Kejadian Relaps Penderita Sindrom Nefrotik pada Anak Tahun 2011-2012 di RSUP H. Adam Malik Medan

(1)

MASTER DATA

No Jenis Kelamin Usia Kejadian Relaps Proteinuria

1 Perempuan 1-4 tahun Relaps Jarang +++

2 Laki-laki 5-8 tahun Tidak Relaps +

3 Laki-laki 1-4 tahun Tidak Relaps +++

4 Laki-laki 9-12 tahun Tidak Relaps +

5 Perempuan 1-4 tahun Tidak Relaps ++

6 Laki-laki 13-16 tahun Relaps Jarang +++

7 Laki-laki 9-12 tahun Tidak Relaps +++

8 Perempuan 1-4 tahun Relaps Sering +++

9 Laki-laki 13-16 tahun Tidak Relaps +

10 Laki-laki 13-16 tahun Relaps Sering +++

11 Laki-laki 9-12 tahun Relaps Jarang ++++

12 Perempuan 1-4 tahun Relaps Jarang ++++

13 Perempuan 5-8 tahun Tidak Relaps ++

14 Perempuan 13-16 tahun Dependen Steroid ++++

15 Laki-laki 1-4 tahun Relaps Sering +++

16 Laki-laki 9-12 tahun Relaps Jarang +++

17 Laki-laki 1-4 tahun Relaps Sering +++

18 Perempuan 5-8 tahun Tidak Relaps ++

19 Laki-laki 9-12 tahun Relaps Sering ++++

20 Laki-laki 1-4 tahun Relaps Jarang ++++

21 Laki-laki 13-16 tahun Dependen Steroid ++++

22 Perempuan 5-8 tahun Dependen Steroid ++++

23 Laki-laki 1-4 tahun Tidak Relaps ++

24 Laki-laki 13-16 tahun Tidak Relaps +++


(2)

Frequency Table

Kelamin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Perempuan 8 32.0 32.0 32.0

Laki-laki 17 68.0 68.0 100.0

Total 25 100.0 100.0

Usia

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1-4 tahun 9 36.0 36.0 36.0

5-8 tahun 5 20.0 20.0 56.0

9-12 tahun 5 20.0 20.0 76.0

13-16 tahun 6 24.0 24.0 100.0

Total 25 100.0 100.0

Relaps

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Relaps Jarang 6 24.0 24.0 24.0

Relaps Sering 5 20.0 20.0 44.0

Dependen Steroid 4 16.0 16.0 60.0

Tidak Relaps 10 40.0 40.0 100.0

Total 25 100.0 100.0

Proteinuria

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid + 3 12.0 12.0 12.0

++ 4 16.0 16.0 28.0

+++ 10 40.0 40.0 68.0


(3)

Crosstabs

Kelamin * Relaps Crosstabulation Relaps

Total RelapsJarang Relaps Sering

Dependen

Steroid Tidak Relaps

Kelamin Perempuan Count 2 1 2 3 8

% of Total 8.0% 4.0% 8.0% 12.0% 32.0%

Laki-laki Count 4 4 2 7 17

% of Total 16.0% 16.0% 8.0% 28.0% 68.0%

Total Count 6 5 4 10 25


(4)

(5)

(6)

DAFTAR PUSTAKA

Alatas H, Tambunan T, Trihono P, Pardede SO., 2005. Prosiding dari Konsensus Tata Laksana Sindrom Nefrotik Idiopatik pada Anak; Jakarta; Indonesia. Behrman, R.E. MD, dkk., 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Volume 3 Edisi 15.

Jakarta: EGC.

Betz, Cecily L dan Sowden, Linda L., 2002. Keperawatan Pediatrik, Edisi 3,EGC : Jakarta.

Betz, Cecily Lynn., 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 5. Jakarta: EGC. Constantinescu AR, Shah HB, Foote EF, Weiss LS. Predicting first-year relaps in

children with nephrotic syndrome. Pediatrics 2000; 105:492-5.

Damanik MP., 1992 Pola Penyakit Ginjal pada Anak di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Berita Kedokteran Masyarakat.;8: 116-23.

Hidayat, A. Aziz Alimul., 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika.

Hodson EM, Willis NS, Craig JC., 2000. Incidence of nephrotic syndrome in children in Australia. Seventh Asian Congress of Pediatric Nephrology, Singapura.

Hogg RJ, Portman RJ, Milliner D, Lemley KV, Eddy A,Ingelfinger J., 2000. Evaluation and management of proteinuria and nephrotic syndrome in children: recommendations from a Pediatric Nephrology Panel established at the National Kidney Foundation Conference on Proteinuria, Albuminuria, Risk, Assesment, Detection, and Elimination (PARADE).


(7)

Ngastiyah. 2005., Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC.

Rauf, Syarifuddin., 2002, Catatan Kuliah Nefrologi Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, FK UH : Makssar.

Toltzis P, Jacobs MR., Sep 2005. The epidemiology of childhood pneumococcal disease in the United States in the era of conjugate vaccine use. Infect Dis Clin North Am.;19(3):629-45.


(8)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

Struktur 3.1.1.

Kerangka konsep gambaran kejadian relaps pada penderita sindroma nefrotik.

3.2. Definisi Operasional

a.

glomerulonefritis (GN) ditandai dengan edema anasarka, poteinuria massif > 3,5 gr/hari, hipoalbuminemia < 3,5 gr/dl, hiperkolesterolemia dan lipiduria. Pada proses awal atau SN ringan untuk menegakkan diagnosis yang ditandai dengan sembab/edema, penambahan berat badan, gangguan gastrointestinal seperti diare, nafsu makan berkurang dan hepatomegali disebabkan sintesis albumin yang meningkat.

Kejadian Relaps pada penderita sindrom nefrotik

1. Usia

2. Jenis kelamin 3. Etiologi


(9)

Tabel 3.1.1. Definisi Operasional NO VARIABEL DEFINISI

OPERASIONAL CARA UKUR ALAT UKUR HASIL UKUR SKALA

1 Usia Jumlah tahun hidup pasien penderita sindroma nefrotik sejak lahir sampai ulangtahun terakhir yang sesuai dengan rekam medis. Perhitungan Berdasarkan kalendar Masehi dan dibagi menurut kelompok umur. Analisis data sekunder rekam medis Rekam medis Pembagian Ch. Buhler, seorang ahli psikologi, dalam bukunya Practische Kinder Psychologie, 1949 mengemukakan masa perkembangan anak sebagai berikut:

- 0-1 tahun - 2-4 tahun - 5-8 tahun - 9-13 tahun - 14-19 tahun

Interval

2 Jenis kelamin

Laki-laki dan perempuan sesuai dengan yang tertulis di rekam medis. Analisis data sekunder Rekam medis Rekam medis -Pria -Wanita Nominal


(10)

tersering

kejadian relaps pada anak yang menderita sindroma nefrotik data sekunder rekam medis

medis nefrotik primer terjadi kerana kelainan pada glomerulus. -Sindrom nefrotik sekunder a. Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom Alport, miksedema.

b. Infeksi : hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptokokus, AIDS.

c. Toksin dan alergen: logam


(11)

bermediasi imunologik: lupus

eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schönlein, sarkoidosis. e.Neoplasma : tumor paru, penyakit

Hodgkin, tumor gastrointestinal.


(12)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif untuk melihat kejadian relaps pada anak di RSUP.Haji Adam Malik Medan tahun 2011 hingga 2012. Pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini adalah studi cross sectional retrospektif.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian 4.2.1. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan dengan mengambil data rekam medis di departmen Nefrologi di RSUP Haji Adam Malik Medan. Pemilihan lokasi penelitian dengan pertimbangan bahwa belum dilakukan penelitian sebelumnya dan merupakan daerah yang mudah dijangkau sehingga memudahkan peneliti dalam pengumpulan data.

4.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian berlangsung dari bulan Januari 2011 hingga bulan Desember 2012.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi Penelitian


(13)

penelitian adalah merupakan sampel karena perlu didapatkan jumlah secara keseluruhan penderita sindroma nefrotik.

