MANAJEMEN RISIKO

30. MANAJEMEN RISIKO

Meningkatnya kebutuhan pengelolaan Bank yang sehat dan terpadu (Good Corporate Governance) memerlukan penerapan manajemen risiko yang terpadu dan komprehensif. Dalam rangka mencapai manajemen risiko yang mendukung pencapaian target kinerja dan mampu menjaga kelangsungan usaha, diperlukan strategi manajemen risiko yang proaktif yang dapat meningkatkan efektivitas penggunaan modal dan gtingkat pengembangan modal (Return On Equity/ROE) sehingga dapat memberikan nilai tambah bagi pemegang saham, mengantisipasi ketentuan baru yang mengarah pada best practice, meningkatkan kepercayaan pemegang saham dan stakeholders lainnya serta meningkatkan bisnis pada tingkat optimal.

Untuk mencapai tujuan di atas dan sejalan dengan Peraturan Bank Indonesia No. 11/25/PBI/2009 tanggal 1 Juli 2009 mengenai Perubahan Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum serta Surat Edaran Bank Indonesia No. 13/23/DPNP tanggal 25 Oktober 2011 perihal Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia No. 5/21/DPNP tanggal 29 September 2003 perihal Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum, perlu dibangun kesadaran dan budaya manajemen risiko terpadu (integrated risk culture) dan difokuskan pada efektivitas penerapan tata kelola dan kerangka kerja manajemen risiko meliputi pengawasan aktif manajemen bank, kecukupan kebijakan dan prosedur serta penetapan limit risiko, proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko bank serta integrasinya sistem informasi di Bank.

Penerapan manajemen risiko di Bank telah dituangkan dalam beberapa kebijakan dan prosedur, antara lain Kebijakan Umum Manajemen Risiko (KUMR). KUMR berperan sebagai aturan tertinggi dalam implementasi manajemen risiko pada seluruh kegiatan bisnis Bank, dimulai dari kebijakan, strategi, organisasi, sistem informasi manajemen risiko, pengawasan risiko, pengelolaan produk dan aktivitas baru dan Business Continuity Plan (BCP). Proses penerapan manajemen risiko yang meliputi identifikasi, pengukuran, pemantauan, pengelolaan dan pengendalian terhadap 8 (delapan) risiko yaitu risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko kepatuhan, risiko strategi, risiko hukum dan risiko reputasi.

Penilaian Profil Risiko sesuai dengan PBI No.13/1/PBI/2011 tanggal 05 Januari 2011 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum dan SE BI No. 13/23/DPNP tanggal 25 Oktober 2011 perihal Perubahan atas Surat Edaran No. 5/21/DPNP perihal Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum dilakukan terhadap risiko yang melekat (inherent risk) dan kualitas penerapan manajemen risiko melalui proses self asessment pada seluruh aktivitas bisnis bank yang mencakup 8 (delapan) risiko.

Manajemen Risiko Kredit

Penerapan manajemen risiko kredit dilakukan dengan upaya:

• Pemisahan pejabat kredit Relationship Management (RM) dan Credit Risk Management (CRM) serta pemisahan pengelolaan kredit lancar (performing) dengan pengelolaan kredit bermasalah sebagai penerapan four eyes principles dan dimaksudkan agar pengelolaan risiko dalam aktivitas perkreditan dapat dilaksanakan secara lebih baik tanpa menganggu proses bisnis yang berorientasi pertumbuhan bisnis yang sehat. Pejabat kredit lini diberikan batas kewenangan memutus kredit yang dituangkan dalam surat keputusan dimana kewenangannya ditetapkan berdasarkan integritas, kemampuan dan kompetensi serta pengalaman di bidang perkreditan dan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan sehingga proses pemberian kredit akan dilaksanakan lebih obyektif dan komprehensif dengan menerapkan prinsip kehati-hatian.

• Penerapan Credit Risk Rating (CRR) dan Credit Risk Scoring (CRS) sebagai alat untuk

mengukur tingkat risiko dalam proses pemberian kredit dan mitigasi risiko kredit.

