pembaruan sistem pendidikan salaf di pon (1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

  Pelaksanaan pendidikan di Indonesia merupakan tanggung jawab seluruh komponen bangsa. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan kepada Pemerintah untuk mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang. Di sisi lain, Undang-Undang Republik Indonesia juga mengamanatkan kepada setiap warga negara untuk bertanggung

  jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan. 1

  Dalam prakteknya, masyarakat terlibat dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa ini. Tidak hanya dari segi materi dan moral saja, namun juga turut serta memberikan sumbangsih yang signifikan dalam penyelenggaraan pendidikan. Hal ini terbukti dengan munculnya berbagai lembaga penyelenggara pendidikan swasta, baik lembaga penyelenggara pendidikan formal, mulai dari tingkat PAUD sampai tingkat Perguruan Tinggi; lembaga pendidikan informal, maupun non-formal.

  Termasuk salah satu dari bentuk lembaga penyelenggara pendidikan non- formal yang banyak tersebar di Indonesia adalah Pondok Pesantren. Pondok pesantren disebut sebagai lembaga non-formal dikarenakan eksistensi dan peranannya dalam jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dilaksanakan Termasuk salah satu dari bentuk lembaga penyelenggara pendidikan non- formal yang banyak tersebar di Indonesia adalah Pondok Pesantren. Pondok pesantren disebut sebagai lembaga non-formal dikarenakan eksistensi dan peranannya dalam jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dilaksanakan

  Pondok pesantren merupakan lembaga kawah candradimuka santri sebagai calon warotsatul anbiya’ (pewaris keilmuan para nabi) dalam mendalami sekaligus mengembangkan khazanah keilmuan agama Islam. Sebagai lembaga pendidikan Islam, pondok pesantren tidak hanya indentik dengan makna keislaman an sich, namun juga mengandung makna keaslian (indigenous) Indonesia, sebab keberadaannya mulai dikenal pada periode abad 15-16 M. 2

  Sebagai lembaga yang menyimpan makna keaslian Indonesia, pondok pesantren memiliki ciri dan tradisi yang khas. Nurcholis Madjid menyebut, “Pesantren itu terdiri dari lima elemen yang pokok, yaitu: kyai, santri, masjid, pondok, dan pengajaran kitab-kitab Islam klasik.”. 3 Kitab-kitab Islam klasik yang

  dimaksud Nurcholis tak lain adalah Kitab Kuning.

  Kitab kuning merupakan karya para ulama’ islam terdahulu yang ditulis dengan menggunakan bahasa arab tanpa memakai harokat, hal mana aksara arab yang ditulis tanpa harokat ini populer di kalangan pesantren dengan istilah

  gundhul. 4 Maka dari itu kitab kuning juga sering disebut sebagai kitab gundhul. Di pondok pesantren, pengajian dan pengkajian kitab kuning selalu dilakukan di

  2 Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, (Jakarta: INIS, 1994), hlm. 6. 3 Nurcholish Madjid, Modernisasi Pesantren, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 63.

  hampir setiap waktu. Pengajian dan pengkajian kitab kuning ini sangat diperlukan, sebab melalui kitab-kitab kuning inilah para santri memperdalam kajian ilmu keagamaan, seperti: al-qur'an, hadits, fiqih, ushul fiqih, aqidah, akhlaktasawuf dan tata bahasa arab (nahwu, shorof, balaghoh, arudl, dan lain-lain).

  Kitab kuning merupakan referensi utama di pondok pesantren untuk memahami isi ajaran Islam secara kaffah (paripurna). Untuk memahami isi kitab kuning yang notabene menggunakan bahasa arab, diperlukan penguasaan

  seperangkat teori tatabahasa arab dan bimbingan dari kiai maupun ustadz 5 . Bimbingan dari kiai ustadz di lingkungan pondok pesantren menempati posisi yang

  vital dan strategis. Hal ini dikarenakan kitab kuning bukanlah sekumpulan teks ber- bahasa arab yang bisa dipelajari secara otodidak, namun mutlak membutuhkan penjelasan yang memadai untuk memahami kandungannya. Tak heran dalam pondok pesantren terdapat tradisi ijazahan dan sanad silsilah guru yang sangat bermakna di kalangan para santri. Proses bimbingan kiai ustadz ini populer di kalangan pondok pesantren dengan istilah ta’lim (pengajaran).

  Proses pengajaran yang ada di pesantren tidak dapat dilepaskan dari unsur- unsur yang berhubungan dengan metode pembelajaran, sebab penggunaan metode pembelajaran yang kurang tepat dapat menyebabkan terhambatnya proses pembelajaran yang berlangsung. Sebagaimana dalam dunia proses belajar mengajaar (PBM) terdapat ungkapan yang cukup populer, yaitu “metode jauh lebih penting daripada materi”.

  Adapun terkait dengan metode pembelajaran yang dijalankan di pondok pesantren, Zamakhsyari Dhofier dan Nurcholish Madjid berpendapat bahwa Adapun terkait dengan metode pembelajaran yang dijalankan di pondok pesantren, Zamakhsyari Dhofier dan Nurcholish Madjid berpendapat bahwa

  Pondok pesantren Lirboyo Kediri adalah salah satu pondok pesantren yang tetap konsisten mengabdikan diri kepada negara dan bangsa dalam kerangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Sebagai lembaga pendidikan, pondok pesantren Lirboyo Kediri dengan platform salaf’-nya merupakan satu dari sekian pondok pesantren salaf yang masih survive di tengah arus modernisasi pendidikan. Sekalipun bercorak salaf, namun bukan berarti pondok pesantren Lirboyo bersikap eksklusif dari pengaruh luar, justru bersikap akomodatif-selektif. Hal ini karena pondok pesantren Lirboyo berpegang teguh kepada prinsip salafuna as-sholih (ulama-ulama sholeh terdahulu) yang juga menjadi jargon jam’iyyah Nahdlotul Ulama’: menjaga tradisi warisan ulama sembari mengadopsi nilai-nilai lain yang mulia. Dari prinsip inilah kemudian pondok pesantren Lirboyo menjadi sangat akomodatif dan selalu melakukan at-tanmiyah wa at-tajdid (pengembangan dan pembaruan).