4.3.2. Kriteria Insklusi

Dari kriteria inklusi, yang diambil sebagai data adalah penderita yang sudah didiagnosis sindroma nefrotik dan terjadinya relaps pada anak berusia 0-18 tahun yang dirawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2011 hingga 2012.

4.3.3. Kriteria Eksklusi

Dari kriteria eksklusi, yang tidak diambil sebagai data adalah data yang sudah memenuhi kriteria insklusi namun memiliki ketidaklengkapan dalam informasi pasien dalam rekam medis.

4.4. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis data sekunder. Data sekunder penelitian ini adalah anak yang relaps sindrom nefrotik yang diperoleh melalui data rekam medik dari RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2011 hingga 2012.

Sebelum data diambil, peneliti mengajukan surat izin penelitian dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara kepada Direktur RSUP Haji Adam Malik Medan. Kemudian menggunakan rekam medis RSUP Haji Adam Malik Medan dalam pengambilan data sindrom nefrotik pada tahun 2011 sampai 2012. Setelah itu, lihat data anak yang mengalami sindrom nefrotik tersebut dan isi lembaran check list yang sesuai dengan data yang dibutuhkan. Setelah selesai, peneliti akan mendapatkan surat selesai penelitian dari RSUP Haji Adam Malik Medan.


(14)

4.5. Metode Analisis Data

Semua data yang terkumpul disusun dalam bentuk tabel distribusi. Data yang diperoleh di analisis secara statistic dengan program komputer Windows Statistic Package For Social Science (SPSS).

Analisa data dilakukan secara deskriptif dengan melihat presentase data yang telah terkumpul dan disajikan ke dalam tabel distribusi frekuensi:

1. Editing

Dilakukan pemeriksaan kelengkapan data-data yang telah terkumpul. Bila terdapat kekurangan dalam pengumpulan data akan diperbaiki dengan baik.

2. Coding

Data yang telah terkumpul dikoreksi ketepatan dan kelengkapannya kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah dengan komputer.

3. Entry

Data yang telah dibersihkan kemudian dimasukkan kedalam program komputer.

4.Cleaning

Pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan kedalam komputer guna menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukan data.

5. Saving


(15)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik Medan dinamakan rumah sakit kelas A pada tahun 1990 sesuai dengan Menkes No. 335/ Menkes / SK/VII/1990. Namun, nama rumah sakit ini mengalami perubahan yang pada mulanya bernama Rumah Sakit Umum Kelas A di Medan menjadi Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik. Pada tahun 1991 pula ia dijadikan sebagai Rumah Sakit Pendidikan sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.502/ Menkes/ IX / 1991 tanggal 6 September 1991 dan secara resmi pusat pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dipindahkan ke RSUP H. Adam Malik pada tanggal 11 Januari 1993.

5.1.2 Deskripsi Karekteristik Penderita SN

Total keseluruhan anak yang menderita Sindrom Nefrotik pada tahun 2011-2012 di RSUP H. Adam Malik adalah 44 orang. Sebanyak 25 orang anak yang menderita SN telah diambil datanya dengan membuka rekam medis mereka. Semua penderita telah memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi penelitian.


(16)

5.1.2.1 Jenis Kelamin

Gambar 5.1: Jenis Kelamin Penderita SN

Berdasarkan hasil penelitian pada Gambar 5.1 terlihat, dari 25 penderita laki-laki sebanyak 17 orang yaitu 68% dari keseluruhan penderita sedangkan perempuan sebanyak 8 orang yaitu 32% dari keseluruhan penderita. Dengan demikian, mayoritas anak yang menderita SN adalah laki-laki yaitu 17 orang atau 68%.

Karakteristik Jenis Kelamin

32%

68% Laki-laki


(17)

5.1.2.2 Usia

Table 5.2 : Kelompok usia penderita SN

Usia (tahun) Frekuensi (n) Persentase (%)

1 - 4 9 36

5 - 8 5 20

9 - 12 5 20

13 - 16 6 24

Total 25 100

Berdasarkan hasil penelitian pada Table 5.2 terlihat, dari 25 penderita 9 orang yaitu 36% berusia antara 1-4 tahun. Sebanyak 5 penderita yaitu 20% berusia antara 5-8 tahun. Sebanyak 5 penderita yaitu 20% berusia antara 9-12 tahun dan 6 penderita yaitu 16% berusia 13-16 tahun. Dengan demikian, mayoritas anak yang menderita SN berusia antara 1-4 tahun yaitu 9 orang atau 36%.

5.1.2.3. Kejadian Relaps

Tabel 5.3: Kejadian Relaps pada Penderita SN

Kejadian relaps Frekuensi (n) Persentase (%)

Relaps jarang 6 24

Relaps sering 5 20

Dependen steroid 4 16

Tidak relaps 10 40

Total 25 100

Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 5.3 terlihat, dari 25 orang penderita 6 orang yaitu 24% mengalami relaps jarang. Sebanyak 5 orang yaitu 20% mengalami relaps sering. Sebanyak 4 orang atau 16% mengalami relaps dependen steroid dan 10 orang tidak mengalami relaps yaitu 40%. Dengan demikian, mayoritas penderita mengalami relaps yaitu relaps jarang. Relaps jarang


(18)

dan relaps sering paling banyak terjadi pada anak yang berusia 1- 4 tahun. Demikian pula, relaps dependen steroid paling banyak terjadi pada anak yang berusia 13-16 tahun.

5.1.2.4 Gejala klinis

Gambar 5.4 : Gejala klinis penderita SN

Berdasarkan hasil penelitian pada Gambar 5.4 terlihat, dari 25 penderita 13 orang yaitu 52% mengalami gejala klinis edema. Sebanyak 6 orang atau 24% mengalami gejala klinis demam. Sebanyak 3 orang atau 12% mengalami gejala klinis pucat, dan 3 orang yaitu 12% mengalami batuk. Dengan demikian, mayoritas penderita mengalami edema yaitu 13 orang atau 52%.

Edema 52% Demam

24% Pucat

12%

Batuk 12%

Gejala klinis

Edema

demam

pucat


(19)

5.1.2.6 Kadar Proteinuria

Tabel 5.6 Kadar Proteinuria

Kadar Proteinuria Frekuensi(n) Persentase (%)

+ 3 12

++ 4 16

+++ 10 40

++++ 8 32

Total 25 100

Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 5.6 Kadar Proteinuria terlihat, dari 25 penderita kadar proteinuria ≤ + 3 sebanyak 17 penderita dan > + 3 sebanyak 8 penderita. Terdapat sekitar 8 penderita atau 32% yang mempunyai kadar protein tertinggi (++++) dan 3 penderita yaitu 12% mempunyai kadar protein (+). Disini juga dapat dilihat bahwa kadar proteinuria (+++) adalah terbanyak ditemukan di penderita SN yaitu 10 orang atau 40%.

5.2 Pembahasan

Di dalam pembahasan ini akan difokuskan hal-hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian dilakukan yaitu untuk mengetahui jumlah kejadian relaps pada penderita sindrom nefrotik pada anak tahun 2011-2012 di RSUP H. Adam Malik, Medan.

Dari hasil yang diperoleh, sebanyak 44 anak yang menderita SN dari tahun 2011-2012 hanya 25 orang yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Jenis kelamin pasien menunjukkan bahwa laki-laki sebanyak 17 orang yaitu 68% daripada keseluruhan penderita. Sementara perempuan sebanyak 8 orang yaitu 32% daripada keseluruhan penderita. Setelah dianalisa laki-laki lebih banyak menderita sindroma nefrotik dibandingkan perempuan. Hal ini sesuai dengan penelitian Constantinescu dkk (2000) yang menyebutkan bahwa perbandingan laki-laki : perempuan = 2 : 1. Dari penelitian Danamik (1997) untuk melihat distribusi penderita SN yang datang berobat di bagian anak RSUP Dr. Sardjito di Yogyakarta selama 10 tahun (1986-1995) didapatkan hasil sejumlah 129 penderita


(20)

baru SN primer dari 580 anak dengan penyakit ginjal. Penderita laki-laki lebih banyak daripada perempuan yaitu 74.4% dan perempuan 25.6% (rasio 2,9 : 1). Dari penelitian ini dapat terlihat rasio SN pada jenis kelamin tidak berbeda jauh antara Indonesia dan negara lain.

