Analisis Redaman Serat Optik terhadap Kinerja Sistem Komunikasi Serat Optik Menggunakan Metode Link Power Budget.

(1)

TUGAS AKHIR

ANALISIS REDAMAN SERAT OPTIK TERHADAP KINERJA

SKSO MENGGUNAKAN METODE LINK POWER BUDGET

(MEDAN-TEBING TINGGI)

Diajukan untuk memnuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) PADA Departemen Teknik Elektro

Oleh : 090422056 FADHILA HANI

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ABSTRAK

Pada penelitian ini telah dilakukan analisis redaman serat optik terhadap sistem komunikasi serat optik di Jalur East dan West pada Link Medan-Tebing Tinggi di PT. Telekomuniaksi Indonesia Tbk, Kantor Divisi Infratel Network Regional Sumatera Bagian Utara menggunakan kabel serat optik Single Mode Step Index tipe G.655, alat bantu yang digunakan untuk pengambilan data pada penelitian ini adalah Power Meter, EXFO FTB-150. Digunakan metode link power budget untuk mengetahui kinerja dari sistem komunikasi serat optik akibat dari redaman yang terjadi di sepanjang kabel serat optik.

Dari hasil penelitian ini didapatkan untuk nilai redaman tertinggi terdapat pada core 1 untuk Jalur East 21.808 dB pada jarak 84.26705 km dan redaman/km 0.24885 dB/km. Hal ini diakibatkan oleh beberapa faktor salah satunya perbedaan kabel yang digunakan pada saat penyambungan. Dan untuk Jalur West nilai redaman tertinggi terdapat pada core 2 yaitu 25.957 dB pada jarak 88.04424 km dan redaman/km 0.28519 dB/km. Hal ini diakibatkan kurangnya ketelitian pada pemasangan konektor. Nilai ini masih jauh di bawah standar ITU.T yaitu 0.32051 dB/km. Begitu juga untuk hasil link power budget nya, maka kinerja dari sistem komunikasi serat optik ini dalam keadaan normal dan dapat digunakan untuk beroperasi.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik. Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Adapun Tugas Akhir ini berjudul “Analisis Redaman Serat Optik terhadap Kinerja Sistem Komunikasi Serat Optik Menggunakan Metode Link Power Budget” penulis persembahkan kepada yang teristimewa Ayahanda Nurman, S.Pd.I dan Ibunda Miswati yang telah membesarkan, mendidik serta banyak menberi dukungan, semangat, dan doa kepada penulis. Juga kepada adik-adik yang penulis sayangi yaitu Nurwayu Utami, Tuti Nursyah Putri dan Nur Muhammad Fahmi yang selalu memberikan doa dan motivasi kepada penulis. Fajar Ahmad Dewanto yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis lewat doa dan kasih sayang yang tulus.

Selama penulisan Tugas Akhir ini hingga menyelesaikannya, penulis banyak mendapat bantuan dan dukungan serta masukan dari banyak pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan ribuan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Ir. Surya Tarmizi Kasim, M.Si selaku Ketua Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Rahmad Fauzi, ST. MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara.


(4)

3. Bapak Ir. M. Zulfin, MT selaku dosen pembimbing Tugas Akhir yang selalu dengan ikhlas dan penuh kesabaran memberikan bimbingan, pengarahan, masukan serta semangat dalam penulisan Tugas Akhir ini.

4. Bapak Ir. Zahiful Bahri, MSc selaku Dosen Wali selama penulis mengikuti perkuliahan.

5. Seluruh staf pengajar di Depatemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis selama perkuliahan.

6. Seluruh staf karyawan di Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Wahyu, selaku General Management di PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk, Kantor Divisi Infratel Network Regional Sumatera Bagian Utara.

8. Bapak Abdul Karim Almasyhar, Bapak Iriansyah, Ibu Vina dan Bapak Firman, selaku pembimbing di PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk, Kantor Divisi Infratel Network Regional Sumatera Bagian Utara yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis di dalam penyusunan Tugas Akhir ini.

9. Seluruh staf karyawan PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk, Kantor Divisi Infratel Network Regional Sumatera Bagian Utara.

10. Sahabat terbaik penulis Dian Olymsia Sitompul, Linda Nurmalia dan Ryan Sefliansyah terima kasih untuk dukungan dan semangatnya selalu.

11. Teman seperjuangan angkatan 2009 Teknik Elektro, khususnya konsentrasi Teknik Telekomunikasi yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada penulis.


(5)

Berbagai usaha telah penulis lakukan demi selesainya Tugas Akhir ini dengan baik, tetapi penulis menyadari akan kekurangan dan keterbatasan penulis. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dengan tujuan menyempurnakan dan mengembangkan kajian dalam bidang Tugas Akhir ini.

Akhir kata penulis berharap agar Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis.

Medan, Desember 2011 Penulis

NIM : 090422056 Fadhila Hani


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ...ii

DAFTAR ISI ...v

DAFTAR GAMBAR ...ix

DAFTAR TABEL ...xi

DAFTAR SINGKATAN ...xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Masalah ... 2

1.4 Batasan Masalah ... 2

1.5 Metode Penulisan ... 3

1.6 Sistematika Penulisan ... 3

BAB II SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK 2.1 Umum ... 5

2.2 Struktur Dasar Kabel Serat Optik ... 5

2.3 Jenis-jenis Serat Optik ... 7


(7)

2.4.1 Transmisi Cahaya pada Serat Optik ... 9

2.4.2 Perambatan Cahaya dalam Serat Optik ... 10

2.4.3 Indeks Bias ... 10

2.4.4 Hukum Snellius ... 11

2.4.5 Sudut Kritis ... 12

2.4.6 Pemantulan Internal sempurna ... 13

2.4.7 Sistem Relay Serat Optik ... 15

2.5 Redaman Serat Optik ... 23

2.5.1 Faktor Intrinsik ... 23

2.5.2 Faktor Ekstrinsik ... 24

2.6 Link Power Budget ... 25

2.7 Power Meter ... 26

2.8 OTDR (Optical Time Domain Reflektometer) ... 28

2.8.1 TampilanOTDR Untuk Sistem Secara Umum ... 30

BAB III PENGUKURAN DAYA DAN REDAMAN 3.1 Umum ... 33

3.2 Kondisi Jalur Pengukuran ... 33

3.3 Spesifikasi Alat yang Digunakan ... 34

3.3.1 Power Meter jenis HP ... 34

3.3.2 OTDR jenis EXFO FTB-150 ... 35

3.3.3 Kabel Jembo G 655 BC ... 36

3.4 Langkah-langkah dalam Pengukuran ... 37


(8)

3.4.2 Pengukuran Redaman ... 39

3.5 Langkah-langkah dalam Perhitungan ... 40

BAB IV ANALISIS REDAMAN SERAT OPTIK TERHADAP KINERJA SKSO 4.1 Pengukuran Daya ... 42

4.2 Pengukuran Redaman ... 43

4.3 Perhitungan menggunakan Hasil Power Meter ... 45

4.4 Perhitungan secara Teoritis ... 46

4.5 Analisis Hasil Penelitian ... 50

4.6 Analisis Link Power budget ... 52

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 53

5.2 Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ...55


(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Struktur Dasar Kabel serat Optik ... 6

Gambar 2.2 Perambatan gelombang pada Single-mode Fibers ... 7

Gambar 2.3 Perambatan gelombang pada Multi-mode Fibers ... 8

Gambar 2.4 Perambatan gelombang pada Multi-mode Graded Index Fibers .. 8

Gambar 2.5 Pemantulan Cahaya Menurut Hukum Snellius ... .11

Gambar 2.6 Pemantulan Internal Sempurna ... 14

Gambar 2.7 Cahaya dapat Merambat Melalui Serangkaian Pemantulan di dalam serat Optik ... 15

Gambar 2.8 Sumber Cahaya ... 27

Gambar 2.9 Power Meter ... 27

Gambar 2.10 Contoh Pengukuran Serat Optik Menggunakan Power Meter ... 28

Gambar 2.11 Tampilan redaman Serat Optik pada OTDR ... 29

Gambar 2.12 Tampilan Backscatter pada OTDR ... 31

Gambar 2.13 Tampilan Non Reflective Events pada OTDR ... 32

Gambar 2.14 Tampilan Reflective Events pada OTDR ... 32

Gambar 3.1 Ilustrasi Jalur yang Diukur Link Madan-Tebing Tinggi ... 34

Gambar 3.2 Power Meter Jenis HP ... 30

Gambar 3.3 OTDR Jenis EXFO FTB-150 ... 31

Gambar 3.4 Kabel Jembo G 655 BC ... 32


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Daya Menggunkan Power Meter Jalur East ... 42 Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Daya Menggunkan Power Meter Jalur West ... 42 Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Redaman Menggunkan EXFO FTB-150 Jalur East ... 43 Tabel 4.4 Hasil Pengukuran Redaman Menggunkan EXFO FTB-150 Jalur

West ... 44 Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Redaman Menggunkan Hasil Power Meter Jalur

East dan West pada Link Medan-Tebing Tinggi ... 46 Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Redaman Jalur East dan West pada Link

Medan-Tebing Tinggi Berdasarkan standar ITU.T ... 49 Tabel 4.7 Perbandingan Nilai Redaman ... 50 Tabel 4.8 Perbandingan Nilai Total Loss (Link Power Budget) ... 52


(11)

DAFTAR SINGKATAN SKSO : Sistem Komunikasi serat Optik OTDR : Optical Time Domain Reflectometer LED : Light Emitting Diode

LAN : Local Area Network TIR : Total Internal Reflection LD : Laser Diode

FC : Fiber Connector PC : Physical Contact ST : Straight Tip

BNC : Bayonet Neil Concelman TV : Televisi

RTB : Rise Time Budget BER : Bit Error Rate

COT : Central Office Terminal RT : Remote Terminal GS : System Gain HP : Hewlett Packard

ITU.T : Internal Telecomunication Union T-REC NMS : Network Monitorig System


(12)

ABSTRAK

Pada penelitian ini telah dilakukan analisis redaman serat optik terhadap sistem komunikasi serat optik di Jalur East dan West pada Link Medan-Tebing Tinggi di PT. Telekomuniaksi Indonesia Tbk, Kantor Divisi Infratel Network Regional Sumatera Bagian Utara menggunakan kabel serat optik Single Mode Step Index tipe G.655, alat bantu yang digunakan untuk pengambilan data pada penelitian ini adalah Power Meter, EXFO FTB-150. Digunakan metode link power budget untuk mengetahui kinerja dari sistem komunikasi serat optik akibat dari redaman yang terjadi di sepanjang kabel serat optik.

