Perlindungan Hukum Bagi Notaris Untuk Menjaga Kerahasiaan Isi Akta Yang Diperbuatnya Dalam Perkara Pidana (Studi Di Pematangsiantar)
TESIS
Oleh
GRACE NOVIKA RASTA
127011023/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
GRACE NOVIKA RASTA
127011023/M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(3)
Nomor Pokok : 127011023 Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
Pembimbing Pembimbing
(Prof.Dr.Muhammad Yamin,SH,MS,CN) (Prof.Dr.Budiman Ginting,SH,MHum)
Ketua Program Studi, Dekan,
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)
(4)
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Runtung, SH, MHum
Anggota : 1. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN 2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum 3. Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn 4. Notaris Syafnil Gani, SH, MHum
(5)
Nama : GRACE NOVIKA RASTA
Nim : 127011023
Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU
Judul Tesis : PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NOTARIS UNTUK
MENJAGA KERAHASIAAN ISI AKTA YANG
DIPERBUATNYA DALAM PERKARA PIDANA (STUDI DI PEMATANGSIANTAR)
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.
Medan,
Yang membuat Pernyataan
Nama : GRACE NOVIKA RASTA Nim :127011023
(6)
kepada masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai peristiwa hukum yang terjadi di hadapannya. Notaris wajib merahasiakan tidak hanya apa yang dimuat dalam akta yang diperbuatnya namun termasuk segala keterangan yang diberitahukan atau disampaikan kepadanya sekalipun keterangan tersebut tidak tercantum dalam akta. Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah bagaimana pengaturan rahasia jabatan atas akta yang diperbuat oleh atau dihadapan Notaris ketika akta tersebut berindikasi tindak pidana, bagaimana perlindungan hukum terhadap Notaris apabila membuka rahasia atas isi akta yang diperbuatnya terkait dengan rahasia jabatannya, apakah yang menjadi kendala dan cara mengatasi kendala yang ada atas rahasia jabatan Notaris manakala berhadapan dengan perkara pidana atas akta yang diperbuatnya.
Untuk menemukan jawaban dari permasalahan tersebut maka penelitian yang dilakukan bersifat prespektif analitis dengan pendekatan perundang-undangan yaitu dengan maksud mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validasi aturan hukum yang dihadapi. Jenis penelitian ini ialah penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif. Alat pengumpulan data yang digunakan dengan mengadakan studi dokumen/kepustakaan dan wawancara dengan beberapa Notaris di Pematangsiantar. Penarikan kesimpulan dalam penelitian ini menggunakan metode deduktif.
Hasil penelitian dari permasalahan tersebut adalah Notaris wajib menyimpan rahasia terkait isi akta yang dibuat oleh atau dihadapannya terikat pada sumpah/rahasia jabatannya dan kewajiban Notaris, namun apabila akta yang diperbuatnya memiliki indikasi tindak pidana maka Notaris harus melepaskan atau mengabaikan kewajiban merahasiakan isi akta terkait dikarenakan demi kepentingan umum dalam membantu proses hukum untuk mencapai kepastian hukum. Notaris memiliki hak ingkar sebagai bentuk perlindungan hukum terhadap jabatannya dan dalam hal pemeriksaan terkait akta yang diperbuatnya serta dapat memohon Turunan Berita Acara Pemeriksaan di Pengadilan terkait keterangan yang diberikan Notaris saat Persidangan di Pengadilan. Kurangnya pemahaman oleh Notaris dan para penegak hukum sering mengakibatkan kesalahpahaman dalam hal pemeriksaan Notaris terhadap akta yang diperbuat dihadapannya yang memiliki indikasi perkara pidana. Sehingga sangat diperlukan kesamaan pengetahuan dan pemahaman agar tidak menimbulkan kesalahpahaman dalam hal pemeriksaan Notaris terkait perkara pidana menyangkut akta yang diperbuatnya.
(7)
his presence. Notaries are required to keep secret not only what is contained in a deed they made but also including any information informed or delivered to him even if the information is not listed in the deed. The issues raised in this study were how the occupational confidentiality on the deedmadeby or before a Notarywas regulated when the deed indicates a criminal act,what legal protection can be given to a Notary ifhe/she divulges the contents of the deedhe/shemadein relation to his/her occupational confidentiality, what are the obstacles and how to overcomethe existing constraints on the occupational confidentiality of the Notary when dealing with the criminal cases over the deed he made.
To answer these questions, this perspective analytical study with regulatory approach intended to learn the legal purposes, justice values, and the validation of the legal rulesbeing facedwas conducted. The data for this normative legal study with normative juridical approach were obtained through documentation study and interviews with several Notaries in the city of Pematangsiantar. The conclusion of this study was drawn through deductive method.
The result of this study showed that a Notary is obliged to keep secret the contents of the deed he/she made or made before him/her that is bound to the oath / occupational confidentiality and the dutyof a Notary, but if the deed he made has indications of a criminal act, then the notary must remove or ignore his/her obligation to keep secret the contents of the deed due to meeting the public interest to help smooth the legal process to achieve legal certainty. Notary has the right of refusal as a form of legal protection for his/heroffce/position and in the case of examination in relation to the deed he/she made, the notary can plead for the Derivatives of the Minutes of Interrogation at Court related to the information he/she gave in the court trial. Lack of understanding on the side of Notary and law enforcement officers often leads to misunderstandings during the examination of a Notary related to the deed made before him/her that have indications of criminal matters. So it is necessary to have the same knowledge and understanding in order to avoid misunderstandings when examininga Notary related to the criminal case concerning the deed he/she made.
(8)
diberikan kesehatan, hikmat, kebijaksanaan dan kesempatan serta kemudahan dalam menyelesaikan penulisan tesis yang berjudul “PERLINDUNGAN HUKUM BAGI
NOTARIS UNTUK MENJAGA KERAHASIAAN ISI AKTA YANG
DIPERBUATNYA DALAM PERKARA PIDANA (STUDI DI
PEMATANGSIANTAR)”.
Dengan ketulusan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini. Ucapan terima kasih disampaikan kepada :
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A (K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan dalam menyelesaikan pendidikan Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Ketua Komisi Pembimbing, atas kesempatan, arahan, bimbingan, masukkan, dan saran yang diberikan kepada Penulis dalam menyelesaikan pendidikan dan penulisan tesis ini.
3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H, MS, CN, selaku anggota Komisi Pembimbing dan Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan arahan, bimbingan, masukan, dan saran, dalam penulisan tesis ini.
4. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum, anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan, masukan, dan saran, dalam penulisan tesis ini.
5. Bapak Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn, selaku Dosen Penguji Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang
(9)
Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan arahan, bimbingan, masukan dan saran dalam penulisan tesis ini.
7. Seluruh Dosen/pengajar mata kuliah pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
8. Rekan-rekan Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara angkatan 2012 yang senantiasa memberikan dukungan moril dan material untuk kelancaran penyelesaian studi ini.
Ucapan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada Ayahanda, Djintaraman Damanik, SH dan Ibunda, Kariani Saragih, SH, MKn tercinta serta adik-adik (Felix, Raka dan Rani) yang telah memberikan dukungan semangat, kasih sayang, kesabaran dan doa-doa yang tiada hentinya.
Terimakasih untuk terkasih Junhaidel Samosir, SH yang telah memberikan waktu, dukungan dan masukkan dalam penulisan tesis ini hingga selesai.
Hanya Tuhan yang dapat membalas segala kebaikan dan jasa-jasa yang diberikan mereka semua. Dengan penuh kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak atas segala kekurangan yang penulis sadari sepenuhnya terdapat dalam tesis ini guna perbaikan dikemudian hari.
.
Medan, Oktober 2014 Penulis
(10)
2. Tempat, Tanggal Lahir : 09 November 1986 3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Status : Belum Menikah
5. Agama : Kristen Protestan
6. Alamat : Jalan Diponegoro No. 48 D,
Pematangsiantar II. KELUARGA
1. Nama Ayah : Djintaraman Damanik, SH 2. Nama Ibu : Kariani Saragih, SH, SpN 3. Nama Saudara/i : 1. Felix Syahputra Damanik, SP
2. Ramasabda Damanik 3. Ramasandi Damanik III. PENDIDIKAN
1. SD : SD Swasta Sultan Agung
Kota Pematangsiantar Tahun 1993-1999
2. SMP : SMP Kristen Kalam Kudus
Pematangsiantar Tahun 1999-2002
3. SMA : SMA RK Budi Mulia Pematangsiantar
Tahun 2002-2005
4. Perguruan Tinggi (Amd) : Universitas Sumatera Utara (USU) Fakultas Ekonomi (Keuangan) Tahun 2005-2008
5. Perguruan Tinggi (S1) : Universitas Simalungun (USI) Pematangsiantar Fakultas Hukum (Pidana) Tahun 2008-2012
6. Perguruan Tinggi (S2) : Universitas Sumatera Utara (USU) Magister Kenotariatan
(11)
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR ISTILAH ... viii
DAFTAR SINGKATAN ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Permasalahan ... 10
C. Tujuan Penelitian ... 11
D. Manfaat Penelitian ... 11
E. Keaslian Penelitian ... 12
F. Kerangka Teori dan Konsep ... 16
1. Kerangka Teori ... 16
2. Kerangka Konsep ... 25
G. Metode Penelitian ... 27
BAB II RAHASIA JABATAN NOTARIS ATAS AKTA YANG DIPERBUAT OLEH ATAU DIHADAPAN NOTARIS YANG BERINDIKASI TINDAK PIDANA ... 32
A. Tinjauan Umum Tentang Notaris ... 32
1. Notaris Sebagai Pejabat Umum ... 32
2. Tugas/Kewenangan Notaris ... 36
3. Kewajiban Notaris ... 41
B. Akta Otentik Yang Dibuat Oleh Atau Dihadapan Notaris Yang Berindikasi Perkara Pidana ... 48
1. Kekuatan Pembuktian Akta Otentik Yang Dibuat Oleh Atau Dihadapan Notaris ... 48
(12)
1. Rahasia Jabatan Notaris ... 67
2. Pelanggaran Rahasia Jabatan Notaris ... 70
3. Rahasia Jabatan Notaris Berindikasi Tindak Pidana ... 73
BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NOTARIS APABILA MEMBUKA RAHASIA ATAS ISI AKTA YANG BERINDIKASI TINDAK PIDANA ... 76
A. Pembatasan Terhadap Kerahasiaan Jabatan Notaris ... 76
B. Hak Ingkar Notaris ... 85
C. Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Yang Membuka Isi Akta Yang Diperbuatnya... 91