Berdasarkan kelompok usia penderita yang paling tinggi adalah 1-4 tahun yaitu sebanyak 9 orang atau 36%. Sebanyak 5 orang yaitu 20% berusia antara 5-8 tahun dan 9-12 tahun. Sebanyak 6 orang penderita yang berusia antara 13-16 tahun yaitu 16%. Berdasarkan dari penelitian berbagai negara, didapatkan insidensi sebesar 2-4 kasus setiap 100.000 populasi per tahun, banyak yang berusia 3 tahun. Hal ini memperkuat hasil penelitian. Di Devisi Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD/RSHS telah dirawat 129 (53,5%) pasien SN dari 241 kasus seluruh penyakit ginjal, antara Januari 1995 hingga Juni 1999, rerata usia 6 tahun 4 bulan. Hal ini bertentangan dengan hasil yang diperoleh kerna kelompok usia yang paling tinggi menurut penelitian ini adalah anak dari usia 1-4 tahun.

Berdasarkan hasil penelitian edema adalah yang paling tinggi dialami penderita yaitu 13 orang atau 52%. Edema biasanya bervariasi dari bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan sekitar mata (periorbital) dan berlanjut ke abdomen daerah genitalia dan ekstermitas bawah. Kemudian diikuti dengan gejala klinis yang lain seperti demam, pucat dan batuk. Hal ini sesuai dengan penelitian Betz & Cecily, (2002) yang menyebut bahwa manifestasi klinis SN yang utama adalah edema. SN adalah kumpulan gejala klinis yang timbul dari kehilangan protein kerna kerusakan glomerulus yang diinfus (Luckmans, 1996). SN adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuanemia dan hiperkolestrolemia


(21)

kadang-Keluarnya cairan keruang interstitial menyebabkan edema diakibatkan pergeseran cairan (Silvia, 1995).

Berdasarkan hasil penelitian mayoritas penderita mengalami kejadian relaps yaitu 15 orang atau 60%. Sebanyak 6 orang penderita SN mengalami relaps jarang yaitu 24%. Sebanyak 5 orang penderita mengalami relaps sering yaitu 20%. Sebanyak 4 orang penderita mengalami relaps dependen steroid dan yang tidak mengalami relaps 10 orang yaitu 40%. Hal ini sesuai dengan penelitian Hogg et al, (2000) yang menyebutkan risiko relaps sebesar 60-75% dengan kemungkinan menjadi relaps frekuen atau relaps tidak frekuen. Anderson melaporkan bahwa jenis kelami laki-laki dan usia onset muda berhubungan dengan resiko terjadinya relaps sering atau dependen steroid pada anak. Malah Fletcher pada tahun 2004 melaporkan waktu terjadinya relaps lebih rendah pada SNDS dan SNRF. Demikian pula Nanjundaswamy HN pada tahun 2002 melaporkan 90% penderita SNSS, penderita SNSS disebut 40% penderita menjadi SNRF dan SNDS. Tetapi ISKDC pada tahun 1982 pernah melaporkan bahwa tidak ada hubungan antara waktu terjadinya relaps dan frekuensi relaps.

SN adalah status klinis yang ditandai dengan peningkatan permiabilitas membran glomerulus terhadap protein yang mengakibatkan kehilangan protein urinaris yang massif (Donna L. Wong, 2004). Kelainan yang terjadi pada SN yang paling utama adalah proteinuria sedangakan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Kelainan ini disebabkan oleh kerna kenaikan permibialitas dinding kapiler glomerulus yang sebabnya belum diketahui yang terkait dengan hilangnya muatan negative gliko protein dalam dinding kapiler. Pada SN keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan protein yang sebelumnya terjadi filtrasi protein didalam tubulus terlalu banyak akibat dari kebocoran glomerulus dan akhirnya disekresikan dalam urin (Husein, 2002). Berdasarkan hasil kadar proteinuria terlihat, dari 25 penderita kadar proteinuria ≥ + 3 dialami sebanyak 17 penderita dan < + 3 sebanyak 8 penderita. Terdapat sekitar 8 penderita atau 32% yang mempunyai kadar protein tertinggi (++++) dan 3 penderita yaitu 12% mempunyai kadar protein (+). Disini juga dapat dilihat bahwa kadar proteinuria (+++) adalah terbanyak ditemukan pada penderita SN yaitu 10


(22)

orang atau 40%. Penyebab proteinuria SN adalah adanya gangguan sirkulasi protein, peningkatan permiabilitas glomerulus dan berkurangnya reabsorbsi tubulus.


(23)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai kejadian relaps penderita sindrom nefrotik pada anak tahun 2011-2012 di RSUP H. Adam Malik Medan., diperoleh kesimpulan :

1. Proporsi terbanyak penderita sindrom nefrotik pada anak berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahawa laki-laki sebanyak 17 orang yaitu 68%. Sementara perempuan sebanyak 8 orang yaitu 42% daripada keseluruhan penderita.

2. Proporsi terbanyak penderita sindrom nefrotik pada anak berdasarkan kelompok usia paling tinggi adalah 1-4 tahun yaitu sebanyak 9 orang atau 36%. Sementara sebanyak 5 orang yaitu 20% penderita berusia 5-8 tahun dan 9-12 tahun masing-masing. Diikuti dengan 6 penderita berusia 13-16 tahun yaitu 16%.

3. Proporsi terbanyak penderita sindrom nefrotik pada anak berdasarkan gejala klinis adalah edema yaitu sebanyak 13 orang atau 53%. Sebanyak 6 penderita yaitu 24% mengalami gejala klinis demam. Diikuti dengan gejala klinis batuk dan pucat yaitu masing-masing sebanyak 3 orang atau 12%.

4. Proporsi terbanyak kadar protein pada air kemih penderita adalah 3+ yaitu sebanyak 10 orang atau 40%. Kadar protein 1+ sebanyak 3 orang yaitu 12%, 2+ sebanyak 4 orang dan 4+ sebanyak 8 orang yaitu 32%.

5. Proporsi terbanyak kejadian relaps adalah relaps jarang yaitu 6 orang atau 24%, diikuti dengan relaps sering sebanyak 5 orang yaitu 20% dan relaps dependen steroid dialami oleh 4 orang yaitu 16%. Sebanyak 10 orang penderita tidak mengalami relaps yaitu 40%.


(24)

6.2. Saran

Saran yang dapat peneliti sampaikan pada karya tulis ilmiah ini adalah : 1. Bagi Tenaga Kesehatan

Agar meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan melengkapi sistem pencatatan pasien. Edukasi pasien tentang sindrom nefrotik dengan lebih rinci. Menyarankan obat yang mempertahankan remisi kepada pasien. 2. Bagi Pasien

Bagi pasien bila terjadi tanda-tanda SN sebaiknya segera periksa ke pelayanan kesehatan terdekat agar tidak terjadi komplikasi. Pasien juga harus menjalani gaya hidup sehat, makan obat secara teratur dan kontrol secara teratur ke rumah sakit.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil dari penelitian ini agar dapat digunakan sebagai bahan masukan keperpustakaan di Bidang Pendidikan Universitas Sumatera Utara, dan dapat dijadikan bahan penelitian selanjutnya. Dari hasil penelitian ini, terbukti bahwa pasien yang menderita SN mempunyai resiko besar untuk mengalami relaps.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya semoga penelitian ini dapat dijadikan pedoman dan bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian yang sama agar dapat menambah jumlah sampel penelitian.


(25)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Relaps

2.1 Definisi Relaps

Relaps bebas penyakit atau relaps adalah proteinuria ≥ 2+ (proteinuria) ≥ 40 mg/ m² LPB/ jam) setelah respon awal kurang dari 4× per tahun pengamatan (Nizar MD, 2013).

2.2 Definisi Sindrom Nefrotik

Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (Ngastiyah, 1997).

Sindrom ini dapat terjadi karena adanya faktor yang menyebabkan premeabilitas glomerulus (Hidayat & Aziz A., 2006).