Dari hasil penelitian ini didapatkan untuk nilai redaman tertinggi terdapat pada core 1 untuk Jalur East 21.808 dB pada jarak 84.26705 km dan redaman/km 0.24885 dB/km. Hal ini diakibatkan oleh beberapa faktor salah satunya perbedaan kabel yang digunakan pada saat penyambungan. Dan untuk Jalur West nilai redaman tertinggi terdapat pada core 2 yaitu 25.957 dB pada jarak 88.04424 km dan redaman/km 0.28519 dB/km. Hal ini diakibatkan kurangnya ketelitian pada pemasangan konektor. Nilai ini masih jauh di bawah standar ITU.T yaitu 0.32051 dB/km. Begitu juga untuk hasil link power budget nya, maka kinerja dari sistem komunikasi serat optik ini dalam keadaan normal dan dapat digunakan untuk beroperasi.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan teknologi telekomunikasi dewasa ini mengalami kemajuan yang sangat cepat. Ini diakibatkan adanya permintaan dan peningkatan kebutuhan akan informasi, yang terus memacu para pengembang teknologi memberikan suatu sistem yang handal dan efisien, baik dari segi kualitas maupun kuantitas dalam arti bahwa sistem tersebut dapat menyalurkan informasi ke manapun juga tanpa membutuhkan waktu yang lama.

Seiring dengan peningkatan dan pengembangan penggunaan kabel serat optik sebagai media transmisi, maka sering juga terjadi faktor hilangnya informasi yang diakibatkan oleh rugi-rugi yang terjadi di sepanjang kabel serat optik, salah satu dari rugi-rugi tersebut adalah rugi daya yang diakibatkan oleh redaman sepanjang kabel serat optik yang mengakibatkan perubahan daya dari pemancar hingga ke penerima.

Permasalahan redaman dan daya optik juga mempunyai hubungan dengan perencanaan pemasangan instalasi sistem komunikasi serat optik ketika sistem tersebut mengalami gangguan di sepanjang serat optik, dalam hal ini terjadi pada PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk, Kantor Divisi Infratel Network Regional Sumatera Bagian Utara, khususnya Link Medan-Tebing Tinggi. Dari data ini, maka dilakukan penelitian untuk menganalisa kinerja sistem komunikasi serat optik yang diakibatkan oleh redaman dan daya yang bekerja di sepanjang kabel serat optik.


(14)

1.2 Rumusan Masalah

Yang menjadi rumusan masalah dalam Tugas Akhir ini adalah : 1. Bagaimana prinsip transmisi serat optik.

2. Apa saja spesifikasi kabel serat optik yang digunakan. 3. Apa penyebab terjadinya redaman pada serat optik.

4. Bagaimana cara memperoleh redaman pada kabel serat optik dengan menggunakan perhitungan Link Power Budget.

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk mengukur besarnya redaman yang diperoleh akibat adanya rugi kabel, rugi-rugi konektor serta rugi-rugi-rugi-rugi penyambungan pada sistem transmisi serat optik kemudian dibandingkan hasil pengukuran dengan hasil secara teori dengan menggunakan metode Link Power Budget.

1.4 Batasan Masalah

Untuk memudahkan pembahasan pada Tugas Akhir ini, maka dibuat pembatasan masalah sebagai berikut :

1. Hanya membahas serat optik secara umum.

2. Hanya mengukur dan menghitung parameter redaman dan daya pada Link Medan-Tebing Tinggi Jalur East dan Jalur West.

3. Membahas dan menganalisis hasil perhitungan dan link power budget terhadap kinerja SKSO.


(15)

1.5 Metode Penulisan

Metodologi penulisan yang digunakan pada penulisan Tugas Akhir ini adalah :

1. Studi Literatur, yaitu dengan membaca teori-teori yang berkaitan dengan topik Tugas Akhir yang terdiri dari buku-buku referensi baik yang dimiliki oleh penulis atau dari perpustakaan dan juga dari artikel-artikel, jurnal, internet, dan lain-lain.

2. Studi Pengukuran, yaitu dengan melakukan pengukuran terhadap data yang dibahas dalam Tugas Akhir ini dan membuat perbandingan, dari PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk, Kantor Divisi Infratel Network Regional Sumatera Bagian Utara, hal ini sesuai dengan keterangan pada Lampiran H.

1.6 Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran mengenai Tugas Akhir ini secara singkat, maka penulis menyusun sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan yang berisikan tentang latar belakang masalah, tujuan penulisan, batasan masalah, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II : SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK

Bab ini menjelaskan tentang struktur dasar kabel serat optik, jenis-jenis kabel serat optik, cara kerja sistem transmisi serat optik, redaman serat optik, link power budget, power meter, dan OTDR (Optical Time Domain Reflectometer).


(16)

BAB III : PENGUKURAN DAYA DAN REDAMAN

Bab ini membahas tentang kondisi jalur pengukuran, spesifikasi alat yang digunakan, langkah-langkah dalam pengukuran, dan langkah-langkah dalam perhitungan daya dan redaman.

BAB IV : ANALISIS REDAMAN SERAT OPTIK TERHADAP

KINERJA SKSO

Bab ini membahas tentang pengukuran daya, pengukuran redaman, perhitungan menggunakan hasil power meter, perhitungan secara teoritis, analisis hasil perhitungan, dan analisis link power budget.

BAB V : PENUTUP

Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran dari analisa yang telah dilakukan.


(17)

BAB II

SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK

2.1 Umum

Dalam sistem komunikasi dewasa ini, komunikasi serat optik semakin banyak digunakan. Bukan hanya sebagai pengganti dari jenis sistem transmisi sebelumnya, tetapi karena sistem serat optik ini memberikan keuntungan yang jauh lebih efektif dan efisien dibandingkan yang lain. Jenis komunikasi serat optik ini juga tidak bersifat menghantarkan listrik, sehingga dapat digunakan di daerah-daerah terisolasi listrik.

Karena memiliki kapasitas dengan informasi yang tinggi, maka jalur-jalur saluran dapat diringkas menjadi kabel-kabel yang jauh lebih kecil, sehingga dapat mengurangi arus traffic pada jalur-jalur kabel yang sudah sangat padat. Pada sistem komunikasi serat optik ini sinyal awal yang berbentuk sinyal listrik pada transmitter akan dirubah oleh transducer menjadi gelombang cahaya yang kemudian di transmisikan melalui kabel serat optik menuju penerima (receiver) yang terletak pada ujung kabel lainnya. Pada penerima sinyal optik ini akan dirubah kembali oleh transducer menjadi sinyal listrik.

2.2 Struktur Dasar Kabel Serat Optik

Serat optik terbuat dari bahan dielektrik yang berbentuk seperti kaca (glass). Di dalam serat inilah energi listrik diubah menjadi cahaya yang akan ditransmisikan sehingga dapat diterima di ujung unit penerima (receiver) melalui transducer.


(18)

Pada Gambar 2.1 dapat dilihat struktur dasar kabel serat optik [1].

Gambar 2.1 Struktur Dasar Kabel Serat Optik Struktur serat optik terdiri dari [1] :

1. Inti (core)

Bagian yang paling utama dinamakan bagian inti (core), dimana gelombang cahaya yang dikirimkan akan merambat dan mempunyai indeks bias lebih besar dari lapisan kedua. Terbuat dari kaca (glass) yang berdiameter antara 2µm-125µm, dalam hal ini tergantung dari jenis serat optiknya.

2. Cladding

Cladding berfungsi sebagai cermin yaitu memantulkan cahaya agar dapat merambat ke ujung lainnya. Dengan adanya cladding ini cahaya dapat merambat dalam core serat optik. Cladding terbuat dari bahan gelas dengan indeks bias yang lebih kecil dari core. Cladding merupakan selubung dari core. Diameter cladding antara 5µm-250µm, hubungan indeks bias antara core dan cladding akan mempengaruhi perambatan cahaya pada core, (yaitu mempengaruhi besarnya sudut kritis).

3. Jaket (coating)

Coating berfungsi sebagai pelindung mekanis pada serat optik dan identitas kode warna terbuat dari bahan plastik. Berfungsi untuk melindungi serat optik dari kerusakan.


(19)

2.3 Jenis-jenis Serat Optik

Berdasarkan keperluan yang berbeda-beda, maka serat optik dibuat dalam dua jenis utama yang berbeda, yaitu single-mode fibers dan multi-mode fibers. 1. Single-mode Fibers

Single-mode Fibers mempunyai inti sangat kecil (yang memiliki diameter sekitar 9x10-6 meter atau 9 mikro meter), pada Gambar 2.2 dapat dilihat bagaimana perambatan gelombang terjadi pada sistem single-mode fibers [1]. Cahaya yang merambat secara paralel di tengah membuat terjadinya sedikit dispersi pulsa. Single-mode fibers mentransmisikan cahaya laser inframerah (panjang gelombang 1300-1550 nm). Jenis serat ini digunakan untuk mentransmisikan satu sinyal dalam setiap serat. Serat ini sering dipakai dalam pesawat telepon dan TV (televisi) kabel.

Gambar 2.2 Perambatan Gelombang pada Single-mode Fibers

2. Multi-mode Fibers

Multi-mode Fibers mempunyai ukuran inti lebih besar (berdiameter sekitar 6,35x10-5 meter atau 63,5 mikro meter) dan mentransmisikan cahaya inframerah (panjang gelombang 850-1300 nm) dari lampu light-emitting diodes (LED) dan pada Gambar 2.3 dapat dilihat bagaimana perambatan gelombang terjadi pada sistem multi-mode fibers [1].


(20)

Serat ini digunakan untuk mentransmisikan banyak sinyal dalam setiap serat dan sering digunakan pada jaringan komputer dan Local Area Networks (LAN).

Gambar 2.3 Perambatan Gelombang pada Multi-mode Fibers

3. Multi-mode Graded Index

Pada jenis serat optik ini, core multi-mode graded index terdiri dari sejumlah lapisan gelas yang memiliki indeks bias yang berbeda, indeks bias tertinggi terdapat pada pusat core dan berangsur-angsur turun sampai ke batas core-cladding. Akibatnya dispersi waktu berbagai mode cahaya yang merambat berkurang sehingga cahaya akan tiba pada waktu yang bersamaan. Pada Gambar 2.4 dapat dilihat bagaimana perambatan gelombang terjadi pada sistem multi-mode graded index fibers [1].

Gambar 2.4 Perambatan Gelombang pada Multi-mode Graded Index Fibers

Pada multi-mode Graded Index ini, cahaya merambat karena difraksi yang terjadi pada core sehingga rambatan cahaya sejajar dengan sumbu serat. Dispersi


(21)

minimum sehingga baik jika digunakan untuk jarak menengah. Memiliki ukuran diameter core antara 30-60 µm, lebih kecil dari multi-mode step index. Dan dibuat dari bahan silica glass dengan harga yang lebih mahal dari serat optik multi-mode step index karena proses pembuatannya lebih sulit.

2.4 Cara Kerja Serat Transmisi Optik

Ada beberapa cara kerja sistem transmisi serat optik yang akan dijelaskan, diantaranya pengiriman data dengan media cahaya, sistem relay, konsep kerugian, dan lebar jalur pada serat optik [1].

2.4.1 Transmisi Cahaya pada Serat Optik

Jika cahaya hendak dipancarkan ke sasaran yang lurus, hal itu dapat dilakukan dengan menyorotkan cahaya ke sasaran yang dituju karena cahaya merambat lurus. Tetapi bagaimana jika cahaya hendak dipancarkan melalui daerah yang berbelok-belok ataupun berupa lintasan yang rumit, seperti di bawah tanah atau lubang yang kecil. Untuk mengatasi hal ini maka diperlukan suatu sistem yang bekerja seperti cermin tetapi memiliki efisiensi tinggi. Sistem pemantulan inilah yang merupakan prinsip dasar serat optik [2].

