebunan Laras. Kenan Hutabarat diangkat menjadi katekis yang rutin mengunjungi stasi ini. Awalnya, kedatangan Katolik ke Simalungun dipandang sebagai ancaman oleh RMG. Apalagi setelah 1931, umat Katolik dari orang Batak jumlahnya semakin banyak, seperti di Sawah Dua-Panei 1936 dan Saribu Dolog 1938. Gereja Katolik mendirikan sekolah-sekolah dan klinik. Penyebar Katolik yang paling terkenal di Simalungun atas adalah Pastor Elvidius van Duijnhoven. Ia dijuluki ”Ompung Dolog” karena dikenal ramah dan cepat beradaptasi dengan penduduk setempat. Katolik masuk ke Pematang Raya pada 1937. Kehadirannya di pusat penginjilan RMG ini cukup merisaukan pendeta-pendeta RMG di Pamatang Raya yang beragama Kristen Protestan. Apalagi, Pematang Raya dikenal sebagai jantung 122 Pelarangan terhadap hadirnya lebih dari satu badan penginjilan asing yang berkarya di tempat yang sama di Hindia Belanda. Seperti yang tertulis pada Buku Hukum Hindia Belanda pasal 123 dan pasal 177. Universitas Sumatera Utara penyebaran ajaran Protestan di Simalungun. Pihak Protestan bahkan menyebarkan selebaran-selebaran untuk menentang kehadiran Katolik. Pertemuan-pertemuan penatua Protestan dilakukan untuk menjelaskan kenapa Protestan harus melakukan perlawanan terhadap kehadiran Katolik. Seorang misionaris Protestan bernama Gabriel menulis selebaran khusus melawan Katolik berjudul: Dalan parsaoran Hubani Naibata Mangihutkon Podah ni Roma Katolik pakon Protestan Jalan Pertemuan dengan Tuhan Allah Menurut Ajaran Roma Katolik dan Protestan. Di Simalungun bawah, perpindahan dari Protestan ke Katolik marak terjadi. Mereka yang berpindah sebagian besar adalah orang-orang Toba yang sebelumnya telah dikristenkan menjadi Protestan oleh RMG. Di Simalungun atas, yaitu di Silimakuta dan Purba, Katolik juga berkembang pesat. Terlebih sejak ditempatkannya Pastor Duijnhoven di Saribu Dolog. Pastor Duijnhoven dibantu oleh katekis Petrus Datubara, mantan penatua HKBP yang berasal dari Lau Balang, Tanah Karo. Kedepannya, komposisi jumlah umat Protestan dan Katolik di Simalungun menjadi berimbang. Penyebaran agama Kristen Protestan dan tanggapan orang Simalungun terhadapnya sudah dibahas pada bab-bab sebelumnya. Sebagai tambahan, ada sejumlah imigran Toba beragama Kristen di Siantar yang memberontak terhadap RMG, yang memiliki semangat anti dominasi asing dan membentuk gereja sendiri. Universitas Sumatera Utara Gereja tersebut dinamakan HChB Hoeria Christen Batak, 123 Pada 1928, gedung gereja HKBP Huria Kristen Batak Protestan didirikan oleh RMG di Jl. Gereja Pematang Siantar. Tanah diperoleh diperoleh dari hibah raja Siantar. Gedung ini tercatat sebagai gedung gereja HKBP pertama yang terbesar dan termegah di seluruh pargodungan berdiri pada 1 mei 1927 dan terpisah dari RMG. 124 pada tahun 1920-an. 125

4.3. Comite Na Ra Marpodah Simaloengoen Sebagai Sebuah Gerakan Sosio-kultural