  Sebagai bentuk pengembangan dan pembaruan, pondok pesantren Lirboyo telah banyak melakukan modifikasi kependidikan, mulai dari metode pembelajaran, manajemen administrasi kependidikan, kurikulum pendidikan, maupun kelembagaan. Langkah ini diambil dalam rangka merawat dan mengembangkan tradisi pendidikan salaf pondok pesantren serta membekali para santri dengan Sebagai bentuk pengembangan dan pembaruan, pondok pesantren Lirboyo telah banyak melakukan modifikasi kependidikan, mulai dari metode pembelajaran, manajemen administrasi kependidikan, kurikulum pendidikan, maupun kelembagaan. Langkah ini diambil dalam rangka merawat dan mengembangkan tradisi pendidikan salaf pondok pesantren serta membekali para santri dengan

  Keberadaan Madrasah Hidayatul Mubtadi’ien di lingkungan pondok pesantren Lirboyo membawa dampak yang sangat besar manfaatnya dalam upaya proses transformation of knowledge (transformasi keilmuan) ala pendidikan salaf. Berdasarkan hal ini, maka penulis mengajukan penelitian dengan judul Pembaruan

  Sistem Pendidikan Salaf di Pondok Pesantren Lirboyo: Study Kasus di Madrasah Tsanawiyah Hidayatul Mubtadi’ien.

B. Rumusan Masalah

  Dari latar belakang masalah di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam tesis ini adalah:

  1. Bagaimana pola pembaruan kurikulum di Madrasah Tsanawiyah Hidayatul Mubtadi’ien Lirboyo?

  2. Bagaimana pola pembaruan pembelajaran di Madrasah Tsanawiyah Hidayatul Mubtadi’ien Lirboyo?

C. Tujuan Penelitian

  1. Untuk mendeskripsikan proses pembaruan sistem pendidikan salaf di Madrasah Hidayatul Mubtadi’ien Lirboyo.

  2. Untuk mengetahui apa faktor pendukung dan kendala dalam proses pengembangan sistem pendidikan salaf di Madrasah Hidayatul Mubtadi’ien Lirboyo.

D. Kegunaan Penelitian

  1. Bagi penulis, hasil penelitian ini diharapkan menambah wawasan tentang bagaimana pola pengembangan sistem pendidikan salaf di Madrasah Hidayatul Mubtadi’ien Lirboyo.

  2. Bagi dunia akademis, dengan penelitian ini diharapkan bisa menambah khazanah pengetahuan guna menambah wawasan insan akademis dalam hal sistem pendidikan ala pondok pesantren salaf, dengan segala aspek keunggulan dan kekurangannya.

  3. Bagi masyarakat, dengan penelitian ini diharapkan bisa memahami sistem pendidikan yang dijalankan di pesantren salaf.

E. Sistematika Pembahasan

  Sistematika pembahasan dalam tesis ini adalah sebagai berikut: Bab I: Terdiri dari Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah,

  rumusan masalah, kegunaan penelitian, dan sistematika pembahasan.

  Bab II: Bab ini akan membahas tentang Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori. Bagian Tinjauan Pustaka berisi beberapa penelitian yang concern terhadap pengembangan pendidikan di pondok pesantren. Adapun bagian Kerangka Teori memuat pembahasan teoritik terkait pengembangan pesantren, macam-macam Bab II: Bab ini akan membahas tentang Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori. Bagian Tinjauan Pustaka berisi beberapa penelitian yang concern terhadap pengembangan pendidikan di pondok pesantren. Adapun bagian Kerangka Teori memuat pembahasan teoritik terkait pengembangan pesantren, macam-macam

  Bab III: Bab ini akan membahas tentang Metodologi Penelitian, meliputi pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, dan analisa data.

  Bab IV: Bab ini berisi tentang paparan data dan temuan penelitian yang membahas tentang perkembangan objek penelitian.

  Bab V: Bab ini berisi tentang analisa data terhadap proses pengembangan sistem pendidikan salaf di Madrasah Hidayatul Mubtadi’ien Lirboyo, serta alisa terhadap faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan pengembangan sistem pendidikan salaf di Madrasah Hidayatul Mubtadi’ien Lirboyo Kediri.

  Bab VI: Bab ini berisi kesimpulan, saran, dan penutup.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

A. TINJAUAN PUSTAKA

  Penelitian tentang pengembangan sistem pendidikan salaf ini dilakukan di pondok pesantren Lirboyo (spesifik di Madrasah Hidayatul Mubtadi’ien) Kota Kediri Jawa Timur. Adapun data yang penulis peroleh dari studi pustaka, baik dari pembacaan buku, arsip penelitian di sejumlah perpustakaan maupun artikel internet menunjukkan bahwa kajian untuk penulisan ini belum pernah ada kesamaan dalam variabel maupun objeknya, yaitu pengembangan sistem pendidikan salaf di Madrasah Hidayatul Mubtadi’ien (MHM) Lirboyo.

  Adapun beberapa studi penelitian yang memiliki kemiripan dari sisi variabel tema penelitiaan diantaranya adalah:

  a. Mutaalimah (2003) yang berjudul “Model Pembaharuan Sistem Pendidikan Pesantren Salaf di PP. Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta”. Pembahasan skripsi ini terfokus pada sejarah, bidang pembaharuan serta model pembaharuan sistem pendidikan pesantren salaf di pondok pesantren al- Munawwir Krapyak Yogyakarta. Adapun penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa telah terjadi pembaharuan sistem pendidikan pesantren salaf di PP. al-Munawwir Krapyak berupa pendirian sekolah formal dan

  Madrasah Salafiyah I, II, III dan IV. 7

  b. Ali Anwar (2010) dengan judul “Pembaruan Pendidikan di Pesantren Lirboyo Kediri”. Penelitian ini memfokuskan kajiannya pada proses terjadinya pembaruan pendidikan di pesantren Lirboyo dan bentuk akhirnya, faktor yang mempengaruhi serta implikasi dari pembaruan pendidikan tersebut dengan mengkomparasikan sistem pendidikan di MHM, Madrasah Tribakti dan Sekolah ar-Risalah. Adapun hasil penelitiannya menunjukkan bahwa telah terjadi pembaruan pendidikan di pesantren Lirboyo berupa pendirian sekolah formal, yaitu Madrasah Tribakti dan Sekolah ar-Risalah. Disamping itu, pola pendidikan salaf di Madrasah Diniyah, baik di MHM maupun di pondok unit, tetap dipertahankan dan dikembangkan. Sikap ini dilatarbelakangi oleh prinsip mempertahankan tradisi lama yang baik dan mengadopsi perkembangan baru yang baik dan relevan, yaitu tuntutan pendidikan nasional. Akhirnya, implikasi dari adanya pembaruan pendidikan tersebut adalah tetap bertahannya fungsi utama pesantren sebagai media transmisi ilmu pengetahuan Islam, pemelihara tradisi Islam dan lembaga pengkaderan ulama’ di satu sisi. Di sisi lain, juga berimplikasi pada terbukanya kesempatan para alumni untuk berkiprah lanjut pada sektor formaul maupun informal, semakin menguatnya fungsi pendidikan pesantren Lirboyo, bertambahnya jumlah santri, bergesernya tradisi dan kebiasaan santri, dan juga berubahnya pola relasi antara santri dengan kiai gurunya 8 .