BAB IV KENDALA DAN CARA MENGATASI KENDALA BAGI NOTARIS DALAM MENJAGA KERAHASIAAN AKTA YANG DIPERBUAT OLEH ATAU DIHADAPAN NOTARIS 101 A. Pemeriksaan Notaris Selaku Pejabat Umum Dalam Perkara Pidana Terkait Akta Yang Diperbuatnya ... 101
B. Penerapan Asas Kerahasiaan Akta Atas Akta Yang Diperbuat Oleh Atau Dihadapan Notaris ... 108
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 115
A. Kesimpulan ... 115
B. Saran ... 117
(13)
Ipsa membuktikan keabsahannya
Akta Relaas = Berita Acara
Alpa = Khilaf
Ambt / Beroep = Jabatan
Ambtsplicht = Kewajiban jabatan
Ambtsgeheim / Official Secret/ = Profesional Secret
Rahasia Jabatan
Anti Trial Role = Mencegah terjadinya masalah
College Van Schepenen = Urusan Perkapalan Kota
Culpa = Lalai
Door = Dibuat oleh
Faute Personelle / Personal =
Fault
Kesalahan Pribadi
Faute de serive / Service =
Fault
Kesalahan dalam tugas
Formele Bewijskracht = Formal
Geestelijke en Materiele = Kerohanian dan Kebendaan
Gezag = Kewibawaan / Kekuasaan
Library Research = Data kepustakaan
Nonexecutable = Tidak dapat dilaksanakan
Notarius = Notaris
Nota Literaria / Letter Mark = Tanda / Karakter
Materiele Bewijskracht = Materil
Merelateer = Merekam / Mengkonstantir
Onafhankelijkheid - Independency = Kedudukan yang mandiri Onpartijdigheid - Impartially = Tidak memihak
Openbare Ambtenaren = Pejabat Umum
Openbare Gezag = Kekuasaan umum
Publiekrechtelijk = Mengikat
Presumption of Innocence = Asas praduga tak bersalah
Probatio Plena = Pembuktian penuh dan sempurna
Rechtsgerechtigheid = Keadilan
Rechtsutiliteit = Kemanfaatan
Rechtszekerheid = Kepastian hukum
Rechtmatig = Sesuai Hukum
Reglement Op Het Notaris Ambt = in Indonesia
Peraturan Jabatan Notaris di Indonesia
(14)
Verschoningsrecht = Kewajiban Ingkar
Verschoningsplicht = Hak Ingkar
(15)
IPPAT = Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah
KUHP = Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
KUH Pdta = Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
KUHAP = Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
PJN = Peraturan Jabatan Notaris
POLRI = Polisi Republik Indonesia
UU = Undang-Undang
UUJN = Undang-Undang Jabatan Notaris
MOU = Memorandum of Understanding
MKN = Majelis Kehormatan Notaris
MPD = Majelis Pengawas Notaris
(16)
kepada masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai peristiwa hukum yang terjadi di hadapannya. Notaris wajib merahasiakan tidak hanya apa yang dimuat dalam akta yang diperbuatnya namun termasuk segala keterangan yang diberitahukan atau disampaikan kepadanya sekalipun keterangan tersebut tidak tercantum dalam akta. Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah bagaimana pengaturan rahasia jabatan atas akta yang diperbuat oleh atau dihadapan Notaris ketika akta tersebut berindikasi tindak pidana, bagaimana perlindungan hukum terhadap Notaris apabila membuka rahasia atas isi akta yang diperbuatnya terkait dengan rahasia jabatannya, apakah yang menjadi kendala dan cara mengatasi kendala yang ada atas rahasia jabatan Notaris manakala berhadapan dengan perkara pidana atas akta yang diperbuatnya.
Untuk menemukan jawaban dari permasalahan tersebut maka penelitian yang dilakukan bersifat prespektif analitis dengan pendekatan perundang-undangan yaitu dengan maksud mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validasi aturan hukum yang dihadapi. Jenis penelitian ini ialah penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif. Alat pengumpulan data yang digunakan dengan mengadakan studi dokumen/kepustakaan dan wawancara dengan beberapa Notaris di Pematangsiantar. Penarikan kesimpulan dalam penelitian ini menggunakan metode deduktif.
Hasil penelitian dari permasalahan tersebut adalah Notaris wajib menyimpan rahasia terkait isi akta yang dibuat oleh atau dihadapannya terikat pada sumpah/rahasia jabatannya dan kewajiban Notaris, namun apabila akta yang diperbuatnya memiliki indikasi tindak pidana maka Notaris harus melepaskan atau mengabaikan kewajiban merahasiakan isi akta terkait dikarenakan demi kepentingan umum dalam membantu proses hukum untuk mencapai kepastian hukum. Notaris memiliki hak ingkar sebagai bentuk perlindungan hukum terhadap jabatannya dan dalam hal pemeriksaan terkait akta yang diperbuatnya serta dapat memohon Turunan Berita Acara Pemeriksaan di Pengadilan terkait keterangan yang diberikan Notaris saat Persidangan di Pengadilan. Kurangnya pemahaman oleh Notaris dan para penegak hukum sering mengakibatkan kesalahpahaman dalam hal pemeriksaan Notaris terhadap akta yang diperbuat dihadapannya yang memiliki indikasi perkara pidana. Sehingga sangat diperlukan kesamaan pengetahuan dan pemahaman agar tidak menimbulkan kesalahpahaman dalam hal pemeriksaan Notaris terkait perkara pidana menyangkut akta yang diperbuatnya.
(17)
his presence. Notaries are required to keep secret not only what is contained in a deed they made but also including any information informed or delivered to him even if the information is not listed in the deed. The issues raised in this study were how the occupational confidentiality on the deedmadeby or before a Notarywas regulated when the deed indicates a criminal act,what legal protection can be given to a Notary ifhe/she divulges the contents of the deedhe/shemadein relation to his/her occupational confidentiality, what are the obstacles and how to overcomethe existing constraints on the occupational confidentiality of the Notary when dealing with the criminal cases over the deed he made.
To answer these questions, this perspective analytical study with regulatory approach intended to learn the legal purposes, justice values, and the validation of the legal rulesbeing facedwas conducted. The data for this normative legal study with normative juridical approach were obtained through documentation study and interviews with several Notaries in the city of Pematangsiantar. The conclusion of this study was drawn through deductive method.
The result of this study showed that a Notary is obliged to keep secret the contents of the deed he/she made or made before him/her that is bound to the oath / occupational confidentiality and the dutyof a Notary, but if the deed he made has indications of a criminal act, then the notary must remove or ignore his/her obligation to keep secret the contents of the deed due to meeting the public interest to help smooth the legal process to achieve legal certainty. Notary has the right of refusal as a form of legal protection for his/heroffce/position and in the case of examination in relation to the deed he/she made, the notary can plead for the Derivatives of the Minutes of Interrogation at Court related to the information he/she gave in the court trial. Lack of understanding on the side of Notary and law enforcement officers often leads to misunderstandings during the examination of a Notary related to the deed made before him/her that have indications of criminal matters. So it is necessary to have the same knowledge and understanding in order to avoid misunderstandings when examininga Notary related to the criminal case concerning the deed he/she made.
(18)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum. Dalam menjamin suatu kepastian hukum dibutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai suatu keadaan, peristiwa atau suatu perbuatan hukum yang dapat diperoleh salah satunya melalui pembuatan akta Notaris dan Notaris mempunyai jabatan tertentu dalam hal menjalankan profesi hukumnya dalam hal memberikan pelayanan hukum (berupa pembuatan akta Notaris) kepada anggota masyarakat. Karenanya, Notaris memiliki tanggung jawab dalam bidang hukum privat, hukum pajak, hukum pidana dan disipliner Notaris dalam rangka menjamin kepastian hukum serta memberikan perlindungan hukum kepada anggota masyarakat yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang telah diundangkan sejak tanggal 15 Januari 2014.
Pentingnya peranan Notaris dalam membantu menciptakan kepastian dan perlindungan hukum bagi masyarakat, lebih bersifat preventif, atau bersifat pencegahan terjadinya masalah hukum, dengan cara penerbitan akta otentik yang dibuat dihadapannya terkait dengan status hukum, hak dan kewajiban seseorang dalam hukum, dan lain sebagainya, yang berfungsi sebagai alat bukti yang paling
(19)
sempurna di Pengadilan dalam hal terjadi sengketa hak dan kewajiban yang terkait1. Kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum dalam lalu lintas hukum pada umumnya memerlukan alat bukti yang menentukan dengan jelas hak dan kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat.
Notaris sebagai pejabat umum yang dalam istilah bahasa Belanda yaitu Openbare Ambtenaren yang terdapat dalam Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris (Reglement op Het Notaris Ambt In Indonesia, Stb. 1860:3) menyebutkan bahwa Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain2. Sedangkan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004 (UUJN) menyebutkan bahwa “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya”3.
1
Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan Akta, CV. Mandar Maju, Bandung, 2011, hal. 7.
2G.H.S. Lumban Tobing,Peraturan Jabatan Notaris,Erlangga, Jakarta, 1992, hal 3.
3Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Jabatan Notaris
(20)
Secara subtantif akta Notaris dapat berupa suatu keadaan , peristiwa atau perbuatan hukum yang dikehendaki oleh para pihak agar dituangkan dalam bentuk akta otentik untuk dijadikan sebagai alat bukti dan berdasarkan peraturan perundang-undangan bahwa tindakan hukum tertentu wajib dibuat dalam bentuk akta otentik. Dalam menjalankan jabatannya Notaris berada dalam kedudukan netral dan tidak memihak artinya Notaris berada di luar para pihak yang melakukan hubungan hukum tersebut dan bukan sebagai salah satu pihak dalam hubungan hukum itu4, Notaris diharapkan untuk memberikan penyuluhan hukum untuk dan atas nama tindakan hukum yang dilakukan Notaris atas permintaan kliennya dalam hal melakukan tindakan hukum untuk kliennya, Notaris juga tidak boleh memihak kliennya karena tugas Notaris ialah untuk mencegah terjadinya masalah (anti trial role).
Notaris dalam menjalankan jabatannya hanya membuat akta berdasarkan kehendak para penghadap, maka Notaris hanya menghormati kehendak, kepribadian juga rahasia para penghadap, oleh sebab itu Notaris juga tidak ada keharusan untuk mengetahui data atau informasi yang tidak disampaikan oleh para pihak yang menghadapnya. Sehingga Notaris berkewajiban membuat akta berdasarkan keinginan dan kehendak pihak yang menghadap kepadanya, maka setiap Notaris tidak dapat diminta untuk bertanggungjawab mengenai isi akta yang merupakan kehendak pihak yang menghadap.
