BAB I PENDAHULUAN
1.3. Latar Belakang
Masalah gizi di Indonesia yang terbanyak meliputi gizi kurang atau yang mencakup susunan hidangan yang tidak seimbang maupun konsumsi keseluruhan
yang tidak mencukupi kebutuhan badan. Anak balita merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi atau termasuk salah satu
kelompok masyarakat yang rentan gizi Sediaoetama, 2000. Balita yang kurang gizi mempunyai risiko meninggal lebih tinggi dibandingkan balita yang tidak kurang gizi.
Setiap tahun kurang lebih 11 juta balita di seluruh dunia meninggal oleh karena penyakit-penyakit infeksi seperti ISPA, diare, malaria, campak dan lain-lain.
Ironisnya, 54 dari kematian tersebut berkaitan dengan adanya kurang gizi WHO, 1995.
Masalah gizi yang merupakan masalah kesehatan masyarakat, dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pendapatan keluarga. Menurut Sajogya, dkk 1994
pendapatan keluarga mempunyai peran yang penting terutama dalam memberikan efek terhadap taraf hidup mereka. Efek di sini lebih berorientasi pada kesejahteraan
dan kesehatan, dimana perbaikan pendapatan akan meningkatkan tingkat gizi masyarakat. Pendapatan akan menentukan daya beli terhadap pangan dan fasilitas lain
pendidikan, perumahan, kesehatan, dll yang dapat mempengaruhi keadaan status gizi terutama balita. Berlainan dengan faktor pendapatan, ternyata ada penduduk atau
Universitas Sumatera Utara
masyarakat yang berpendapatan cukup dan lebih dari cukup, namun dalam penyediaan makanan keluarga banyak yang tidak memanfaatkan bahan makanan
yang bergizi, hal ini disebabkan oleh faktor lain, seperti kurangnya pengetahuan gizi ibu. Semakin bertambah pengetahuan gizi ibu, maka seorang ibu akan semakin
mengerti jenis dan jumlah makanan untuk dikonsumsi seluruh anggota keluarganya termasuk anak balitanya. Hal ini dapat meningkatkan kesejahteraan anggota keluarga,
sehingga dapat mengurangi atau mencegah gangguan gizi pada keluarga Suhardjo, 1996.
Besarnya jumlah anggota keluarga juga termasuk salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi balita, dimana jumlah pangan yang tersedia untuk suatu
keluarga besar, mungkin cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut, tetapi tidak cukup untuk mencegah gangguan gizi pada keluarga besar
tersebut. Menurut Suhardjo 2003 anak-anak yang tumbuh dalam keluarga besar rawan terhadap kurang gizi, sebab dengan bertambahnya jumlah anggota keluarga
maka pangan untuk setiap anak berkurang dan banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa anak-anak yang sangat muda perlu zat gizi yang relatif lebih
banyak dari pada anak-anak yang lebih tua. Dengan demikian anak-anak yang lebih muda mungkin tidak diberi cukup makanan yang memenuhi kebutuhan gizi.
Dalam keluarga besar dengan keadaan ekonomi lemah, anak-anak dapat menderita oleh karena penghasilan keluarga harus digunakan oleh banyak orang.
Semakin banyak jumlah anggota keluarga, tentunya akan semakin bervariasi
Universitas Sumatera Utara
aktivitas, pekerjaan dan seleranya, sehingga jumlah anggota keluarga berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan gizi yang dipengaruhi oleh konsumsi makanan. Dalam
hal ini faktor selera dari masing-masing anggota keluarga sangat berpengaruh, karena tidak semua anggota keluarga menyukai jenis makanan yang sama Suhardjo, 2003.
Tingkat pendidikan orang tua juga merupakan salah satu faktor yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi keadaan status gizi balita, karena dengan
pendidikan orang tua yang tinggi akan menjamin diberikan stimulus yang mendukung bagi perkembangan anak-anaknya dibandingkan orang tua dengan pendidikan rendah.
Tingkat pendidikan ikut menentukan atau mempengaruhi mudah tidaknya seseorang menerima suatu pengetahuan, semakin tinggi pendidikan maka seseorang akan lebih
mudah menerima informasi-informasi gizi. Dengan pendidikan gizi tersebut diharapkan tercipta pola kebiasaan makan yang baik dan sehat, sehingga dapat
mengetahui kandungan gizi dan pengetahuan yang terkait dengan pola makan lainnya Suhardjo, 2003.
Berdasarkan data Kantor Kepala Desa Amal Tani Kecamatan Serapit 2009, menunjukkan bahwa masyarakat Desa Amal Tani memiliki mata pencaharian
mayoritas bertani. Dari 903 KK diperoleh sebanyak 580 64,5 KK yang tingkat sosial ekonominya menengah ke bawah sehingga memungkinkan konsumsi pangan
dan gizi terutama pada anak balita rendah. Berdasarkan kriteria desa tertinggal yang dikeluarkan oleh Bappeda Kabupaten Langkat bahwa Desa Amal Tani Kecamatan
Serapit juga termasuk salah satu desa tertinggal.
Universitas Sumatera Utara
Hasil penimbangan posyandu pada tahun 2009 diketahui bahwa di Desa Amal Tani Kecamatan Serapit merupakan desa yang mempunyai jumlah balita gizi buruk
tertinggi yaitu 3 0,53 balita dari 562 balita dan yang menderita gizi kurang sebanyak 16 2,85 balita data Puskesmas Bahorok, 2009.
Berdasarkan uraian di atas peneliti merasa tertarik mengetahui status gizi anak balita ditinjau dari karakteristik dan pola makan keluarga di Desa Amal Tani
Kecamatan Serapit Kabupaten Langkat tahun 2010.
1.2. Perumusan Masalah