  Menurut hemat peneliti, penelitian Ali Anwar diatas sangat menarik untuk dicermati. Karena bisa dikatakan penelitian ini merupakan babak awal studi Menurut hemat peneliti, penelitian Ali Anwar diatas sangat menarik untuk dicermati. Karena bisa dikatakan penelitian ini merupakan babak awal studi

  Dari sudut pandang peneliti, penelitian Ali Anwar diatas memiliki cakupan penelitian yang cukup luas. Karena penelitian ini berkepentingan untuk mengurai pembaruan sistem pendidikan di pondok pesantren Lirboyo pada beberapa spektrumnya, yaitu Madrasah Hidayatul Mubtadi’ien (pondok Induk), Madrasah Diniyah al-Mahrusiyah dan Madrasah HM Tribakti (pondok unit al-Mahrusiyah), serta Madrasah Diniyah ar-Risalah dan Sekolah ar-Risalah (pondok unit ar- Risalah). Dari sisi ini terlihat adanya kecendrungan penelitian yang kurang mendalam terhadap proses pembelajaran di MHM Lirboyo, yang notabene merupakan aspek paling utama pada pendidikan salaf di pesantren Lirboyo.

  Dalam hal ini peneliti memandang perlunya mengadakan penelitian secara fokus terhadap sistem pendidikan ala salaf yang diterapkan di MHM Lirboyo. Dengan melakukan penekanan penelitian pada sistem pendidikan salaf di MHM Lirboyo, diharapkan dapat diketahui faktor dibalik eksistensi pendidikan salaf pondok pesantren di tengah berkembangnya pendidikan sekuler, termasuk faktor dibalik kesuksesan pesantren Lirboyo mencetak insan yang tafaqquh fi ad-din, sehingga – dalam berbagai kesempatan – santri pesantren Lirboyo sangat diperhitungkan dalam percaturan bahtsul masa’il di kalangan pondok pesantren.

B. KERANGKA TEORI

  Sub bab ini berisi beberapa teori terkait dengan pengembangan kurikulum di lembaga pendidikan Islam, spesifiknya pondok pesantren. Bagian ini berfungsi sebagai pemandu bagi peneliti agar fokus penelitian sesuai dengan kenyataan di lapangan. Selain itu juga bermanfaat untuk memberikan gambaran umum tentang

  latar penelitian dan sebagai bahan pembahasan hasil penelitian. 9

1. Pembaruan

a. Pengertian Pembaruan

  Pembaruan secara etimologis berarti “ proses, cara, perbuatan membarui.” 10 Secara istilah, pembaruan berarti upaya pembangunan secara

  bertahap dan teratur, dan yang menjurus ke sasaran yang dikehendaki. 11 Winarno menjelaskan, bahwa pengembangan menunjuk pada suatu kegiatan

  yang menghasilkan cara baru setelah diadakan penilaian serta penyempurnaan. Jadi pengembangan mengandung aspek proses penyusunan, pelaksanaan, penilaian dan penyempurnaan. 12 Pembaruan juga berkonotasi dengan inovasi. 13

  Konsep pembaruan diatas jika dikaitkan dengan pendidikan adalah suatu perubahan yang baru dan secara kualitatif berbeda dari hal yang ada sebelumnya, serta sengaja diusahakan untuk meningkatkan kemampuan guna mencapai tujuan tertentu dalam pendidikan. Selanjutnya dijelaskan, upaya

  9 PPs IAIT Kediri, Teknik Penulisan Karya Ilmiah, (Kediri: IAIT Press, 2010), hlm. 21.

  10 Pusat Bahasa Dept. Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, hlm. 142. 11 Pusat Bahasa Dept. Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat

  Bahasa DikNas, 2008), hlm. 679.

  12 Winarno Surakhmad, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: Raja Grafindo 12 Winarno Surakhmad, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: Raja Grafindo

b. Pembaruan Kurikulum

  Terdapat beberapa prinsip dalam pembaruan kurikulum, yaitu prinsip umum dan prinsip khusus 15 . Prinsip umum meliputi:

  1) Prinsip relevansi, meliputi relevansi ke luar dan relevansi di dalam

  kurikulum itu sendiri. Relevansi ke luar maksudnya tujuan, isi dan proses yang tercakup dalam kurikulum harus relevan dengan tuntutan, kebutuhan dan perkembangan masyarakat. Sedangkan relevansi ke dalam yaitu terdapat kesesuaian atau konsistensi antara komponen- komponen kurikulum, yakni antara tujuan, isi, proses penyampaian dan penilaian.

  2) Prinsip fleksibilitas, dalam arti bahwa kurikulum hendaknya bersifat

  lentur atau fleksibel. Suatu kurikulum yang baik adalah kurikulum yang terdiri dari komponen yang solid, tetapi dalam pelaksanaannya memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan kondisi daerah, waktu maupun kemampuan dan latar belakang peserta didik.

  3) Prinsip kontinuitas (kesinambungan). Perkembangan dan proses belajar

  peserta didik berlangsung secara berkesinambungan, tidak terputus-

  14 Cece Wijaya dkk., Upaya Pembaharuan Dalam Pendidikan dan Pengajaran, ( Bandung: 14 Cece Wijaya dkk., Upaya Pembaharuan Dalam Pendidikan dan Pengajaran, ( Bandung:

  4) Prinsip Praktis Efisiensi, dalam arti mudah dilaksanakan,

  menggunakan alat-alat sederhana dan biayanya juga dapat dijangkau oleh semua kalangan masyarakat.

  5) Prinsip efektifitas, dalam arti keberhasilan dari pelaksanaan proses

  kegiatan belajar mengajar.

  Adapun prinsip khusus meliputi:

  1) Prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan

  2) Prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan

  3) Prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar pendidikan

  4) Prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pendidikan

  5) Prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan pendidikan.