Notaris sebagai pejabat publik yang diberi kepercayaan untuk menyimpan rahasia para pihak yang membuat akta kepadanya, sebagai pejabat umum Notaris
(21)
diberi kepercayaan oleh Negara dan diangkat oleh Negara berdasarkan undang-undang sehingga kepadanya diberi wewenang untuk mencantumkan title eksekutorial pada grosse akta yang dibuatnya. Dikarenankan jabatan yang dimiliki oleh Notaris adalah jabatan kepercayaan dimana seseorang bersedia mempercayakan sesuatu kepadanya sehingga selayaknyalah sebagai orang kepercayaan Notaris memiliki kewajiban untuk merahasiakan semua yang diberitahukan kepadanya selaku Notaris, sekalipun ada sebagian yang tidak dicantumkan dalam akta. Dengan demikian Notaris mempunyai kewajiban untuk memasukkan bahwa apa yang termuat dalam akta Notaris sungguh-sungguh telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak para pihak, yaitu salah satunya dengan membacakannya, sehingga menjadi jelas isi akta Notaris tersebut, serta memberikan akses terhadap informasi, termasuk akses terhadap perundang-undangan yang terkait bagi para pihak penandatanganan akta.
Berdasarkan kepercayaan yang diberikan tersebut maka seorang Notaris tidak dapat membatasi dirinya akan berhadapan dengan konsekuensi kehilangan kepercayaan publik dan sehingga tidak lagi dianggap sebagai orang kepercayaan. Namun dalam perkembangannya, bilamana Notaris dipanggil untuk dimintai keterangannya atau dipanggil sebagai saksi dalam hubungannya dengan sesuatu perjanjian yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris bersangkutan apakah itu dikarenakan kesengajaan atau karena tidak mengetahui tentang adanya peraturan perundang-undangan mengenai itu sering kali dianggap tidak ada rahasia jabatan Notaris yang termuat dalam sumpah jabatan Notaris.
(22)
Pasal 4 dan Pasal 16 ayat (1) huruf f Undang-Undang Jabatan Notaris mewajibkan Notaris untuk menjaga kerahasiaan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah janji jabatan kecuali undang-undang menentukan lain. Kemungkinan terhadap pelanggaran kewajiban tersebut berdasarkan Pasal 16 ayat (11) Undang-Undang Jabatan Notaris, seorang Notaris dapat dikenai sanksi berupa teguran lisan sampai dengan pemberhentian dengan tidak hormat.
Penggunaan hak untuk merahasiakan sesuatu yang berkaitan dengan jabatan diatur pula dalam hukum acara pidana, hukum perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Pada Pasal 170 ayat (1) KUHAP menyatakan bahwa, mereka yang karena pekerjaan, harkat, martabat, atau juga jabatannya diwajibkan untuk menyimpan rahasia, dapat diminta dibebaskan dari penggunaan hak untuk memberikan keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepadanya. Selanjutnya pada Pasal 1909 ayat (2) KUH Perdata dinyatakan bahwa, segala siapa yang karena kedudukannya, pekerjaannya atau jabatannya menurut undang-undang, diwajibkan merahasiakan sesuatu, namun hanyalah semata-mata mengenai hal-hal yang pengetahuannya dipercayakan kepadanya sebagaimana demikian. Pasal 322 ayat (1) KUH Pidana menyatakan bahwasanya, “Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau pencahariannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak enam ratus rupiah”.
(23)
Notaris sebagai pejabat umum dilengkapi dengan kewenangan hukum umum untuk memberikan pelayanan umum kepada masyarakat, terutama dalam pembuatan akta otentik sebagai alat bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang keperdataan saja. Sebagai pejabat umum bukan berarti Notaris adalah pegawai menurut undang-undang atau peraturan kepegawaian negeri dan tidak pula menerima gaji dalam melaksanakan jabatannya, melainkan menerima honorarium sebagai penghargaan atas jasa yang telah diberikan kepada masyarakat.5 Seorang Notaris melaksanakan jabatannya semata-mata bukan hanya untuk kepentingan diri pribadi Notaris itu sendiri, akan tetapi untuk kepentingan masyarakat umum yang dilayani.
Menurut Herlien Budiono, dalam lalu lintas hubungan-hubungan hukum privat, Notaris mempunyai kewenangan ekslusif untuk membuat akta-akta otentik. Terhadap akta otentik tersebut diberikan kekuatan bukti yang kuat dalam perkara-perkara perdata, sehingga Notaris yang berwenang membuat akta-akta otentik demikian menempati kedudukan sangat penting dalam kehidupan hukum. Dalam banyak hal Notaris berkedudukan sebagai penasehat terpercaya dari orang-orang yang memerlukan bantuan hukum, dan bagi klien dapat berperan sebagai penunjuk arah.6
Berdasarkan hal tersebut Notaris wajib merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pembuatan akta Notaris, kecuali diperintahkan oleh undang-undang bahwa Notaris tidak wajib merahasiakan dan memberikan keterangan yang diperlukan berkaitan dengan akta tersebut. Dengan demikian batasannya hanya undang-undang saja yang dapat memerintahkan Notaris untuk membuka rahasia isi
5Komar Andasasmita,Notaris I,Sumur, Bandung, 1981, hal. 45
6Herlin Budiono,Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia, Hukum Perjanjian
(24)
akta dan keterangan atau pernyataan yang diketahui Notaris yang berkaitan dengan pembuatan akta yang dimaksud.
Notaris sebagai pejabat umum yang menjalankan pelayanan jasa hukum, maka terhadap kesalahan Notaris perlu dibedakan antara kesalahan yang bersifat pribadi (faute personelle atau personal fault) dan kesalahan di dalam menjalankan tugas(faute de seriveatauservice fault).7Artinya sengketa hukum yang terjadi bukan hanya terkait pada Notaris yang membuat akta itu saja, tetapi bisa saja terkait pada akta itu sendiri. Dalam proses pelanggaran hukum yang terjadi tentunya Notaris harus mengalami proses penyelidikan, penyidikan dan persidangan. Dalam hal pemanggilan dan kehadiran seorang Notaris dalam pemeriksaan perkara pidana dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Sebagai Ahli; dalam hal ini Notaris dipanggil dan perlu kehadirannya dalam pemeriksaan perkara pidana sebagai ahli hukum yang berwenang membuat akta otentik sehingga diperlukan pertimbangan hukum yang khusus sesuai keahliannya berkaitan dengan kewenangan dan tanggung jawab Notaris serta hal-hal yang dapat memberikan penjelasan kepada penyidik di Kepolisian, Jaksa/penuntut umum, hakim, pengacara/penasehat hukum maupun pihak pencari keadilan;
2. Sebagai Saksi; dalam hal ini Notaris dipanggil dan perlu kehadirannya dalam pemeriksaan perkara pidana, dalam kapasitas sebagai pejabat umum yang
7
Paulus Efendi Lotulung, Perlindungan Hukum Bagi Notaris Selaku Pejabat Umum Dalam Menjalankan Tugasnya,Media Notariat, Ikatan Notaris Indonesia, Edisi April, 2002, hal. 3.
(25)
membuat akta otentik, diperlukan kesaksiannya terhadap apa yang dilihat, didengar dan bukti-bukti pendukung dalam pembuatan akta otentik tersebut, yang ternyata terindikasi perkara pidana. Dalam kedudukan sebagai saksi ini apabila kuat dugaan Notaris terlibat, maka dapat ditingkatkan statusnya menjadi tersangka; dan
3. Sebagai tersangka; dalam hal ini Notaris dipanggil dan perlu kehadirannya dalam pemeriksaan perkara pidana sebagai tersangka berdasarkan bukti awal sehingga patut diduga adanya tindak pidana yang dilakukan Notaris sebagai pembuat akta otentik, baik dilakukan sendiri maupun bersama-sama, yang ditemukan oleh penyidik, sehingga Notaris harus mempertanggung jawabkan perbuatan tersebut dalam persidangan
Notaris sebagai salah satu perangkat hukum, Notaris memiliki hak ingkar sebagai pejabat umum yang profesional dengan harus memegang sumpah jabatannya untuk tidak memberikan isi aktanya, namun di sisi lain Notaris harus berdiri pada kepentingan Negara yang mana mengacu pada kepentingan publik guna terselesainya proses hukum dalam peradilan sehingga mnghasilkan putusan yang adil, bermanfaat dan menjamin kepastian hukum. Namun, Notaris sebagai pejabat umum yang berkewajiban merahasiakan isi akta harus memperoleh perlindungan hukum manakala Notaris yang bersangkutan harus membuka isi akta yang dibuatnya kepada lembaga yang berwenang sesuai dengan kapasitasnya.
(26)
Dalam kenyataan yang terjadi di lapangan bahwa Notaris sering kali tersangkut dalam suatu perselisihan hukum, yang dikarenakan perbuatan para pihak yang membuat akta dihadapannya, dan perselisihan tersebut dilaporkan kepada penyidik/polisi atau penuntut umum/jaksa sehingga penyidik/polisi atau penuntut umum/jaksa turut memanggil Notaris berdasarkan Surat Panggilan terkait dengan keterlibatannya dalam akta yang diperbuatnya. Namun, beberapa Notaris yang mendapat Surat Panggilan tersebut tidak memenuhi panggilan tersebut sehingga Notaris dianggap tidak beritikad baik dan membangkang sehingga Notaris di jemput secara paksa, bahkan untuk sementara ditahan, karena dianggap menghalang-halangi/mengganggu pemeriksaan oleh pihak berwajib.
Kejadian tersebut sebenarnya dapat terjadi karena kurangnya pemahaman dari pihak yang berwajib mengenai undang-undang jabatan Notaris dan sumpah jabatan Notaris dimana pihak yang berwajib beranggapan bahwa ia mempunyai kekuasaan untuk melakukan pemeriksaan/penuntutan, penangkapan/penahanan dalam malaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai aparat hukum. Dalam hal memenuhi panggilan dari pihak yang berwajib yakni kepolisian, Notaris yang bersangkutan harus bersikap profesional dan tidak perlu khawatir sepanjang ia tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam hal proses pembuatan aktanya. Dalam memeriksa Notaris yang berkaitan dengan akta yang dibuat atau dibuat oleh Notaris yang bersangkutan, parameternya harus kepada prosedur pembuatan akta
(27)
Notaris, dalam hal ini UUJN. Jika semua prosedur telah dilakukan, maka akta yang bersangkutan tetap mengikat mereka yang membuatnya di hadapan Notaris.8
Mengingat hal tersebut dalam melaksanakan tugas jabatannya Notaris memerlukan perlindungan hukum yang proporsional. Sehingga Notaris akan merasa amam, tenang dan tentram dalam menjalankan jabatannya dikarenakan ada perlindungan hukum terhadapnya sebagai pejabat umum. Bagi Notaris akan terjamin bahwa segala tindakan penangkapan, penahanan ataupun pemeriksaan di kepolisian, kejaksaan, sampai ke Pengadilan telah dilaksanakan sesuai prosedur dan ketentuan hukum yang berlaku sekalipun proses tersebut dapat menjatuhkan sanksi-sanksi administratif maupun pidana.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka penelitian tesis ini akan difokuskan pada perlindungan hukum bagi Notaris yang terkait dengan rahasia jabatan atas isi/substansi/keterangan/muatan akta autentik yang diperbuatnya dalam perkara pidana, yang tersusun dalam suatu judul tesis :“Perlindungan Hukum Bagi Notaris Untuk Menjaga Kerahasiaan Isi Akta Yang Diperbuatnya Dalam Perkara Pidana (Studi di Pematangsiantar)”, yang nantinya kelak dapat memberikan saran dan masukan terhadap praktek kenotariatan khususnya dan lembaga umumnya, serta lembaga yang terkait dalam penegakkan hukum di Indonesia.