Serat optik akan mengirimkan data dengan media cahaya dalam serat optik yang merambat melewati inti dengan pemantulan (memantul dari dinding pembungkus atau cladding) yang tetap. Prinsip ini disebut total pantulan internal. Karena cladding tidak menyerap cahaya dari inti maka cahaya dapat melintasi jarak yang cukup jauh. Walaupun begitu ada beberapa cahaya yang mengalami kerugian (loss) ketika merambat dalam serat. Hal itu disebabkan karena


(22)

pengotoran atau ketidakmurnian kaca. Besarnya kerugian cahaya tergantung kemurnian kaca dan panjang gelombang cahaya yang ditransmisikan [2].

2.4.2 Perambatan Cahaya dalam Serat Optik

Pada dasarnya cahaya dapat merambat lurus atau memantul di dalam core serat optik, pemantulan cahaya terjadi karena indeks bias core lebih besar dibandingkan indeks bias cladding. Pola perambatan cahaya dalam serat optik sebagai berikut sinar merambat lurus sepanjang sumbu serat tanpa mengalami refleksi atau refraksi. Sinar datang mengalami refleksi total karena memiliki sudut datang yang lebih besar dari sudut kritis dan akan merambat sepanjang serat melalui pantulan-pantulan. Refraksi (pembiasan cahaya) adalah peristiwa penyimpangan atau pembelokan cahaya karena melalui dua medium yang berbeda kerapatan optiknya. Sinar akan mengalami refraksi dan tidak akan dirambatkan sepanjang serat karena memiliki sudut datang yang lebih kecil dari sudut kritis [2].

2.4.3 Indeks Bias

Ketika cahaya merambat di dalam suatu bahan yang jernih, kecepatannya akan turun sebesar suatu faktor yang ditentukan oleh karakteristik bahan yang dinamakan indeks bias. Dengan kata lain indeks bias adalah pebandingan antara kecepatan cahaya di ruang hampa dengan kecepatan cahaya di dalam bahan. Sebagian besar bahan yang digunakan untuk membuat serat optik memiliki nilai indeks bias sekitar 1,5 [3].

Karena indeks bias sebenarnya merupakan nilai perbandingan (rasio) antara kecepatan cahaya di dalam ruang hampa terhadap kecepatan cahaya di


(23)

dalam bahan, maka besaran indeks bias tidak memliki satuan. Dengan indeks bias berperan sebagai faktor pembagi dalam menentukan kecepatan cahaya di dalam suatu bahan, hal ini berarti bahwa semakin rendah nilai indeks bias maka semakin tinggi kecepatan cahaya di dalam bahan terkait [3].

indeks bias rendah = kecepatan cahaya tinggi

2.4.4 Hukum Snellius

Sudut satu arah perambatan sinar cahaya diukur dengan mengacu ke garis normal bidang perbatasan antara kedua bahan. Garis normal adalah sebuah garis yang mengarah tegak lurus terhadap permukaan bidang perbatasan. Sudut yang dibentuk oleh arah sinar datang ke bidang perbatasan (terhadap garis normal) dan sudut yang dibentuk oleh arah sinar meninggalkan bidang perbatasan (terhadap garis normal) secara berturut-turut disebut sebagai sudut datang dan sudut bias sinar cahaya. Pada Gambar 2.5 diperlihatkan bagaimana pemantulan cahaya terjadi menurut Hukum Snellius [3].


(24)

Perhatikan bahwa sudut bias akan lebih besar dari sudut datang ketika cahaya merambat dari bahan yang berindeks bias besar ke bahan lainnya yang berindeks bias lebih kecil. Willebrord Snellius, seorang astronom berkebangsaan Belanda yang hidup di abad ke-17, menemukan bahwa terdapat suatu hubungan matematis antara indeks bias kedua bahan dengan nilai sinus dari sudut-sudut sinar. Ia merumuskan hukum matematika ini pada tahun 1621.

Hukum Snellius menyatakan bahwa [3] :

n1sin θ1 = n2sin θ2 ………... (2.1)

Dimana n1 dan n2 secara berturut-turut adalah nilai indeks bias bahan

pertama dan bahan kedua, sedangkan θ1 dan θ2 secara berturut-turut adalah sudut

datang dan sudut bias.

Terdapat empat variabel matematika di dalam persamaan di atas, sehingga dengan mengetahui tiga diantaranya saja kita dapat menentukan nilai variabel keempat. Dengan demikian, besarnya pembiasan (pembekokan arah cahaya) yang terjadi dapat dihitung dengan menggunkan Hukum Snellius [3].

2.4.5 Sudut Kritis

Sudut perambatan sinar sinar cahaya akan bertambah jika sinar memasuki sebuah bahan dengan indeks bias yang lebih kecil. Jika sudut datang sinar (di dalam bahan pertama) menuju bidang perbatasan terus diperbesar, akan tercapai suatu titik dimana sudut bias menjadi bernilai 900 dan sinar akan merambat sejajar dengan bidang perbatasan di dalam bahan kedua. Sudut datang yang


(25)

menyebabkan terjadinya hal ini disebut sebagai sudut kritis. Kita dapat menghitung nilai sudut kritis dengan mengambil nilai sudut bias sebesar 900.

Persamaan Hukum Snellius [3]:

n1sin θ1 = n2 sin 900 ………. (2.2)

Karena nilai sin 900 adalah 1, maka kita dapat menyusun kembali persamaan di atas untuk mendapatkan sin θ1 dan kemudian nilai sudut θ1 (yang

dalam kasus ini adalah sudut kritis yang kita bicarakan) [3] : θkritis = arcsin 

    

1 2 n n

……….. (2.3)

2.4.6 Pemantulan Internal Sempurna

Sudut kritis diberi nama demikian karena sudut ini memang berperan sangat penting (kritis) di dalam prinsip kerja serat optik. Jika cahaya merambat dengan sudut datang yang kurang dari sudut kritis, maka cahaya akan dibiaskan keluar dari bahan pertama sebagaimana telah kita ketahui dari penjelasan-penjelasan sebelumnya [3].

Akan tetapi, jika cahaya merambat menuju bidang perbatasan dengan sudut datang yang lebih besar dari sudut kritis, maka cahaya tersebut akan dipantulkan kembali (oleh bidang perbatasan) ke dalam bahan pertama. Dalam kasus ini, bidang perbatasan hanya berperan sebagai sebuah bidang pantul (‘cermin’). Efek semacam ini disebut sebagai pemantulan internal sempurna (total internal reflection/TIR) [3].


(26)

Apabila sudut datang sinar lebih besar dari sudut kritis, maka sinar akan dipantulkan balik ke dalam bahan pertama melalui proses yang telah dikenal sebagai pemantulan internal sempurna. Setiap cahaya yang ditembakkan menuju bidang perbatasan dengan sudut datang lebih besar dari sudut kritis akan merambat sepenuhnya di dalam serat optik.

Gambar 2.6 adalah gambar perjalanan cahaya pemantulan internal sempurna berdasarkan Hukum Snellius [3].

Gambar 2.6 Pemantulan Internal Sempurna

Efek ini merupakan jawaban bagi pertanyaan mengenai bagaimana kita dapat ‘mengurung’ cahaya di dalam serat optik. Jika serat optik memiliki sisi-sisi yang saling sejajar, dan dibungkus oleh sebuah bahan lainnya (mantel) dengan indeks bias yang lebih kecil, maka cahaya dapat dibuat selalu terpantul balik di


(27)

bidang perbatasan serat mantel dengan sudut yang tetap (diperlihatkan sebagai

φ

pada Gambar 2.7).

Setiap sinar cahaya yang ditembakkan menuju bidang perbatasan dengan sudut datang lebih besar dari sudut kritis akan merambat sepenuhnya di dalam serat optik [3].

Gambar 2.7 Cahaya dapat Merambat Melalui Serangkaian Pemantulan di dalam Serat Optik

2.4.7 Sistem Relay Serat Optik

Sistem relay serat optik terdiri dari transmitter (membuat dan menulis dalam sandi sinyal cahaya), serat optik (menghubungkan sinyal cahaya), regenerator optik (diperlukan untuk menaikkan sinyal jika serat digunakan pada jarak yang jauh) dan receiver optik (menerima dan menguraikan sandi sinyal cahaya) [4].

2.4.7.1Transmitter

Transmitter berfungsi untuk menerima dan mengarahkan cahaya melalui peralatan optikal kemudian dirubah ke dalam rangkaian yang benar. Secara fisik


(28)

transmitter mirip dengan serat optik dan biasanya mempunyai lensa untuk memfokuskan cahaya ke dalam serat.

Pada dasarnya transmitter mengubah input sinyal listrik ke dalam modulasi cahaya untuk transmisi serat optik. Bergantung pada kealamian sinyal, hasil cahaya termodulasi mungkin akan berjalan on-off atau linier dengan intensitas bervariasi. Peralatan yang paling sering digunakan sebagai sumber cahaya transmitter adalah Light Emitting Diode (LED) dan Laser Diode (LD) [4].

2.4.7.2Konektor

Konektor adalah peralatan mekanik yang ditempatkan di ujung akhir kabel serat optik, sumber cahaya, receiver, atau kerangka mesin. Pada transmitter menyediakan informasi cahaya penjuru (bearing light) dari kabel serat optik melalui konektor. Konektor harus mengarahkan dan mengumpulkan cahaya. Konektor juga harus dapat dipasang dan dilepas dengan mudah dari peralatan. Hal ini merupakan titik kunci. Konektor dapat dibongkar-pasang. Dengan fitur ini konektor menjadi berbeda dengan sambungan (splice) [4].

Untuk memastikan didapatkannya rugi yang rendah, konektor harus menghilangkan efek-efek pergeseran sudut dan lateral dan juga menjaga bahwa kedua ujung fiber akan saling menutup dengan sempurna. Bermacam-macam rancangan telah digunakan untuk membuat konektor-konektor semacam ini, di mana sebagian adalah lebih berhasil dari pada yang lain. Konektor optik merupakan salah satu perlengkapan kabel serat optik yang berfungsi sebagai penghubung serat [4].


(29)

Konektor ini mirip dengan konektor listrik dalam hal fungsi dan tampilan luar tetapi konektor pada serat optik memiliki ketelitian yang lebih tinggi. Konektor menandai sebuah tempat dalam sambungan data serat optik setempat dimana daya sinyal dapat hilang dan BER (Bit Error Rate) atau keandalan dapat dipengaruhi oleh koneksi mekanik. Konektor yang digunakan dengan kabel serat optik kaca [4] :

1. Bionik, salah satu jenis konektor yang paling awal digunakan dalam sambungan data serat optik. Konektor bionik memiliki selongsong tirus (tapered sleeve) yang merupakan harga mati untuk kabel serat optik. Ketika steker ini dimasukkan ke dalam akhir tirus stop kontak berarti menempatkan kabel serat optik dalam posisi tepat. Dengan konektor ini, tutup tepat di atas landasannya, sisanya terpandu cincin dan memutar masuk ke dalam selongsong tergulung untuk menjamin koneksi. Konektor jenis ini sekarang jarang digunakan.