Penyakit ini terjadi tiba-tiba, terutama pada anak-anak. Biasanya berupa oliguria dengan urin berwarna gelap, atau urin yang kental akibat proteinuria berat (Mansjoer Arif, et al., 1999).

Terdapat beberapa definisi terkait dengan SN. Remisi adalah proteinuria negatif atau trace proteinuria < 4mg/m² LPB/ jam) selama 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu. Relaps adalah proteinuria ≥ 2+ (proteinuria) ≥ 40 mg/ m² LPB/ jam) setelah respon awal kurang dari 4× per tahun pengamatan. Relaps sering (relaps frekuen) adalah relaps ≥ 2× dalam 6 bulan pertama setelah respon awal atau ≥ 4× dalam periode 1 tahun. Dependen steroid adalah relaps 2× berurutan pada saat dosis steroid diturunkan (alternating) atau dalam 14 hari pengobatan dihentikan. Resisten steroid didefinisikan sebagai tidak terjadinya remisi pada pengobatan prednison dosis penuh ( full dose ) 2 mg/kgBB/hari selama 4 minggu. Sensitif steroid adalah remisi terjadi pada pemberian prednison dosis penuh selama 4 minggu (Nizar MD, 2013).

2.3. Anatomi Ginjal


(26)

yang tampak halus akan tetapi kuat. Lapisan ini menyelubungi ginjal dengan sangat ketat, tetapi dapat terbuka dengan mudah. Di bawah lapisan tersebut maka dapat terlihat ginjal dengan permukaannya yang halus dan berwarna merah tua. Di tengah-tengah ginjal terdapat rongga yang disebut sinus; rongga tersebut juga terlapisi oleh hilum (Gray, 1995).

Segala benda seperti pembuluh darah dan duktus ekskretorik akan memasuki ginjal melalui fisura tersebut. Duktus ekskretorik ginjal, ureter setelah masuk ke dalam ginjal akan melebar seperti sebuah kerucut, struktur ini dinamakan pelvis. Pelvis akan bercabang menjadi dua atau tiga percabangan yang akan memisah lagi yang disebut dengan calices atau infundibula; semua struktur tersebut berada di dalam rongga ginjal (Gray, 1995).

Bagian korteks dari ginjal berwarna merah muda, lunak, granular, dan mudah terlaserasi. Bagian yang memisah sisi-sisi dari dua piramid dimana arteri dan nervus masuk, dan dimana vena dan kelenjar limfe keluar dari ginjal disebut cortical coloumn atau columna Bertini; sementara porsi yang menghubungkan antara satu cortical coloumn dengan yang lainnya disebut cortical arch dengan kedalaman yang bervariasi dari 0,8-1,3 cm (Gray, 1995).

Bagian medulla dari ginjal, seperti yang telah ditulis sebelumnya, berwarna merah, striated, dan memiliki massa berbentuk kerucut, pyramids of Malpighi; jumlahnya bervariasi dari 8-18 bergantung pada pembentukan lobus organ pada masa embrional (Gray, 1995).

Tubuli uriniferi yang membentuk sebagian besar dari ginjal mulai dari korteks ginjal, lalu membentuk suatu sirkuit melalui korteks dan medulla, dan akhirnya berakhir di apeks Malpighian pyramids dimana cairan yang berada di


(27)

gumpalan pembuluh darah, Malphigian tuft; dan suatu membran pembungkus, Malphigian capsule, atau capsule of Bowman (Gray, 1995).

Tubuli uriniferi yang bermula pada Malphigian bodies dalam perjalanannya melewati korteks dan medulla dari ginjal. Setelah melewati Malphigian capsule akan ada suatu penyempitan yang disebut neck atau leher dari tubulus tersebut. Setelah itu maka tubulus akan berbelit pada bagian korteks membentuk proximal convoluted tubule. Dalam perjalanannya ke daerah medulla tubulus membentuk suatu spiral yang disebut spiral tube of Schachowa. Pada daerah medulla, tubulus tiba-tiba mengecil dan melandai ke dalam piramid dengan kedalaman yang bervariasi membentuk descending limb of Henle’ s loop; lalu tubulus akan melengkung naik (loop of Henle), membesar membentuk ascending limb of Henle’ s loop dan kembali memasuki ke korteks. Ascending limb of Henle lalu membentuk distal convoluted tubule yang menyerupai proximal convoluted tubule; ini akan berakhir dengan suatu lengkungan yang memasuki collecting tube (Gray, 1995).

2.4. Fisiologi Ginjal

Telah diketahui bahwa ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang sangat penting melalui ultrafiltrat yang terbentuk dalam glomerulus. Terbentuknya ultrafiltrat ini sangat dipengaruhi oleh sirkulasi ginjal yang mendapat darah 20% dari seluruh cardiac output (Rauf, 2002).

2.4.1.Faal Glomerolus

Fungsi terpenting dari glomerolus adalah membentuk ultrafiltrat yang dapat masuk ke tubulus akibat tekanan hidrostatik kapiler yang lebih besar dibanding tekanan hidrostatik intra kapiler dan tekanan koloid osmotik. Volume ultrafiltrat tiap menit per luas permukaan tubuh disebut glomerula filtration rate (GFR). GFR normal dewasa : 120 cc/menit/1,73 m2 (luas pemukaan tubuh). GFR normal umur 2-12 tahun : 30-90 cc/menit/luas permukaan tubuh anak (Rauf, 2002).


(28)

2.4.2. Faal Tubulus

Fungsi utama dari tubulus adalah melakukan reabsorbsi dan sekresi dari zat-zat yang ada dalam ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Sebagaimana diketahui, GFR : 120 ml / menit / 1,73 m2, sedangkan yang direabsorbsi hanya 100 ml / menit, sehingga yang diekskresi hanya 1 ml / menit dalam bentuk urin atau dalam sehari 1440 ml (urin dewasa) (Rauf, 2002).

Pada anak-anak jumlah urin dalam 24 jam lebih kurang dan sesuai dengan umur : (Rauf, 2002).

a) 1-2 hari : 30-60 ml b) 3-10 hari : 100-300 ml c) 10 hari-2 bulan : 250-450 ml d) 2 bulan-1 tahun : 400-500 ml e) 1-3 tahun : 500-600 ml f ) 3-5 tahun : 600-700 ml g) 5-8 tahun : 650-800 ml h) 8-14 tahun : 800-1400 ml

2.4.3. Faal Tubulus Proksimal

Tubulus proksimal merupakan bagian nefron yang paling banyak melakukan reabsorbsi yaitu ± 60-80 % dari ultrafiltrat yang terbentuk di


(29)

2.4.4. Faal loop of henle

Loop of henle yang terdiri atas decending thick limb, thin limb dan ascending thick limb itu berfungsi untuk membuat cairan intratubuler lebih hipotonik (Rauf, 2002).

2.4.5. Faal tubulus distalis dan duktus koligentes

Mengatur keseimbangan asam basa dan keseimbangan elektrolit dengan cara reabsorbsi Na dan H2O dan ekskresi Na, K, Amonium dan ion hidrogen. (Rauf, 2002).

2.5. Etiologi

Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen – antibodi. Umumnya etiologi dibagi menurut (Mansjoer Arif, et al., 1999), yaitu:

2.5.1. Sindrom nefrotik bawaan

Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten terhadap semua pengobatan. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya (Mansjoer Arif, et al., 1999). 2.5.2. Sindrom nefrotik sekunder

Disebabkan oleh :

• Malaria kuartana atau parasit lainnya.

• Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.

• Glumerulonefritis akut atau kronik,

• Trombosis vena renalis.

• Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, air raksa.

• Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif hipokomplementemik (Mansjoer Arif, et al., 1999).


(30)

Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindrom nefrotik primer. Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dgn pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churk dkk membaginya menjadi : (Mansjoer Arif, et al., 1999).

a. Kelainan minimal

Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel epitel berpadu. Dengan cara imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG pada dinding kapiler glomerulus (Mansjoer Arif, et al., 1999).

2.5.3.1. Glomerulus Membranosa (Nefropati Membranosa)

Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa proliferasi sel (Mansjoer Arif, et al., 1999).