B. Permasalahan
Berdasarkan uraian-uraian pada latar belakang tersebut di atas maka terdapat beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini, yakni:
8Habib Adjie,Sekilas Dunia Notaris dan PPAT Indonesia (Kumpulan Tulisan),Mandar Maju,
(28)
1. Bagaimana pengaturan rahasia jabatan atas akta yang diperbuat oleh atau dihadapan Notaris ketika akta tersebut berindikasi tindak pidana?
2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap Notaris apabila membuka rahasia atas isi akta yang diperbuatnya terkait dengan rahasia jabatannya ?
3. Apakah yang menjadi kendala dan cara mengatasi kendala yang ada atas rahasia jabatan Notaris manakala berhadapan dengan perkara pidana atas akta yang diperbuatnya ?
C. Tujuan Penelitian
Mengacu pada topik penelitian dan permasalahan yang diajukan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai pada penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaturan rahasia jabatan atas akta yang diperbuat oleh atau dihadapan Notaris ketika akta tersebut berindikasi tindak pidana.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis bentuk perlindungan hukum terhadap Notaris apabila membuka rahasia atas isi akta yang diperbuatnya terkait dengan rahasia jabatannya.
3. Untuk menganalisa dan mengatasi kendala atas rahasia jabatan Notaris manakala berhadapan dengan dengan perkara pidana atas akta yang diperbuatnya.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis, yaitu:
(29)
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan secara akademis dalam memberikan manfaat dan memberikan gambaran mengenai perkembangan hukum kenotariatan, khususnya dalam hal perlindungan hukum terhadapNotaris dalam menjalankan rahasia jabatan..
2. Secara Praktis
Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat memberikan masukan-masukan dan pemikiran-pemikiran baru bagi kalangan Notaris dalam menjalankan profesi dan jabatannya sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta autentik sesuai Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN).
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang ada di lingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya pada sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara menunjukkan bahwa penelitian dengan judul “Perlindungan Hukum Bagi Notaris Untuk Menjaga Kerahasiaan Isi Akta Yang Diperbuatnya Dalam Perkara Pidana (Studi di Pematangsiantar)” belum ada yang membahasnya sehingga tesis ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya secara akademis. Meskipun terdapat peneliti-peneliti terdahulu yang pernah melakukan peneliti-penelitian terkait jabatan Notaris, namun secara judul dan substansi berbeda dengan penelitian ini. Adapun penelitian yang berkaitan dengan tugas jabatan Notaris tersebut yang pernah dilakukan adalah:
1. Susanna, NIM: 067011130, mahasiswa Magister Kenotariatan Program Pascasarjana USU, Tahun , dengan judul “Analisa Yuridis Pengambilan Minuta Akta Dan Pemanggilan Notaris Ditinjau dari UU Jabatan Notaris Dan Kepmen
(30)
KUM HAM RI No. M. 03.10 Tahun 2007”. Adapun permasalahan yang dibahas adalah :
a) Bagaimanakah prosedur pengambilan fotokopi Minuta Akta dan pemanggilan Notaris di Indonesia?
b) Apakah kendala yang dihadapi dalam pengambilan fotokopi Minuta Akta dan pemanggilan Notaris?
c) Apakah upaya untuk mengatasi kendala dalam pengambilan fotokopi Minuta Akta dan pemanggilan Notaris?
Kesimpulan :
a) Pengambilan fotokopi Minuta Akta atau surat-surat sebagaimana dimaksud, dibuat berita acara penyerahan. Berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M.03.HT.03.10 Tahun 2007 Majelis Pengawas Daerah (MPD) wajib memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan secara tertulis dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak diterimanya surat permohonan. Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari Majelis Pengawas Daerah (MPD) tidak memberikan jawaban maka Majelis Pengawas Daerah (MPD) dianggap menyetujui pemanggilan Notaris tersebut, dimana Penyidik dapat melakukan penyitaan atau pengambilan fotokopi Minuta Akta dan Protokol Notaris serta pemanggilan Notaris tersebut untuk diperiksa lebih lanjut.
b) Adapun yang menjadi kendala yang dihadapi di dalam pengambilan fotokopi Minuta Akta dan pemanggilan Notaris adalah dengan adanya sumpah/janji Jabatan Notaris yang akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh di dalam pelaksanaan jabatan, berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Oleh karena itu, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.03.HT.03.10 Tahun 2007 tidak dapat diberlakukan kepada Notaris di dalam pengambilan Minuta Akta dan pemanggilan Notaris terkecuali adanya Undang-undang yang menentukan lain.
c) Upaya untuk mengatasi kendala di dalam pengambilan fotokopi Minuta Akta dan pemanggilan Notaris oleh Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim maka dilakukan kerjasama dalam bentuk nota kesepahaman antara Notaris yang diwakili oleh Organisasi profesi Ikatan Notaris Indonesia (INI) dengan Kepolisian negara Republik Indonesia (POLRI).
(31)
2. Nuzualita Permata Sari Harahap, NIM: 087011146, mahasiswa Magister Kenotariatan Program Pascasarjana USU, Tahun 2008, dengan judul “Kajian Hukum Terhadap Pemanggilan Notaris Oleh Penyidik Polri Berkaitan Dengan Dugaan Pelanggaran Hukum Atas Akta Yang Dibuatnya”. Adapun permasalahan yang dibahas adalah :
a. Bagaimana pengaturan hukum yang berlaku tentang kewenangan, kewajiban dan larangan terhadap Notaris sebagai pejabat umum berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) Nomor 30 Tahun 2004 dan kode etik Notaris?
b. Bagaimana prosedur hukum yang berlaku terhadap pemanggilan Notaris oleh penyidik Polri berkaitan dengan dugaan pelanggaran hukum atas akta yang dibuatnya ?
c. Bagaimana status hukum Notaris dari segi jabatan dan kewenangan, setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polri ?
Kesimpulan :
a) Pemanggilan Notaris oleh penyidik Polri berkaitan dengan dugaan pelanggaran hukum atas akta yang dibuatnya wajib memperoleh izin tertulis terlebih dahulu dari Majelis Pengawas Daerah (MPD) Notaris sesuai dengan Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004.Di samping itu penyidik Polri harus pula memperhatikan nota kesepahaman antara INI dengan Polri Nomor Polisi 01/MOU/PP-INI/V/2006 tentang pembinaan dan peningkatan profesionalisme di bidang penegakan hukum serta keputusan Kapolri Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara RI.
b) Penyidik Polri yang tidak terlebih dahulu memperoleh izin pemanggilan dari MPD dalam melakukan pemanggilan terhadap Notaris dipandang telah melakukan perbuatan melawan hukum (Onrechtmatige van overheidsdaad) yaitu melanggar ketentuan Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004.
c) Prosedur pemanggilan Notaris oleh Penyidik Polri baik dalam status saksi maupun tersangka tetap berwenang untuk membuat akta sesuai dengan Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) Nomor 30 Tahun 2004 yang
(32)
menyatakan bahwa ketidakberwenangan Notaris dalam membuat akta jika dia dalam status belum disumpah, cuti, diberhentikan sementara (diskors), dipecat dan pensiun.
3. Agustining, NIM: 087011001, mahasiswa Magister Kenotariatan Program Pascasarjana USU, Tahun , dengan judul “Tanggung Jawab Notaris Terhadap Akta Otentik Yang Dibuat Dan Berindikasi Perbuatan Pidana”.
Adapun permasalahan yang dibahas adalah :
a) Faktor apakah yang menyebabkan Notaris diperlukan kehadirannya dalam pemeriksaaan perkara pidana?
b) Bagaimana tanggung jawab Notaris sebagai pejabat umum terhadap akta otentik yang dibuat dan berindikasi perbuatan pidana?
c) Bagaimana fungsi dan peranan Majelis Pengawas Daerah terhadap pemanggilan Notaris pada pemeriksaan perkara pidana?
Kesimpulan :
a) Faktor yang menyebabkan Notaris diperlukan kehadirannya dalam pemeriksaan perkara pidana adalah apabila akta yang dibuatnya menimbulkan kerugian yang diderita para pihak maupun pihak lain; Untuk mendapatkan keterangan dari Notaris terhadap bukti materiil berkaitan dengan akta yang dibuat dan berindikasi perbuatan pidana; Merupakan kewajiban setiap warga/anggota masyarakat untuk menghadiri pemeriksaan pidana sebagai saksi, saksi ahli atau juru bahasa.
b) Berdasarkan Pasal 65 UUJN bahwa Notaris bertanggung jawab atas setiap akta yang dibuatnya meskipun protokol Notaris telah diserahkan kepada peyimpan protokol Notaris. Artinya tanggung jawab Notaris tidak berakhir meskipun Notaris telah Pensiun/Purna tugas, sehingga setiap saat dapat dimintai pertanggungjawabannya atas akta yang dibuat, jika berindikasi perbuatan pidana.
c) Fungsi dan peranan Majelis Pengawas Daerah terhadap pemanggilan Notaris pada pemeriksaan perkara pidana adalah Memanggil Notaris dan mengadakan sidang majelis untuk memeriksa Notaris terhadap dugaan adanya pelanggaran undang-undang atau kode etik sebelum memberikan ijin pemeriksaan
(33)
terhadap Notaris; Memberikan nasehat dan teguran lisan berkaitan dengan pelanggaran yang dilakukan Notaris; Secara moral turut bertanggung jawab terhadap perilaku Notaris dalam pelaksanaan jabatan Notaris, Pengawasan khususnya pemeriksaan kepada Notaris harus mengedepankan rasa menghargai dan menghormati sesama perangkat negara, dengan mengedepankan asas praduga tak bersalah; Menjadi saluran satu-satunya bagi masyarakat yang ingin mengadukan perbuatan tidak etis atau pelanggaran jabatan yang dilakukan Notaris.
Apabila dibandingkan dengan penelitian yang pernah dilakukan dengan penelitian ini, baik permasalahan maupun pembahasan adalah berbeda. Oleh karena itu penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan kebenaran dan keasliannya secara akademis.
