Waktu panen yang terlalu awal atau tongkol belum mencapai matang fisiologis dapat menyebabkan penurunan kualitas produksi, yaitu persentasi butir muda
cukup tinggi dan daya simpannya rendah. Sebaliknya panen jagung yang terlambat menyebabkan kerusakan biji akibat deraan lingkungan dan terserang
hama. Panen pada musim hujan sering menyebabkan biji jagung berjamur Rukmana, 1997.
2.2 Landasan Teori 2.2.1 Efisiensi Produksi
Produksi komoditas pertanian merupakan hasil proses dari lahan pertanian dalam arti luas berupa komoditas pertanian pangan, hortikultura, perkebunan,
peternakan dan perikanan dengan berbagai pengaruh faktor-faktor produksi. Produksi hasil komoditas pertanian on-farm sering disebut korbanan produksi
karena faktor produksi tersebut dikorbankan untuk menghasilkan komoditas pertanian Rahim dan Diah, 2008.
Faktor produksi memang sangat menentukan besar-kecilnya produksi yang diperoleh. Dalam berbagai pengalaman menunjukkan bahwa faktor produksi
lahan, bibit, pupuk, pestisida, dan tenaga kerja adalah faktor produksi terpenting diantara faktor produksi yang lain. Hubungan antara faktor produksi input dan
produksi output biasanya disebut dengan fungsi produksi atau juga disebut factor relationship Soekartawi, 1999.
Petani yang maju dalam melakukan usahatani akan selalu berpikir bagaimana mengalokasikan input atau faktor produksi seefisien mungkin untuk memperoleh
Universitas Sumatera Utara
produksi yang maksimum. Jika dihadapkan dengan keterbatasan biaya dalam melaksanakan usahataninya, petani perlu mencoba meningkatkan keuntungan
dengan faktor biaya usahatani yang terbatas atau dengan kata lain bagaimana meningkatkan produksi usahataninya dengan biaya input yang sekecil-kecilnya
Rahim dan Diah, 2008. Efisiensi merupakan suatu cara yang digunakan dalam proses produksi dengan
menghasilkan output yang maksimal dengan menekan pengeluaran produksi serendah-rendahnya terutama bahan baku atau dapat menghasilkan output
produksi yang maksimal dengan sumberdaya yang terbatas. Dalam konsep efisiensi produksi ini, dikenal adanya efisiensi teknik, efisiensi harga, dan efisiensi
ekonomis Doll and Orazem, 1984. Efisiensi teknik mencakup hubungan antara input dan output. Menurut Miller dan
Meiners dalam Togatorop 2010, efisiensi teknik mensyaratkan adanya proses produksi yang dapat memanfaatkan input yang sedikit demi menghasilkan output
dalam jumlah yang sama. Efisiensi teknik dalam usahatani jagung dipengaruhi oleh kuantitas penggunaan faktor-faktor produksi. Kombinasi dari luas lahan,
bibit, pupuk, pestisida dan tenaga kerja dapat mempengaruhi tingkat efisiensi teknik. Proporsi penggunaan masing-masing faktor produksi tersebut berbeda-
beda pada setiap petani. Efisiensi harga atau alokatif menunjukkan hubungan biaya dan output. Efisiensi
harga tercapai jika petani mampu memaksimalkan keuntungan yaitu menyamakan nilai produksi marjinal setiap faktor produksi dengan harganya. Petani
mendapatkan keuntungan yang besar dari usahataninya, misalnya karena pengaruh
Universitas Sumatera Utara
harga, maka petani tersebut dapat dikatakan mengalokasikan input usahataninya secara efisiensi harga McEachern dalam Togatorop, 2010.
Efisiensi ekonomis terjadi apabila efisiensi teknis dan efisiensi harga tercapai. Efisiensi ekonomis dalam usahatani jagung dipengaruhi oleh harga jual produk
dan total biaya produksi total cost TC yang digunakan. Harga jual produk akan mempengaruhi total penerimaan total revenue TR. Usahatani jagung dikatakan
efisiensi secara ekonomis jika usahatani tersebut semakin menguntungkan Soekartawi dalam Togatorop, 2010.
