Hubungan Hukum Antara Para Pihak Pada Pelaksanaan Perjanjian

ketentuan dalam Pasal 8 huruf b UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Kontruksi yang mengharuskan setiap Badan Usaha Pelaksana Kontruksi harus memilki SBU dengan Nomor : 08865GABPEKNAS02311. Selain itu, CV. Sibange-bange juga memperoleh Surat Izin Usaha jasa Kontruksi dari Pemerintah Kota Pematangsiantar dengan nomor : 1.132262.1273-2-166-2011 yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Pematangsiantar pada tanggal 21 September 2011. Selain beberapa hal diatas, CV. Sibange-bange juga memiliki persyaratan- persyaratan lainnya yang memenuhi klasifikasi sehingga CV. Sibange-bange layak untuk mengadakan kerjasama baik dengan instansi pemerintah maupun pihak swasta. Dalam menjalankan usahanya di bidang pemborongan CV. Sibange-bange sebelumnya telah memiliki pengalaman sebagai penyedia jasa dalam melaksanakan perjanjian pemborongan yaitu program pengaspalan jalan di jalan Pisang dengan Pemerintah Kota Pematangsiantar. CV. Sibange-bange di tahun 2012 pernah menandatangani kontrak dengan Dinas Bina Marga dan pengairan kota Pematangsiantar dalam Program RehabilitasiPerbaikan Jalan dan Jembatan tahun anggaran 2012 setelah melalui tahapan prakontrak.