F. Kerangka Teori dan Konsep 1. Kerangka Teori
Kerangka Teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan atau pegangan teoritis dalam penelitian.9
Di dalam suatu teori sedikitnya terdapat tiga unsur, yakni: Pertama, penjelasan mengenai hubungan antara berbagai unsur dalam suatu teori;Kedua, Teori menganut sistem deduktif, yaitu bertolak dari suatu yang umum dan abstrak menuju suatu yang khusus dan nyata;Ketiga, Teori memberikan penjelasan atau gejala yang dikemukakannya. Fungsi teori dalam suatu penelitian adalah untuk memberikan pengarahan kepada penelitian yang akan dilakukan. Hukum merupakan sarana untuk mengatur kehidupan sosial. Tujuan hukum adalah mewujudkan keadilan
9
(34)
(rechtsgerechtigheid), kemanfaatan (rechtsutiliteit) dan kepastian hukum (rechtszekerheid).10
Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori keseimbangan kepentingan dan teori perlindungan hukum, terkhusus keseimbangan kepentingan dan perlindungan hukum terhadap Notaris dalam menjaga rahasia isi akta yang diperbuatnya dalam pemeriksaan perkara pidana.
Sebagai pisau analis, Roscoe Pound mengungkapkan bahwa hukum itu sebagai Keseimbangan Kepentingan. Artinya kepentingan-kepentingan yang ada dalam masyarakat harus di tata sedemikian rupa agar tercapai keseimbangan yang proporsional. Pound menyatakan tiga kategori kelompok kepentingan, yaitu kepentingan umum, kepentingan sosial dan kepentingan pribadi. Kepentingan-kepentingan yang tergolong Kepentingan-kepentingan umum terdiri atas dua yakni Kepentingan-kepentingan Negara sebagai badan hukum dalam mempertahankan kepribadian dan hakikatnya, kepentingan-kepentingan Negara sebagai penjaga kepentingan-kepentingan sosial.11
Yang tergolong kepentingan pribadi/perorangan adalah :
1. Pribadi (integritas fisik, kebebasan kehendak, kehormatan/nama baik, Privacy, kebebasan kepercayaan, dan kebebasan berpendapat). Kepentingan-kepentingan ini biasanya menjadi bagian dari hukum pidana yang mengatur tentang penganiayaan, fitnah, dan lain sebagainya;
2. Kepentingan-kepentingan dalam hubungan rumah tangga/domestik (orang tua, anak, suami, isteri). Kepentingan-kepentingan ini meliputi soal-soal seperti perlindungan hukum atas perkawinan, hubungan suami isteri, hak orang tua untuk mendidik anak;
10Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum;Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis, PT. Gunung
Agung Tbk, Jakarta, 2002, Hal. 85
11 Bernard L. Tanya, Yoan N. Simanjuntak, dan Markus Y. Hage, Teori hukum, Genta
(35)
3. Kepentingan substansi meliputi perlindungan hak milik, kebebasan menyelesaikan warisan, kebebasan berusaha dan mengadakan kontrak, hak untuk mendapatkan keuntungan yang sah, pekerjaan, dan hak untuk berhubungan dengan orang lain.12
Roscoe Pound, melihat hukum berfungsi sebagai menata perubahan. Dalam hal ini Pound memunculkan teori tentang Law as a tool of social engineering. Menurut Pound, hukum adalah untuk “menata kepentingan-kepentingan yang ada dalam masyarakat”. Kepentingan-kepentingan tersebut harus ditata sedemikian rupa agar tercapai keseimbangan yang proporsional. Manfaatnya adalah terbangunnya suatu struktur masyarakat sedemikian rupa hingga secara maksimum mencapai kepuasan akan kebutuhan dengan seminimum mungkin menghindari benturan.13
Teori Perlindungan hukum menjelaskan bahwa hukum bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam masyarakat karena dalam suatu lalu lintas kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara membatasi berbagai kepentingan di lain pihak. Menurut Satjipto Rahardjo, perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.14
Perlindungan hukum harus melihat tahapan yakni perlindungan hukum lahir dari suatu ketentuan hukum dan segala peraturan hukum yang diberikan oleh
12
Ibid, hal 150.
13Satjipto Rahardjo,Ilmu Hukum, Citra Aditya, Bandung, 2000, hal. 85
14
(36)
masyarakat yang pada dasarnya merupakan kesepakatan mayarakat tersebut untuk mengatur hubungan perilaku antara anggota-anggota masyarakat dan antara perseroan dengan pemerintah yang dianggap mewakili kepentingan masyarakat.
Dalam hal ini Notaris dalam proses membuat akta harus menjaga dan melindungi kepentingan-kepentingan para pihak sebagai pribadi perseorangan, dalam menjaga dan melindungi kepentingan-kepentingan tersebut Notaris tidaklah melanggar ketentuan dalam hukum perdata maupun pidana.
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini dan berdasarkan undang-undang lainnya (Pasal 1 angka 1 UU No. 2 Tahun 2014 tentang perubahan undang-undang jabatan Notaris). Pasal 1868 KUH Perdata menyatakan bahwa “suatu akta autentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan Undang-Undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta tersebut dibuat”. Notaris sebagai pejabat umum, yang berarti kepadanya diberikan dan dilengkapi dengan kewenangan atau kekuasaan umum yang menyangkut publik (openbaar gezag).15Pasal tersebut mengartikan agar suatu akta memiliki kekuatan bukti otentik, maka haruslah ada kewenangan dari Pejabat Umum yang dalam hal ini Notaris, untuk membuat akta otentik yang bersumber dari undang-undang.16
15R. Sugondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia suatu penjelasan, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 1983, hal 44.
16
(37)
Notaris diangkat oleh pemerintah selaku representasi kekuasaan umum (openbaar gezag), demi kepentingan publik. Dimana otoritas Notaris diberikan langsung oleh undang-undang, demi pelayanan kepentingan publik dan bukan demi kepentingan pribadi Notaris sendiri. Hal ini dikarenakan, kewajiban-kewajiban yang diemban Notaris merupakan kewajiban jabatan (ambtsplicht)sehingga Notaris wajib melakukan perintah jabatannya, sesuai dengan isi sumpah pada saat hendak memangku jabatan Notaris. Dengan batasan dimana seorang Notaris dapat dikatakan mengabaikan tugas/kewajiban jabatan apabila Notaris tidak melakukan perintah undang-undang yang dibebankan kepadanya.
Notaris berwenang membuat akta autentik, karena di beri kewenangan oleh Undang-Undang, dan sebagai alat bukti yang sempurna bagi para pihak, ahli waris, maupun sekalian orang yang mendapatkan hak dari akta tersebut. Oleh karenanya, siapa saja yang hendak menyangkal atas kebenaran akta tersebut maka pihak yang menyangkal tersebutlah yang membuktikannya. Menurut Subekti, akta berbeda dengan surat, selanjutnya dikatakan bahwa, “kata akta bukan berarti surat melainkan harus diartikan dengan perbuatan hukum, berasal dari kataacte yang dalam bahasa Perancis berarti perbuatan”.17
Jabatan yang dimiliki Notaris merupakan jabatan kepercayaan dimana seseorang bersedia mempercayakan sesuatu kepadanya, sebagai kepercayaan maka Notaris memiliki hak untuk merahasiakan semua yang diberitahukan kepadanya selaku Notaris. Notaris dalam menjalankan jabatannya selaku pejabat umum, selain
(38)
terikat pada suatu aturan jabatan, juga terkait pada sumpah jabatan yang diucapkannya pada saat diangkat sebagai Notaris dimana Notaris wajib untuk merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperolehnya sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 tentang Undang-Undang Jabatan Notaris, yang menyatakan “….. bahwa saya akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan saya, ….”. Artinya Notaris dalam menjalankan jabatannya haruslah selalu menjaga rahasia akta yang dibuatnya, termasuk keterangan-keterangan yang diminta oleh pihak lain/pihak ketiga kecuali undang-undang menentukan lain. Apabila Notaris melakukan pelanggaran dimana undang-undang tidak memerintahkannya, maka atas pengaduan pihak yang dirugikan, pihak yang berwajib dapat mengambil tindakan terhadap Notaris tersebut mengenai ketentuan membongkar rahasia seperti yang tercantum dalam Pasal 322 ayat (1) dan (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Dalam pembuatan aktanya, Notaris haruslah di lihat dan di nilai apa adanya, dan setiap orang harus dinilai benar berkata seperti yang dituangkan dalam akta tersebut. Karena Notaris dalam jabatannya hanya bersifat formal, artinya Notaris hanya berfungsi mancatat/menuliskan apa-apa saja yang dikehendaki dan dikemukakan oleh para pihak yang menghadap Notaris tersebut. Karenanya, Notaris harus menyelidiki secara materil hal-hal yang dikemukakan para penghadap Notaris. Sehingga jika ada yang mendalilkan akta tersebut tidak benar, maka yang mendalilkan tersebut harus dapat membuktikan dalil yang menyatakan tidak benar tersebut.
(39)
Sebagai salah satu perangkat hukum, Notaris memiliki hak ingkar18 sebagai pejabat umum yang professional dengan harus memegang sumpah jabatannya untuk tidak memberitahukan isi aktanya. Namum di sisi lain Notaris harus berdiri pada kepentingan Negara yang mana hal ini mengacu pada kepentingan publik guna terselesaikannya proses hukum dalam peradilan sehingga dapat menghasilkan keputusan yang adil, bermanfaat dan menjamin kepastian. Dalam hal tersebut berarti bahwa Notaris bisa memberitahukan isi akta pada pihak yang tidak berkepentingan terhadapnya seperti pihak kepolisian asalkan didukung peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal tersebut. Hal ini mengacu pada Nota Kesepahaman antara Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan Ikatan Notaris Indonesia dan Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah No.Pol.1056/V/2006 dan Nomor:01/MOU/PP-INI/2006, tanggal 9 Mei 2006, yang ditandatangani di Jakarta pada tanggal 9 Mei 2006 oleh Kepala Kepolisisn Negara Republik Indonesia dan Ketua Umum Ikatan Notaris Indonesia. Dalam hal terdapat kesalahan yang bersifat
18
Dasar hukum daripada Hak Ingkar tercantum pada Pasal 1909 ayat (2) KUH Pdta yang selengkapnya berbunyi “Namun dapatlah meminta dibebaskan dari kewajibannya memberikan kesaksian :
a) Siapa yang bertalian kekeluargaan darah dalam garis samping dalam derajat kedua atau semenda dengan salah satu pihak.
b) Siapa yang ada pertalian darah dalam garis lurus tak terbatas dan dalam garis samping dalam derajat kedua dengan suami atau isteri salah satu pihak.
c) Segala pekerjaannya atau jabatannya menurut undangundang diwajibkan merahasiakan sesuatu namun hanyalah semata-mata mengenai hal-hal yang pengetahuannya dipercayakan kepadanya sebagai demikian”.
Pasal 170 ayat (1) KUHP yang mengatakan :
a) Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka.