Menurut Soekartawi 1994, efisiensi teknik dan efisiensi harga dapat dilakukan secara bersamaan dengan cara jika petani mampu meningkatkan produksinya
dengan tinggi dengan harga faktor produksi yang dapat ditekan tetapi mampu menjual hasil produksinya dengan harga tinggi. Situasi demikian sering disebut
dengan efisiensi ekonomis. Dengan kata lain, petani mampu menjalankan efisiensi teknik, efisiensi harga dan efisiensi ekonomis secara bersamaan.
Dalam menganalisis efisiensi, maka variabel baru yang harus dipertimbangkan dalam model analisanya adalah variabel harga. Oleh karena itu ada dua hal yang
harus diperhatikan sebelum analisa efisiensi dilakukan, yaitu: a.
Tingkat transformasi antara input dan output dalam fungsi produksi, dan
b. Perbandingan antara harga input dengan harga output sebagai upaya untuk
mencapai indikator efisiensi.
Universitas Sumatera Utara
Dalam pengertian yang seperti ini, maka produktivitas usaha pertanian semakin tinggi bila produsen mengalokasikan faktor produksi secara efisiensi teknis dan
efisiensi harga yang efisien Soekartawi, 1994. Dalam usahatani, petani akan mengeluarkan biaya produksi yang besarnya biaya
produksi tersebut tergantung kepada komponen biaya yang dikeluarkan petani seperti harga input produksi, upah tenaga kerja dan besarnya produksi usahatani.
Oleh karenanya, dalam menghitung tingkat efisiensi suatu usaha sangat diperlukan data mengenai biaya-biaya produksi suatu usaha dan tingkat
produktivitas usahanya Soekartawi, 1995.
2.2.2 Teori Produksi
Menurut Soekartawi 1994, hubungan antara input dan output secara matematik dapat dituliskan dengan menggunakan analisis fungsi Coob-Douglas. Fungsi
produksi Coob-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel variabel bebasindependent variable dan variabel
terikatdependent variable. � = ��
1 �
�
2 �
�
3 �
�
4 �
�
5 �
�
�
Untuk menaksir parameter-parameternya harus ditransformasikan dalam bentuk logaritma natural sehingga merupakan bentuk linear berganda multiple linear :
� = ln � + b ln �
1
+ � ln �
2
+ � ln �
3
+ � ln �
4
+ � ln �
5
+ �
Teori produksi menggambarkan kaitan antara tingkat produksi suatu barang dengan jumlah input yang digunakan untuk menghasilkan berbagai tingkat
Universitas Sumatera Utara
produksi. Dalam teori produksi ada beberapa konsep yang perlu diketahui antara lain, produk total total productTP, produk rata-rata average productAP, dan
produk marjinal marginal productMP. Produk total adalah jumlah produk yang dihasilkan dengan menggunakan input. Produk rata-rata adalah rata-rata produk
yang dihasilkan setiap input. Produk marjinal adalah tambahan jumlah produk yang diakibatkan oleh tambahan input yang digunakan Bangun, 2007.
Model yang sering digunakan dalam fungsi produksi, terutama fungsi produksi klasik adalah the law of deminishing return. Model ini menjelaskan hubungan TP,
AP, MP yang mengikuti hukum pertambahan hasil yang semakin berkurang. Bila input dari salah satu sumber daya dinaikkan dengan tambahan yang sama per unit
waktu, sedangkan input dari sumber daya yang lain dipertahankan agar tetap konstan, produk akan meningkat diatas suatu titik tertentu, tetapi peningkatan
output tersebut cenderung mengecil Rahim dan Diah, 2008. Dengan demikian pada hakekatnya the law of deminishing return menyatakan
bahwa perkaitan diantara tingkat produksi dan jumlah suatu input produksi yang digunakan dapat dibedakan dalam tiga tahap yaitu:
a. Tahap pertama, produksi total mengalami pertambahan yang semakin
cepat. b.
Tahap kedua, produksi total yang pertambahannya semakin kecil, dan
c. Tahap ketiga, produksi total semakin lama semakin berkurang.