  Para pakar pendidikan telah menemukan beberapa pendekatan dalam pembaruan kurikulum. Yang dimaksudkan pendekatan adalah cara kerja dengan menerapkan strategi dan metode yang tepat dengan mengikuti langkah-langkah pembaruan yang sistematis agar memperoleh kurikulum yang lebih baik. Pendekatan-pendekatannya adalah sebagai berikut:

  1) Pendekatan Bidang Studi (Pendekatan Subjek atau Disiplin Ilmu)

  Pendekatan ini menggunakan bidang studi atau mata pelajaran sebagai dasar organisasi kurikulum. Prioritas pendekatan ini adalah Pendekatan ini menggunakan bidang studi atau mata pelajaran sebagai dasar organisasi kurikulum. Prioritas pendekatan ini adalah

  2) Pendekatan Berorientasi pada Tujuan

  Pendekatan ini menempatkan rumusan atau penempatan tujuan yang hendak dicapai dalam posisi sentral, sebab tujuan adalah pemberi arah dalam pelaksanaan proses belajar mengajar. Kelebihan pendekatan ini adalah:

  a) Tujuan yang ingin dicapai jelas bagi penyusun kurikulum

  b) Tujuan yang jelas akan memberikan arah yang jelas pula di dalam

  menetapkan materi pelajaran atau bidang studi, metode, jenis kegiatan dan alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan.

  c) Tujuan-tujuan yang jelas tersebut juga memberikan arah dalam mengadakan penilaian terhadap hasil yang dicapai.

  d) Hasil penelitian yang terarah tersebut akan membantu penyusun

  kurikulum dalam mengadakan perbaikan-perbaikan yang diperlukan.

  3) Pendekatan dengan Pola Organisasi Bahan

  Pendekatan ini dapat dilihat dari pola pendekatan subject matter curriculum, correlated curriculum, dan integrated curriculum.

  4) Pendekatan Rekonstruksionalisme

  Pendekatan ini disebut juga rekonstruksi sosial, karena memfokuskan kurikulum pada masalah penting yang dihadapi masyarakat. Dalam gerakan ini, terdapat dua kelompok yang sangat berbeda pandangannya terhadap kurikulum, yaitu: Pendekatan ini disebut juga rekonstruksi sosial, karena memfokuskan kurikulum pada masalah penting yang dihadapi masyarakat. Dalam gerakan ini, terdapat dua kelompok yang sangat berbeda pandangannya terhadap kurikulum, yaitu:

  b) Rekonstruksionalisme Radikal

  Golongan ini berpendapat bahwa kurikulum yang sedang mencari pemecahan masalah sosial diatas tidak memadai. Kelompok ini ingin menggunakan pendidikan untuk merombak tata sosial dan lembaga

  sosial yang ada dan membangun stuktur sosial baru. 16

  5) Pendekatan Humanistik

  Pendekatan ini berpusat pada siswa atau peserta didik dan mengutamakan perkembangan afektif peserta didik sebagai prasyarat dan sebagai bagian integral dari proses belajar. Para pendidik humanistik meyakini bahwa kesejahteraan mental dan emosional peserta didik harus dipandang sentral dalam kurikulum, agar proses belajar memberikan hasil yang maksimal. Prioritasnya adalah pengalaman belajar yang diarahkan pada tanggapan atas permintaan,

  kebutuhan, dan kemampuan peserta didik. 17

  6) Pendekatan Akuntabilitas

  Suatu sistem yang akuntabel menentukan standar dan tujuan spesifik yang jelas serta mengatur efektifitasnya berdasarkan taraf keberhasilan Suatu sistem yang akuntabel menentukan standar dan tujuan spesifik yang jelas serta mengatur efektifitasnya berdasarkan taraf keberhasilan

  7) Pendekatan Interdisipliner

  Berbagai usaha yang telah dijalankan selama ini bertujuan untuk mendobrak tembok pemisah yang dibuat antara berbagai mata pelajaran atau disiplin ilmu. Hal ini didasarkan pada keyakinan bahwa masalah dalam kehidupan tidak hanya melibatkan satu disiplin, akan tetapi memerlukan berbagai ilmu secara interdisipliner. Diantara pendekatan interdisipliner adalah: pendekatan Broad-Field, pendekatan Core Curriculum, pendekatan kurikulum fusi, dan lain-lain.

  Disamping itu, pembaruan kurikulum juga harus dilaksanakan secara bertahap. Adapun tahapan-tahapan pembaruan kurikulum adalah sebagai berikut:

  1) Pembaruan kurikulum pada tingkat lembaga

  Pembaruan pada tingkat ini lebih menekankan pada pengembangan struktur organisasi kurikulum. Oleh karena itu, pembaruan kurikulum pada tahap ini masih bersifat umum. Kegiatan pada tahap ini mencakup 3 (tiga) persoalan pokok, yaitu:

  a) Merumuskan tujuan instutisional. Maksudnya adalah merumuskan tentang pengetahuan, sikap dan keterampilan yang diharapkan a) Merumuskan tujuan instutisional. Maksudnya adalah merumuskan tentang pengetahuan, sikap dan keterampilan yang diharapkan

  b) Menetapkan isi dan struktur program, yaitu menetapkan bidang-

  bidang studi yang akan diajarkan di suatu lembaga pendidikan, seperti jenis program pendidikan, sistem catur wulan atau semester, jumlah bidang studi dan alokasi waktu yang diperlukan.

  c) Penyusunan strategi pelaksanaan kurikulum, yaitu menyusun cara- cara dalam melaksanakan suatu program atau cara mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.

  2) Pembaruan kurikulum pada tingkat bidang studi

  Pengembangan pada bidang studi bertujuan untuk mencapai tujuan kurikuler, yaitu tujuan bidang studi yang akan dicapai selama program itu diajarkan. Untuk mencapai tujuan kurikuler bidang studi ini, pengajar perlu menyusun dan menetapkan pokok-pokok bahasan dalam bentuk Garis Besar Program Pengajaran (GBPP), strategi pelaksanaannya, serta melaksanakan bimbingan dan penyuluhan agar tujuan kurikuler tersebut bisa tercapai.

  3) Pembaruan kurikulum pada tingkat pengajaran di kelas

  Dalam kegiatan pengembangan tahap ini, salah satu komponen yang harus dicapai tenaga pengajar adalah pencapaian komponen tujuan instruksional atau standar kompetensi. Artinya, dalam melaksanakan pengajaran, pengajar harus memperhatikan tujuan intruksional yang diperoleh dari GBPP.