(40)
pribadi, maka haruslah Notaris diperlakukan seperti warga masyarakat biasa yang dapat diminta dan dituntut pertanggungjawabannya, namun terhadap kesalahan yang terkait dengan tugas pekerjaan/jabatannya maka kedudukan akta-aktanya tetaplah dijamin dan terhadap Notaris perlu diberi perlindungan hukum sesuai prosedur peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait dengan jabatannya. Adapun dalam lampiran Nota Kesepahaman diatur bahwa pemanggilan Notaris harus dilakukan secara tertulis dan ditandatangani oleh penyidik dan pemanggilan Notaris tersebut harus sudah memperoleh persetujuan dari Majelis Pengawas. Dalam surat pemanggilan tersebut juga harus jelas mencantumkan alasan pemanggilan, status pemanggilan sebagai saksi atau tersangka, waktu dan tempat serta pelaksanaannya.
Profesi hukum khususnya Notaris merupakan profesi yang menuntut pemenuhan nilai moral dan pengembangannya. Nilai moral merupakan kekuatan yang mengarahkan dan mendasari perbuatan luhur, oleh karena itu Notaris dituntut supaya memiliki moral yang kuat. Franz Magnis Suseno mengemukakan 5 (lima) kriteria nilai moral yang kuat mendasari kepribadian professional hukum. Kelima kriteria tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :19
a) Kejujuran, kejujuran adalah dasar utama. Tanpa kejujuran maka professional hukum mengingkari misi profesinya, sehingga dia menjadi munafik, licik, penuh tipu diri. Dua sikap yang terdapat dalam kejujuran yaitu (1) sikap terbuka, ini berkenaan dengan pelayanan klien, kerelaan melayani secara bayaran atau secara cuma-cuma. (2) sikap wajar, ini berkenaan dengan perbuatan yang tidak berlebihan, tidak otoriter, tidak sok kuasa, tidak kasar, tidak menindas dan tidak memeras;
19Supriadi,Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia,Sinar Grafika, Jakarta,
(41)
b) Autentik. Autentik artinya mengahayati dan menunjukkan diri sesuai dengan keasliannya, kepribadian yang sebenarnya. Autentik pribadi professional hukum antara lain : (1) tidak menyalahgunakan wewenang; (2) tidak melakukan perbuatan yang merendahkan martabat(perbuatan tercela); (3) mendahulukan kepentingan klien; (4) berani berinisiatif dan berbuat sendiri dengan kebijakan, tidak semata-mata menunggu perintah atasan; (5) tidak mengisolasi diri dari pergaulan;
c) Bertanggung Jawab. Dalam menjalankan tugasnya, professional hukum wajib bertanggung jawab, artinya (1) kesediaan melakukan dengan sebaik mungkin apa saja yang termasuk lingkup profesinya; (2) bertindak secara proporsional tanpa membedakan perkara bayaran dan perkara cuma-cuma (prodeo);
d) Kemandirian moral. Kemandirian moral artinya tidak mudah terpengaruh atau tidak mudah mengikuti pandangan moral yang terjadi di sekitarnya, melainkan membentuk penilaian sendiri. Mandiri secara moral berarti tidak dapat dibeli oleh pendapat mayoritas, tidak terpengaruh oleh pertimbangan untung rugi (pamrih), menyesuaikan diri dengan nilai kesusilaan agama;
e) Keberanian moral. Keberanian moral adalah kesetiaan terhadap suatu hati nurani yang menyatakan kesediaan untuk menanggung resiko konflik. Keberanian tersebut antara lain : (1) menolak segala bentuk korupsi, kolusi, suap dan pungli; (2) menolak tawaran damai di tempat atas tilang karena pelanggaran jalan raya; (3) menolak segala bentuk cara penyelesaian melalui jalan belakang yang tidak sah.
Melalui sudut pandang teori kepentingan, penerima hak refleks sepertinya tidak dimungkinkan jika tindakan yang wajib dilaksanakan oleh seseorang terhadap orang lain adalah berupa pengenaan tindakan kejahatan terhadap dirinya. Jika suatu kepentingan dilindungi oleh kewajiban tersebut, itu bukanlah kepentingan individu yang menjadi sasaran sanksi.20 Misalkan bukanlah kepentingan dan bukan pula hak Notaris yang tidak memenuhi kewajiban, melainkan kepentingan dan hak para pihak dilindungi dengan kewajiban hukum Notaris untuk menjaga kerahasiaan aktanya. Hak dan kewajiban bukanlah merupakan kumpulan peraturan atau kaedah, melainkan
20 Hans Kelsen, Teori Hukum Murni (Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif), Penerbit Nusa
(42)
merupakan perimbangan kekuasaan dalam bentuk hak individual di satu pihak yang tercermin pada kewajiban pada pihak lawan.21
Jika diasumsikan bahwa suatu kewajiban hukum untuk berperilaku dengan cara tertentu hanya ada jika tatanan hukum melekatkan sanksi kepada perilaku yang sebaliknya; maka yang secara hukum diwajiban untuk berperilaku tertentu adalah individu yang perilakunya tidak hanya dapat memenuhi kewajiban namun juga melanggarnya; maka subjek dari kewajiban yang dipertautkan kepada Negara adalah individu yang harus memenuhi kewajiban ini dengan perilaku dan perbuatannya.22 2. Kerangka konsep
Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstrak yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan defenisi operasional. Kegunaan dari adanya konsepsi agar ada pegangan dalam melakukan penelitian atau penguraian, sehingga dengan demikian memudahkan bagi orang lain untuk memahami batasan-batasan atau pengertian-pengertian yang dikemukakan.
Soejono Soekanto bependapat bahwa kerangka konsepsi pada hakekatnya merupakan suatu pengarah atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoritis yang seringkali bersifat abstrak, sehingga diperlukan defenisi-defenisi operasional yang menjadi pegangan konkrit dalam proses penelitian.
21Sudikno Mertokusumo,Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Penerbit Liberty, Yogyakarta,
2005, hal 42.
(43)
Menghindari kesimpangsiuran dalam menafsirkan istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, dikemukakan beberapa definisi operasional sebagai berikut:
1. Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya23;
2. Hak adalah sesuatu yang benar; kepunyaan/milik; kewenangan; kekuasaan untuk melakukan sesuatu atau kekuasaan yang benar atas sesuatu24;
3. Kewajiban adalah sesuatu yang wajib dilaksanakan, keharusan (sesuatu hal yang harus dilaksanakan);
4. Rahasia jabatan (ambtsgeheim atau official secret atau professional secret) merupakan membuka, menceritakan ataupun memberikan keterangannya tentang jabatannya sendiri yang dipangkunya atau jabatan seseorang yang wajib dirahasiakan, baik masa sekarang atau masa lampau dapat dituntut25;
5. Akta autentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan Undang-Undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat26;
6. Perkara pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) berupa pidana tertentu, bagi barangsiap melanggar larangan tersebut27;
23Pasal 1 angka 1 UU No 2 Tahun 2014 tentang Undang-Undang Jabatan Notaris. 24Sudarsono,Kamus Hukum,PT. Asdi Mahasatya, Jakarta, hal. 154
25Yan Pramadya Puspa,Kamus Hukum, Aneka, Semarang, 1997, hal 62 26Pasal 1868 KUH Perdata.
(44)
G. Metode Penelitian
Penelitian adalah usaha atau pekerjaan untuk mencari kembali yang dilakukan dengan suatu metode tertentu dengan cara hati-hati, sistematis serta sempurna terhadap permasalahan, sehingga dapat digunakan untuk menyelesaikan atau menjawab problemanya. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya. Kecuali itu, maka diadakan juga pemeriksaan mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan.
Metode penelitian merupakan suatu sistem dan suatu proses yang mutlak harus dilakukan dalam suatu kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Sebagai suatu penelitian ilmiah, maka rangkaian kegiatan penellitian dinilai dari pengumpulan data sampai pada analisis data dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah ilmiah sebagai berikut :
1. Sifat dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan bersifat prespektif analitis. Bersifat prespektif maksudnya penelitian ini mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validasi aturan hukum yang dihadapi.28 Analitis dimasukkan berdasarkan gambaran fakta yang diperoleh akan dilakukan secara cermat bagaimana menjawab permasalahan.
27
Moeljatno,Asas-Asas Hukum Pidana,Rineka Cipta, Jakarta, 2000), hal 54 28
(45)
Jenis penelitian yang digunakan disesuaikan dengan permasalahan yang diangkat di dalamnya. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara menganalisa hukum yang tertulis dari bahan pustaka atau data sekunder belaka yang lebh dikenal dengan nama bahan hukum sekunder dan bahan acuan dalam bidang hukum atau bahan rujukan bidang hukum.
Penelitian hukum normatif dimaksudkan untuk mengadakan pendekatan terhadap masalah dengan cara melihat dari segi perundang-undangan yang berlaku serta doktrin-doktrin. Dalam penelitian ini, penelitian hukum normatif bertujuan untuk meneliti Perlindungan Hukum Bagi Notaris Untuk Menjaga Kerahasiaan Isi Akta Yang Diperbuatnya Dalam Perkara Pidana (Studi di Pematangsiantar).
Pendekatan penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif atau pendekatan perundang-undangan. Dengan tujuan untuk mengadakan pendekatan terhadap permasalahan dengan cara melihat dari segi peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai Perlindungan Hukum Bagi Notaris Untuk Menjaga Kerahasiaan Isi Akta Yang Diperbuatnya Dalam Perkara Pidana dengan tujuan untuk mempelajari penerapan norma-norma atau kaidah hukum yang dilakukan dalam praktik hukum.
2. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data mempunyai hubungan erat dengan sumber data, karena dengan pengumpuan data akan diperoleh data yang diperlukan untuk selanjutnya dianalisis sesuai kehendak yang diharapkan. Berkaitan dengan hal tesebut, dalam
(46)
penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data kepustakaan atau library research.
Sumber data dalam penelitian ini diperoleh melalui data sekunder yaitu data yang dikumpulkan melalui studi dokumen terhadap bahan kepustakaan yang terdiri dari:
a. Bahan hukum primer yakni bahan hukum yang terdiri dari peraturan perundang-undangan, terdiri dari :
1) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945; 2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
4) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP);
5) Kode Etik Notaris Ikatan Notaris Indonesia (I.N.I) tanggal 27 Januari 2005 di Bandung;
6) Nota Kesepahaman Antara kepolisian Negara Republik Indonesia dengan Ikatan Notaris Indonesia (I.N.I) dan Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (I.P.P.A.T) No.Pol.1056/V/2006 dan Nomor:01/MOU/PP-INI/2006, tanggal 9 Mei 2006;
7) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN);
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang diperoleh dengan melakukan penelitian literatur, yaitu melakukan penelitian atas pendapat dan pemikiran para ahli hukum yang dituangkan dalam literatur hukum, karya tulis ilmiah bidang
(47)
hukum serta bentuk-bentuk tulisan lainnya yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
3. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan mengadakan studi dokumen/kepustakaan dan wawancara.
a. Studi dokumen/kepustakaan yaitu dengan menelaah bahan hukum kepustakaan yang terkait dengan permasalahan yang diajukan untuk meneliti lebih jauh, guna memperoleh data sekunder berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder;
b. Wawancara yaitu menghimpun data dengan melakukan tanya jawab antara peneliti dengan nara sumber untuk mendapatkan informasi. Guna menambah dan melengkapi data sekunder yang diperoleh akan dilakukan wawancara dengan Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah di Kota Pematangsiantar sebanyak 5 orang;
4. Analisis Data
Analisis data dilakukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian atau untuk menguji hipotesis-hipotesis penelitian yang telah dinyatakan sebelumnya. Analisis data adalah proses penyederhanaan data dan penyajian data dengan mengelompokkannya dalam suatu bentuk yang mudah dibaca atau diinterpretasikan.