Universitas Sumatera Utara
Hukum the law of deminishing return dapat dilihat pada kurva berikut:
Tahap I Tahap II Tahap III
Gambar 1. Kurva Total Produksi, Produksi Rata-Rata, dan Produksi Marginal
Gambar 1 menunjukkan hubungan diantara jumlah produksi dan jumlah input produksi yang digunakan untuk menghasilkan produk tersebut Salvatore, 2001.
Pada tahap I, ketika penambahan pemakaian input, TP naik dengan mengikuti increasing return sampai titik balik yaitu titik a. MP naik dan mencapai nilai
maksimum di titik a, AP juga naik. Penambahan input menyebabkan penambahan produk yang lebih banyak sehingga MP AP dan besarnya elastisitas produksi
1. Titik a merupakan titik balik kurva MP dari increasing ke decreasing. Apabila a
b c
b
a Y
Y X
X TP
MP AP
c
Universitas Sumatera Utara
input ditambahkan, TP akan naik melewati titik a tetapi tidak akan menambah produksi secepat sebelumnya. Keadaan ini digambarkan oleh kurva MP yang terus
menurun dan kurva TP yang mulai cembung ke atas. Kurva AP terus naik sampai mencapai titik maksimalnya di b dan kurva MP memotong kurva AP d titik b,
pada saat ini MP = AP dan besar elastisitas produksi = 1 Rahim dan Diah, 2008. Perpotongan diantara kurva MP dan AP menggambarkan permulaan dari tahap
kedua, produksi rata-rata mencapai tingkat yang paling tinggi. Pada tahap ini, penggunaan input produksi dikatakan efisien dikarenakan jumlah input produksi
yang digunakan sesuai dengan hasil produksi yang optimal. Sesudah perpotongan tersebut, kurva AP menurun ke bawah yang menggambarkan bahwa AP semakin
sedikitkecil dan MP AP. Kurva TP akan meningkat sampai mencapai titik maksimalnya di titik c Sukirno, 2000.
Pada tahap ketiga, kurva MP memotong sumbu X dan sesudahnya kurva tersebut di bawah sumbu X. Keadaan ini menggambarkan bahwa produksi marginal
mencapai angka negatif. Kurva TP mulai menurun, menggambarkan bahwa produksi semakin berkurang apabila lebih banyak input yang digunakan. Kurva
AP juga menurun dan bila diteruskan nilai AP akan semakin kecil. Keadaan pada tahap ini menggambarkan bahwa input produksi yang digunakan jauh melebihi
daripada yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan produksi tersebut secara efisien Sukirno, 2010.
2.2.3 Penerimaan dan Pendapatan Usahatani
Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual produk. Dalam menghitung total penerimaan usahatani perlu
Universitas Sumatera Utara
dipisahkan antara analisis parsial usahatani dan analisis simultan usahatani. Jika sebidang lahan ditanami berbagai macam tanaman, maka disebut analisis
keseluruhan usahatani. Sebaliknya, jika hanya satu tanaman yaitu jagung yang diteliti, maka analisisnya disebut analisis parsial usahatani. Penerimaan total atau
pendapatan kotor ialah nilai produksi secara keseluruhan sebelum dikurangi biaya produksi.
Pendapatan bersih usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya atau total biaya. Petani dalam memperoleh pendapatan bersih yang tinggi
maka petani harus mengupayakan penerimaan yang tinggi dan biaya produksi yang rendah. Rahim dan Diah, 2008.
2.2.4 Return Cost Ratio RC dan Break Even Point BEP
Untuk melihat apakah suatu usahatani menguntungkan atau tidak, dapat digunakan kriteria RC Return Of Cost Ratio. RC dikenal sebagai perbandingan
atau nisbah antara penerimaan dan total biaya. BEP Break Event Point adalah titik pulang pokok dimana total revenue sama dengan total cost. BEP digunakan
untuk melihat pada tingkat harga berapa dan volume produksi berapa usahatani tersebut balik modal. Untuk menghitung BEP volume produksi adalah total biaya
dibagi dengan harga jual. Untuk menghitung BEP harga produksi adalah total biaya dibagi dengan jumlah produksi.
2.3 Kerangka Pemikiran