2.5.3.2. Glomerulonefritis Proliferatif

Glomerulonefritis proliferatif esudatif difus. Terdapat proliferasi sel mesangial dan infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkakan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat, dengan penebalan batang lobular, terdapat prolefirasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobular, dengan bulan sabit (crescent), didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel sampai kapsular dan viseral (Mansjoer Arif, et al., 1999).

Prognosis buruk, glomerulonefritis membranoproliferatif, proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai membran basalis di mesangium. Titer globulin beta-IC atau beta-IA rendah dan lain-lain perubahan proliferasi yang tidak khas (Mansjoer Arif, et al., 1999).


(31)

dilampui, meski telah berusaha ditingkatkan, terjadi hipoalbuminemia. Hal ini menyebabkan retensi garam dan air (Mansjoer Arif, et al., 1999).

Menurunnya tekanan osmotik menyebabkan edema generalisata akibat cairan yang berpindah dari sistem vaskuler kedalam ruang cairan ekstra seluler. Penurunan sirkulasi volume darah mengaktifkan sistem imun angiotensin, menyebabkan retensi natrium dan edema lebih lanjut (Mansjoer Arif, et al., 1999).

Hilangnya protein dalam serum menstimulasi sintesis lipoprotein di hati dan peningkatan konsentrasi lemak dalam darah (hiperlipidemia) (Mansjoer Arif, et al., 1999).

Menurunnya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan karena hipoalbuminemia, hiperlipidemia atau defisiensi seng (Mansjoer Arif, et al., 1999).

Sindrom nefrotik (SN) dapat terjadi dihampir setiap penyakit renal intrinsik atau sistemik yang mempengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit ini dianggap menyerang anak-anak, namun sindrom nefrotik juga terjadi pada orang dewasa termasuk lansia (Mansjoer Arif, et al., 1999).

2.7. Gejala klinis

Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya bervariasi dari bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital) dan berlanjut ke abdomen daerah genitalia dan ekstermitas bawah (Betz & Cecily L., 2002).

a. Edema.

b. Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa c.Pucat

d.Hematuri

e. Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus.

f. Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan keletihan umumnya terjadi.


(32)

g.Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang) (Betz & Cecily L., 2002).

2.8. Komplikasi

1. Infeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat hipoalbuminemia.

2. Shock : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 gram/100ml) yang menyebabkan hipovolemia berat sehingga menyebabkan shock.

3. Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga terjadi peninggian fibrinogen plasma.

4

.

Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal (Rauf, 2002).

2.9. Penatalaksanaan

2.9.1. Penatalaksanaan Medis

Pengobatan sindrom nefrotik hanya bersifat simptomatik, untuk mengurangi atau menghilangkan proteinuria dan memperbaiki keadaan hipoalbuminemia mencegah dan mengatasi komplikasinya, yaitu:

a. Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang lebih 1 gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dan menghindari makanan yang diasinkan. Diet protein 2-3 gram/kgBB/hari. b. Makanan yang mengandung protein tinggi sebanyak 3 – 4 gram/kgBB/hari,


(33)

d. Dengan antibiotik bila ada infeksi. e. Diuretikum

f. Kortikosteroid

International Cooperative Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) mengajukan cara pengobatan sebagai berikut :

1) Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari/luas permukaan badan (lpb) dengan maksimum 80 mg/hari.

2) Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan dosis 40 mg/hari/lpb, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis maksimum 60 mg/hari. Bila terdapat respons, maka pengobatan ini dilanjutkan secara intermitten selama 4 minggu.

3) Tapering-off : prednison berangsur-angsur diturunkan, tiap minggu: 30 mg, 20 mg, 10 mg sampai akhirnya dihentikan.

4) Lain-lain

Pungsi asites, pungsi hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital. Bila ada gagal jantung, diberikan digitalis (Behrman, 2000).

2.9.2. Penatalaksanaan Keperawatan

Pasien sindrom nefrotik perlu dirawat di rumah sakit, karena memerlukan pengawasan dan pengobatan yang khusus. Masalah pasien yang perlu diperhatikan adalah edema yang berat (anasarka), diet, resiko komplikasi, pengawasan mengenai pengobatan atau gangguan rasa aman dan nyaman, dan kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit pasien.

Pasien sindrom nefrotik dengan anasarka perlu istirahat di tempat tidur, karena dengan keadaan edema yang berat menyebabkan pasien kehilangan kemampuannya untuk bergerak. Selama edema masih berat semua keperluan harus ditolong di atas tempat tidur.


(34)

a. Baringkan pasien setengah duduk, karena adanya cairan di rongga thoraks akan menyebabkan sesak nafas.

b. Berikan alas bantal pada kedua kakinya sampai pada tumit (bantal diletakkan memanjang, karena jika bantal melintang maka ujung kaki akan lebih rendah dan akan menyebabkan edema hebat).

c. Bila pasien seorang anak laki-laki, berikan ganjal dibawah skrotum untuk mencegah pembengkakan skrotum karena tergantung (pernah terjadi keadaan skrotum akhirnya pecah dan menjadi penyebab kematian pasien). Bila edema telah berkurang diperbolehkan pasien melakukan kegiatan sesuai kemampuannya, tetapi tetap didampingi atau dibantu oleh keluarga atau perawat dan pasien tidak boleh kelelahan. Untuk mengetahui berkurangnya edema pasien perlu ditimbang setiap hari, di ukur lingkar perut pasien. Selain itu perawatan pasien dengan sindroma nefrotik, perlu dilakukan pencatatan masukan dan pengeluaran cairan selama 24 jam. Pada pasien dengan sindroma nefrotik diberikan diet rendah protein yaitu 1,2-2,0 gram/kgBB/hari dan cukup kalori yaitu 35 kal/kgBB/hari serta rendah garam (1 gram/hari). Bentuk makanan disesuaikan dengan keadaan pasien, bisa makanan biasa atau lunak (Ngastiyah, 2005).

Pasien dengan sindrom nefrotik mengalami penurunan daya tahan tubuh yang mengakibatkan mudah terkena infeksi. Komplikasi pada kulit akibat infeksi streptococcus dapat terjadi. Untuk mencegah infeksi tersebut, kebersihan kulit perlu diperhatikan dan alat-alat tenun atau pakaian pasien harus bersih dan kering. Antibiotik diberikan jika ada infeksi, dan diberikan pada waktu yang sama. Jika pasien diperbolehkan pulang, orang tua pasien perlu diberikan penjelasan bagaimana merawat anak yang menderita penyakit sindrom nefrotik. Pasien


(35)

2.10. Pemeriksaan Penunjang 2.10.1. Pemeriksaan Urin

Urinalisis adalah tes pertama kali digunakan dalam diagnosis sindrom nefrotik. Proteinuria nefrotik akan terlihat oleh 3 + atau 4 + pada dipstick bacaan, atau dengan pengujian semi kuantitatif oleh asam sulfosalicylic. Sebuah 3 + merupakan 300 mg/dL dari protein urin atau lebih, yaitu 3 g/ L atau lebih dan dengan demikian dalam kisaran nefrotik. Pemeriksaan dipsticks kimia albumin adalah protein utama yang diuji.

a. Protein urin : > 3,5 gram/1,73 m2 luas permukaan tubuh/hari b. Urinalisa : cast hialin dan granular, hematuria

c. Dipstick urin : positif untuk protein dan darah d. Berat jenis urin : meningkat (normal : 285 mOsmol)

2.10.2. Darah

a. Pada pemeriksaan kimia darah dijumpai: b. Protein total menurun (N : 6,2-8,1 mg/100 ml)

Albumin menurun ( N : 6,2-8,1 mg/ 100 ml). Hal ini disebut sebagai hipoalbumenia (nilai kadar albumin dalam darah < 2,5 gram/ 100 ml). Pada SN ternyata katabolisme protein meningkat akibat katabolisme protein yang terjadi di tubuh ginjal. Peningkatan katabolisme merupakan faktor tambahan terjadinya hipoalbuminemia selain dari protein uria (albuminuria). Pada SN sering pula dijumpai anoreksia akibat edema mukosa usus sehingga intake berkurang yang pada gilirannya dapat menimbulkan hipoproteinemia. Pada umumnya edema anasarka terjadi bila kadar albumin darah < 2 gram/100ml, dan syok hipovolemia terjadi biasanya pada kadar < 1 gram/100ml (Betz, 2002).

c. Pemeriksaan Diagnostik


(36)

2. USG ginjal dan CT Scan ginjal atau IVP menunjukkan pengkisutan ginjal atau pembentukkan jaringan parut yang tidak spesifik pada glomeruli (Betz, 2002).