2. D4, konektor ini sangat mirip dengan konektor FC (Fiber Connector) dalam hal berkas pemasangannya, penguncian dan penyelesaian PC (Physical Contact) nya. Perbedaan utamanya adalah diameter landasan 2,0 mm, aslinya didesain oleh Nippon Electric Corp.

3. FC/PC, digunakan untuk kabel single-mode fiber. Konektor ini menawarkan penempatan yang sangat tepat untuk kabel single-mode fiber, menanggapi pancaran sumber optik transmitter dan detector optic receiver konektor. Konektor ini mengistimewakan posisi yang dapat dilokasikan derajatnya dan sebuah stop kontak tergulung. Konektor ini dapat ditarik dan didorong dengan tab pengunci.


(30)

4. SMA, pendahulu konektor ST (Straight Tip). Konektor ini mengistimewakan tutup tergulung dan perumahan.

5. ST, suatu jenis bayonet terkunci mirip dengan konektor BNC (Bayonet Neil Concelmen). Konektor ini digunakan baik untuk kabel single-mode fibers maupun multi-mode fibers. Konektor ini digunakan secara luas karena mempunyai kemampuan yang baik dalam hal memasukkan maupun mengeluarkannya dari kabel serat optik dengan cepat dan mudah. Metode penempatannya juga mudah. Ada dua versi konektor ini, yaitu ST dan ST2. Kedua konektor ini terkunci dan memuat pegas serta dapat ditarik dan diputar.

6. Konektor Kabel Serat Optik, konektor ini digunakan secara eksklusif untuk kabel serat optik guna menekan harga dan mempermudah penerapannya. Sering digunakan pada penerapan dengan tanpa penggosokan atau epoxy (sambungan dari suatu komposisi dengan satu oksigen dan dua atom karbon dalam ikatan segitiga).

2.4.7.3Penyambungan (Splicing)

Sambungan (splice) adalah peralatan untuk menghubungkan satu kabel sarat optik dengan yang lainnya secara permanen. Splice merupakan perlengkapan tetap yang menyambung konektor. Meskipun demikian beberapa penjualan (vendor) menawarkan penyambungan yang dapat terhubung secara tidak permanen sehingga dapat diputus untuk perbaikan atau penyusunan kembali. Istilah sambungan ini dapat membingungkan [4].


(31)

Kabel serat optik mungkin mempunyai sambungan bersama untuk sejumlah alasan. Salah satunya adalah untuk mendapatkan sambungan panjang partikular. Penginstal jaringan kerja mungkin mempunyai penemuan inventaris beberapa kabel serat optik, tetapi tidak ada yang cukup panjang untuk memuaskan permintaan panjang sambungan. Hal ini terjadi karena pabrik kabel hanya menawarkan kabel dengan panjang terbatas. Biasanya 1 km sampai 6 km. penginstalan sambungan 10 km dapat dikerjakan dengan beberapa sambungan bersama. Penginstal akan puas atas keperluan jarak dan tidak perlu membeli kabel serat optik yang baru. Splice diminta pada pintu masuk dalam bangunan, pengawatan tertutup, pemasang, dan secara harfiah sebagai titik perantara antara transmitter dan receiver [4].

Pada pandangan pertama akan terpikir bahwa penyambungan dua kabel secara serat optik bersama adalah seperti menghubungkan dua kawat. Padahal, syarat untuk sambungan serat optik dan sambungan kawat sangat berbeda. Dua sambungan tembaga dapat digabungkan dengan solder atau dengan konektor yang mempunyai kerut atau terpatri ke kawat. Tujuannya adalah untuk menciptakan kontak mendalam antara dua titik kontak untuk mendapatkan sedikit garis hambatan melintas persimpangan.

Di pihak lain, menghubungakan dua kabel serat optik memerlukan penjajaran yang tepat untuk pasangan inti serat atau titik di dalam kabel single-mode fibers. Hal ini diminta sehingga semua cahaya yang berdekatan dipasangkan dari satu kabel serat optik melintasi persimpangan ke kabel serat optik lainnya. Kebutuhan akan ketepatan penjajaran menciptakan tantangan bagi desainer sambungan.


(32)

Ada dua jenis prinsip sambungan [4] :

1. Sambungan Fusi, menggunakan pancaran listrik untuk mematri dua kabel serat optik bersama-sama. Teknik ini memerlukan orang yang ahli dan berpengalaman karena penjajaran kabel serat optik membutuhkan komputer terkontrol untuk mencapai kerugian sesedikit mungkin yaitu 0,05 dB. Teknik ini memerlukan biaya tinggi.

2. Sambungan Mekanik, semuanya menggunakan elemen biasa. Teknik ini lebih mudah diterapkan di lapangan, memerlukan sedikit atau tanpa peralatan dan menawarkan kerugian sekitar 0,2 dB.

2.4.7.4Receiver

Optical receiver (penerima optik) seperti pelaut di dek kapal penerima sinyal. Receiver optik berfungsi mengambil sinyal cahaya digital yang masuk, menguraikannya dan mengirim sinyal listrik ke komputer lain, televisi atau telepon. Receiver menggunakan fotosel fotodioda untuk mendeteksi cahaya. Pada dasarnya receiver optik mengubah modulasi cahaya yang datang dari serat optik kembali ke bentuk asalnya.

Karena jumlah cahaya pada serat optik sangat kecil, receiver optik biasanya menggunakan penguat internal yang tinggi. Oleh karena itu receiver optik dapat dengan mudah diisi kembali. Untuk alasan ini maka penting dilakukan untuk hanya menggunakan ukuran serat yang sesuai dengan sistem yang diberikan.


(33)

Sebagai contoh, pasangan transmitter/receiver didesain untuk penggunaan single-mode fibers, tetapi digunakan dengan multi-mode fibers sehingga sejumlah besar cahaya pada keluaran serat akan memenuhi receiver dan kemudian menyebabkan beberapa distorsi sinyal keluaran (kelebihan sumber cahaya).

Begitu juga jika pasangan transmitter/receiver yang didesain untuk multi-mode fibers digunakan pada single-multi-mode fibers maka tidak cukup cahaya yang dapat mencapai receiver. Hasil keluaran terlalu banyak atau tidak ada sinyal sama sekali. “Ketidaksesuaian” receiver baru dipertimbangkan jika ada cukup banyak kehilangan dalam serat dengan tambahan 5-10 dB pasangan cahaya ke dalam serat multi-mode hanya digunakan untuk memberikan kesempatan untuk mencapai operasi yang pantas. Meskipun begitu, ini merupakan kasus yang ekstrim dan tidak normal [4].

2.4.7.5Konsep Kerugian dalam Serat Optik

Kerugian di sini terjadi karena cahaya berjalan melewati serat. Mengingat cahaya menempuh jarak puluhan kilometer atau lebih, maka kemurnian kaca pada inti serat harus sangat tinggi. Inti serat optik terbuat dari kaca sangat murni yang memiliki sedikit kerugian. Untuk menilai kemurnian kaca digunakan sistem perbandingan dengan kaca jendela biasa. Kaca jendela yang bening, dapat melewatkan cahaya dengan bebas, memiliki ketebalan 0,25 samapai 0,5 cm. bagian tembus pandang. Dalam kasus ini, cahaya yang melewati pinggiran dan masuk ke kaca, melewati beberapa centimeter. Jadi hanya sedikit cahaya yang mampu melewati puluhan kilometer kaca jendela [4].


(34)

Kerugian merupakan hasil utama dari perambatan acak dan penyerapan ketidakmurnian kaca. Sumber kerugian yang lain dalam serat disebabkan karena bengkok yang berlebihan yang mana menyebabkan cahaya meninggalkan area inti serat. Semakin kecil radius pembengkokan, semakin kecil kerugian. Oleh karena itu pembengkokan di sepanjang kabel serat optik harus memiliki radius sekecil mungkin [4].

2.4.7.6Lebar Jalur Serat Optik

Jenis lebar jalur untuk serat optik yang umum memiliki jangkauan sedikit MHz per km untuk inti serat yang sangat besar. Standart multi-mode fibers adalah ratusan MHz per km, sedangkan untuk single-mode fibers adalah ribuan MHz per km. Dengan bertambahnya panjang serat maka lebar jalurnya akan berkurang secara proporsional. Sebagai contoh, kabel serat yang dapat mendukung lebar jalur 500 MHz pada jarak 1km hanya mampu mendukung 250 MHz pada jarak 2 km dan 100 MHz pada jarak 5 km [5].

Karena single-mode fibers sebagai lebar jalur tinggi, faktor pengurangan lebar jalur sebagai fungsi panjang ini tidak menjadi masalah utama ketika menggunakan serat jenis ini. Meskipun demikian, harus diperhatikan ketika menggunakan multi-mode fibers, apakah digunakan sebagai lebar jalur maksimum atau digunakan dalam jangkauan sinyal sistem transmisi titik ke titik [5].


(35)

2.5 Redaman Serat Optik

Tahanan dari konduktor tembaga menyebabkan hilangnya sebagian dari energi listrik yang mengalir dari suatu kabel. Core dari kabel serat optik menyerap sebagian dari energi cahaya. Hal ini dinyatakan dalam redaman kabel. Satuan yang digunakan untuk redaman serat optik adalah dB/km. redaman tergantung dari beberapa keadaan. Tetapi yang utama adalah bahwa redaman tergantung pada panjang gelombang dari cahaya yang digunakan [5].

Menurut rekomendasi ITU-T G.0653E, kabel serat optik harus mempunyai koefisien redaman 0,5 dB/km untuk panjang gelombang 1310 nm dan 0,4 dB/km untuk panjang gelombang 1550 nm. Tapi besarnya koefisien ini bukan merupakan nilai yang mutlak, karena harus mempertimbangkan proses pabrikasi, desain & komposisi fiber, dan desain kabel. Untuk itu terdapat range redaman yang masih diizinkan yaitu 0,3 sampai 0,4 dB/km untuk panjang gelombang 1310 nm dan 0,17 sampai 0,25 dB/km, untuk panjang gelombang 1550. Selain itu, koefisien redaman mungkin juga dipengaruhi spektrum panjang gelombang yang diperoleh dari hasil pengukuran pada panjang gelombang yang berbeda [5].

Redaman itu dapat terjadi karena adanya dua faktor yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.

2.5.1 Faktor Intrinsik

Ada beberapa faktor intrinsik dari serat optik yang menyebabkan redaman, yaitu [6] :

1. Absorption (penyerapan), peristiwa ini terjadi akibat ketidak murnian bahan fiber optik yang digunakan. Bila cahaya menabrak sebuah partikel dari unsur yang tidak murni maka sebagian dari cahaya tersebut akan terserap.