(48)
Analisia data merupakan proses menatur urutan data, mengorganisasikan ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Yang dilakukan dalam analisis data adalah menginventarisasi semua ketentuan hukum positif yang menyangkut tentang Notaris, hak dan kewajiban Notaris dan rahasia jabatan.
Penarikan kesimpulan dalam penelitian ini menggunakan metode deduktif yakni berpikir dari yang umum menuju hal yang khusus dengan menggunakan perangkat normatif. Kesimpulan merupakan jawaban atas permasalahan yang telah diteliti sehingga diharapkan akan memberikan jawaban yang jelas atas permasalahan dalam penelitian ini.
(49)
BAB II
RAHASIA JABATAN NOTARIS ATAS AKTA YANG DIPERBUAT OLEH ATAU DIHADAPAN NOTARIS YANG BERINDIKASI TINDAK PIDANA
A. Tinjauan Umum Tentang Notaris 1. Notaris Sebagai Pejabat Umum
Kedudukan Notaris sebagai Pejabat Umum, dalam arti kewenangan yang ada pada Notaris tidak pernah diberikan kepada pejabat-pejabat lainnya, sepanjang kewenangan tersebut tidak menjadi kewenangan pejabat-pejabat lainnya maka kewenangan tersebut menjadi kewenangan Notaris.29 Istilah Notaris berasal dari bahasa Latin, yaitu Notarius, yang artinya adalah orang yang membuat catatan.30 Namun ada juga yang mengatakan bahwa istilahNotarius itu berasal dari kataNota Literaria, yang artinya tanda (letter mark atau karakter) yang menyatakan sesuatu perkataan.31 Lembaga Notaris masuk ke Indonesia pada permulaan abad ke- 17 dengan beradanya Vereenigde Oost Ind. Compagnie (VOC) di Indonesia.32 Pada tanggal 27 Agustus 1620, yaitu beberapa bulan setelah dijadikannya Jacatra sebagai ibu kota33, mengangkat Melchior Kerchem, sebagai Notaris Pertama di Indonesia.
Produk penting dari peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan dalam era reformasi adalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 29Habib Adjie,Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris),PT. Refika Aditama, Bandung, 2009, hal. 40.
30R. Soesanto,Tugas, Kewajiban dan Hak-Hak Notaris, Wakil Notaris (sementara), Pradyna
Parmita, Jakarta, 1982, hal 34.
31R. Soegondo Notodisoerjo,Hukum Notariat di Indonesia Suatu penjelasan,CV. Rajawali,
Jakarta, 1982, hal 13.
32G. H. S. Lumban Tobing,Peraturan Jabatan Notaris,Erlangga, Jakarta, 1983, hal. 15. 33Tanggal 4 Maret 1621 dinamakan “Batavia”.
(50)
(UUJN) yang telah berlaku sejak tanggal diundangkannya yakni tanggal 6 Oktober 2004. Pembentukan UUJN ini disebabkan karena Peraturan Jabatan Notaris 1860 Nomor 3 tentang Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesia yang mengatur mengenai jabatan Notaris tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat sekarang ini. Adapun beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat sehingga perlu dilakukan perubahan melalui pembentukan Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sehingga dikeluarkanlah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Notaris.34
Pasal 1 angka 1 UUJN menyebutkan bahwa Notaris adalah “Pejabat Umum yang berwenang membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya”. Pejabat Umum yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 UUJN harus dibaca sebagai Pejabat Publik atau Notaris sebagai Pejabat Publik yang berwenang untuk membuat akt otentik (Pasal 15 ayat (1) UUJN) dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) dan (3) UUJN dan untuk melayani kepentingan masyarakat. Produk yang dihasilkan Notaris sebagai pejabat publik ialah akta yang memiliki kekuatan hukum dan nilai pembuktian yang sempurna para pihak dan siapapun, sepanjang tidak dibuktikan sebaliknya, bahwa akta tersebut tidak sah dengan menggunakan asas praduga sah secara terbatas. Namun Notaris sebagai
34
(51)
pejabat publik mempunyai batasan pertanggungjawaban, yaitu sampai yang bersangkutan masih mempunyai kewenangan sebagai Notaris, maka ketika seorang Notaris pensiun atau berhenti dengan alasan apapun sudah tidak mempunyai pertanggungjawaban lagi.35
Pemberian kualifikasi Notaris sebagai Pejabat Umum berkaitan dengan wewenang Notaris. Menurut Wawan Setiawan, PejabatUmum ialah organ negara yang diperlengkapi dengan kekuasaan umum, berwenang menjalankan sebahagian dari kekuasaan negara untuk membuat alat bukti tertulis dan otentik dalam bidang hukum perdata.36Soegondo Notodisoejo mengatakan bahwa :
Pejabat umum adalah seorang yang diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah dan diberi wewenang dan kewajiban untuk melayani publik dalam hal-hal tertentu karena ia ikut serta melaksanakan suatu kekuasaan yang bersumber pada kewibawaan (gezag) dari pemerintah. Dalam jabatannya tersimpul suatu sifat dan ciri khas yang membedakannya dari jabatan-jabatan lainnya dalam masyarakat.37
Pejabat yang menjalankan sebagian kekuasaan negara yang bersifat mengikat publiekrechtelijk disebut pejabat umum dan dalam menjalankan jabatannya pejabat umum tersebut mempunyai ciri khusus yaitu :
a. Suatu kedudukan yang mandiri(onafhankelijkheid-independency);
b. Tidak memihak onpartijdigheid-impartially guna menjamin keabsahan dari akta otentik tersebut baik di dalam hal kekuatan pembuktian lahiriah, kekuatan pembuktian formal dan kekuatan pembuatan material;
35Habib Adjie,Op. Cit.,hal. 51.
36Wawan Setiawan,Kedudukan dan Keberadaan Pejabat Umum serta PPAT dibandingkan
dengan kedudukan Pejabat Tata Usaha Negara menurut sistem hukum nasional, Pengurus Pusat Pejabat Pembuat Akta Tanah, Jakarta, 2 Juli 2001, hal. 8.
37R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia suatu penjelasan,Raja Grafindo
(52)
Dalam menjalankan jabatannya Notaris berada dalam kedudukan yang netral dan tidak memihak artinya Notaris berada di luar para pihak yang melakukan hubungan hukum tersebut dan bukan sebagai salah satu pihak dalam hubungan hukum itu. Notaris menjalankan jabatannya dalam posisi netral di antara para penghadap yang meminta jasanya, untuk menjamin kenetralan tersebut, maka Notaris harus bersikap mandiri dan tidak memihak serta tidak terpengaruh terhadap keinginan pihak-pihak tertentu, terutama jika keinginan tersebut melanggar ketentuan hukum yang berlaku atau merugikan pihak lain. Dalam hal menjaga kemandirian Notaris dalam menjalankan jabatan maka pengangkatan Notaris dilakukan oleh pemerintah berdasarkan kewenangan atributif atas ketentuan undang-undang untuk melaksanakan sebagian dari kekuasaan yang dimiliki negara, terutama dalam bidang hukum keperdataan.
Notaris dalam menjalankan tugas kewenangannya selaku Pejabat Umum hanyalah merekam, mengkonstantir atau merelateer secara tertulis dan otentik dari perbuatan hukum pihak-pihak yang berkepentingan, Notaris tidak berada di dalamnya, artinya yang melakukan perbuatan hukum itu adalah pihak-pihak yang membuat serta yang terkait dalam dan oleh isi perjanjian, adalah mereka pihak-pihak yang berkepentingan dalam hal terjadinya pembuatan akta Notaris atau akta otentik itu berada pada pihak-pihak. Menurut Subekti, persetujuan juga disebut perjanjian, karena dua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu, selain itu juga dapat dikatakan, bahwa dua perikatan (perjanjian dan persetujuan) itu adalah sama artinya. Perjanjian
(53)
merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan.38Karenanya akta Notaris atau akta otentik tidak menjamin bahwa pihak-pihak “berkata benar”tetapi yang dijamin oleh akta otentik adalah pihak-pihak “benar berkata” seperti termuat dalam akta perjanjian mereka.
2. Tugas/Kewenangan Notaris
Kewenangan merupakan suatu tindakan hukum yang diatur dan diberikan kepada suatu jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mengatur jabatan yang tersebut. Wewenang Notaris memiliki batasan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur jabatan pejabat yang bersangkutan.
Setiap perbuatan pemerintahan diisyaratkan harus bertumpu pada kewenangan yang sah. Tanpa ada kewenangan yang sah seorang pejabat ataupun Badan Tata Usaha Negara tidak dapat melaksanakan suatu perbuatan pemerintahan. Oleh karena itu kewenangan yang sah merupakan atribut bagi setiap pejabat ataupun bagi setiap badan.39
Jabatan memperoleh wewenang melalui tiga sumber yakni atribusi, delegasi dan mandat.40 Kewenangan yang diperoleh dengan cara atribusi, apabila terjadi pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan perundang-undangan dan perundang-undanganlah yang menciptakan suatu wewenang
38Subekti,Hukum Perjanjian,Internusa, Jakarta, 1992, hal. 1.
39Lutfi Effendi, Pokok-Pokok Hukum Administrasi, Bayumedia Publishing, Malang, 2004,
hal. 77.
40Philipus M. Hadjon dkk, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia (Introduction to the
(54)
pemerintahan yang baru. Kewenangan secara delegasi merupakan pemindahan/pengalihan wewenang yang ada berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan atau aturan hukum. Kewenangan mandat sebenarnya bukan pengalihan atau pemindahan wewenang tapi karena yang berkompeten berhalangan.
Berdasarkan UUJN tersebut ternyata Notaris sebagai Pejabat Umum memperoleh kewenangan secara atribusi, karena wewenang tersebut diciptakan dan diberikan oleh UUJN sendiri. Jadi wewenang yang diperoleh Notaris bukan berasal dari lembaga lain, misalnya dari Departemen Hukum dan HAM.41 Jadi, Notaris memiliki legalitas untuk melakukan perbuatan hukum membuat akta otentik.