(37)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Insiden sindrom nefrotik dilaporkan 2-7 anak / 100.000 / tahun, dengan perbandingan laki-laki : perempuan adalah 2 : 1, sindrom nefrotik banyak terjadi pada anak-anak usia 18 bulan sampai 6 tahun. Sembilan puluh persen anak dengan sindrom nefrotik kelainan minimal akan respon terhadap pengobatan dengan prednison yang ditandai dengan berkurangnya proteinuria (Constantinescu et al., 2000).

Sampai saat ini penyakit SN merupakan penyakit ginjal pada anak yang paling banyak terjadi. Insidens pada anak di bawah 16 tahun adalah 1-2 per 100.000 anak, tertinggi pada anak Asia dan Afrika-Amerika. Penelitian pada 251 anak berumur 3-15 tahun dengan SN mendapatkan 85% SN primer dan 15% SN sekunder (Hodson et al., 2000).

Damanik (1992) menemukan 32,26% SN primer dari 6 jenis penyakit ginjal pada anak di Bagian IKA-FK UGM/RSUP Dr. Sardjito di Yogyakarta. Prednison masih merupakan obat utama dalam penatalaksanaan anak dengan sindrom nefrotik. Ada beragam metode dan dosis pemberian kortikosteroid antara lain standarisasi pemberian kortikosteroid yang dibuat oleh International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) (Constantinescu et al., 2000).

Masalah dalam penatalaksanaan anak dengan sindrom nefrotik adalah kejadian relaps yang sering terjadi saat dosis steroid diturunkan pada fase pemeliharaan remisi. Risiko relaps sebesar 60-75% dengan kemungkinan menjadi relaps frekuen (lebih dua kali dalam enam bulan atau lebih empat kali dalam setahun) atau relaps tidak frekuen (kurang dari dua kali dalam enam bulan). Kadang-kadang relaps pada sindrom nefrotik tetap terjadi walaupun terapi dengan prednison dosis inisial diperpanjang. Pada kasus anak dengan sindrom nefrotik yang mengalami relaps, prednison digunakan sampai penderita bebas proteinuria selama tiga hari berturut-turut dalam seminggu (Hogg et al., 2000).


(38)

Sesuai dengan anjuran ISKDC (International Study on Kidney Disease in Children) pengobatan inisial sindrom nefrotik dimulai dengan pemberian prednison dosis penuh (full dose) 60 mg/m² LPB/hari atau 2mg/kgBB/hari (maksimal 80mg/hari), dibagi 3 dosis, untuk menginduksi remisi. Dosis prednison dihitung sesuai dengn berat badan ideal (berat badan terhadap tinggi badan). Prednison dosis penuh inisial diberikan selama 4 minggu. Setelah pemberian steroid 2 minggu pertama, remisi telah terjadi pada 80% kasus, dan remisi mencapai 94% setelah pengobatan steroid 4 minggu. Bila terjadi remisi pada 4 minggu pertama, maka pemberian pemberian steroid dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40 mg/m²LPB/hari (2/3 dosis awal) secara alternating (selang sehari), 1 kali sehari setelah makan pagi. Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh, tidak terjadi remisi, pasien dinyatakan resisten steroid (Alatas et al., 2005).

Penelitian oleh Soliday dkk (1999) pada anak dengan sindrom nefrotik sensitif steroid, penelitian ini terutama memfokuskan masalah fungsional atau klinik dan memerlukan penelitian lebih lanjut tentang masalah kualitas hidup dilihat dari segi psikososial yaitu perilaku terutama pada pemberian steroid jangka panjang. Pada penelitian yang dilakukan secara prospektif dengan melihat perilaku anak setelah pemberian steroid dosis inisial dan dosis tinggi selama relaps didapatkan masalah serius yang berkaitan dengan perilaku cemas, depresi, dan peningkatan agresivitas. Penelitian pada anak dengan sindrom nefrotik resisten steroid tidak dilakukan (Soliday et al., 1999).

Perkembangan data menunjukkan bahwa sindrom nefrotik sensitif steroid tidak dapat lagi disebut penyakit yang jinak karena lebih dari 50 persen penderita


(39)

Berdasarkan uraian diatas perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui kejadian relaps pada pasien dengan sindrom nefrotik supaya sehingga kejadian relaps ini dapat ditangani dengan tepat. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) Medan karena rumah sakit ini merupakan rumah sakit pusat rujukan seluruh lapisan masyarakat, kota Medan khususnya dan Sumatera Utara umumnya.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada penelitian ini adalah berapa banyak kejadian relaps pada penderita sindrom nefrotik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) Medan pada tahun 2011 – 2012.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan umum:

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa banyak kejadian relaps pada penderita sindrom nefrotik tahun 2011-2012 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) Medan.

1.3.2. Tujuan khusus:

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

1. Mengetahui jumlah kasus kejadian relaps pada anak yang menderita sindrom nefrotik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) Medan pada tahun 2011 - 2012.

2. Mengetahui gejala klinis yang sering terjadi pada anak yang menderita sindrom nefrotik di saat pertama datang berobat di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) Medan pada tahun 2011 - 2012. 3. Mengetahui gambaran laboratorium pada anak yang menderita sindrom

nefrotik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) Medan pada tahun 2011 - 2012.


(40)

1.4. Manfaat Penelitian:

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk :

1.4.1. Peneliti:

Penelitian ini diharapkan sebagai sarana untuk melatih berfikir secara logis dan sistematis serta mampu menyelenggarakan suatu penelitian berdasarkan metode yang baik dan benar.

1.4.2. Pendidikan:

Diharapkan dapat memberikan sumbangan berupa informasi mengenai terjadinya relaps pada anak dengan sindrom nefrotik.

1.4.3. Masyarakat:

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang terjadinya relaps pada anak dengan sindrom nefrotik maka dapat diketahui pemberian obat yang mana dapat mempertahankan remisi.


(41)

ABSTRAK

Latar belakang : Sindrom nefrotik merupakan salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak, yang ditandai dengan proteinuria, hipoalbuminemia, edema, dan hiperkolesterolemia. Pengobatan dan peningkatan hasil akhir pada penderita sindroma nefrotik masih menjadi tantangan dalam bidang kedokteran oleh itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kejadian relaps pada penderita sindrom nefrotik.

Tujuan : Untuk meneliti kejadian relaps pada penderita sindrom nefrotik pada anak pada tahun 2011-2012 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM).

Metode penelitian : Dalam penelitian ini, pendekatan deskriptif dengan desain penelitian cross sectional study digunakan. Data penelitian diambil secara retrospektif (sekunder) dari rekam medis yaitu pada tahun 2011-2012 untuk mengetahui kejadian relaps penderita sindroma nefrotik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik. Sampel penelitian adalah semua penderita sindrom nefrotik di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan dari periode 2011-2012. Pengolahan data telah dilakukan dengan menggunakan komputer dengan perisian SPSS (Statistical Package for the Social Sciences) kemudian dianalisa dan hasilnya disajikan dalam bentuk tabel distribusi. Hasil : Jumlah kasus penderita sindrom nefrotik di RSUP. H. Adam Malik dari periode 2011-2012 berjumlah 25 kasus. Proporsi terbanyak penderita sindrom nefrotik berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahawa laki-laki sebanyak 17 orang yaitu 68% daripada keseluruhan penderita SN. Sementara perempuan sebanyak 8 orang yaitu 32% daripada keseluruhan penderita SN dan berdasarkan kelompok usia menunjukkan bahawa kelompok usia yang paling tinggi adalah 1- 4 tahun yaitu sebanyak 9 orang (36%). Berdasarkan hasil penelitian 25 orang (100%) penderita sindroma nefrotik sebanyak 6 orang yaitu 24% telah mengalami relaps jarang dan 5 orang yaitu 20% mengalami relaps sering dan 4 orang mengalami relaps dependen steroid. Sebanyak 10 orang yaitu 40% tidak mengalami relaps.