  Kegiatan instruksional dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu, yaitu hasil belajar berupa perubahan tingkah laku peserta didik. Tanpa adanya tujuan instruksional yang jelas, pengajaran akan menjadi tidak terarah dan tidak efektif. Oleh karena itu, pemahaman terhadap taksonomi hasil belajar menjadi sangat penting bagi pengajar. Dengan pemahaman seperti ini, pengajar akan dapat menentukan dengan jelas dan tegas, apakah tujuan instruksional mata pelajaran yang diampunya lebih bersifat kognitif dan mengacu pada tingkat intelektual tertentu, atau lebih bersifat afektif atau psikomotorik.

  Taksonomi tujuan instruksional membagi tujuan pendidikan dan instruksional ke dalam tiga kelompok, sebagaimana dikemukakan oleh Benyamin S. Bloom, yaitu:

  a) ranah kognitif, yaitu hasil belajar peserta didik berorientasi pada kemampuan ‘berfikir bernalar’. Ranah ini dikelompokkan secara hierarkis ke dalam enam kategori, yaitu: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi.

  b) Ranah afektif, yaitu hasil belajar yang berorientasi pada perasaan

  emosi dan sikap hati yang menunjukkan penerimaan atau penolakan terhadap sesuatu.

  c) Ranah psikomotorik, yaitu hasil belajar yang diharapkan bisa membentuk keterampilan motorik peserta didik.

c. Pembaruan Pembelajaran

  Pembaruan pembelajaran bisa diartikan sebagai gagasan, perbuatan, atau suatu yang baru dalam konteks social tertentu untuk menjawab masalah yang dihadapi. Tujuan pembaruan pembelajaran adalah meningkatkan efisiensi, relevansi, kualitas dan efektivitas komponen-komponen dalam pembelajaran.

  Terdapat 5 buah model pembaruan pembelajaran, yaitu : Top Down, Buttom Up, Quantum Learning dan CTL. Secara ringkas masing-masing model pembaruan pembaruan tersebut akan diulas sebagai berikut:

  1) Top Down

  Model ini adalah inovasi pendidikan yang diciptakan oleh pihak tertentu sebagai pimpinanatasan yang diterapkan kepada bawahan; seperti halnya inovasi pendidikan yang dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional selama ini. Inovasi seperti ini dilakukan dan diterapkan kepada bawahan dengan cara mengajak, menganjurkan dan bahkan memaksakan apa yang menurut pencipta itu baik untuk kepentingan bawahannya. Dan bawahan tidak punya otoritas untuk menolak pelaksanaannya.

  2) Bottom Up

  Bottom Up adalah model inovasi yang bersumber dan merupakan hasil ciptaan dari bawah, berupa model inovasi yang diciptakan berdasarkan ide, pikiran, kreasi, dan inisiatif dari sekolah, guru atau masyarakat. Bottom Up menempatkan manusia dalam hal ini adalah guru atau pendidik untuk dapat menggunakan pikiran-pikiran logis agar dapat melakukan tindakan rasional dalam melakukan pengembangan proses Bottom Up adalah model inovasi yang bersumber dan merupakan hasil ciptaan dari bawah, berupa model inovasi yang diciptakan berdasarkan ide, pikiran, kreasi, dan inisiatif dari sekolah, guru atau masyarakat. Bottom Up menempatkan manusia dalam hal ini adalah guru atau pendidik untuk dapat menggunakan pikiran-pikiran logis agar dapat melakukan tindakan rasional dalam melakukan pengembangan proses

  3) Contekstual Teachng Learning

  Contextual Teaching Learning (CTL) dapat diartikan sebagi suatu pembelajaran yang berhubungan dengan suasana tertentu. Pembelajaran kontekstual didasarkan pada hasil penelitian John Dewey (1916) yang menyimpulkan bahwa siswa akan belajar dengan baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dan dengan kegiatan atau peristiwa yang terjadi disekelilingnya. Depdiknas (2002:5) menyatakan pembelajaran kontekstual sebagai konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari yang melibatkan tujuh komponen yakni konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiri), masyarakat belajar (Learning Community), permodelan (Modelling), refleksi (Reflection), penilaian sebenarnya (Authentic Assesment). Pembelajaran kontekstual berbeda dengan pembelajaran konvensional, Departemen Pendidikan Nasional (2002:5) mengemukakan perbedaan Contextual Teaching Learning (CTL) dapat diartikan sebagi suatu pembelajaran yang berhubungan dengan suasana tertentu. Pembelajaran kontekstual didasarkan pada hasil penelitian John Dewey (1916) yang menyimpulkan bahwa siswa akan belajar dengan baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dan dengan kegiatan atau peristiwa yang terjadi disekelilingnya. Depdiknas (2002:5) menyatakan pembelajaran kontekstual sebagai konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari yang melibatkan tujuh komponen yakni konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiri), masyarakat belajar (Learning Community), permodelan (Modelling), refleksi (Reflection), penilaian sebenarnya (Authentic Assesment). Pembelajaran kontekstual berbeda dengan pembelajaran konvensional, Departemen Pendidikan Nasional (2002:5) mengemukakan perbedaan

  

  CTL

  KONVENSIONAL

  Pemilihan informasi sesuai Pemilihan

  informasi

  dengan kebutuhan anak didik ditentukan oleh guru Cenderung

  Cenderung terfokus pada satu

  mengintegerasikan

  bidang ilmu tertentu

  memadukan dengan beberapa disiplin ilmu Selalu mengaitkan informasi Memberikan

  tumpukan

  dengan pengetahuan awal informasi pada siswa yang dimiliki siswa Menerapkan

  penilaian Penilaian

  hasil belajar

  autentik melalui penerapan dilakukan secara akademik praktis dalam pemecahan melalui kegiatan akademik masalah

  berupa ulangan ujian

  4) Quantum Learning

  Pembelajaran kuantum merupakan salah satu model, strategi, dan pendekatan pembelajaran yang mengutamakan pada keterampilan guru dalam mengelola pembelajaran. Istilah “quantum” dipinjam dari dunia ilmu fisika yang berarti “interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya.” Maksudnya dalam pembelajaran kuantum, pengubahan bermacam-macam interaksi yang terjadi dalam kegiatan belajar. Interaksi-interaksi ini mengubah kemampuan dan bakat alamiah guru dan siswa menjadi hal yang bermanfaat bagi kemajuan mereka dalam belajar secara efektif dan efisien. Dasar utama pembelajaran kuantum adalah membawa dunia siswa ke dalam dunia guru, dan mengantarkan dunia guru ke dunia siswa. Subjek