• Penetapan prosedur perkreditan yang sehat melalui penetapan Pasar Sasaran (PS), Kriteria Risiko yang Dapat Diterima (KRD).

• Pengendalian risiko, yaitu dengan cara melakukan pembatasan eksposur dan tindakan perbaikan sehingga kerugian yang mungkin terjadi dapat diminimalkan.

• Menerapkan Early Warning System (EWS) sebagai salah satu alat pemantauan (credit monitoring) dengan cara mendeteksi secara lebih awal debitur yang berpotensi cidera janji (default).

(i) Kualitas kredit berdasarkan golongan aset keuangan Tabel berikut menunjukkan kualitas kredit berdasarkan golongan aset untuk semua aset keuangan yang terekspos risiko kredit, nilai yang disajikan adalah gross.

31 Maret 2014 Telah Jatuh Tempo tetapi Tidak

Belum Jatuh Tempo dan Tidak

Mengalami

Mengalami Total

Mengalami Penurunan Nilai

Penurunan Nilai

Penurunan Nilai

Tingkat Tinggi

Tingkat Standar

(Kol.2 Kolektif)

(Kol.3,4,5 Kolektif Kredit Individual)

307,997,998 Giro pada bank lain

Giro pada bank Indonesia

67,749,731 Penempatan pada bank Indonesia dan bank lain

172,600,000 185,000,000 357,600,000 Efek efek

- Nilai wajar melalui laporan laba rugi

68,312,655 Tersedia untuk dijual

496,588,826 496,588,826 Dimiliki hingga jatuh tempo

- Tagihan wesel ekspor

- Obligasi Rekapitalisasi Pemerintah

- Tersedia untuk dijual

- Dimiliki hingga jatuh tempo

- Efek-efek yang dibeli dengan janji dijual kembali

- Tagihan Derifatif

- Kredit yang diberikan dan piutang dan pembiayan

67,996,806 2,570,230,412 Tagihan akseptasi

13,715,442 Penyertaan saham *)

297,659 Aset lain-lain **)

31 Desember 2013 Telah Jatuh Tempo tetapi Tidak

Belum Jatuh Tempo dan Tidak

Mengalami

Mengalami Total

Mengalami Penurunan Nilai

Penurunan Nilai

Penurunan Nilai

Tingkat Tinggi

Tingkat Standar

(Kol.2 Kolektif)

(Kol.3,4,5 Kolektif Kredit Individual)

287,028,218 Giro pada bank lain

Giro pada bank Indonesia

99,368,705 Penempatan pada bank Indonesia dan bank lain

365,000,000 411,992,495 Efek efek

- Nilai wajar melalui laporan laba rugi

65,992,892 Tersedia untuk dijual

557,991,935 557,991,935 Dimiliki hingga jatuh tempo

- Tagihan wesel ekspor

- Obligasi Rekapitalisasi Pemerintah

- Tersedia untuk dijual

- Dimiliki hingga jatuh tempo

- Efek-efek yang dibeli dengan janji dijual kembali

- Tagihan derivatif

- Kredit yang diberikan dan piutang dan pembiayan

71,691,041 2,502,227,478 Tagihan akseptasi

- Penyertaan saham *)

297,659 Aset lain-lain **)

*) Penyertaan saham merupakan penyertaan saham dengan metode biaya

**) Aset lain-lain terdiri atas piutang bunga dan piutang lain-lain

Kualitas kredit didefinisikan sebagai berikut:

Tingkat tinggi (a) Giro pada Bank Indonesia, giro pada bank lain, penempatan pada Bank Indonesia dan

bank lain yaitu giro atau penempatan pada institusi Pemerintah, institusi Pemerintah Daerah, bank yang terdaftar di bursa serta transaksi dengan bank yang memiliki reputasi baik dengan tingkat kemungkinan gagal bayar atas kewajiban yang rendah.