Kesimpulan dan saran : Pada pihak Rumah Sakit disarankan untuk melengkapi sistem pencatatan yang sudah ada tentang penderita sindroma nefrotik yang dirawat untuk dipergunakan pada penelitian lebih lanjut. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar dan kriteria inklusi serta eksklusi yang lebih ketat.Semua penderita sindroma nefrotik harus segera diperiksa parameter labotarium yang dapat memperburuk sehingga segera dapat dilakukan koreksi untuk mencegah hasil akhir klinis yang lebih buruk.


(42)

ABSTRACT

Background: Nephrotic syndrome is a kidney disease that is often found in

children, characterized by proteinuria, hypoalbuminemia, edema, and hypercholesterolemia.

Objective: To examine the incidence of relapse in patients with nephrotic

syndrome in children in 2011-2012 at Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM).

Method: In this study, a descriptive approach to the design of the study used a

cross-sectional study. The data were taken retrospectively (secondary) of the medical record that in 2011-2012 to determine the incidence of relapse in patients with nephrotic syndrome General Hospital Haji Adam Malik. The samples were all patients with nephrotic syndrome in the ER General Hospital Haji Adam Malik of the period 2011-2012. Data processing was performed using SPSS computer with perisian (Statistical Package for the Social Sciences) then analyzed and the results are presented in tabular form distribution.

Result: The number of case of patients with nephrotic syndrome in hospital. H.

Adam Malik of the period 2011-2012 amounted to 25 cases. Highest proportion of patients with nephrotic syndrome by gender indicate where men were 17 people at 68%. While women were 8 people is 32% rather than the whole patient SN and by age group indicate where the highest age group is 1 to 4 years of the 9 people (36%). Based on the results of 25 people (100%) patients with nephrotic syndrome as many as 6 people is 24% have experienced a relapse rarely and 5 is 20% relapse frequently and 4 relapsing steroid dependent. A total of 10 people, with 40% did not relapse.

Conclussion: For Hospital advised to complement the existing recording system

of nephrotic syndrome patients treated for use in further research. Further research needs to be conducted with a larger sample size and the inclusion and exclusion criteria were more tight. All patients with nephrotic syndrome should be immediately checked the lab parameters that can worsen so that corrections can be done immediately to prevent clinical outcomes worse.


(43)

KEJADIAN RELAPS PENDERITA SINDROM

NEFROTIK PADA ANAK TAHUN 2011-2012 DI RSUP

H. ADAM MALIK

MEDAN.

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh:

PARAMESWARY J A BALAN

100 100 419

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(44)

KEJADIAN RELAPS PENDERITA SINDROM

NEFROTIK PADA ANAK TAHUN 2011-2012 DI RSUP

H. ADAM MALIK

MEDAN.

“Karya tulis ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran”

Oleh :

Parameswary J A BALAN

100 100 419


(45)

ABSTRAK

Latar belakang : Sindrom nefrotik merupakan salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak, yang ditandai dengan proteinuria, hipoalbuminemia, edema, dan hiperkolesterolemia. Pengobatan dan peningkatan hasil akhir pada penderita sindroma nefrotik masih menjadi tantangan dalam bidang kedokteran oleh itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kejadian relaps pada penderita sindrom nefrotik.

Tujuan : Untuk meneliti kejadian relaps pada penderita sindrom nefrotik pada anak pada tahun 2011-2012 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM).

Metode penelitian : Dalam penelitian ini, pendekatan deskriptif dengan desain penelitian cross sectional study digunakan. Data penelitian diambil secara retrospektif (sekunder) dari rekam medis yaitu pada tahun 2011-2012 untuk mengetahui kejadian relaps penderita sindroma nefrotik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik. Sampel penelitian adalah semua penderita sindrom nefrotik di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan dari periode 2011-2012. Pengolahan data telah dilakukan dengan menggunakan komputer dengan perisian SPSS (Statistical Package for the Social Sciences) kemudian dianalisa dan hasilnya disajikan dalam bentuk tabel distribusi. Hasil : Jumlah kasus penderita sindrom nefrotik di RSUP. H. Adam Malik dari periode 2011-2012 berjumlah 25 kasus. Proporsi terbanyak penderita sindrom nefrotik berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahawa laki-laki sebanyak 17 orang yaitu 68% daripada keseluruhan penderita SN. Sementara perempuan sebanyak 8 orang yaitu 32% daripada keseluruhan penderita SN dan berdasarkan kelompok usia menunjukkan bahawa kelompok usia yang paling tinggi adalah 1- 4 tahun yaitu sebanyak 9 orang (36%). Berdasarkan hasil penelitian 25 orang (100%) penderita sindroma nefrotik sebanyak 6 orang yaitu 24% telah mengalami relaps jarang dan 5 orang yaitu 20% mengalami relaps sering dan 4 orang mengalami relaps dependen steroid. Sebanyak 10 orang yaitu 40% tidak mengalami relaps.

Kesimpulan dan saran : Pada pihak Rumah Sakit disarankan untuk melengkapi sistem pencatatan yang sudah ada tentang penderita sindroma nefrotik yang dirawat untuk dipergunakan pada penelitian lebih lanjut. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar dan kriteria inklusi serta eksklusi yang lebih ketat.Semua penderita sindroma nefrotik harus segera diperiksa parameter labotarium yang dapat memperburuk sehingga segera dapat dilakukan koreksi untuk mencegah hasil akhir klinis yang lebih buruk.


(46)

ABSTRACT

Background: Nephrotic syndrome is a kidney disease that is often found in

children, characterized by proteinuria, hypoalbuminemia, edema, and hypercholesterolemia.

Objective: To examine the incidence of relapse in patients with nephrotic

syndrome in children in 2011-2012 at Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM).

Method: In this study, a descriptive approach to the design of the study used a

cross-sectional study. The data were taken retrospectively (secondary) of the medical record that in 2011-2012 to determine the incidence of relapse in patients with nephrotic syndrome General Hospital Haji Adam Malik. The samples were all patients with nephrotic syndrome in the ER General Hospital Haji Adam Malik of the period 2011-2012. Data processing was performed using SPSS computer with perisian (Statistical Package for the Social Sciences) then analyzed and the results are presented in tabular form distribution.

Result: The number of case of patients with nephrotic syndrome in hospital. H.

Adam Malik of the period 2011-2012 amounted to 25 cases. Highest proportion of patients with nephrotic syndrome by gender indicate where men were 17 people at 68%. While women were 8 people is 32% rather than the whole patient SN and by age group indicate where the highest age group is 1 to 4 years of the 9 people (36%). Based on the results of 25 people (100%) patients with nephrotic syndrome as many as 6 people is 24% have experienced a relapse rarely and 5 is 20% relapse frequently and 4 relapsing steroid dependent. A total of 10 people, with 40% did not relapse.

Conclussion: For Hospital advised to complement the existing recording system

of nephrotic syndrome patients treated for use in further research. Further research needs to be conducted with a larger sample size and the inclusion and exclusion criteria were more tight. All patients with nephrotic syndrome should be immediately checked the lab parameters that can worsen so that corrections can be done immediately to prevent clinical outcomes worse.


(47)

KATA PENGANTAR

Penulis bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih karunia-Nya yang telah memelihara dan memampukan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Banyak sekali hambatan dan tantangan yang dialami penulis selama menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Dengan dorongan, bimbingan, dan arahan dari beberapa pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Ucapan jutaan terima kasih ini penulis tujukan kepada kedua orang tua penulis yaitu Bapak Balan dan Ibu Letchumi yang telah memberikan dorongan dan doa restu, baik moral maupun material selama penulis menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada :

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Prof. dr. Gontar A. Siregar, Sp.PD. KGEH atas izin penelitian yang telah diberikan.

