Konstitusi Masyarakat serta Fungsi dan Peran Masing-Masing Marga dalam Masyarakat

2.5. Konstitusi Masyarakat serta Fungsi dan Peran Masing-Masing Marga dalam Masyarakat

Di dalam masyarakat Huaulu terdapat pengelompokan sosial yang juga merupakan pengelompokan-pengelompokan politis. Pengelompokan yang paling kecil dapat kita sebut sebagai marga (lineage). Kemudian, beberapa marga bergabung menjadi pengelompokan lebih besar yang dapat kita sebut sebagai klan (clan). Baik marga maupun klan dalam bahasa Huaulu sama-sama disebut dengan ipa (plural: ipaem). Saat ini terdapat empat klan di Huaulu, yakni klan Huaulu, Tamatae, Alaiye, dan Peinissa. Klan Huaulu sendiri terbagi atas dua seksi (subklan), yakni Huaulu Potoa dan Huaulu Kite. Huaulu Potoa terdiri atas marga- Di dalam masyarakat Huaulu terdapat pengelompokan sosial yang juga merupakan pengelompokan-pengelompokan politis. Pengelompokan yang paling kecil dapat kita sebut sebagai marga (lineage). Kemudian, beberapa marga bergabung menjadi pengelompokan lebih besar yang dapat kita sebut sebagai klan (clan). Baik marga maupun klan dalam bahasa Huaulu sama-sama disebut dengan ipa (plural: ipaem). Saat ini terdapat empat klan di Huaulu, yakni klan Huaulu, Tamatae, Alaiye, dan Peinissa. Klan Huaulu sendiri terbagi atas dua seksi (subklan), yakni Huaulu Potoa dan Huaulu Kite. Huaulu Potoa terdiri atas marga-

Selain marga-marga di atas yang merupakan marga-marga asli masyarakat Huaulu, terdapat pula penduduk yang merupakan pendatang dari berbagai daerah lain, seperti Maraina, Serumena, Buton, Papua, ataupun Jawa Barat (Sunda).

Dalam masyarakat Huaulu, proses kedatangan masing-masing marga ke Pulau Seram merupakan salah satu faktor utama yang menentukan bagaimana kemudian masyarakat tersebut dikonstitusi. Waktu kedatangan dari tiap-tiap marga ini menentukan marga mana yang kemudian menempati posisi-posisi tertentu dalam struktur masyarakat Huaulu. Menurut mitologi yang mereka miliki, klan Huaulu merupakan yang paling pertama tiba, lalu disusul berturut-turut oleh Tamatae, Alaiye, dan Peinissa. Dengan demikian, pembentukan masyarakat Huaulu pun terjadi secara berkala. Satu per satu marga bergabung dengan marga pertama yang datang, hingga akhirnya semua disatukan dalam sebuah ikatan politis yang bernama Sekenima. Kesatuan sosiopolitik ini juga biasa disebut sesuai dengan nama klan yang paling dominan, yakni Huaulu.

Di antara klan Huaulu sendiri, yang paling awal tiba adalah Sinalapotoa dan tiga marga yang disebut sebagai Latuam: Isal, Ipatapale, dan Latunohu. Isal, Ipatapale, dan Sinalapotoa kemudian disatukan dalam subklan Huaulu Potoa. Latunohu dan Huaulu Kite, yang merupakan percabangan dari Sinalapotoa, dikelompokkan ke dalam subklan Huaulu Kite. Saiyaraman merupakan marga terakhir yang bergabung ke dalam klan ini, tepatnya ke dalam subklan Huaulu Potoa. Adapun Puraratuhu, menurut tradisi lisan di Huaulu merupakan satu- satunya marga yang tidak memiliki cerita perjalanan. Dengan kata lain, sejak awal Puraratuhu sudah ada di Pulau Seram—mereka tidak datang dari mana-mana. Puraratuhu kemudian dikelompokkan ke dalam subklan Huaulu Kite.

Di dalam klan Huaulu, subklan Huaulu Potoa merupakan subklan yang berhak atas posisi Kamara (raja). Tepatnya, marga Isal dan Ipatapale yang memiliki hak tersebut. Mereka disebut sebagai marga perintah. Adapun subklan Huaulu Kite berhak atas posisi Latunusa (raja tanah). Dalam subklan ini, tepatnya marga Puraratuhu dan Latunohu yang memiliki hak tersebut. Setelah klan Huaulu, berturut-turut datang Tamatae yang masuk ke Pulau Seram melalui pesisir

Selatan, tepatnya melalui Wolu, kemudian Alaiye, lalu Peinissa, yang sama-sama masuk melalui pesisir Timur.

Fungsi-fungsi tertentu dalam masyarakat Huaulu terkait erat dengan pembagian tugas dan peran untuk masing-masing marga yang ada. Di antara fungsi-fungsi tersebut yang utama adalah raja (Kamara), raja tanah (Latunusa), bapak adat (Matoke) yang sekaligus penjaga rumah adat (luma potoam), Saniri, dan penjaga rumah pemali (luma maquwoliem).