  belajar adalah siswa. Guru hanya sebagai fasilitator, sehingga guru harus memahami potensi siswa terlebih dahulu. Salah satu cara yang dapat digunakan dalam hal ini adalah mengaitkan apa yang akan diajarkan dengan peristiwa-peristiwa, pikiran atau perasaan, tindakan yang diperoleh siswa dalam kehidupan baik di rumah, di sekolah, maupun di lingkungan masyarakat. Apabila seorang guru telah memahami dunia siswa, maka siswa telah merasa diperlakukan sebagaimana mestinya, sehingga pembelajaran akan menjadi harmonis seperti sebuah “orkestra” yang saling bertautan dan saling mengisi. Tujuan pokok pembelajaran kuantum yaitu meningkatkan partisipasi siswa melalui penggubahan keadaan, meningkatkan motivasi dan minat belajar, meningkatkan daya ingat dan meningkatkan rasa kebersamaan, meningkatkan daya dengar, dan meningkatkan kehalusan perilaku. Ruang lingkup pengembangan konteks pembelajaran kuantum yaitu suasana belajar yang menyenangkan, landasan yang kukuh, lingkungan yang mendukung, dan rancangan belajar yang dinamis.

2. Sistem Pendidikan

a. Pengertian Sistem Pendidikan

  Pendidikan sebagai sebuah proses pada hakikatnya merupakan interaksi komponen-komponen yang esensial dalam upaya mencapai tujuan pendidikan. Interaksi yang harmonis dan seimbang antar-unsur esensial dalam pendidikan sangat menentukan keberhasilan pendidikan. Keseluruhan komponen Pendidikan sebagai sebuah proses pada hakikatnya merupakan interaksi komponen-komponen yang esensial dalam upaya mencapai tujuan pendidikan. Interaksi yang harmonis dan seimbang antar-unsur esensial dalam pendidikan sangat menentukan keberhasilan pendidikan. Keseluruhan komponen

  Secara istilah, terminologi sistem mengandung arti perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas. 19 Sedangkan

  yang dimaksud pendidikan menurut Undang-undang adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa

  dan negara. 20 Dari pemaparan tersebut bisa disimpulkan bahwa sistem pendidikan adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara

  terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan.

b. Komponen Sistem Pendidikan

  Adapun komponen-komponen pendidikan meliputi instrumental input, raw input, input, process, output, environmental, dan outcomes. Masing-masing komponen mempunyai fungsi tertentu dan secara bersama-sama melaksanakan fungsi struktur, yaitu mencapai tujuan sistem.

  a. Input Pada Sistem Pendidikan

  Input pada sistem pendidikan dibedakan dalam tiga jenis, yaitu input mentah (raw input), input alat (instrumental input), dan input lingkungan (environmental input). Masukan mentah (raw input) akan diproses menjadi tamatan (output). Adapun input pokok dalam sistem pendidikan meliputi:

  1) Dasar Pendidikan

  Pendidikan sebagai proses timbal balik antara pendidik dan anak didik dengan melibatkan berbagai

  faktor pendidikan

  lainnya,

  diselenggarakan guna mencapai tujuan pendidikan dengan senantiasa didasari oleh nilai-nilai tertentu. Nilai-nilai itulah yang kemudian disebut sebagai dasar pendidikan.

  2) Tujuan Pendidikan

  Sebagai suatu komponen pendidikan, tujuan pendidikan menduduki posisi penting di antara komponen-komponen pendidikan lainnya. Dapat dikatakan bahwa segenap komponen dari seluruh kegiatan pendidikan dilakukan semata-mata terarah kepada pencapaian tujuan tersebut. Tujuan pendidikan umumnya mengarah pada terbentuknya manusia yang utuh dengan memperhatikan:

  a) aspek jasmani dan rohani,

  b) aspek diri (individualitas) dan aspek sosial,

  c) aspek kognitif, afektif, dan psikomotor, serta

  d) segi serba-keterhubungan manusia dengan dirinya (konsentris),

  dengan lingkungan sosial dan alamnya (horizontal), dan dengan Tuhannya (vertikal).

  3) Anak didik (Peserta Didik)

  Peserta didik dipandang sebagai subjek didik karena peserta didik (tanpa pandang usia) adalah subjek atau pribadi yang otonom, yang ingin diakui keberadaannya dan ingin mengembangkan diri (mendidik diri) secara terus-menerus guna memecahkan masalah-masalah hidup Peserta didik dipandang sebagai subjek didik karena peserta didik (tanpa pandang usia) adalah subjek atau pribadi yang otonom, yang ingin diakui keberadaannya dan ingin mengembangkan diri (mendidik diri) secara terus-menerus guna memecahkan masalah-masalah hidup

  sehingga merupakan insan yang unik. (2) Individu yang sedang berkembang. (3) Individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan

  manusiawi. (4) Individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri.

  b. Proses Pada Sistem Pendidikan

  Proses pendidikan merupakan kegiatan mobilisasi segenap komponen pendidikan oleh pendidik secara terarah kepada pencapaian tujuan pendidikan. Kualitas proses pendidikan menggejala pada dua segi, yaitu kualitas komponen dan kualitas pengelolaannya. Kedua segi tersebut satu sama lain saling bergantung.

  Adapun komponen-komponen yang saling berkesinambungan pada proses pendidikan adalah sebagai berikut:

  a) Pendidik dan Non-Pendidik

  Pendidik ialah orang yang memikul tanggung jawab untuk membimbing. Pendidik berbeda dengan pengajar sebab pengajar berkewajiban untuk menyampaikan materi pelajaran kepada murid, sedangkan pendidik tidak hanya bertanggung jawab menyampaikan materi pengajaran, tetapi juga membentuk kepribadian anak didik.

  Non pendidik atau yang sering disebut sebagai tenaga kependidikan Non pendidik atau yang sering disebut sebagai tenaga kependidikan

  administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan. 22

  b) Kurikulum (Materi Pendidikan)

  Materi pendidikan sering juga disebut dengan istilah kurikulum karena kurikulum bermakna materi yang disusun secara sistematika guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

  Lester D. Crow dan Alice Crow, yang melakukan penelitian tentang hasil studi terhadap anak menyarankan hubungan salah satu komponen pendidikan, yaitu kurikulum dengan anak didik adalah sebagai berikut:

  a)

  Kurikulum hendaknya disesuaikan dengan keadaan perkembangan anak.

  b)

  Isi kurikulum hendaknya mencakup keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang dapat digunakan anak dalam pengalamannya sekarang dan berguna untuk menghadapi kebutuhannya pada masa yang akan datang.

  c)

  Anak hendaknya didorong untuk belajar, karena kegiatannya sendiri dan tidak sekadar menerima pasif apa yang dilakukan oleh guru.