(36)

2. Scattering (penghamburan) terjadi akibat adanya berkas cahaya yang merambat dalam materi dipancarkan/dihamburkan ke segala arah dikarenakan struktur materi yang tidak murni. Biasanya scattering ini terjadi pada lokasi-lokasi tertentu saja di dalam bahan, dan ukuran daerah yang terkena pengaruh perubahan efek terpencarnya cahaya sangat kecil, yaitu kurang dari satu panjang gelombang cahaya.

3. Microbending (pembengkokan pada saat pembuatan serat optik) pada umumnya timbul di dalam proses manufaktur. Penyebab yang biasa dijumpai adalah perbedaan laju pemuaian (dan penyusutan) antara serat optik dan lapisan-lapisan pelindung luarnya (jaket). Ketika kabel serat optik menjadi terlalu dingin, lapisan jaket maupun bagian inti/mantel akan mengalami penyusutan dan memendek sehingga dapat bergeser dari posisi relatifnya semula dan menimbulkan lekukan-lekukan yang disebut microbend.

2.5.2 Faktor Ekstrinsik

Ada beberapa faktor ekstrinsik dari serat optik yang menyebabkan redaman, yaitu [6] :

1. Frasnel Reflection terjadi karena ada celah udara sehingga cahaya harus melewati dua interface yang memantulkan sebagian karena perubahan index bias dari inti ke udara dan inti lagi.

2. Mode Copling terjadi karena adanya sambungan antara sumber/detektor optik dengan serat optik.

3. Macrobending, lekukan tajam pada sebuah kabel serat optik dapat menyebabkan timbulnya rugi daya yang cukup serius, dan lebih jauh lagi


(37)

kemungkinan terjadinya kerusakan mekanis (pecahnya serat optik). Rugi day yang ditimbulkan dengan melengkungkan sepotong pendek serat optik boleh jadi lebih besar dari rugi daya total yang timbul pada seluruh kabel serat optik sepanjang 1 km yang dipasang secara normal.

2.6 Link Power Budget

Dalam suatu komunikasi serat optik, kita tidak akan lepas dari perhatian power budget. Sistem komunikasi optik akan berjalan baik dan lancar apabila tidak kekurangan power budget dan Rise Time Budget. RTB (Rise Time Budget) bertujuan untuk menjamin agar sistem transmisi dapat menyediakan bandwidth yang mencukupi pada bit rate yang diinginkan. RTB berkaitan erat dengan batasan dispersi suatu sinyal yang dilewatkan pada serat optik, dan tentunya berpengaruh pada kapasitas kanal yang diinginkan dari sistem optic [6].

Power budget merupakan suatu hal yang sangat menentukan apakah suatu sistem komunikasi optik dapat berjalan dengan baik atau tidak. Karena power budget menjamin agar penerima dapat menerima daya optik sinyal yang diperlukan untuk mendapatkan bit error rate (BER) yang diinginkan.

Perhitungan dan analisis power budget merupakan salah satu metode untuk mengetahui performansi suatu jaringan. Hal ini dikarenakan metode ini dapat digunakan untuk melihat kelayakan suatu jaringan untuk mengirimkan sinyal dari pengirim sampai ke penerima atau dari central office terminal (COT) sampai ke remote terminal (RT). Tujuan dilakukannya perhitungan power budget adalah untuk menentukan apakah komponen dan parameter desain yang dipilih


(38)

dapat menghasilkan daya sinyal di penerima sesuai dengan tuntutan persyaratan performansi yang diinginkan [6].

Desain suatu sistem dapat memenuhi persyaratan apabila System Gain (Gs) lebih besar atau sama dengan total rugi-rugi. Daya yang diterima lebih kecil dari daya saturasi yang dapat mengakibatkan distorsi di penerima. Desain link transmisi optik ditentukan oleh bit rate informasi yang ditransmisikan, panjang link total dan BER yang diinginkan. Bit rate dan panjang link total menentukan karakteristik serat optik, tipe sumber optik (pengirim) dan tipe detector optik (penerima) yang digunakan. Dengan mengetahui ketiga komponen tersebut, power budget dapat dihitung sehingga dapat diperoleh jarak transmisi maksimum antara pengirim dan penerima [6].

2.7 Power Meter

Power meter (alat ukur daya) jika dilihat sekilas nampak mirip dengan sumber cahaya, dari Gambar 2.8 dan 2.9 keduanya sering dipasarkan sebagai pasangan kembar yang seolah-olah tidak menampilkan perbedaan antara sumber cahaya dan power meter yang digunakan bersama-sama, sehingga keduanya saling kompetibel [3].

Baik itu sumber cahaya maupun power meter memiliki prbedaan ada fisiknya, meskipun cara kerja dari keduanya adalah sama yaitu untuk mengukur daya yang terjadi pada suatu link tertentu dan biasanya hanya dapat mengukur total redaman dari suatu sistem yang sedang beroperasi berdasarkan spesifikasi yang digunakan.


(39)

Tampilan hasil pengukuran akan terlihat pada power meter, sebelum digunakan terlebih dahulu power meter ini dikalibrasi.

Gambar 2.8 Sumber Cahaya Gambar 2.9 Power Meter

Tunggulah sampai pembacaan stabil. Pada tahap ini, power meter akan menunjukkan tingkat daya datang (incoming power level) dalam aturan dBm. Sumber cahaya dan power meter harus tetap hidup hingga seluruh pengukuran selesai dilakukan. Setelah itu putuskan patchcord.

Parameter yang dapat disetel antara lain jenis panjang gelombang yang digunakan apakah 1310 nm atau 1550 nm dan level daya yang digunakan apakah dalam satuan dB atau dBm. Keseluruhan parameter ini disetel sesuai keinginan


(40)

dan kebutuhan. Pada Gambar 2.10 dapat dilihat contoh link secara umum dan bagian-bagiannya [7].

Gambar 2.10 Contoh Link Secara Umum dan Bagian-Bagiannya

2.8 OTDR (Optical Time Domain Reflectometer)

OTDR (Optical Time Domain Reflectometer) merupakan salah satu peralatan utama baik untuk instalasi maupun pemeliharaan link serat optik, OTDR memungkinkan sebuah link diukur dari satu ujung. OTDR ini dihubungkan ke salah satu ujung sistem fiber optik dengan panjang daerah ukur hingga 250 km, dan digunakan untuk mendapatkan gambaran visual dari redaman serat optik sepanjang sebuah link yang diplot pada sebuah layar dengan jarak digambarkan pada sumbu X dan redaman pada sumbu Y akan diperlihatkan pada Gambar 2.11.

Dalam beberapa detik, kita dapat mengukur keseluruhan loss atau loss di setiap bagian sistem di sepanjang kabel serat optik, maupun di jarak antara titik-titik pengamatan tertentu. Dari OTDR ini kita dapat melihat dan menganalisis setiap redaman serat, loss sambungan, dan loss yang muncul pada setiap titik, serta dapat menampilkan informasi pada layar tampilan.


(41)

Gambar 2.11 Tampilan Redaman Serat Optik pada OTDR

OTDR memancarkan pulsa (sinyal-sinyal) cahaya dari sebuah sumber dioda laser ke dalam sebuah serat optik. Sebagian sinyal dipantulkan kembali ke OTDR, sinyal diarahkan melalui sebuah coupler ke detektor optik dimana sinyal tersebut dirubah menjadi sinyal listrik yang dinyatakan sebagai loss dan dan waktu tempuh sinyal digunakan untuk menghitung jarak.

Perhitungan jarak pada OTDR menggunakan sistem yang agak menyerupai prinsip kerja radar. Alat ini mengirimkan pulsa cahaya dan menanti gema (echo) dari fiber. Jika kita mengetahui kecepatan cahaya dan dapat mengukur waktu yang dibutuhkan oleh cahaya tersebut untuk merambat di sepanjang fiber, maka perhitungan panjang fiber akan mudah dilakukan.

Berdasarkan mekanisme kerja di atas dapat ditentukan beberapa parameter atau karakteristik yang dapat diukur pada OTDR antara lain jarak, dari jarak kita


(42)

dapat melihat titik lokasi dalam suatu link, ujung link atau patahan. Loss untuk masing-masing splice atau total loss dari ujung ke ujung dalam suatu link. Atenuasi dari serat dalam suatu link, dan yang terakhir refleksi (return loss) dari suatu event [9].

2.8.1 Tampilan OTDR Untuk sistem Secara Umum

OTDR dapat mengenali pantulan-pantulan Fresnel dan loss-loss yang terjadi. Dengan informasi ini, kita dapat menarik kesimpulan mengenai bentuk tampilan beberapa kondisi penelusuran OTDR sebagaimana yang nampak pada setiap lampiran dan Gambar 2.12, Gambar 2.13 dan Gambar 2.14.

1. Konektor

Pasangan konektor akan menghasilkan kenaikan loss daya dan pantulan-pantulan Fresnel akibat dari penggosokan ujung fiber.

2. Sambungan Fusi

Sambungan-sambungan fusi tidak mengakibatkan pantulan Fresnel sebagaimana potongan ujung-ujung fiber yang difusikan ke dalam seutas fiber tunggal. Namun, sambungan-sambungan ini menunjukkan loss daya. Secara aktual sambungan fusi yang berkualitas baik akan sulit untuk menyorot karena loss yang rendah. Setiap tanda dari pantulan Fresnel merupakan tanda yang pasti mengenai sambungan fusi yang sangat buruk.

3. Sambungan Mekanik

Sambungan-sambungan mekanik nampak serupa dengan sambungan fusi yang berkualitas buruk. Fiber-fiber tentunya memiliki ujung-ujung terpotong namun pantulan Fresnelnya dapat dihindari dengan penggunaan gel sepadan


(43)

indeks (index matching gel) di dalam sambungan. Loss yang diharapkan adalah serupa dengan sambungan-sambungan fusi yang paling sedikit dapat diterima. 4. Kerugian Pelengkungan (Bend Loss)

Ini adalah kehilangan daya (loss of power) di sekitar lengkungan. Jika loss tersebut dilokalisasi semaksimal mungkin, hasilnya tidak akan dapat dibedakan antara sambungan fusi atau mekanik.


(44)

Gambar 2.13 Tampilan Non Reflective Events pada OTDR


(45)

BAB III

PENGUKURAN DAYA DAN REDAMAN

3.1 Umum

Sistem komunikasi serat optik secara umum digunakan sebagai media transmisi jarak jauh. Pada Tugas Akhir ini daerah atau wilayah yang akan diamati adalah Link Medan-Tebing Tinggi dengan dengan dua daerah jalur ukur, yaitu Jalur East (Kisaran) yang memiliki range 89,999 km dan Jalur West (Siantar) yang memiliki range 99,999 km. Dengan range yang jauh seperti ini maka dibutuhkan sistem transmisi yang memadai.

Akan tetapi kinerja dari suatu SKSO ini tidak selamanya sesuai dengan sistem. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi, salah satunya pengaruh akibat redaman dan daya yang dipancarkan.

