Dalam proses kebijakan di atas, tujuan atau arah kebijakan termasuk di dalam langkah ketiga, yaitu pemerintah merumuskan kebijakan publik dalam rangka
menyelesaikan isu atau masalah publik. Secara umum berarti setiap kebijakan publik dirumuskan harus dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah publik. Pada konteks
penelitian ini, berarti bahwa secara umum kebijakan pertanahan pemerintahan Megawati dirumuskan dalam kerangka menyelesaikan masalah ketimpangan
penguasaan sumber agraria dan sengketa-sengketa lahan yang berkembang pasca Orde Baru. Masalahnya adalah bahwa Indonesia telah memiliki kerangka kebijakan
pertanahan yang dianggap mengarah pada upaya pemecahan masalah agraria tersebut yang bertujuan merombak struktur agraria yang timpang sekaligus menyelesaikan
sengketa-sengketa lahan, yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, beserta aturan perundang-undangan lain yang
melengkapinya. Dengan demikian, dapat diasumsikan bahwa dapat saja tujuan yang terdapat di dalam kebijakan agraria pemerintahan Megawati Suakrno Putri, yaitu
Keppres No. 34 Tahun 2003 Tentang Kebijakan Ansional di Bidang Pertanahan berbeda dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 di atas.
1.5.2 Pengertian TAP MPR
Sebelum amandemen Undang-Undang Dasar 1945 dilakukan, dalam sistem hukum ketatanegaraan Indonesia, Ketetapan Musyawarah Perwakilan Rakyat TAP
MPR merupakan salah satu instrumen hukum yang berposisi penting, bahkan berada satu tingkat di bawah Undang-Undang Dasar. Berdasarkan Undang-Undang Dasar
Universitas Sumatera Utara
1945 sebelum diamandemen tersebut dan TAP MPRS No. XX Tahun 1966, tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia adalah sebagai berikut;
23
1. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 UUD 1945
2. Ketetapan Musyawarah Perwakilan Rakyat TAP MPR
3. Undang-Undang UU
4. Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang-Undang PERPU
5. Peraturan Pemerintah PP
6. Keputusan Presiden KEPPRES
7. Peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya.
Tata urutan perundang-undangan ini tidak boleh diubah dan disalingtukarkan kedudukannya. Pada poin ketujuh, selain peraturan perundang-undangan pada enam
poin sebelumnya, masih ada peraturan-peraturan perundang-undangan lain, yaitu;
24
1. Keputusan MPR,
2. Instruksi Presiden,
3. Peraturan Menteri,
4. Keputusan Menteri,
5. Instruksi Menteri,
6. Keputusan Direktur Jenderal,
7. Instruksi Direktur Jenderal,
8. Keputusan Direktur,
9. Keputusan Perwakilan Departemen di Daerah,
23
Kansil, C.S.T., Drs., SH., 1984, Hukum Tata Negara Republik Indonesia, Bina Aksara, Jakarta, hal. 58
24
Ibid, hal. 57 - 58
Universitas Sumatera Utara
10. Peraturan Daerah Tingkat I,
11. Keputusan Gubernur-Kepala Daerah,
12. Instruksi Gubernur-Kepala Daerah,
13. Peraturan Daerah Tingkat II,
14. Keputusan Bupati-Kepala Daerah Walikota-Kepala Daerah,
15. Instruksi Bupati- Kepala Daerah Walikota-Kepala Daerah,
16. Pengumuman,
17. Surat Edaran.
Pada masa sebelum amandemen Undang-Undang Dasar 1945, MPR berhak mengeluarkan dua macam Ketetapan, yaitu;
25
1. Ketetapan MPR yang memuat garis-garis besar dalam bidang legislatif,
dilaksanakan dengan Undang-Undang. 2.
Ketetapan MPR yang memuat garis-garis besar dalam bidang eksekutuf, dilaksanakan dengan Keputusan Presiden.
Dari uraian singkat di atas, terlihat bahwa TAP MPR hanya dapat dilaksanakan bila pemerintah membentuk Undang-Undang atau Keputusan Presiden
sebagai operasionalisasi dari Ketetapan MPR tersebut. Setelah diadakan amandemen yang mencapai empat tahap terhadap Undang-Undang Dasar 1945, keberadaan TAP
MPR dihilangkan. Hal ini seiring dengan reformasi kelembagaan dalam pemerintahan Republik Indonesia. Yaitu berkaitan dengan dihilangkannya konsep lembaga tertinggi
negara yang sebelumnya diletakkan pada lembaga Musyawarah Perwakilan Rakyat. Dengan demikian, kewenangan MPR dalam hal mengeluarkan Ketetapan
25
Ibid., hal 60
Universitas Sumatera Utara
dihilangkan. Sehingga terhitung mulai Sidang Tahunan MPR tahun 2003, MPR tidak lagi mengeluarkan TAP MPR dalam setiap persidangannya. Hal ini diperjelas oleh
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan.
Pada pasal 7 Undang-Undang tersebut, dinyatakan bahwa yang termasuk peraturan perundang-undangan dalam sistem hukum Indonesia adalah;
26
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2. Undang-Undang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
3. Peraturan Pemerintah
4. Peraturan Presiden
5. Peraturan Daerah.
Terhadap TAP MPR yang sudah disahkan sebelum amandemen UUD 1945, UUD 1945 yang telah diamandemen, dalam Aturan Tambahan-nya memerintahkan
kepada MPR untuk dilakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR untuk diambil putusan pada Sidang MPR
tahun 2003.
27
Selain itu, dalam Aturan Peralihan-nya, pada pasal 1 dinyatakan bahwa “Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum
diadakan yang baru menurut UUD ini.”
28
Artinya, meskipun MPR tidak lagi dapat mengeluarkan TAP MPR, namun Ketetapan-ketetapan MPR yang telah dikeluarkan
berikut kebijakan perundang-undangan yang kelahirannya diperintahkan oleh TAP
26
Dikutip dari Pustaka Digital Millenials¸ Katalog 1, 2005
27
Bagir Manan, 2004, Perkembangan UUD 1945, FH UII Press, Yogyakarta, hal 92
28
Ibid, hal. 91
Universitas Sumatera Utara
MPR atau TAP MPRS tetap berlaku sebelum ada kebijakan lain yang setingkat yang menggantikannya.
1.5.3 Pembaruan Agraria