  d)

  Materi yang dipelajari anak harus mengikuti minat dan keinginan anak sesuai dengan taraf perkembangannya dan bukan menurut keputusan orang dewasa tentang minat mereka.

  c) Prasarana dan Sarana

  Prasarana pendidikan adalah segala macam peralatan, kelengkapan, dan benda-benda yang digunakan guru dan murid untuk memudahkan penyelenggaraan pendidikan yang tidak secara langsung digunakan dalam proses pendidikan. Sedangkan sarana pendidikan adalah segala macam peralatan yang digunakan guru untuk memudahkan penyampaian materi pelajaran yang digunakan secara langsung dalam proses pendidikan.

  d) Administrasi

  Administrasi pendidikan adalah segenap kegiatan yang berkenaan dengan penataan sumber, penggunaan, dan pertanggung-jawaban dana pendidikan di sekolah atau lembaga pendidikan. Kegiatan yang ada dalam administrasi pembiayaan meliputi tiga hal, yaitu: penyusunan anggaran, pembukuan, dan pemeriksaan.

  e) Anggaran

  Anggaran adalah biaya yang dipersiapkan dengan suatu rencana terperinci. Secara lebih khusus dapat dikatakan bahwa anggaran adalah rencana dana yang disusun secara terorganisir untuk menerima atau mengeluarkan dana dalam suatu periode tertentu.

  c. Enviromental (Lingkungan) Pada Sistem Pendidikan

  Proses pendidikan selalu dipengaruhi oleh lingkungan yang ada di Proses pendidikan selalu dipengaruhi oleh lingkungan yang ada di

  

  1) Lingkungan keluarga.

  2) Lingkungan sekolah atau lembaga pendidikan.

  3) Lingkungan masyarakat.

  4) Lingkungan keagamaan, yaitu nilai-nilai agama yang hidup dan

  berkembang di sekitar lembaga pendidikan.

  5) Lingkungan sosial budaya, yaitu nilai-nilai sosial dan budaya yang

  hidup dan berkembang di sekitar lembaga pendidikan.

  6) Lingkungan alam, baik keadaan iklim maupun geografisnya.

  7) Lingkungan ekonomi, yaitu kondisi ekonomi yang ada di sekitar

  lembaga pendidikan dan masyarakat sekitar.

  8) Lingkungan keamanan, baik keamanan di sekitar lembaga pendidikan

  maupun di luar lembaga pendidikan.

  9) Lingkungan politik, yaitu keadaan politik yang terjadi pada daerah di

  mana lembaga pendidikan tersebut berdiri atau melaksanakan pendidikan.

  d. Output Pada sistem Pendidikan

  Output pada sistem pendidikan adalah hasil keluaran dari proses yang terjadi di dalam sistem pendidikan. Adapun output pada sistem pendidikan adalah:

  1) Siswa Lulus (Tamatan)

  Lulusan pendidikan adalah hasil dari proses pendidikan agar sesuai dengan tujuan pendidikan tersebut. Diharapkan lulusan yang dihasilkan dapat memberikan nilai-nilai kehidupan bagi dirinya, lingkungan, dan Tuhannya. Setidaknya, lulusan tersebut dapat mentransformasikan (mengembangkan dan melestarikan) budaya yang ada di lingkungan, kepribadiannya dapat terbentuk dengan baik, menjadi warga negara yang baik yang didasarkan atas landasan-landasan pendidikan, serta mampu bersaing di dunia kerja. Jika proses yang terjadi di dalam komponen-komponen pendidikan yang sudah dijelaskan di atas berjalan dengan baik tanpa adanya hambatan maka hasil lulusan tersebut pun akan baik. Oleh sebab itu, proses berkesinambungan dari komponen-komponen pendidikan menentukan hasil nyata dari pendidikan tersebut yang didasarkan kepada tujuan dan dasar pendidikan.

  2) Siswa Putus Sekolah

  Kadang kala proses komponen-komponen pendidikan yang terjadi tidak sesuai dengan apa yang sudah direncanakan sebab adanya hambatan yang ada pada komponen-komponen tersebut, sehingga peserta didik sebagai input dalam sistem pendidikan tidak bisa melangsungkan pendidikannya (putus sekolah). 23

  Komponen-komponen pendidikan yang telah dijelaskan diatas berinteraksi secara berkesinambungan, saling melengkapi dalam sebuah Komponen-komponen pendidikan yang telah dijelaskan diatas berinteraksi secara berkesinambungan, saling melengkapi dalam sebuah

  Sistem pendidikan diatas dapat digambarkan dalam bagan berikut:

  BAGAN 1

  KOMPONEN SISTEM PENDIDIKAN

c. Konsep Kurikululm

  Kurikulum merupakan bagian integral dari sistem pendidikan yang mempunyai peranan signifikan dalam keberhasilan pendidikan. Konsep kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan, juga bervariasi sesuai dengan aliran atau teori pendidikan yang dianutnya. Secara etimologi, kurikulum berasal dari bahasa latin, yaitu currere,

  sebuah kata kerja yang bermakna to run (Indonesia: lari). 24 Sedangkan secara

  terminologi, menurut pandangan lama, kurikulum merupakan kumpulan mata terminologi, menurut pandangan lama, kurikulum merupakan kumpulan mata

  Macam-macam definisi telah banyak diutarakan oleh para pakar, namun lazimnya kurikulum dipandang sebagai suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses belajar mengajar di bawa bimbingan dan tanggung jawab lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya.

  Dalam menyusun kurikulum, sangatlah tergantung pada asas organisatoris, yakni bentuk penyajian bahan pelajaran atau organisasi kurikulum. Ada tiga pola organisasi kurikulum, yang dikenal juga dengan sebutan jenis-jenis kurikulum atau tipe-tipe kurikulum, yaitu sebagai berikut:

  a. Sparated Subject Kurikulum Kurikulum ini dipahami sebagai kurikulum mata pelajaran yang terpisah satu sama lainnya. Kurikulum mata pelajaran terpisah berarti kurikulumnya dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah, yang kurang mempunyai keterkaitan dengan mata pelajaran lainnya. Konsekuensinya, anak didik harus semakin banyak mengambil mata pelajaran.

  b. Correlated Curriculum

  Kurikulum ini mengandung makna bahwa sejumlah mata pelajaran dihubungkan antara yang satu dengan yang lain, sehingga ruang lingkup bahan yang tercakup semakin luas.

