Penilaian Status Gizi dengan Metode Antropometri Standar Antropometri WHO 2005

kekurangan zat gizi yang dikonsumsi atau mungkin mutunya rendah. Gizi kurang pada dasarnya adalah gangguan pada beberapa segi kesejahteraan perorangan atau masyarakat yang disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan akan zat gizi yang diperoleh dari makanan. Kurang gizi banyak menimpa anak khususnya anak balita yang berusia di bawah lima tahun karena merupakan golongan yang rentan serta pada fase ini kebutuhan tubuh akan zat gizi meningkat karena selain untuk tumbuh juga untuk perkembangan sehingga apabila anak kurang gizi dapat menimbulkan berbagai penyakit Supariasa, 2002.

2.4.3. Penilaian Status Gizi dengan Metode Antropometri

Dewasa ini dalam program gizi masyarakat, pemantauan status gizi anak balita mengunakan metode antropometri sebagai cara untuk menilai status gizi Supariasa, 2000. Mengingat keterbatasan waktu, tenaga dan biaya, maka dalam penelitian ini peneliti mengunakan penilaian status gizi dengan cara pemeriksaaan fisik yang disebut antropometri. Adapun keunggulan antropometri adalah alatnya mudah didapat dan mudah digunakan, pengukuran dapat dilakukan berulang-ulang dengan mudah dan obyektif, pengukuran bukan hanya dilakukan dengan tenaga khusus professional, juga oleh tenaga lain setelah dilatih untuk itu, biayanya relatif murah, hasilnya mudah disimpulkan, dan diakui kebenarannya. Sedangkan kelemahan antropometri adalah tidak sensitif untuk mendeteksi status gizi dalam waktu singkat, faktor di luar gizi penyakit, genetik, dan penurunan penggunaan energi dapat menurunkan spesifikasi dan sensitifitas pengukuran antropometri. Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran Supariasa, 2000. Universitas Sumatera Utara

2.4.4. Standar Antropometri WHO 2005

Masalah gizi di Indonesia masih cukup banyak. Salah satu cara mengidentifikasi seseorang menderita gizi kurang, gizi baik, gizi lebih, atau obesitas adalah melalui pengukuran antropometri, dan ahli gizi memiliki keahlian untuk melakukan pengukuran tersebut dan sekaligus merupakan kompetensi yang harus dimiliki. Dalam pelaksanan pengukuran antropometri, ahli gizi membutuhkan acuan pertumbuhan optimal anak. Beberapa pertemuan dilakukan untuk membahas standar baru antropometri yang dikeluarkan oleh WHO 2005 sebagai suatu bentuk sumbangsih PERSAGI terhadap perkembangan ilmu pengetahuan yang terjadi di dunia. Pada tahun 2006, Standar Antropometri WHO tersebut diperkenalkan di tingkat SEARO South - East Asia Regional Office dan Indonesia salah satu yang ikut serta di dalamnya. Di Indonesia, pertemuan pakar dari berbagai universitas dan profesi dilakukan oleh PERSAGI dan Direktorat Gizi Ditzi. Diharapkan penggunaan Standar Antropometri WHO 2005 sudah dapat terealisir di tahun 2009. Antropometri WHO 2005 adalah didasarkan pada studi di 6 negara di dunia yaitu Brasil, Ghana, Norwey, Oman, USA, dan India. Melibatkan lebih dari 12.000 bayi sehat dan anak-anak dengan melakukan study longitudinal untuk anak usia 0-24 bulan dan cross-sectional pada anak-anak usia 18-71 bulan. Kriteria pemilihan bayi yang dimasukkan dalam studi ini adalah tidak adanya sakit dan hambatan sosial ekonomi yang dapat menghambat pertumbuhan anak, dan ibunya saat hamil tidak merokok dan menyusui bayinya saat lahir secara eksklusif sampai usia minimal 4 bulan. Penilaian pertumbuhan tidak saja didasarkan pada perkembangan ukuran tubuh tetapi juga pada perkembangan motorik anak dalam Universitas Sumatera Utara perkembangannya sejak lahir. Standar antropometri WHO 2005 didesain untuk seluruh anak di dunia yang berusia 0-5 tahun yang studinya saat ini masih berlanjut untuk usia yang lebih tua agar tumbuh dan berkembang secara optimal Persagi, 2009.

2.5. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan landasan teori, maka kerangka konsep yang berkaitan antara variabel dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 1 berikut. : Yang akan diteliti : Tidak diteliti Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan kerangka konsep di atas maka dapat dilihat bahwa status gizi anak balita berkaitan dengan pola makan anak balita yang dapat digambarkan dari pola makan keluarga yang meliputi jumlah konsumsi energi dan protein keluarga. Pola makan keluarga berkaitan dengan karakteritik keluarga yang meliputi umur orang tua, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, jumlah anggota keluarga, pendapatan keluarga dan pendidikan gizi ibu. Karakteristik Keluarga : − Umur orang tua − Pendidikan orang tua − Pekerjaan orang tua − Jumlah anggota keluarga − Pendapatan keluarga − Pengetahuan Gizi Ibu Pola Makan Keluarga : − Jumlah konsumsi energi − Jumlah konsumsi protein Status gizi anak balita Pola makan anak balita Universitas Sumatera Utara