Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Karakteristik Keluarga

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Karakteristik Keluarga

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa sebagian besar 55,0 keluarga memiliki pendapatan yang tinggi. Jumlah anak balita gizi kurang pada keluarga pendapatan tinggi hanya 20,5, sementara gizi kurus pada keluarga pendapatan rendah ada 33,3, bahkan pada pendapatan rendah tersebut ditemukan status gizi sangat kurus 5,6 berdasarkan indeks BBTB. Hal ini menunjukkan bahwa status gizi kurus semakin meningkat pada keluarga dengan pendapatan rendah. Hasil penelitian Sarah, M. 2008 di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkat pendapatan keluarga kategori rendah di bawah UMR dengan berat badan menurut umur BBTB anak balita. Pendapatan keluarga merupakan faktor yang tidak langsung mempengaruhi konsumsi pangan, dimana terdapat hubungan yang positif antara pendapatan dan gizi karena pendapatan merupakan faktor penting bagi pemilihan kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Keluarga yang berpendapatan rendah sering kali tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan sehingga kebutuhan gizi anggota keluarga kurang tercukupi Berg 1986. Hal senada diungkapkan oleh Soehardjo 1989 bahwa jumlah pangan yang dikonsumsi keluarga dipengaruhi oleh status ekonomi. Namun demikian Soehardjo 1989 menambahkan bahwa pengeluaran uang yang lebih banyak untuk pangan tidak menjamin lebih beragamnya Universitas Sumatera Utara konsumsi pangan. Berg 1986 juga mengatakan bahwa peningkatan pendapatan tidak selalu membawa perbaikan pada konsumsi pangan karena walaupun banyak pengeluaran untuk pangan, belum tentu kualitas makanan yang dikonsumsi lebih baik. Pada umumnya ibu bekerja di luar rumah dapat memberikan penambahan pendapatan keluarga. Namun hal ini dapat mempengaruhi pola asuh anak, karena ibu yang bekerja akan memiliki alokasi waktu yang lebih sedikit untuk keperluan anak terutama perhatian dalam konsumsi pangan anak. Oleh karena itu, walaupun ibu bekerja di luar rumah tetap tidak dapat meninggalkan perannya sebagai ibu rumah tangga, pengasuh dan perawat anaknya Dagun, 1990. Namun apabila ibu tidak bekerja di luar rumah, maka pendapatan keluarga akan rendah karena sebagian besar 71,3 ayah bekerja sebagai petani. Dimana mereka miliki lahan yang tidak cukup, harga jual hasil panen yang rendah, harga beli pupuk meningkat ditambah lagi transportasi yang susah didapat karena jalannya sulit dilewati oleh kendaraan. Status gizi anak balita berdasarkan jumlah anggota keluarga, persentase terbesar gizi kurus dari keluarga sedang 24,5 dan 72,7 keluarga besar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir semua 95,0 anak balita yang berasal dari keluarga kecil memiliki status gizi normal. Hasil penelitian Utomo, 2001 di Wilayah Kerja Puskesmas Suruh Kabupaten Semarang menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu, jumlah anggota keluarga, pengetahuan ibu dengan status gizi balita. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan Berg 1986 bahwa jumlah anak yang menderita kelaparan pada Universitas Sumatera Utara keluarga besar, empat kali lebih besar dibandingkan dengan keluarga kecil. Anak- anak yang mengalami gizi kurang pada keluarga beranggota banyak, lima kali lebih besar dibandingkan dengan keluarga beranggota sedikit. Dalam hubungannya dengan pengeluaran rumah tangga, Sanjur 1982 menyatakan bahwa besar keluarga yaitu banyaknya anggota suatu keluarga, akan mempengaruhi pengeluaran rumah tangga. Harper, dkk., 1988, mencoba menghubungkan antara besar keluarga dan konsumsi pangan, diketahui bahwa keluarga miskin dengan jumlah anak yang banyak akan lebih sulit untuk memenuhi kebutuhan pangannya, jika dibandingkan keluarga dengan jumlah anak sedikit. Lebih lanjut dikatakan bahwa keluarga dengan konsumsi pangan yang kurang, anak balitanya lebih sering menderita gizi kurang. Menurut Soehardjo 2003, jumlah anggota keluarga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi jenis dan jumlah makanan yang tersedia di dalam keluarga. Selain itu jumlah anggota keluarga merupakan penentu dalam memenuhi kebutuhan makanan. Apabila anggota keluarga bertambah maka semakin tinggi pula kebutuhan akan pangan. Antara jumlah anggota keluarga dan kurang gizi juga mempunyai hubungan yang sangat nyata pada hubungan masing-masing keluarga. Terutama pada keluarga yang berpenghasilan rendah, pemenuhan makanan akan lebih mudah jika yang harus diberi makan jumlahnya sedikit. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga besar mungkin hanya cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut. Dari hasi penelitian juga diperoleh bahwa hanya sebanyak 18,4 anak balita dengan status gizi kurus pada pengetahuan gizi ibu kategori cukup, tetapi jumlah anak Universitas Sumatera Utara balita gizi kurus meningkat pada kelompok ibu dengan pengetahuan gizi kategori kurang. Namun, pada kelompok ini juga ditemukan status gizi anak balita sangat kurus 7,7. Banyaknya jumlah ibu yang memiliki tingkat pengetahuan gizi kategori cukup dan kurang dikarenakan lebih dari separuh ibu 56,3 berpendidikan SMP, bahkan masih ada 11,3 ibu yang berpendidikan SD. Hasil penelitian Harmani, 2000 di Kabupaten Gunung Kidul dan Kabupaten Sukabumi menunjukkan bahwa karakteristik ibu umur ibu, pendidikan ibu, dan pengetahuan ibu berhubungan dengan status gizi anak balita. Menurut Soewondo dan Sadli 1990, pendidikan formal sangat penting karena dapat membentuk pribadi dengan wawasan berfikir yang lebih baik. Dengan demikian semakin tinggi tingkat pendidikan formal seseorang maka ia akan lebih banyak menyerap pengetahuan gizi, dan hal ini akan berdampak positif terhadap ragam pangan yang akan dikonsumsi. Ibu yang memiliki pengetahuan gizi baik cenderung memilih makanan yang lebih baik dari pada ibu yang berpendidikan rendah Hardinsyah dan Suhardjo, 1987. Syarief dan Husaini 2000 menambahkan pendidikan ibu berhubungan dengan tingkat pengetahuan gizi dan kesehatan keluarga. Latar belakang pendidikan orangtua khususnya ibu merupakan salah satu unsur penting dalam penentuan gizi anak-anak. Dalam suatu keluarga biasanya seorang ibu yang berperan dalam pemilihan jenis pangan dan penentuan menu keluarga terutama bagi anak-anak. Peranan ini dalam pembentukan kebiasaan makan anak sangat menentukan, karena ibu terlibat langsung dalam kegiatan rumah tangga khususnya dalam penyelenggaraan makan keluarga Madanijah, 1994. Soehardjo 1989 menambahkan faktor kepercayaan dan Universitas Sumatera Utara pengetahuan ibu berpengaruh terhadap jenis bahan pangan yang dikonsumsi keluarga sehari-hari.

5.2. Status Gizi Anak Berdasarkan Pola Makan Keluarga