B. Hubungan Hukum Antara Para Pihak Pada Pelaksanaan Perjanjian

Pemborongan Di Dinas Bina Marga dan Pengairan Kota Pematangsiantar Sebelum membahas mengenai hubungan hukum antara para pihak dalam pelaksanaan perjanjian pemborongan ini, terlebih dahulu akan dibahas mengenai pihak-pihak yang ikut serta atau yang terkait dalam pejanjian pemborongan ini. Para pihak tersebut lebih dikenal dengan istilah para peserta dalam perjanjian pemborongan.Dalam perjanjian pembrongan harus dibedakan mengenai pihak- pihak yang langsung terkait dan pihak-pihak yang tidak langsung terkait dalam perjanjian pemborongan tersebut. Adapun pihak-pihak yang langsung terkait dalam perjanjian pemborongan yang kemudian disebut peserta dalam perjanjian pemborongan adalah sebagai berikut : 109 1. Yang memborongkan Yang memborongkan dapat berupa orang-perorangan maupun badan hukum pemerintah ataupun swasta.Bagi proyek-proyek pemerintah, yang memborongkan adalah pihak Departemen atau lembaga pemegang mata anggaran. Yang memborongkan adalah yang memiliki rencanaprakarsa untuk memborongkan proyek sesuai dengan surat perjanjian pemborongan dan apa yang tercantum dalam bestek dan syarat-syaratnya. 2. Pemborong Pemborongkontraktor bangunan adalah perusahaan-perusahan yang bersifat perorangan yang berbadan hukum atau badan hukum yang bergerak dalam bidang pelaksanaan pemborongan. Pemborong dapat berupa perorangan maupun badan hukum, baik pemerintah maupun swasta.Bagi proyek-proyek pemerintah, pemborong harus berbadan hukum. 109 Djumialdji, Op.Cit. hal.24. Pemborong dalam melaksanakan kegiatan di bidang usaha jasa kontruksi diwaijbkan telah memiliki ijin Menteri Pekerjaan Umum atau pejabat yang ditunjuk, sesuai dengan Peraturan Lembaga Pengembangan Jasa Kontruksi Nasional LPJK Nomor 10 Tahun 2013 tentang Registrasi Usaha Jasa Pelaksana Kontruksi. Hubungan hukum antara yang memborongkan dengan pemborong diatur sebagai berikut : a. Apabila yang memborongkan maupun pemborong keduanya pemerintah, maka hubungan hukumnya disebut hubungan kedinasan. b. Apabila pihak yang meborongkan adalah pihak pemerintah sedangkan pemborongnya pihak swasta, maka hubungan hukumnya disebut perjanjian pemborongan yang dapat berupa akta dibawah tangan, Surat Perintah Kerja, Surat Perjanjian KerjaKontrak. c. Apabila yang memborongkan maupun pemborong keduanya pihak swasta, maka hubungan hukumnya disebut perjanjian pemborongan yang dapat berupa akta dibawah tangan, Surat Perintah Kerja, Surat Perjanjian PemboronganKontrak. 3. Perencana atau arsitek Perencana atau arsitek merupakan seorang yang ahli dalam membuat suatu rancangan bangunan dan yang bertanggung jawab memimpin bangunan tersebut. Dalam hal apabila pemberi tugas atau yang memborongkan adalah pemerintah, dan perencana juga dari pemerintah DPU maka hubungan yang tercipta adalah hubungan kedinasan.Dan jika pemberi tugas dari pemerintah atau swasta dan perencana dari pihak swasta yaitu konsultan perencana, maka hubungannya diatur dalam perjanjian melakukan jasa- jasa tunggal disebut dengan istilah seperti perjanjian perencana, perjanjian pekerjaan perencana. Hubungan hukum antara yang memborongkan dengan perencana diatur sebagai berikut : a. apabila yang memborongkan maupun perencana keduanya pihak pemerintah, maka hubungan hukumnya disebut hubungan kedinasan. b. Apabila yang memborongkan pihak pemerintah sedangkan perencana pihak swasta, maka hubungan hukumnya disebut dengan perjanjian melakukan jasa dimana dalam praktek dituangkan dalam surat pekerjaan perencanaan. c. Apabila yang memborongkan maupun perencana maupun keduanya adalah pihak swasta, maka hubungan hukumnya disebut perjanjian melakukan jasa Pasal 1601 KUHPerdata yang dalam praktek dituangkan dalam surat perjanjian pekerjaan perencanaan. 4. DireksiPengawasKonsultan Pengawas Konsultan pengawas bertugas mengawasi seluruh kegiatan pekerjaan kontruksi mulai dari penyiapan, penggunaan dan mutu bahan, pelaksanaan pekerjaan serta pelaksana akhir atas hasil pekerjaan sebelum penyerahan. Pengawasan pelaksanaan berarti mewakili yang memborongkan dalam segala hal yang menyangkut pelaksanaan yaitu memberi pimpinan dan mengadakan pengawasan dalam pelaksanaan pekerjaan. Hubungan hukum antara direksipengawas dengan yang memborongkan diatur sebagai berikut : a. Apabila direksi dan yang memborongkan keduanya adalah pihak pemerintah, maka hubungan hukumnya disebut hubungan kedinasan. b. Apabila direksi merupakan pihak swasta sedangkan yang memborongkan pihak pemerintah, maka hubungan hukumnya disebut perjanjian pemberian kuasa, dimana yang memberi kuasa adalah pihak yang memborongkan pemerintah sedangkan yang diberi kuasa adalah pihak direksi pengawas. c. Apabila direksi dan yang memborongkan keduanya adalah pihak swasta, maka hubungan hukumnya disebut perjanjian pemberian kuasa. Selain itu, dalam perjanjian pemborongan terdapat prinsip-prinsip hubungan hukum. Prinsip-prinsip hubungan hukum tersebut antara lain : 110 1. Prinsip korelasi tanggung jawab para pihak Prinsip ini menyatakan tanggungjwab para pihak dalam penyediaan bahan bangunan. Dalam Pasal 1604 KUHPerdata ditentukan bahwa dalam suatu perjanjian pemborongan, jika pemborong yang harus menyediakan bahan bangunannya, maka sebelum diserahkan pekerjaan tersebut rusak atau 110 HM. Hanafi Darwis, Hubungan Hukum dalam Perjanjian Pemborongan, Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara, Jakarta Raya. Tahun 2012.Diakses Tanggal 20 Agustus 2015. hancur dan dalam keadaan bagaimanapun, maka setiap kerugian yang timbul merupakan tanggung jawab dari pihak pemborong, kecuali dapat dibuktikan bahwa pihak yang memborongkan ikut melakukan kesalahan yang menyebabkan kerusakan pada pekerjaan tersebut. Sebaliknya apabila bahan tersebut disediakan oleh pihak yang memborongkan sementara pihak pemborong hanya berkewajiban melakukan pekerjaan dari segi tenaga saja, maka apabila pekerjaan tersebut musnah maka dalam hal ini pihak pemborong hanya bertanggung jawab untuk kesalahannya saja. Sehubungan dengan hal tersebut diatas, yaitu dalam hal pemborong hanya berkewajiban melakukan pekerjaannya saja, kemudian pekerjaan tersebut musnah sebelum diserahkan tanpa ada kesalahan dari pihak pemborong, maka pemborong tetap tidak berhak untuk menerima harga borongan, kecuali dalam hal : a. Pemberi tugas atau yang memborongkan telah bersalah yaitu lalai dalam memeriksa dan menyetujui pekerjaannya, dan b. Musnahnya pekerjaan itu akibat cacat dari bahan yang dipakai. 2. Prinsip ketegasan tanggung jawab pemborong Prinsi ini mengatur terhadap suatu pembangunan gedung Pasal 1605 KUHPerdata. Dalam hal ini, pihak pemborong yang juga dianggap ahli bangunan harus bertanggung jawab secara hukum atas pekerjan yang dibuatnya jika bangunan yang dibuatnya tersebut rubuh baik sebagian atau seluruhnya asal memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. Yang diborongkan adalah pembangunan gedung b. Pekerjaan diborongkan untuk suatu harga tertentu, dan c. Tanggung jawab pemborong sampai dengan jangka waktu 10 tahun Pasal 1609 KUHPerdata. 3. Prinsip larangan perubahan harga perjanjian Prinsip larangan perubahan harga perjanjian adalah bahwa pihak pemborong tidak boleh mengubah perjanjian secara sepihak dengan menaikkan harga borongan Pasal 1610, dengan alasan telah terjadi : a. Telah terjadi kenaikan upah buruh, atau b. Telah terjadi kenaikan harga bahan bangunan, dan c. Terjadinya perubahan pekerjaan serta tambahan pekerjaan yang tidak termasuk dalam rencana tersebut. 4. Prinsip kebebasan pemutusan perjanjian secara sepihak Prinsip ini diatur dalam Pasal 1611 KUHPerdata. Prinsip ini menentukan bahwa pihak yang memborongkan bebas memutuskan perjanjian di tengah jalan secara sepihak meskipun disebutkan dalam perjanjian walau tanpa ada kesalahan dari pihak pemborong, asalkan pemberi tugas tersebut mengganti kerugian yaitu besarnya biaya yang telah dikeluarkan dari pekerjaan tersebut. Prinsip ini menyimpang dari prinsip hukum perjanjian yang umumnya berlaku bahwa para pihak tidak dapat memutuskan perjanjian ditengah jalan kecuali disetujui oleh kedua belah pihak atau dengan keputusan pengadilan atau pembatalan harus dimintakan kepada hakim yaitu melalui keputusan pengadilan Pasal 1266 KUHPerdata.

C. Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Antara Dinas Bina Marga dan