  c. Broad Field Curriculum Kurikulum ini kadang-kadang sering disebut kurikulum fusi. Kurikulum ini menghapuskan batas-batas dan menyatukan mata pelajaran yang berhubungan erat. Atau dalam kata lain kurikulum ini adalah usaha meningkatkan kurikulum dengan mengkombinasikan beberapa mata pelajaran, sebagai contoh pelajaran sejarah, geografi dan ekonomi disatukan menjadi ilmu pengetahuan sosial.

  d. Integrated Curriculum Integrated Curriculum (kurikulum terpadu) merupakan suatu produk dari usaha pengintegrasian bahan pelajaran dari berbagai macam pelajaran. Integrasi diciptakan dengan memusatkan pelajaran pada masalah tertentu yang memerlukan solusinya dengan materi atau bahan dari berbagai disiplin atau mata pelajaran. Kurikulum ini membuka kesempatan yang lebih banyak untuk melakukan kerja kelompok, masyarakat dan lingkungan sebagai sumber belajar, mementingkan perbedaan individual

  anak didik, dan dalam perencanaan pelajarannya siswa diikutsertakan. 26 anak didik, dan dalam perencanaan pelajarannya siswa diikutsertakan. 26

  Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang melibatkan guru, siswa dan komponen lainnya dalam proses pembelajaran yang saling mempengaruhi satu sama lain dalam rangka tercapainya tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Dengan adanya komponen-komponen pembelajaran di atas, maka seorang guru kiranya mampu memungkinkan terciptanya situasi yang tepat, sehingga

  memungkinkan pula terjadinya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. 27

  Metode pembelajaran dapat dibagi menjadi dua, yaitu metode dalam pengertian luas dan metode dalam pengertian sempit. Metode dalam pengertian sempit artinya cara yang digunakan untuk menyampaikan suatu materi pelajaran dalam upaya mencapai tujuan kurikulum. Sedangkan dalam arti luas berarti tidak hanya sekedar cara mengajar, tapi lebih dari itu, yaitu membicarakan mengenai bagaimana membangun nilai, pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan

  peserta didik. 28 Syaiful Bahri Djamarah menyatakan bahwa ada tiga tahapan yang harus dilakukan guru dalam proses pembelajaran yaitu persiapanperencanaan,

  pelaksanaan, dan tahap penilaianevaluasi. 29

  1. Perencanaan Pembelajaran

  Kaufman mengungkapkan: “perencanaan adalah suatu proyeksi tentang apa yang diperlukan dalam rangka mencapai tujuan yang absah dan

  27 Tabrani Rosyan, Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), hlm. 3.

  28 Lias Hasibuan, Kurikulum dan Pemikiran Pendidikan, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2010), hlm. 39-40.

  bernilai”. 30 Hal senada diungkapkan pula oleh Philip Commbs: “perencanaan

  pengajaran adalah suatu penerapan yang rasional dari analisis sistematis proses perkembangan pendidikan dengan tujuan agar pendidikan itu lebih efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan dan tujuan para murid dan

  masyarakatnya. 31

  Dari kedua pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan perencanaan pengajaran adalah suatu persiapan yang dilakukan oleh guru dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang lebih efektif dan efisien. Perencanaan pengajaran dalam proses pembelajaran merupakan suatu hal yang dapat membantu para pengelola pendidikan (guru) dalam melaksanakan tugasnya. Maksudnya dapat menolong pencapaian suatu sasaran atau tujuan secara lebih mudah karena dapat dikontrol dan dimonitor dalam pelaksanaannya. Oleh sebab itu perencanaan merupakan tahapan pertama dalam proses pembelajaran pada umumnya yang menempati posisi yang amat penting dan sangat menentukan.

  Pada tahap pesiapan atau perancangan ini seorang guru harus mempunyai persiapan sebelum proses pembelajaran berlangsung agar proses pembelajaran yang dilaksanakan tersebut dapat berjalan secara efektif dan efisien dan dapat diberikan sesuai dengan waktu yang tersedia.

  Menurut Sriyono, dkk., perencanaan proses belajar mengajar berwujud dalam bentuk satuan pelajaran yang berisi rumusan tujuan pengajaran (tujuan instruksional), bahan pengajaran, kegiatan belajar siswa, Menurut Sriyono, dkk., perencanaan proses belajar mengajar berwujud dalam bentuk satuan pelajaran yang berisi rumusan tujuan pengajaran (tujuan instruksional), bahan pengajaran, kegiatan belajar siswa,

  serta menuangkannya secara tertulis dalam perencanaan pembelajaran yang dimulai dengan merumuskan program tahunan, program semester, analisis materi pelajaran, pengembangan silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran, program remedial dan program pengayaan. Kemudian merumuskan bahan pelajaran yang akan diajarkan. Bahan pelajaran tersebut harus diatur agar memberi motivasi pada siswa untuk aktif dalam belajar. Setelah proses pembelajaran ditetapkan dan diurutkan secara sistematis sehingga memberi peluang adanya kegiatan belajar bersama atau perorangan. Penggunaan alat bantu dan metode mengajar diusahakan dan dipilih oleh guru agar menumbuhkan semangat siswa. Perumusan perencanaan pembelajaran yang terakhir tentang penilaian yang terdiri dari sejumlah pertanyaan yang problematis, sehingga menuntut siswa untuk berpikir secara optimal dan jika perlu diberikan tugas-tugas yang harus dikerjakan di kelas atau di rumah.

  Peranan rencana pelaksanaan pembelajaran dalam proses pembelajaran bukan semata-mata tuntutan administrasi guru, melainkan bagian penting dari praktek pengajaran agar diperoleh hasil belajar siswa yang optimal. Pemikiran-pemikiran yang tertuang dalam rencana pelaksanaan pembelajaran harus secara konsekuen dipraktekkan pada waktu guru mengajar.

  Dalam persiapanperencanaan mengajar, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan oleh guru. Faktor tersebut sebagai penentu dalam pemilihan proses pembelajaran yaitu sebagai berikut:

  a. Tujuan (pengetahuan, keterampilan, nilai yang ingin dicapai).

  b. Isi mata pelajaran.

  c. Siswa (usia, kemampuan, latar belakang, motivasi dan sebagainya).

  d. Pengajar (filosofinya tentang pendidikan, kompetensinya dalam teknik mengajar, kebiasaannya dan sebagainya).

  e. Ekonomi administrasi (ketersediaan alat-alat atau dana untuk pengadaannya, waktu persiapannya, besar kelas, jumlah ruangan, dan banyak jam pertemuan yang tersedia). 33

  2. Pelaksanaan Pembelajaran