3.2 Kondisi Jalur Pengukuran

Jalur pengukuran yang dilakukan adalah hanya satu Link saja dengan pengukuran dua jalur yaitu Link Medan-Tebing Tinggi Jalur East (Kisaran) dan Jalur West (Siantar). Untuk wilayah medan, pengukuran terhadap daya dan redaman dilakukan di Kantor Telkom Divisi Infratel Jalan Balai Kota No.2 Medan. Sedangkan pengukuran daya untuk wilayah Tebing Tinggi dilakukan di Kantor Telkom Divisi Infratel Jalan Imam Bonjol No. 2 Tebing Tinggi. Range lokasi pada Jalur East (Kisaran) adalah 89,999 km. Sedangkan pada Jalur West


(46)

(Siantar) adalah 99,999 km. Jalur pengukuran ini dapat di ilustrasikan seperti pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Ilustrasi Jalur yang Diukur Link Medan-Tebing Tinggi

3.3 Spesifikasi Alat yang Digunakan

Ada beberapa alat ukur yang digunakan dalam pembahasan ini, yaitu Power Meter alat untuk mengukur daya yang dipancarkan dan OTDR jenis EXFO FTB-150 untuk mengukur redaman yang terjadi di sepanjang kabel serat optik.

Sedangkan jenis kabel yang digunakan adalah jenis kabel pabrikan yaitu Kabel Jembo G 655 BC dengan panjang gelombang 1550 nm dan jenis fiber yang digunakan adalah jenis single mode.

3.3.1 Power Meter jenis HP (Hewlett Packard)

Pada penelitian ini digunakan power meter sebagai pengukur daya seperti telah dijelaskan sebelumnya, yaitu menggunakan power meter jenis HP. Prinsip kerjanya sama saja dengan power meter pada umumnya, dan sebelum pengukuran


(47)

dilakukan kalibrasi power meter terlebih dahulu. Gambar power meter akan diperlihatkan pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Power Meter Jenis HP

3.3.2 OTDR jenis EXFO FTB-150

OTDR jenis EXFO FTB-150 ini merupakan alat yang digunakan untuk mengukur redaman pada suatu link pada jarak tertentu. OTDR ini merupakan konfigurasi jenis single mode yang dirancang untuk menguji panjang gelombang mulai dari 850, 1310, 1490, 1550 dan 1625 nm. Spesifikasi dari OTDR dapat dilihat pada Lampiran A. Pada Gambar 3.3 akan diperlihatkan bentuk fisik dari OTDR jenis ini [9].


(48)

Gambar 3.3 OTDR Jenis EXFO FTB-150

3.3.3 Kabel Jembo G 655 BC (Burried Cable)

Pada pengukuran redaman, kabel serat optik yang digunakan adalah Kabel Jembo G 655 BC. Pada dasarnya tidak musti harus menggunakan kabel jenis ini, karena penggunaan jenis kabel merujuk pada rekomendasi standarisasi ITU.T single mode yang memiliki berbagai jenis diantaranya G 655 dan G 652. Perbedaan kedua jenis kabel ini hanya terletak pada pengaruh redaman dan dispersi yang terjadi, jika kabel G 652 redaman yang terjadi kecil sedangkan nilai dispersi besar juga diameter core G 652 lebih kecil. Sedangkan untuk jenis kabel G 655 nilai redaman lebih besar jika dibandingkan dengan kabel jenis G 652 dikarenakan material penyusun G 655 berbeda, sementara untuk nilai dispersi kecil diameter core pada G 655 lebih besar jika dibandingkan dengan core G 652.


(49)

Spesifikasi kabel ini dan konektor dapat dilihat pada Lampiran B dan C [11]. Pada Gambar 3.4 diperlihatkan bentuk fisik kabel G 655 yang dipakai dalam penelitian ini [12].

Gambar 3.4 Kabel Jembo G 655 BC

3.4 Langkah-langkah dalam Pengukuran

Pengukuran yang dilakukan adalah pengukuran daya dan redaman, dengan alat ukur yang telah dibahas sebelumnya.

3.4.1 Pengukuran Daya

Pengukuran daya ini dilakukan dengan menggunakan power meter jenis HP. Ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan dalam pengukuran daya yaitu : 1. Sebelum melakukan pengukuran dilakukan kalibrasi terlebih dahulu untuk

mengetahui besar daya laser yang dipancarkan oleh Laser Source. Langkah-langkah pengkalibrasian adalah sebagi berikut :


(50)

a. Hubungkan Light Source dengan Power Meter seperti pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5 Proses Kalibrasi

b. Nyalakan Light Source untuk menembakkan laser ke Power Meter.

c. Lihatlah tampilan pada layar Power Meter untuk melihat besarnya daya laser yang dipancarkan oleh Light Source. Daya yang diperoleh dari proses kalibrasi tersebut, untuk daya input adalah sebesar -4 dB dan daya output sebesar -4.8 dB. Maka terdapat rugi-rugi dari proses kalibrasi tersebut sebesar 0.8 dB didapat dari hasil pengurangan daya input dengan daya output -4 - (-4.8 dB). Hasil ini yang akan digunakan untuk menentukan besarnya loss total kabel dalam pengukuran daya pada bab 4.

2. Hubungkan Light source dengan Optical Variable Attenuator pada sisi input dan Power Meter pada sisi output.

3. Optical Varible Attenuator dipakai sebagai pengganti rugi-rugi yang terjadi di sepanjang saluran karena pengukuran tidak dilakukan di lapangan, sehingga dapat diatur intensitas rugi-ruginya.

4. Nyalakan Light Source untuk menembakkan laser ke Power Meter.

5. Lihatlah tampilan pada layar Power Meter untuk mengetahui total losses di sepanjang saluran.


(51)

3.4.2 Pengukuran Redaman

Pengukuran redaman ini dilakukan dengan menggunakan OTDR jenis EXFO FTB-150 dengan panjang gelombang 1550 nm. Adapun langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam pengukuran redaman adalah :

1. Nyalakan OTDR (tekan switch power). 2. Settinglah parameter-parameter berikut ini :

1) panjang gelombang (λ) =1550 nm 2) scatter coefficient = -81,90 dB 3) refractive index = 1,468330 4) set pada kondisi real time

3. Hubungkan terminal input dari OTDR ke idle core (core yang tidak beroperasi) dari OTB (Optical Termination Box).

4. Tekan tombol RUN/STOP untuk menembakkan laser ke idle core.

5. Setelah mencapai ujung core yang dimaksud, tekan kembali tombol RUN/STOP untuk mematikan laser.

6. Maka pada layar OTDR akan muncul grafik seperti pada Lampiran D untuk core satu Jalur East, Lampiran E untuk core dua Jalur East, Lampiran F untuk core satu Jalur West dan Lampiran G untuk core dua Jalur West.

7. Dari grafik Lampiran D, E, F, dan G dapat diketahui keterangan-keterangan sebagai berikut :

1) Jarak antara dua terminal (dua titik pengukuran), rugi-rugi pada setiap titik penyambungan, serta total estimasi loss antara dua terminal tersebut.

2) Untuk menganalisa rugi-rugi tersebut, tekan tombol ENTER dan pilih menu SCAN → ANALYSIS.


(52)

3) Simbol-simbol di atas sumbu horizontal menunjukkan jenis-jenis losses yang terjadi di sepanjang saluran.

8. Untuk memberi keterangan hasil pengukuran, tekan tombol ENTER dan pilih menu file → trace info, kemudian beri identitas pada masing-masing point dengasn menekan tombol enter.

9. Untuk menyimpan hasil pengukuran, tekan tombol ENTER, pilih menu file

Save As.

10. Untuk mencetak hasil pengukuran tekan tombol ENTER, pilih menu file → print.

3.5 Langkah-langkah dalam Perhitungan

Dalam perhitungan link power budget ada beberapa hal yang harus dihitung, yaitu perhitungan rugi-rugi berdasarkan daya yang telah diketahui, perhitungan redaman berdasarkan spesifikasi alat yang digunakan (standar ITU.T). Dan hasil perhitungan tersebut akan ditunjukkan pada bab 4 data hasil pengukuran secara teoritis.

Untuk menghitung rugi-rugi berdasarkan daya yang telah diketahui dalam pengukuran daya menggunakan power meter, maka digunakan Persamaan (3.1) untuk mengetahui besarnya nilai redaman/km [10].

Redaman/km =

L

Cable Total Loss

... (3.1) Dimana :

Redaman/km : Rugi-rugi yang terjadi setiap km kabel dalam satuan dB Loss Total Cable : Nilai rugi daya yang telah dikalibrasi dalam satuan dB


(53)

L : Jarak lokasi pengukuran dalam satuan km

Untuk menghitung nilai redaman berdasarkan spesifikasi alat yang digunakan (standar ITU.T) Persamaan (3.2) digunakan untuk mengukur redaman total yang terjadi [10].

Loss = (αf + αC + αS + loss pigtel) ... (3.2) Dimana :

Loss : Rugi-rugi dalam satuan dB

αf (dB) : Panjang Kabel (km) x Loss Kabel (dB) αC (dB) : Jumlah Conector x Loss Conector (dB)

αS (dB) : 1

2

Kabel Total Jarak

−    

 

x Loss Sambungan (dB) Loss / km (dB) :

( )

( )

km Jarak

dB Loss

Loss pigtel : ketetapan berdasarkan spesifikasi 0,3 dB

Persamaan (3.3) digunakan untuk mencari perhitungan link power budget terhadap nilai daya receiver [10].

Total Loss = (Panjang Kabel x Loss Kabel) + (Jumlah Joint x loss Sambungan) + (Jumlah Connector x Loss Connector) ……… (3.3)


(54)

BAB IV

ANALISIS REDAMAN SERAT OPTIK TERHADAP KINERJA SKSO

4.1 Pengukuran Daya

Dari pembahasan pada bab 3, maka dilakukan pengukuran daya pada Jalur East dan West untuk Link Medan-Tebing Tinggi dengan menggunakan Power Meter jenis HP. ATTN didapat dari penjumlahan hasil daya yang diukur dari kedua jalur A dan B, kemudian dibagi 2. Hasil loss total cable diperoleh dari hasil ATTN setelah dikurangi dengan proses kalibrasi yang telah dibahas di bab 3 sebelumnya, yaitu sebesar 0.8 dB. Hasil pengukuran untuk Jalur East dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan untuk Jalur West dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Daya Menggunakan Power Meter Jalur East Pengukuran

pada Jalur

Core / Port

Measurment Loss Loss Total Cable (ATTN-KALIBRASI) Arah Power Meter ATTN

East

1 A - B 21.87 21.77 20.97 B - A 21.67

2 A - B 21.78 21.74 20.94 B - A 21.69

Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Daya Menggunakan Power Meter Jalur West Pengukuran

pada Jalur

Core / Port

Measurment Loss Loss Total Cable (ATTN-KALIBRASI) Arah Power Meter ATTN

West

1 A - B 24.95 24.81 24.01 B - A 24.67

2 A - B 25.95 25.91 25.11 B - A 25.87


(55)

4.2 Pengukuran Redaman

Sama halnya seperti pengukuran daya, pengukuran redaman juga dilakukan pada dua jalur dengan menggunakan alat ukur OTDR jenis EXFO FTB-150. Pengamatan dilakukan pada nilai redaman yang dihasilkan pada tiap nomor port pada link yang digunakan, pengamatan ini dilakukan berdasarkan event (jarak lokasi kejadian) yang terjadi di sepanjang kabel serat optik. Hasil pengukuran untuk Jalur East dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan Jalur West pada Tabel 4.4.

Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Redaman Menggunakan EXFO FTB-150 Jalur East

No Core/Port

Jarak Asli (km) Jarak Lokasi Kejadian (km) Redaman Total (dB) Redaman (dB) Patahan (dB/km)

1 1 89.999

6707.06

21.808

2.587 0.227

13449.86 -0.044 0.238

52865.34 0.496 0.226

71654.30 -0.206 0.211

84267.05 0.000 0.207

2 2 89.999

6712.17

21.384

2.570 0.216

20595.89 0.227 0.222

31585.47 0.271 0.197

36996.04 0.270 0.186

44182.91 0.265 0.197

74706.68 -0.209 0.213

84282.37 0.000 0.217

Dari tabel untuk core 1 sesuai dengan Lampiran D kita dapat melihat apa yang terjadi, pada jarak 6707.06 m, 13449.86 m, dan 84267.05 m terjadi refleksi hal ini ditandai dengan grafik sinyal yang naik ke atas, penyebab refleksi ini antara lain karena adanya pertemuan antara 2 terminal OTB (Optical Termination Box) penyebab lain adalah kaena terjadi sambungan konektor ataupun patahan


(56)

yang terjadi pada serat optik tersebut. Sedangkan pada jarak 52865.34 m, dan 71654.30 m terjadi redaman atau attenuation, hal ini ditandai dengan grafik sinyal yang turun ke bawah. Penyebab terjadinya redaman ini salah satunya karena sambunngan fusi maupun sambunngan mekanik.

Untuk core 2 sesuai dengan Lampiran E, sama sperti pada core1. refleksi terjadi pada jarak 6712.17 m, dan 84282.37 m sedangkan redaman atau attenuation terjadi pada jarak 20595.89 m, 31585.47 m, 44182.91 m, dan 74706.68 m.

Tabel 4.4 Hasil Pengukuran Redaman Menggunakan EXFO FTB-150 Jalur West

No Core/Port

Jarak Asli (km) Jarak Lokasi Kejadian (km) Redaman Total (dB) Redaman (dB) Patahan (dB/km)

1 1 99.999

6487.58

24.117

1.597 0.265

10897.70 0.566 0.335

13077.24 0.220 0.149

35571.94 0.204 0.228

38404.83 0.282 0.204

80872.69 0.377 0.242

83598.39 -0.300 0.202

88064.66 0.000 0.217

2 2 99.999

6482.47

25.957

3.475 0.231

10402.58 -0.262 0.281

13000.68 0.273 0.193

38547.75 0.266 0.232

42978.29 0.276 0.219


(57)

Untuk core 1 sesuai dengan Lampiran F, sama seperti pada pembahasan Tabel 4.3. refleksi terjadi pada jarak 6487.58 m, 13077.24 m, dan 88064.66 m sedangkan redaman atau attenuation terjadi pada jarak 10897.70 m, 35571.94 m, 38404.83 m, 80872.69 m, dan 83598.39 m.

Untuk core 2 sesuai dengan Lampiran G, refleksi terjadi pada jarak 6482.47 m, 13000.68 m, dan 88044.24 m. Dan redaman atau attenuation terjadi pada jarak 10402.58 m, 38547.75 m, dan 42978.29 m.

4.3 Perhitungan menggunakan Hasil Power Meter

Dengan menggunakan persamaan (3.1), diperoleh hasil perhitungan rugi-rugi per km (dB/km) dari daya yang telah diukur dengan menggunakan power meter sebagai berikut :

Untuk Jalur East core = 1 Redaman/km =

26705 . 84 97 . 20

= 0.24885 dB Untuk Jalur East core = 2 Redaman/km =

28237 . 84 94 . 20

= 0.24845 dB Untuk Jalur West core = 1 Redaman/km =

064166 . 88 01 . 24 = 0.27264 dB


(58)

Untuk Jalur West core = 2 Redaman/km =

04424 . 88 11 . 25

= 0.28519 dB

Berdasarkan hasil perhitungan rugi-rugi per km (dB/km) di atas, maka diperoleh Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Redaman Menggunakan Hasil Power Meter Jalur East dan West pada Link Medan-Tebing Tinggi

Pengukuran

Dari Core/Port

Daya Input (dBm) Daya Output (dBm) Jarak (km) Redaman / km (dB) East 1 21.87 21.67 84.26705 0.24885

2 21.78 21.69 84.28237 0.24845 West 1 24.95 24.67 88.06466 0.27264 2 25.95 25.87 88.04424 0.28519

4.4 Perhitungan Secara Teoritis

Dengan menggunakan persamaan (3.2), diperoleh hasil perhitungan rugi-rugi (dB/km) berdasarkan spesifikasi alat yang digunakan dan nilai standar ITU.T sebagai berikut :

Untuk Jalur East Core 1:

αf (dB) = 84.26705 x 0.22 dB = 18.53875 dB αC (dB) = 4 x 0.5 dB


(59)

αS (dB) = 1 2 84.26705      

x 0.15 dB = 42.133525 – 1 x 0.15 dB = 41.133525 x 0.15 dB = 6.17002 dB

Loss = (18.53875 dB + 2 dB + 6.17002 dB + 0.3 dB) = 27.00877 dB

Loss / km (dB) =

26705 . 84 00877 . 27

= 0.32051 dB

Untuk Jalur East Core 2:

αf (dB) = 84.28237 x 0.22 dB = 18.54212 dB αC (dB) = 4 x 0.5 dB

= 2 dB

αS (dB) = 1

2 84.28237 −      

x 0.15 dB = 42.141185 – 1 x 0.15 dB = 41.141185 x 0.15 dB = 6.17117 dB

Loss = (18.54212 dB + 2 dB + 6.17117 dB + 0.3 dB) = 27.01329 dB

Loss / km (dB) =

28237 . 84 01329 . 27

= 0.32050 dB

Untuk Jalur West core 1 : αf (dB) = 88.06466 x 0,22 dB

= 19.37422 dB αC (dB) = 4 x 0,5 dB


(60)

αS (dB) = 1 2 88.06466      

x 0.15 dB = 44.03233 – 1 x 0.15 dB = 43.03233 x 0.15 dB = 6.45484 dB

Loss = (19.37422 dB + 2 dB + 6.45484 dB + 0.3 dB) = 28.12906 dB

Loss / km (dB) =

06466 . 88 12906 . 28

= 0.31941 dB

Untuk Jalur West core 2 : αf (dB) = 88.04424 x 0.22 dB

= 19.36973 dB αC (dB) = 4 x 0.5 dB

= 2 dB

αS (dB) = 1

2 88..04424 −      

x 0.15 dB = 44.02212 – 1 x 0.15 dB = 43.02212 x 0.15 dB = 6.45332 dB

Loss = (19.36973 dB + 2 dB + 6.45332 dB + 0.3 dB) = 28.12304 dB

Loss / km (dB) =

04424 . 88 12304 . 28

= 0.31942 dB

Berdasarkan hasil perhitungan rugi-rugi per km (dB/km) di atas, maka diperoleh Tabel 4.6.


(61)

Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Redaman Jalur East dan West pada Link Medan-Tebing Tinggi Berdasarkan Standar ITU.T

Pengukuran

Dari Core/Port

Panjang Kabel (km) αf (dB) αC (dB) αS (dB) Σloss (dB) Loss / km (dB) East 1 84.267 18.538 2 6.170 27.008 0.32051

2 84.282 18.542 2 6.171 27.013 0.32050 West 1 88.064 19.374 2 6.454 28.129 0.31941 2 88.044 19.369 2 6.453 28.123 0.31942 Dari data pengukuran dengan menggunakan alat ukur dan perhitungan secara rumus (teori), maka dapat dilihat perbandingannya pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7 Perbandingan Nilai Redaman

Pengukuran Dari Core /Port Perhitungan Redaman/km Berdasarkan Power Meter Perhitungan Redaman/km Berdasarkan EXFO FTB-150 Perhitungan Redaman/km Menurut Standart ITU.T Jarak Kabel (km) East 1 0.24885 0.238 0.32051 84.26705

2 0.24845 0.222 0.32050 84.28237 West 1 0.27264 0.335 0.31941 88.06466 2 0.28519 0.256 0.31942 88.04424

4.5 Analisis Link Power Budget

Perhitungan Link Power Budget ini hanya menghitung besarnya total Loss yang terjadi pada setiap jalur. Analisis ini bertujuan untuk menyesuaikan apakah sistem jika disesuaikan dengan redaman yang terjadi di sepanjang kabel serat optik dan daya yang bekerja pada perangkat transmisi, dapat bekerja dengan baik maupun sebaliknya. Dengan menggunakan persamaan (3.3), diperoleh hasil perhitungan total loss sebagai berikut :


(62)

Untuk Jalur East dan core 1 :

Total Loss = (Panjang Kabel x Loss Kabel) + (Jumlah Joint x loss Sambungan) + (Jumlah Connector x Loss Connector)

= (84.26705 x 0.22) + (28 x 0.15) + (4 x 0.5) = 18.53875 + 4.2 + 2

= 24.73875 dB Untuk Jalur East dan core 2 :

Total Loss = (Panjang Kabel x Loss Kabel) + (Jumlah Joint x loss Sambungan) + (Jumlah Connector x Loss Connector)

= (84.28237 x 0.22) + (28 x 0.15) + (4 x 0.5) = 18.54212 + 4.2 + 2

= 24.74212 dB Untuk Jalur West dan core 1 :

Total Loss = (Panjang Kabel x Loss Kabel) + (Jumlah Joint x loss Sambungan) + (Jumlah Connector x Loss Connector)

= (88.06466 x 0.22) + (29 x 0.15) + (4 x 0.5) = 19.37422 + 4.35 + 2

= 25.72422 dB Untuk Jalur West dan core 2 :

Total Loss = (Panjang Kabel x Loss Kabel) + (Jumlah Joint x loss Sambungan) + (Jumlah Connector x Loss Connector)

= (88.04424 x 0.22) + (29 x 0.15) + (4 x 0.5) = 19.36973 + 4.35 + 2


(63)

Dari hasil perhitungan di atas dapat diketahui bahwa total loss yang terjadi lebih besar dibandingkan dengan hasil link power budget secara pengukuran kecuali pada pada Jalur West untuk core 2. Lebih jelasnya lihat pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8 Perbandingan Nilai Total Loss (Link Power Budget) Pengukuran

Dari

Core/ Port

Nilai Total Loss

(Link Power Budget) % Perbedaan Pengukuran Perhitungan

East 1 21.808 24.738 0.063

2 21.384 24.742 0.073

West 1 24.117 25.724 0.032

2 25.957 25.719 0.005

4.6 Analisis Hasil Perhitungan

Dari Tabel 4.5 tampak bahwa jika semakin besar daya yang dihasilkan maka nilai redaman akan semakin besar pula. Pada Tabel 4.6 tampak bahwa semakin besar total loss yang dihasilkan maka nilai redaman pun akan semakin besar, hal ini disebabkan karena panjang kabel dan jumlah konektor yang digunakan oleh masing-masing core berbeda. Pada Tabel 4.8 akan terlihat perbandingan hasil pengukuran dengan OTDR dengan perhitungan dengan metode link power budget, dari hasil ini dapat dilihat tingkat kinerja dari suatu sistem komunikasi serat optik tersebut. Untuk Jalur East core 1 maka perbandingannya diperoleh 0.028 % dan untuk core 2 diperoleh 0.038 %. sedangkan untuk Jalur West core 1 diperoleh hasil perbandingan 0.002 % dan untuk core 2 diperoleh 0.035 %. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kinerja sistem komunikasi serat optik ini dalam keadaan normal dan dapat digunakan untuk beroperasi.