(b) Efek-efek dan obligasi Pemerintah yaitu efek-efek yang dikeluarkan oleh Pemerintah, efek- efek dan obligasi yang termasuk dalam investment grade dengan rating minimal idBBB (Pefindo), BBB+ (S&P), Baa1 (Moody’s) atau BBB+ (Fitch).

(c) Tagihan wesel ekspor yaitu wesel ekspor dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang dinegosiasikan secara diskonto dan dijaminkan oleh bank penerbit. (d) Kredit yang diberikan yaitu kredit kepada debitur dengan riwayat pembayaran yang sangat baik dan tidak pernah menunggak sepanjang jangka waktu kredit; debitur dengan riwayat tidak pernah di restrukturisasi, debitur dengan tingkat stabililitas dan keragaman yang tinggi; memiliki akses setiap saat untuk memperoleh pendanaan dalam jumlah besar dari pasar terbuka; memiliki kemampuan membayar yang kuat dan rasio-rasio neraca yang konservatif.

(e) Tagihan akseptasi merupakan transaksi letters of credit (L/C) atau Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN) yang diaksep oleh bank pengaksep dengan sumber pembayaran dari debitur. Debitur yang masuk dalam kategori ini mempunyai riwayat pembayaran yang sangat baik antara lain institusi Pemerintah, institusi Pemerintah Daerah dengan dengan tingkat kemungkinan gagal bayar atas kewajiban yang rendah.

(f) Penyertaan saham adalah investasi bank pada entitas lain dengan kepemilikan dibawah 20%. Entitas tersebut merupakan institusi Pemerintah atau institusi Pemerintah Daerah. (g) Aset lain-lain yaitu piutang bunga kepada Pemerintah atau Pemerintah Daerah seperti Pendapatan Bunga yang Masih Harus Diterima (PYMHD) atas obligasi Pemerintah dan piutang lainnya.

Tingkat standar (a) Giro pada bank lain, penempatan pada bank lain yaitu giro atau penempatan pada bank

yang tidak terdaftar di bursa. (b) Efek-efek dan obligasi yaitu efek-efek dan obilgasi yang termasuk dalam non-investment grade dengan rating minimal idBB (Pefindo), BBB- (S&P), Baa3 (Moody’s) atau BBB- (Fitch).

(c) Tagihan wesel ekspor yaitu wesel ekspor selain dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah

yang dinegosiasikan secara diskonto dan dijaminkan oleh bank penerbit. (d) Kredit yang diberikan yaitu kredit kepada debitur dengan riwayat pembayaran yang baik; debitur dengan riwayat pernah direstrukturisasi, akses terbatas untuk memperoleh pendanaan dalam jumlah besar dari pasar terbuka; tingkat pendapatan dan kinerja keseluruhan tidak stabil; memiliki kemampuan membayar yang cukup.

(e) Tagihan akseptasi merupakan transaksi letters of credit (L/C) atau Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN) yang diaksep oleh bank pengaksep dengan sumber pembayaran dari debitur. Debitur yang masuk dalam kategori ini selain dari institusi Pemerintah atau institusi Pemerintah Daerah dengan tingkat kemungkinan gagal bayar atas kewajiban yang cukup.

(f) Penyertaan saham adalah investasi bank pada entitas lain selain Pemerintah dengan kepemilikan dibawah 20%. (g) Aset lain-lain yaitu aset keuangan lainnya selain piutang bunga kepada Pemerintah atau Pemerintah Daerah seperti tagihan rupa-rupa kepada pihak ketiga lainnya.

Tabel di bawah menunjukkan aging analysis terhadap kredit yang diberikan, yang telah jatuh tempo tetapi tidak mengalami penurunan nilai:

31 Maret 2014

Kurang dari 30 hari

31 s.d. 60 hari

61 s.d. 90 hari

Total

Kredit yang diberikan Kemitraan

1,523,645 14,472,502 19,874,593 Ritel

15,008,802 5,182,051 3,098,332 23,289,185 Menengah

Total