Analisis Pembaruan di Pondok Pesantren Lirboyo
A. Analisis Pembaruan di Pondok Pesantren Lirboyo
Sejalan dengan perkembangan sekolah-sekolah yang mengiblat pada sistem pendidikan Eropa yang menjangkau sebagian bangsa Indonesia, pesantren pun mengalami perkembangan kuantitatif maupun kualitatif. Pondok pesantren yang sering diidentikkan dengan tradisionalis-eksklusif dalam batas-batas tertentu tak bersikap jumawa dan menutup diri dengan pembaruan. Ini dikarenakan sesadar- sadarnya pondok pesantren mengakui bahwa kesempurnaan hakiki hanyalah milik sang khaliq al-kamil. Maka sejatinya upaya pembaruan menuju kesempurnaan adalah bagian dari taqorrub (pendekatan) diri kepada-Nya.
Dalam lingkup yang lebih luas, ide-ide pembaruan dunia Islam timbul sebagai respon dari dekadensi dan stagnasi umat Islam di satu sisi, dibarengi dengan semakin meningkatnya taraf hidup dunia Barat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi di sisi lain. Bentuk dekadensi dan stagnasi tersebut dalam konteks pondok pesantren diutarakan oleh Abdurrahman Wahid sebagai berikut: Dalam lingkup yang lebih luas, ide-ide pembaruan dunia Islam timbul sebagai respon dari dekadensi dan stagnasi umat Islam di satu sisi, dibarengi dengan semakin meningkatnya taraf hidup dunia Barat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi di sisi lain. Bentuk dekadensi dan stagnasi tersebut dalam konteks pondok pesantren diutarakan oleh Abdurrahman Wahid sebagai berikut:
dan penetapan materi pelajarannya. 112
Jamak diketahui, bahwa sejak lama pondok pesantren terbukti secara massif telah melakukan proses perubahan dalam tubuhnya, baik karena mendapat pengaruh dari luar ataupun muncul inisiasi dari dalam pesantren itu sendiri. Dalam hal ini, yang patut dipertanyakan adalah apakah lembaga tradisional ini akan mampu bertahan terhadap perubahan dan arus modernisasi yang sedang berkembang dewasa ini. Jawabannya tentu tergantung pada daya tanggap ini
terhadap tantangan-tantangan yang menimpanya. 113
Menyikapi fenomena demikian, selayaknya pesantren tidak latah memberikan disposisi atas ‘proposal pembaruan’ yang ditawarkan, melainkan dengan arif dan cermat mengambil sikap dalam menentukan pilihan. Adakalanya sikap ‘memilih untuk tidak memilih’ merupakan tindakan bijak. Sikap demikian
112 Abdurrahman Wahid, “Pendidikan Tradisional di Pesantren”, dalam Hairus Salim HS. (Ed.), Menggerakkan Tradisi, (Yogyakarta: LKiS, 2007). hlm. 74-77.
sangatlah rasional, mengingat pondok pesantren merupakan ‘sub kultur’ tersendiri dengan coraknya yang khas.
Tarik-menarik antara kepentingan bersikukuh atas tradisi dan menerima pembaruan harus dicarikan jalan keluar yang ‘memuaskan’ kedua kepentingan tersebut. M. Ridlwan Nasir mengusulkan, agar pondok pesantren jeli dalam mengantisipasi perkembangan zaman, jangan sampai melalaikan khilqoh tradisi
lamanya yang sebenarnya masih harus dipertahankan. 114
Mengamati fenomena yang ada, bahwa pembaruan sistem atau kebijakan di MHM – termasuk juga di pondok Lirboyo pada lingkup yang lebih luas- akan dilakukan apabila tercium gelagat kurang beres, maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar upaya pembaruan merupakan langkah kuratif (penanganan) daripada langkah preventif. Secara tidak langsung fenomena ini mengindikasikan bahwa secara makro upaya pembaruan di pondok Lirboyo, khususnya di MHM Lirboyo, terbilang kurang antisipatif terhadap potensi munculnya permasalahan.
Sistem pendidikan di pesantren Lirboyo dengan ‘warna’ salafnya telah berjalan dan berkembang sedemikian rupa mewujud sebagai sebuah sistem pendidikan yang apik dan unik dalam rangka mencapai tujuan institusional yang digariskan, yaitu ‘mencetak muslim intelektual yang beriman, bertaqwa dan berakhlakul karimah, serta menciptakan kader-kader ulama yang mampu mentransformasikan ilmu agama dalam berbagai kondisi’.
Komponen-komponen dalam sistem pendidikan di pesantren Lirboyo saling taut dan padan serta saling menunjang satu dengan lainnya. Dilihat dari Komponen-komponen dalam sistem pendidikan di pesantren Lirboyo saling taut dan padan serta saling menunjang satu dengan lainnya. Dilihat dari