(64)

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil analisis redaman kabel serat optik terhadap kinerja sistem komunikasi serat optik menggunakan metode link power budget (Medan-Tebing Tinggi), maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Jika dilihat dari segi efektifitas penggunaan alat ukur, maka alat ukur yang sesuai untuk mengukur redaman adalah OTDR jenis EXFO FTB-150, karena pada OTDR pengukuran yang dilakukan dapat lebih akurat dan dari OTDR kita dapat melihat jarak antara dua link yang diukur, loss pada setiap titik penyambungan, dan total loss antara dua link tersebut, serta informasi tersebut dapat ditampilkan pada layar tampilan. Sedangkan jika menggunakan power meter, kita hanya dapat mengetahui total loss yang terjadi untuk dua link yang akan diukur.

2. Berdasarkan hasil dari perbandingan nilai redaman antara pengukuran di lapangan dengan perhitungan secara teoritis, maka didapatkan hasil untuk nilai redaman tertinggi terdapat pada core 1 untuk Jalur East 21.808 dB pada jarak 84.26705 km dan redaman per km 0.24885 dB. Hal ini diakibatkan oleh beberapa faktor salah satunya refleksi yang diakibatkan adanya pertemuan antara 2 terminal OTB (Optical Termination Box). Dan untuk Jalur West nilai redaman tertinggi terdapat pada core 2 yaitu 25.957 dB pada jarak 88.04424 km dan redaman per km 0.28519 dB. Hal ini diakibatkan kurangnya ketelitian pada saat pemasangan konektor maupun sambungan.


(65)

3. Dari hasil pengukuran dan perhitungan secara teoritis, nilai dari pengukuran jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan hasil perhitungan, sehingga dapat disimpulkan bahwa analisis redaman pada jalur Medan-Tebing Tinggi dalam keadaan normal dan dapat digunakan untuk beroperasi.

5.2 Saran

1. Dalam penyambungan kabel optik apabila kabel putus, maka dalam penyambungannya harus menggunakan kabel yang sama.

2. Dalam mendesain awal kabel optik harus diperhatikan perencanaan baik kedalamannya dan penempatan lokasinya, hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya kerusakan atau kabel putus akibat pekerjaan PU.


(66)

DAFTAR PUSTAKA

1. http://free-pdfebooks.com/?s=dasar+telekomunikasi+modern.

2. Nugraha, Andi Rahman. “Serat Optik”. Edisi Pertama. Penerbit Andi. Yogyakarta. 1997. Hal 3-5, 17-21, 34-37.

3. Crisp John, Barry Elliott. “Serat Optik : Sebuah Pengantar”. Edisi Ketiga. Penerbit Erlangga. Jakarta. 2006. Hal 15-19, 33-35, 186-189, 191-200.

4. Coolen, Dennis Roddy John. “Komunikasi Elektronika Jilid 2”. Edisi Ketiga. Penerbit Erlangga. Jakarta. 1993. Hal 733-786.

5. digital_126812-R0308165.Analisis power-Literatur.pdf.

6.

7. Keiser, Gerd. “Optical Fiber Communicationsí”. Edisi Ketiga. Penerbit McGraw Hill. Singapore. 2000. Hal 92, 325, 536-544.

8. Zanger. Henry, Zanger. Cynthia, Canada 1991 “Fiber Optics Communication and Other Applications”, Macmillan Publishing Company, a division of Macmillan, Inc, halaman 1-24.

9. http://id.wikipedia.org/wiki/Optical_time-domain_reflectometer.html. 10.digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-12664-Paper.pdf.


(67)

11.MTRJ Optical Patch Cord-China Optical Patch Cord,Mtrj Patch Cord,Fiber Optics in Optical Fiber.html.


(1)

Untuk Jalur East dan core 1 :

Total Loss = (Panjang Kabel x Loss Kabel) + (Jumlah Joint x loss Sambungan) + (Jumlah Connector x Loss Connector)

= (84.26705 x 0.22) + (28 x 0.15) + (4 x 0.5) = 18.53875 + 4.2 + 2

= 24.73875 dB Untuk Jalur East dan core 2 :

Total Loss = (Panjang Kabel x Loss Kabel) + (Jumlah Joint x loss Sambungan) + (Jumlah Connector x Loss Connector)

= (84.28237 x 0.22) + (28 x 0.15) + (4 x 0.5) = 18.54212 + 4.2 + 2

= 24.74212 dB Untuk Jalur West dan core 1 :

Total Loss = (Panjang Kabel x Loss Kabel) + (Jumlah Joint x loss Sambungan) + (Jumlah Connector x Loss Connector)

= (88.06466 x 0.22) + (29 x 0.15) + (4 x 0.5) = 19.37422 + 4.35 + 2

= 25.72422 dB Untuk Jalur West dan core 2 :

Total Loss = (Panjang Kabel x Loss Kabel) + (Jumlah Joint x loss Sambungan) + (Jumlah Connector x Loss Connector)

= (88.04424 x 0.22) + (29 x 0.15) + (4 x 0.5) = 19.36973 + 4.35 + 2


(2)

Dari hasil perhitungan di atas dapat diketahui bahwa total loss yang terjadi lebih besar dibandingkan dengan hasil link power budget secara pengukuran kecuali pada pada Jalur West untuk core 2. Lebih jelasnya lihat pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8 Perbandingan Nilai Total Loss (Link Power Budget) Pengukuran

Dari

Core/ Port

Nilai Total Loss

(Link Power Budget) % Perbedaan Pengukuran Perhitungan

East 1 21.808 24.738 0.063

2 21.384 24.742 0.073

West 1 24.117 25.724 0.032

2 25.957 25.719 0.005

4.6 Analisis Hasil Perhitungan

Dari Tabel 4.5 tampak bahwa jika semakin besar daya yang dihasilkan maka nilai redaman akan semakin besar pula. Pada Tabel 4.6 tampak bahwa semakin besar total loss yang dihasilkan maka nilai redaman pun akan semakin besar, hal ini disebabkan karena panjang kabel dan jumlah konektor yang digunakan oleh masing-masing core berbeda. Pada Tabel 4.8 akan terlihat perbandingan hasil pengukuran dengan OTDR dengan perhitungan dengan metode link power budget, dari hasil ini dapat dilihat tingkat kinerja dari suatu sistem komunikasi serat optik tersebut. Untuk Jalur East core 1 maka perbandingannya diperoleh 0.028 % dan untuk core 2 diperoleh 0.038 %. sedangkan untuk Jalur West core 1 diperoleh hasil perbandingan 0.002 % dan untuk core 2 diperoleh 0.035 %. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kinerja sistem komunikasi serat optik ini dalam keadaan normal dan dapat digunakan untuk beroperasi.


(3)

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil analisis redaman kabel serat optik terhadap kinerja sistem komunikasi serat optik menggunakan metode link power budget (Medan-Tebing Tinggi), maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Jika dilihat dari segi efektifitas penggunaan alat ukur, maka alat ukur yang sesuai untuk mengukur redaman adalah OTDR jenis EXFO FTB-150, karena pada OTDR pengukuran yang dilakukan dapat lebih akurat dan dari OTDR kita dapat melihat jarak antara dua link yang diukur, loss pada setiap titik penyambungan, dan total loss antara dua link tersebut, serta informasi tersebut dapat ditampilkan pada layar tampilan. Sedangkan jika menggunakan power meter, kita hanya dapat mengetahui total loss yang terjadi untuk dua link yang akan diukur.

2. Berdasarkan hasil dari perbandingan nilai redaman antara pengukuran di lapangan dengan perhitungan secara teoritis, maka didapatkan hasil untuk nilai redaman tertinggi terdapat pada core 1 untuk Jalur East 21.808 dB pada jarak 84.26705 km dan redaman per km 0.24885 dB. Hal ini diakibatkan oleh beberapa faktor salah satunya refleksi yang diakibatkan adanya pertemuan antara 2 terminal OTB (Optical Termination Box). Dan untuk Jalur West nilai redaman tertinggi terdapat pada core 2 yaitu 25.957 dB pada jarak 88.04424 km dan redaman per km 0.28519 dB. Hal ini diakibatkan kurangnya ketelitian pada saat pemasangan konektor maupun sambungan.


(4)

3. Dari hasil pengukuran dan perhitungan secara teoritis, nilai dari pengukuran jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan hasil perhitungan, sehingga dapat disimpulkan bahwa analisis redaman pada jalur Medan-Tebing Tinggi dalam keadaan normal dan dapat digunakan untuk beroperasi.

5.2 Saran

1. Dalam penyambungan kabel optik apabila kabel putus, maka dalam penyambungannya harus menggunakan kabel yang sama.

2. Dalam mendesain awal kabel optik harus diperhatikan perencanaan baik kedalamannya dan penempatan lokasinya, hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya kerusakan atau kabel putus akibat pekerjaan PU.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

1. http://free-pdfebooks.com/?s=dasar+telekomunikasi+modern.

2. Nugraha, Andi Rahman. “Serat Optik”. Edisi Pertama. Penerbit Andi. Yogyakarta. 1997. Hal 3-5, 17-21, 34-37.

3. Crisp John, Barry Elliott. “Serat Optik : Sebuah Pengantar”. Edisi Ketiga. Penerbit Erlangga. Jakarta. 2006. Hal 15-19, 33-35, 186-189, 191-200.

4. Coolen, Dennis Roddy John. “Komunikasi Elektronika Jilid 2”. Edisi Ketiga. Penerbit Erlangga. Jakarta. 1993. Hal 733-786.

5. digital_126812-R0308165.Analisis power-Literatur.pdf.

6.

7. Keiser, Gerd. “Optical Fiber Communicationsí”. Edisi Ketiga. Penerbit McGraw Hill. Singapore. 2000. Hal 92, 325, 536-544.

8. Zanger. Henry, Zanger. Cynthia, Canada 1991 “Fiber Optics Communication and Other Applications”, Macmillan Publishing Company, a division of Macmillan, Inc, halaman 1-24.

9. http://id.wikipedia.org/wiki/Optical_time-domain_reflectometer.html. 10.digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-12664-Paper.pdf.


(6)

11.MTRJ Optical Patch Cord-China Optical Patch Cord,Mtrj Patch Cord,Fiber Optics in Optical Fiber.html.