2. Pembantu Dekan 1 Prof. Dr. Guslihan Dasa Tjipta, Sp.A (K) atas izin dan bantuan kepada penulis.

3. Dr. Siska Mayasari Lubis, M. Ked(Ped), SpA dosen pembimbing, yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

4. Dr. Isti ilmiati Fujiati, MSc.CM-FM, MPd.Ked. telah memberikan bantuan dan bimbingan kepada penulis.

5. Dosen penguji Dr. Ibnu alferary dan Dr. Ariyani atiyatul spM telah membantu bantuan dan bimbingan kepada penulis.

6. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama masa pedidikan.

7. Direktur RSUP. H. Adam Malik, Medan atas izin penelitian yang diberikan untuk melakukan penelitian di RSUP. H. Adam Malik.


(48)

8. Staf-Staf Bagian Rekam Medis RSUP. H. Adam Malik yang telah membantu penulis dalam mendapatkan infromasi rekam medis yang dibutuhkan.

9. Dr. Thaneswary Balan MBBS UK, kakak kandung saya untuk doa, kasih, berkat dan dorongan.

10. Keluarga besar penulis Thavamalar Balan, BA (Hons) dan Aruna Balan. Terima kasih untuk menghulurkan bantuan dalam mencari maklumat yang diperlukan dan untuk dukungan serta doa yang diberikan.

11. Komana dan Wino Rajh serta teman-teman lain yang tidak dapat disebutkan nama satu per satu, terima kasih atas doa, saran, dukungan, dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

12. Pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu dan terlupa oleh penulis karena banyaknya, terima kasih banyak atas segala bantuan yang telah diberikan.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada semua pihak yang telah memberikan segala bantuan tersebut di atas. Skripsi ini tentu saja masih jauh dari sempurna, sehingga penulis dengan senang hati menerima kritik demi perbaikan. Kepada peneliti lain mungkin masih bisa mengembangkan hasil penelitian ini pada ruang lingkup yang lebih luas dan analisis yang lebih tajam. Akhirnya semoga skripsi ini ada manfaatnya. Demikian dan terima kasih.


(49)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... ix

Daftar Gambar ... x

Daftar Singkatan...xi

Daftar Lampiran ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1. Tujuan Umum ... 3

1.3.2 Tujuan Khusus ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Definisi Relaps ... 5

2.2. Definisi Sindrom Nefrotik ... 5

2.3. Anatomi Ginjal...6

2.4. Fisiologi Ginjal ... 7

2.4.1. Faal glomerolus ... 7

2.4.2. Faal Tubulus ... 8

2.4.3. Faal Tubulus Proksimal... 8

2.4.4. Faal loop of henle ... 9


(50)

2.5. Etiologi...9

2.5.1. Sindrom nefrotik bawaan ... 9

2.5.2. Sindrom nefrotik sekunder ... 9

2.5.3. Sindrom nefrotik idiopatik ... 10

2.6. Patofisiologi ... 11

2.7. Gejala klinis ... 12

2.8. Komplikasi ... 12

2.9. Penatalaksanaan ... 13

2.9.1. Penatalaksanaan Medis ... 13

2.9.2. Penatalaksanaan Keperawatan ... 14

2.10 Pemeriksaan Penunjang ... 15

2.10.1. Pemeriksaan Urin ... 15

2.10.2. Darah ... 16

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL... 17

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 17

3.2. Definisi Operasional... 17

3.1.2 Tabel Definisi Operasional ... 18

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 21

4.1. Jenis penelitian ... 21

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 21

4.2.1.Waktu penelitian ... 21

4.2.2.Tempat penelitian ... 21

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 21


(51)

5.1. Hasil Penelitian ... 24

5.2. Pembahasan ... 29

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 32

6.1 Kesimpulan... 32

6.2 Saran ... 33

6.2.2 Bagi Pasien...33

6.2.1 Bagi Tenaga Kesehatan...33

6.2.3 Bagi Institusi Pendidikan...33

6.2.4 Bagi peneliti selanjutnya...33


(52)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 3.1.1 Definisi Operasional 18

Tabel 5.1 Jenis kelamin penderita 25

Tabel 5.2 Kelompok usia penderita SN 26

Tabel 5.3 Kejadian relaps pada penderita SN 27

Tabel 5.4 Gejala klinis penderita SN 28


(53)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Struktur 3.1.1 Kerangka konsep gambar kejadian relaps

pada penderita SN 17

Gambar 5.1 Jenis kelamin penderita 25


(54)

DAFTAR SINGKATAN

Halaman

AIDS : acquired immunodeficiency syndrome 20

BB : berat badan 15

cc : cubic centimeter 8

dL: desiliter 15

g : gram 16

GFR: glomerula filtration rate 8

Hg :logam berat 21

H2O : air 9

IgG : immunoglobulin G 10

ISKDC: International Study of Kidney Disease in Children 1

IVP :

16

K : kalium 9

Kg : kilogram 2

LPB : luas permukaan badan 2

mg : miligram 2

ml : milliliter 16

m² : meter kuadrat 2

Na : sodium 9

SN : sindroma nefrotik 1


(1)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... ix

Daftar Gambar ... x

Daftar Singkatan...xi

Daftar Lampiran ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1. Tujuan Umum ... 3

1.3.2 Tujuan Khusus ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Definisi Relaps ... 5

2.2. Definisi Sindrom Nefrotik ... 5

2.3. Anatomi Ginjal...6

2.4. Fisiologi Ginjal ... 7

2.4.1. Faal glomerolus ... 7

2.4.2. Faal Tubulus ... 8

2.4.3. Faal Tubulus Proksimal... 8

2.4.4. Faal loop of henle ... 9


(2)

2.5. Etiologi...9

2.5.1. Sindrom nefrotik bawaan ... 9

2.5.2. Sindrom nefrotik sekunder ... 9

2.5.3. Sindrom nefrotik idiopatik ... 10

2.6. Patofisiologi ... 11

2.7. Gejala klinis ... 12

2.8. Komplikasi ... 12

2.9. Penatalaksanaan ... 13

2.9.1. Penatalaksanaan Medis ... 13

2.9.2. Penatalaksanaan Keperawatan ... 14

2.10 Pemeriksaan Penunjang ... 15

2.10.1. Pemeriksaan Urin ... 15

2.10.2. Darah ... 16

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL... 17

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 17

3.2. Definisi Operasional... 17

3.1.2 Tabel Definisi Operasional ... 18

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 21

4.1. Jenis penelitian ... 21

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 21

4.2.1.Waktu penelitian ... 21

4.2.2.Tempat penelitian ... 21

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 21

4.3.1. Populasi Penelitian ... 21

4.3.2. Sampel Penelitian ... 21

4.3.2.1 Kriteria Inklusi ... 22

4.3.2.2. Kriteria Eksklusi ... 22

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 22

4.5. Metode Analisis Data ... 23


(3)

5.1. Hasil Penelitian ... 24

5.2. Pembahasan ... 29

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 32

6.1 Kesimpulan... 32

6.2 Saran ... 33

6.2.2 Bagi Pasien...33

6.2.1 Bagi Tenaga Kesehatan...33

6.2.3 Bagi Institusi Pendidikan...33

6.2.4 Bagi peneliti selanjutnya...33


(4)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 3.1.1 Definisi Operasional 18

Tabel 5.1 Jenis kelamin penderita 25

Tabel 5.2 Kelompok usia penderita SN 26

Tabel 5.3 Kejadian relaps pada penderita SN 27

Tabel 5.4 Gejala klinis penderita SN 28


(5)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Struktur 3.1.1 Kerangka konsep gambar kejadian relaps

pada penderita SN 17

Gambar 5.1 Jenis kelamin penderita 25


(6)

DAFTAR SINGKATAN

Halaman

AIDS : acquired immunodeficiency syndrome 20

BB : berat badan 15

cc : cubic centimeter 8

dL: desiliter 15

g : gram 16

GFR: glomerula filtration rate 8

Hg :logam berat 21

H2O : air 9

IgG : immunoglobulin G 10

ISKDC: International Study of Kidney Disease in Children 1

IVP :

16

K : kalium 9

Kg : kilogram 2

LPB : luas permukaan badan 2

mg : miligram 2

ml : milliliter 16

m² : meter kuadrat 2

Na : sodium 9

SN : sindroma nefrotik 1

Tap off : tapering off 14

USG : ultrasonography 17