Penetapan Dan Perumusan Pidana Penjara

C. Penetapan Dan Perumusan Pidana Penjara

Dengan hanya mengenal satu jenis pidana perampasan kemerdekaan berupa pidana penjara, maka penetapan dan perumusannya dalam Buku II jelas sangat sederhana. Artinya, cukup pidana penjara saja yang dicantumkan dalam perumusan tindak pidana yang dapat dirumuskan secara alternatif dengan jenis pidana lainnya, sedang pidana tutupan dan pidana pengawasan tidak perlu dicantumkan. Dengan telah ditetapkannya aturan umum penjatuhan pidana tutupan dan pidana pengawasan dalam Buku I Pasal 64 s.d. 68 Konsep, 56 56 Dalam Konsep 20062007, diatur dalam Pasal 76 sd 79. berarti tidak perlu lagi jenis-jenis pidana ini dicantumkan dalam perumusan delik. Hanya masih merupakan masalah, yaitu dengan adanya aturan umum mengenai penjatuhan pidana tutupan dalam Pasal 64 Konsep berarti dimaksudkan pidana ini dapat dijatuhkan kepada setiap orang yang melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana dalam Buku II. Mengingat perumusan umum dalam Pasal 64 Konsep itu, tampaknya memang demikianlah konsekuensi logisnya. Masalah ini patut dikemukakan karena selama ini tindak pidana digolongkan dalam bentuk kejahatan dan pelanggaran, dan untuk perampasan kemerdekaan dibedakan antara pidana penjara dan pidana kurungan. Di samping itu, dalam sistem yang sekarang, tindak semua tindak pidana kejahatan diancam dengan pidana penjara. Ada tindak pidana kejahatan diancam dengan pidana kurungan atau denda, baik dirumuskan secara tunggal maupun alternatif. Sebaliknya ada tindak pidana pelanggaran yang diancam dengan pidana penjara. Meskipun keadaan demikian, beberapa kemungkinan dapat terjadi : Universitas Sumatera Utara a. Pidana penjara diancamkan terhadap semua tindak pidana, baik berupa kejahatan maupun pelanggaran, yang selama ini diancam dengan pidana penjara atau pidana kurungan. Kemungkinan pertama ini mengandung konsekuensi, akan demikian banyaknya delik yang diancam dengan pidana penjara. Hal ini merupakan masalah dilihat dari sudut politik kriminal, khususnya dilihat dari kecenderungan masa kini yang ingin mengembangkan kebijaksanaan selektif dan limitatif dalam menggunakan pidana penjara sebagai salah satu sarana penanggulangan kejahatan ; b. Pidana penjara hanya diancamkan terhadap tindak pidana yang selama ini dipandang sebagai kejahatan dan diancam dengan pidana penjara, sedang untuk tindak pidana pelanggaran dilakukan seleksi kembali, mana yang perlu diancam dengan pidana penjara. Kemungkinan kedua ini agak menguntungkan dilihat dari kebijaksanaan untuk melakukan “penghematan pidana penjara”. Namun juga mengandung masalah, yaitu, tindak pidana yang selama ini telah dinyatakan sebagai kejahatan, secara “begitu saja“ diterima atau dipandang sebagai perbuatan yang patut diancam dengan pidana penjara. Maka jelas akan menimbulkan masalah yang sulit berkaitan dengan kriteria kejahatan ; c. Kemungkinan ketiga yang praktis ialah mencantumkan pidana penjara dalam setiap perumusan delik dengan selalu dialternatifkan dengan jenis pidana lainnya. Dengan selalu merumuskan ancaman pidana penjara secara alternatif, berarti perumusan tunggal yang bersifat imperatif harus dihindari. Memang menurut Konsep Buku I Pasal 70, dalam hal pidana penjara dirumuskan secara Universitas Sumatera Utara tunggal, kepada hakim diberi kemungkinan juga untuk menjatuhkan pidana denda, dalam hal tindak pidana yang bersangkutan diancam dengan pidana penjara yang tidak lebih dari tujuh tahun dan apabila hakim bermaksud menjatuhkan pidana penjara tidak lebih dari tiga bulan. 57 57 Dalam perkembangan Konsep, Pasal 70 ini dihapus dan diganti dengan pasal yang mengatur tentang pedoman penjatuhan pidana penjara yang dirumuskan secara tunggal. Lihat Pasal 58 Konsep 2005 s.d. 20062007. Jadi, ketentuan dalam Pasal 70 Konsep itu tidak semata-mata ditujukan untuk mengatasi sifat kaku dari perumusan pidana penjara secara tunggal yang bersifat imperatif, tetapi dimaksudkan menghindari penjatuhan pidana penjara pendek tidak lebih dari tiga bulan. Di samping itu, dirasakan ada kejanggalan dari Pasal 70 Konsep tersebut, karena apabila pidana denda yang dijatuhkan hakim sebagai pidana pengganti pidana penjara pendek itu tidak dapat dipenuhi, maka tetap berlaku kemungkinan terdakwa dikenakan pidana penjara pengganti denda selama maksimum enam bulan menurut Pasal 69 ayat 5 dan 6 Konsep. Disinilah letak kejanggalannya, yaitu dirasakan adanya semacam lingkaran setan: pidana denda yang dimaksudkan sebagai pengganti pidana penjara pendek tidak lebih dari tiga bulan, apabila tidak dibayar malah dapat dikenakan pidana penjara pengganti yang maksimumnya dapat mencapai enam bulan Oleh karena itu, sekiranya tetap digunakan perumusan pidana penjara secara tunggal, seyogianya diimbangi dengan ketentuan umum sebagai katup pengaman veiligheidsklep yang memuat pedoman dan kewenangan bagi hakim untuk menghindari, membatasi atau memperlunak penerapan perumusan pidana penjara secara tunggal itu. Malah secara lebih umum, perlu pula kiranya dirumuskan pedoman untuk menerapkan sistem perumusan ancaman pidana penjara secara alternatif maupun secara kumulatif. Universitas Sumatera Utara Akhirnya perlu dikemukakan, bahwa untuk memberikan landasan motivasi pemidanaan yang rasional perlu pula dirumuskan pedoman penjatuhan pidana penjara. 58

D. Kebijakan Legislatif Dalam Rangka Mengefektifkan Pidana Penjara