Pengertian Kebijakan Publik Tinjauan Pustaka

demikian, pelaksanaan UUPA acap kali dijadikan tolok ukur bagi keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan pembaruan agraria di Indonesia. Perintah pelaksanaan pembaruan agraria yang tidak tegas pada model pembaruan agraria tertentu yang diinginkan, yang diamanatkan TAP MPR No. IX Tahun 2001, dapat ditafsirkan dengan berbagai cara dan orientasi oleh pemerintah. Karena itu, dalam penelitian ini, model orientasi pembaruan agraria yang akan digunakan sebagai parameter akan sukses atau tidaknya pelaksanaan pembaruan agraria yang didasarkan pada KEPPRES No. 34 Tahun 2003 adalah pembaruan agraria dengan model populis atau neo-populis, sebab pembaruan agraria model ini merupakan pembaruan agraria yang diamanatkan oleh Undang-Undang Pokok Agraria Tahun 1960, sekaligus merupakan model pembaruan agraria yang banyak diperjuangkan oleh berbagai kalangan yang memiliki kepentingan pada pembaruan agraria di Indonesia.

1.5.1 Pengertian Kebijakan Publik

Istilah kebijakan atau policy digunakan untuk menunjukkan perilaku pemerintah. Menurut Robert Eyestone, secara luas kebijakan publik dapat didefinisikan sebagai “hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya”. 12 Dye mengartikan kebijakan adalah “apapun yang pemerintah pilih untuk melakukan atau tidak melakukan”. 13 Sedangkan David Easton melukiskannya sebagai “pengaruh 12 Budi Winarno, 2002, Teori dan Proses Kebijakan publik, Media Pressindo, Yogyakarta, hal. 15 13 Joko Widodo, Kebijakan Publik, Jakarta, 2001, hal. 189. Universitas Sumatera Utara impact dari aktifitas pemerintah”, 14 dan dia juga berpandangan bahwa lingkungan eksternal dan internal menjadi input dalam sebuah kebijakan. 15 Sementara Menurut Kartasasmita, kebijakan publik merupakan “upaya untuk memahami dan mengartikan; 1 apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah mengenai suatu masalah; 2 apa yang menyebabkan atau yang mempengaruhinya; 3 apa pengaruh dan dampak dari kebijakan publik tersebut”. 16 Edward III dan Sharkansy mengemukakan kebijakan publik adalah “apa yang pemerintah katakan dan dilakukan, atau tidak dilakukan”. 17 Carl I. Friederich, menyatakan bahwa kebijakan ialah “serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, dengan peluang dan ancaman yang ada, di mana kebijakan tersebut ditujukan untuk memanfaatkan potensi sekaligus mengatasi hambatan yang ada dalam rangka mencapai tujuan tertentu”. 18 Sementara Harold Laswell mendefinisikan Kebijakan Publik sebagai “suatu program yang diproyeksikan dengan tujuan-tujuan tertentu, nilai-nilai tertentu, dan tujuan- tujuan tertentu”. 19 Kebijakan merupakan sebuah proses politik yang kompleks yang melibatkan berbagai aktor baik kelompok maupun perseorangan. James Anderson yang mendefinsikan kebijakan sebagai “arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah 14 Riant Nugroho, 2003, Kebijakan Publik, Grasindo, Yogyakarta, hal. 4 15 Budi Winarno, Op.Cit, hal. 16 16 Joko Widodo, Op.Cit, hal. 189 17 Ibid, hal 190 18 Riant Nugroho, Op.Cit, hal 4 19 Ibid, hal 4 Universitas Sumatera Utara atau suatu persoalan”. 