Raja atau Kamara merupakan kepala pemerintahan. Ia bertugas menangani segala urusan yang berkaitan dengan masalah-masalah kepemerintahan. Marga yang mempunyai hak untuk menjadi Kamara, seperti sudah disebutkan, adalah dua marga perintah dari subklan Huaulu Potoa, yakni Ipatapale dan Isal. Kendati demikian, posisi Kamara dapat pula dimandatkan kepada orang dari marga lain di luar kedua marga tersebut. Pemberian mandat dari marga perintah kepada orang di luar marga mereka dimungkinkan pada saat anggota-anggota dari marga perintah tersebut dianggap belum ada yang cukup mumpuni untuk memegang amanat sebagai Kamara. Salah satu syarat utama untuk menjadi Kamara adalah memiliki kemampuan baca–tulis. Selain itu, dalam praktiknya, seorang Kamara juga dituntut memiliki kecakapan untuk mewakili masyarakat Huaulu dalam berhubungan dengan orang-orang luar. Salah satu contoh kasus pemberian mandat terjadi pada tahun 2009, ketika Kamara yang menjabat saat ini, M. Rifai Puraratuhu, ditunjuk oleh para tetua adat untuk memegang posisi tersebut. Kamara Rifai berasal dari marga Puraratuhu. Ia memperoleh mandat dari marga perintah Ipatapale.

Raja Tanah atau Latunusa bertugas menangani urusan-urusan yang berkaitan dengan masalah-masalah pertanahan. Dalam menjalankan tugasnya, Latunusa berpegang pada kaidah-kaidah yang berlaku secara adat. Marga yang memiliki hak untuk menjadi Latunusa adalah dua marga dari subklan Huaulu Kite, yakni Puraratuhu dan Latunohu.

Bapak adat atau Matoke merupakan orang yang bertugas memimpin acara- acara adat. Selain itu, berbagai macam ritual yang berkaitan dengan kepercayaan Memaha juga dipimpin oleh Bapak Adat. Orang yang bertugas menjadi Bapak Adat adalah orang yang pada saat itu bertugas sebagai penjaga rumah besar atau Bapak adat atau Matoke merupakan orang yang bertugas memimpin acara- acara adat. Selain itu, berbagai macam ritual yang berkaitan dengan kepercayaan Memaha juga dipimpin oleh Bapak Adat. Orang yang bertugas menjadi Bapak Adat adalah orang yang pada saat itu bertugas sebagai penjaga rumah besar atau

Saniri merupakan semacam dewan yang terdiri atas perwakilan-perwakilan masyarakat Huaulu. Dalam struktur pemerintahan kontemporer, fungsi Saniri dapat diidentikkan dengan fungsi Badan Perwakilan Desa (BPD). Saat ini Saniri Negeri Huaulu terdiri atas sembilan orang dari tiap-tiap marga yang ada di Huaulu. Dari semua marga di Huaulu, marga Latunohu saja yang sekarang tidak memiliki perwakilan di dalam struktur Saniri. Alasannya, sedang tidak ada orang yang mampu untuk duduk sebagai perwakilan dari marga tersebut. Hal ini terutama dikarenakan orang Huaulu yang bermarga Latunohu tinggal sedikit, bahkan tercatat laki-lakinya tinggal seorang, yakni seorang anak kecil berumur 7 tahunan.

Penjaga rumah pemali merupakan orang-orang yang ditunjuk untuk menjaga barang-barang pemali. Seperti halnya penjaga luma potoam, penjaga rumah pemali pun harus seseorang yang statusnya sudah menikah (kateha). Barang-barang pemali ini pada dasarnya merupakan milik marga-marga tertentu, yakni marga Puraratuhu, Latunohu, Isal, Ipatapale, Saiyaraman, Tamatae, dan Alaiye. Oleh karena itu, tiap-tiap barang pemali penjagaannya juga diputuskan oleh masing-masing marga yang bersangkutan. Saat ini tidak semua barang pemali memiliki penjaga khusus. Barang pemali Isal, misalnya, ditempatkan di sebuah rumah yang tidak berpenghuni. Demikian pula dengan barang pemali Alaiye. Berbeda dengan rumah pemali Puraratuhu, Ipatapale, Latunohu, Saiyaraman, dan Tamatae, rumah pemali untuk barang pemali Isal dan Alaiye bukanlah rumah tinggal yang ditempati oleh seorang atau sepasang penjaga.

Selain fungsi-fungsi yang telah disebutkan di atas, terdapat beberapa fungsi yang merupakan hasil adopsi dari struktur pemerintahan desa kontemporer, yakni sekretaris desa, bendahara, kepala urusan pembangunan, kepala urusan Selain fungsi-fungsi yang telah disebutkan di atas, terdapat beberapa fungsi yang merupakan hasil adopsi dari struktur pemerintahan desa kontemporer, yakni sekretaris desa, bendahara, kepala urusan pembangunan, kepala urusan

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65