20 Kebijakan merupakan sebuah sistem, karena memiliki masukan input, proses, keluaran ouput, dan tanggapan feedback. Sistem tersebut terlihat jelas dalam tahap-tahap pembuatan kebijakan. Tahap pertama adalah penyusunan agenda, pembuat kebijakan memilih isu- isu yang dianggap penting dan menjadi prioritas untuk dibuat suatu kebijakan yang mengatur isu tersebut. Tahap kedua merupakan formulasi, di mana permasalahan dibahas, didefinisikan dan dicari pemecahan terbaik untuk kemudian dipilih mana yang akan dijadikan kebijakan. Tahap selanjutnya adalah tahap adopsi kebijakan dimana berbagai alternatif yang ada diadopsi. Tahap keempat adalah implementasi, di mana kebijakan yang telah ditetapkan diterapkan. Tahap implementasi kebijakan merupakan tahapan yang paling krusial. Sebuah kebijakan tidak akan diketahui hasilnya tepat atau tidak jika tidak diimplementasikan. Tahapan kebijakan yang terakhir adalah evaluasi. Jika suatu kebijakan mendapatkan tanggapan positif maka kebijakan tersebut dapat diteruskan. Namun jika kebijakan tersebut memperoleh tanggapan negatif, kebijakan itu dapat diolah ulang dengan format baru atau diberhentikan sama sekali. 21 Mengingat adanya tahapan-tahapan dalam proses kebijakan, fokus studi dalam kebijakan biasanya dibagi berdasarkan tahapan-tahapan tersebut. Sementara itu, untuk menjelaskan proses kebijakan publik yang sama, oleh Riant Nugroho menggambarkan dengan bagan berikut; 22 20 Budi Winarno, Op.Cit, hal. 16 21 Ibid, hal 17 22 Riant Nugroho, Op.Cit., hal 73 Universitas Sumatera Utara Gambar 1: Bagan Proses Kebijakan Publik Perumusan Kebijakan Publik IsuMasalah Publik Output Outcome Evaluasi Kebijakan Publik Implemantasi Kebijakan Publik Sumber : Riant Nugroho 2003 Dari gambar tersebut, dapat dijelaskan dalam sekuens sebagai berikut: 1. Terdapat isu atau masalah publik. Disebut isu apabila masalahnya bersifat mendasar, menyangkut banyak orang atau bahkan keselamatan bersama, biasanya berjangka panjang, tidak bisa diselesaikan oleh orang-seorang, dan memang harus diselesaikan. 2. Isu kemudian menggerakkan pemerintah untuk merumuskan kebijakan publik dalam rangka menyelesaikan masalah tersebut. Rumusan kebijakan ini akan menjadi hukum bagi seluruh negara dan warganya-termasuk pimpinan negara. 3. Setelah dirumuskan, kemudian kebijakan publik ini dilaksanakan baik oleh pemerintah, masyarakat, atau pemerintah bersama-sama dengan masyarakat. 4. Dalam proses perumusan, pelaksanaan, dan pasca pelaksanaan, diperlukan tindakan evaluasi untuk menilai apakah kebijakan tersebut telah dirumuskan dan dilaksanakan dengan benar dan baik. 5. Implementasi kebijakan bermuara pada output yang dapat berupa kebijakan itu sendiri maupun manfaat langsung yang dapat dirasakan oleh pemanfaat. 6. Di dalam jangka panjang, kebijakan tersebt menhasilkan outcome dalam bentuk impak kebijakan tersebut yang diharapkan semakin meningkatkan tujuan yang hendak dicapai dengan kebijakan tersebut. Universitas Sumatera Utara Dalam proses kebijakan di atas, tujuan atau arah kebijakan termasuk di dalam langkah ketiga, yaitu pemerintah merumuskan kebijakan publik dalam rangka menyelesaikan isu atau masalah publik. Secara umum berarti setiap kebijakan publik dirumuskan harus dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah publik. Pada konteks penelitian ini, berarti bahwa secara umum kebijakan pertanahan pemerintahan Megawati dirumuskan dalam kerangka menyelesaikan masalah ketimpangan penguasaan sumber agraria dan sengketa-sengketa lahan yang berkembang pasca Orde Baru. Masalahnya adalah bahwa Indonesia telah memiliki kerangka kebijakan pertanahan yang dianggap mengarah pada upaya pemecahan masalah agraria tersebut yang bertujuan merombak struktur agraria yang timpang sekaligus menyelesaikan sengketa-sengketa lahan, yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, beserta aturan perundang-undangan lain yang melengkapinya. Dengan demikian, dapat diasumsikan bahwa dapat saja tujuan yang terdapat di dalam kebijakan agraria pemerintahan Megawati Suakrno Putri, yaitu Keppres No. 34 Tahun 2003 Tentang Kebijakan Ansional di Bidang Pertanahan berbeda dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 di atas.

1.5.2 Pengertian TAP MPR