Ketentuan mengenai kewenangan Notaris tercantum dalam Pasal 15 UUJN, dimana kewenangan Notaris dibedakan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu:
a. Kewenangan Umum Notaris
Kewenangan Umum Notaris tercantum dalam Pasal 15 ayat (1) UUJN yang menegaskan bahwa salah satu kewenangan Notaris adalah membuat akta secara umum, namun dengan batasan sepanjang tidak dikecualikan kepada pejabat lain yang ditetapkan oleh undang-undang, menyangkut akta yang harus dibuat atau berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh aturan hukum atau dikehendaki oleh yang bersangkutan, mengenai subjek hukum (orang atau badan hukum) untuk kepentingan siapa akta dibuat atau dikehendaki oleh yang berkepentingan.
b. Kewenangan Khusus Notaris
41
(55)
Kewenangan Khusus Notarisuntuk melakukan tindakan hukum tertentu tercantum dalam Pasal 15 ayat (1) UUJN, seperti :
a) Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftarkan dalam buku khusus;
b) Membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; c) Membuat kopi dari asli surat dibawah tangan berupa salinan yang memuat
uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan; d) Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
e) Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;
f) Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau membuat akta risalah lelang.
Adapun kewenangan khusus Notaris lainnya, yaitu membuat akta dalam bentuk In Original, yaitu akta :
a) Pembayaran uang sewa, bunga, dan pensiun; b) Penawaran pembayaran tunai;
c) Protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga; d) Akta kuasa;
e) Keterangan kepemilikan; atau
f) Akta lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Notaris juga mempunyai kewenangan khusus lainnya seperti yang tersebut dalam Pasal 51 UUJN, yaitu berwenang untuk membetulkan kesalahan tulis atau kesalahan ketik yang terdapat dalam minuta akta yang telah ditanda tangani, dengan
(1)
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
Adam, Muhammad, Asal usul dan Sejarah Notaris, Bandung : Sinar Baru, 1985. Adjie, Habib, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris sebagai Pejabat
Publik, Bandung : PT. Refika Aditama, 2013.
__________,Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris), Bandung : PT. Refika Aditama, 2009.
__________, Menjalin Pemikiran Pendapat tentang Kenotariatan (Kumpulan Tulisan), Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2013.
__________ dan Sjaifurrachman, Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan Akta, Bandung : Mandar Maju, 2011.
__________, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, Bandung : Refika Aditama, 2011.
__________, Sekilas Dunia Notaris dan PPAT Indonesia (Kumpulan Tulisan), Bandung : Mandar Maju, 2009.
__________, Bernas-Bernas Pemikiran Di Bidang Notaris dan PPAT, Bandung : Mandar Maju, 2009.
__________, Majelis Pengawas Notaris : Sebagai Pejabat Tata Usaha Negara, Bandung : Refika Aditama, 2011.
Adji, Oemar seno,Etika Profesional dan Hukum Pertanggungjawaban Pidana Dokter,Jakarta : Erlangga, 1991.
Ali, Achmad,Menguat Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosois Dan Sosiologis), Jakarta: Toko Gunung Agung Tbk, 2002.
Andasasmita, Komar,Notaris I,Bandung : Sumur, 1981.
Anshori, Abdul Ghofur,Lembaga Kenotariatan Indonesia,Yogyakarta : UII Press, 2009.
Badrulzaman, Mariam Darus,Mencari Sistem Hukum Benda Nasional,Bandung : Alumni, 1986.
(2)
Budiono, Herlien ,Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, Jakarta : Citra Aditya, 2008.
__________, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia, Hukum Perjanjian Berlandaskan Asas-Asas Wigati Indonesia, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2006.
Fuady, Munir, Etika Profesi Hukum bagi Hakim, Jaksa, Advokat, Notaris, Kurator, dan Pengurus : Profesi Mulia, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2005. Hiariej, Eddy O.S. ,Teori dan Hukum Pembuktian. Jakarta : Erlangga, 2012.
Kansil, C.S.T. dan Christine S. T. Kansil, Pokok-Pokok Etika Profesi Hukum: Bagi Mahasiswa dan Subyek Hukum Etika Profesi Hukum: Hakim, Penasihat Hukum, Notaris, Jaksa, Polisi, Jakarta : Pradnya Paramita, 2009.
Kelsen, Hans, Teori Hukum Murni (Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif),Bandung : Penerbit Nusa Media, 2013.
Kie,Tan Thong,Studi Notariat dan Serba Serbi Praktek Notaris (edisi Revisi), Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2007.
Koesoemawati, Ira dan Rijan Yunirman,Ke Notaris, Jakarta : Raih Asa Sukses, 2009. Lamintang PAF, Delik-delik Khusus (Kejahatan-kejahatan Membahayakan
Kepercayaan Umum Terhadap Surat-surat, Alat-alat Pembayaran, Alat-alat Bukti dan Peradilan), Bandung : Mandar Maju, Bandung, 1991.
Lamintang, P.A.F. dan Theo Lamintang,Delik-Delik Khusus : Kejahatan Jabatan dan Kejahatan Jabatan Tertentu sebagai Tindak Pidana Korupsi, Jakarta : Sinar Grafik, 2009.
Lubis K, Suhrawardi, Etika Profesi Hukum, Jakarta : Sinar Grafika, 2006. Lubis, M. Solly,Filsafat Ilmu dan Penelitian,Bandung : Mandar Maju, 1994. Lutfi, Efendi,PokoPokok Hukum Administrasi Indonesia (Intoduction to the
Indonesian administrative law),Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 2005.
Mertokusumo, Sudikno,Mengenal Hukum Suatu pengantar,Yogyakarta : Liberty, 2005.
(3)
Muhammad, Abdulkadir,Etika Profesi Hukum, Bandung : Citra Aditya, 2006. Moeljatno,Asas-Asas Hukum Pidana,Jakarta : Rineka Cipta, 2000.
Marzuki, Peter Mahmud,Penelitian Hukum,Jakarta : Kencana, 2009.
Nasution, Abdul Karim,Masalah Hukum Pembuktian Dalam Proses Pidana, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1975.
Nawawi, Arief Barda, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan, Jakarta : Kencana Prenada Media, 2007. Nawawi, Muhammad Affandi,Notaris Sebagai Pejabat Umum Berdasarkan UUJN
Nomor 30 Tahun 2004, Jakarta : Mitra Media, 2006.
Nico,Tanggung Jawab Notaris Selaku Pejabat Umum,Yogyakarta : CDSBI, 2003. Notodisoerjo, R. Soegondo,Hukum Notariat di Indonesia suatu penjelasan,Jakarta :
Raja Grafindo Persada, 1983.
Panggabean, H.P.,Hukum Pembuktian : Teori-Praktik dan Yurisprudensi Indonesia, Bandung : Alumni, 2012.
Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia,Jati Diri Notaris Indonesia Dulu, Sekarang, dan Di Masa Datang, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2009.
Pitlo, A.,Pembuktian dan Daluwarsa (Alih Bahasa M. Isa Arief),Jakarta : Intermasa, 1986.
Prakoso, Djoko, Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian di Dalam Proses Pidana, Yogyakarta : Liberty, 1998.
Puspa, Yan Pramadya,Kamus Hukum,Semarang : Aneka, 1997. Rahardjo, Satjipto,Ilmu Hukum,Bandung : Citra Aditya, 2000.
______________,Hukum Dan Masyarakat,Bandung : Angkasa, 1984.
Salim HS, Erlies Septiana Nurbani Salim,Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis dan Disertasi, Jakarta : Rajawali Pers, 2013.
(4)
________,Pokok-Pokok Hukum Perdata,Jakarta : Intermasa, 1980. ________,Hukum Perjanjian,Jakarta : Internusa, 1992.
Subrata, Purwoto Ganda,Peranan Notaris Sebagai Pejabat Umum di Dalam Bidang Hukum,Renungan Hukum IKAHI, Jakarta, 1998.
Sudarsono,Kamus Hukum(Edisi Baru),Jakarta : PT. Asdi Mahasatya, 2007.
Sulihandari, Hartanti dan Nisy Rifiani,Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Notaris, Jakarta : Penerbit Dunia Cerdas, 2013.
Supriadi, Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika, 2006.
Soeroso, R,Yurisprudensi Hukum Acara Perdata : Tentang Pembuktian), Jakarta : Sinar Grafika, 2010.
Soesanto R., Tugas, Kewajiban dan Hak-hak Notaris, Wakil Notaris, Jakarta : Pradnya Paramita , 1982.
_________,Tugas, Kewajiban dan Hak-Hak Notaris, Wakil Notaris (Sementara), Jakarta : Pradnya Paramita, 1982.
Soekanto, Soerjono,Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UI Press, 1981. Sing, Ko Tjay,Rahasia Pekerjaan, Dokter dan Advokat,Jakarta : PT. Gramedia,
1978.
Syahrani, Riduan,Beberapa Hak Tentang Hukum Acara Pidana,Bandung : Alumni, 1983.
Tanya, Bernard L.,dkk,Teori Hukum,Yogyakarta : Genta Publishing, 2010. Tedjasaputra, Liliana, Etika Profesi dan Profesi Hukum, Semarang : Aneka Ilmu,
2003.
Tobing, G. H. S. Lumban,Peraturan Jabatan Notaris (Notaris Reglement), Jakarta : Erlangga, 2000.
Untung, Budi,Visi Global Notaris, Jakarta : Penerbit Andi, 2002.
__________,Hukum Koperasi dan Peran Notaris Indonesia,Yogyakarta: Andi, 2005.
(5)
Yuwono, Ismantoro Dwi,Memahami Berbagai Etika Profesi dan Pekerjaan, Yogyakarta : Pustaka Yustisia, 2011.
B. UNDANG-UNDANG
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Kode Etik Notaris Ikatan Notaris Indonesia (I.N.I) tanggal 27 Januari 2005 di Bandung.
Nota Kesepahaman Antara kepolisian Negara Republik Indonesia dengan Ikatan Notaris Indonesia (I.N.I) dan Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (I.P.P.A.T) No.Pol.1056/V/2006 dan Nomor:01/MOU/PP-INI/2006, tanggal 9 Mei 2006. Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN).
C. WAWANCARA
Wawancara dengan Notaris Aloina Sinulingga, SH, SpN, Notaris Kota Pematangsiantar, Pada Tanggal 23 Juni 2014.
Wawancara dengan Notaris Henry Sinaga, SH, SpN, MKn., Notaris Kota Pematangsiantar, Pada Tanggal 30 Juni 2014
Wawancara dengan Notaris Robert Tampubolon, SH, SpN, Notaris Kota Pematangsiantar, Pada Tanggal 24-25 Juni 2014
Wawancara dengan Notaris Rahmat Ridar Pardamean Lumban Tobing, SH, MKn, , Pada Tanggal 26 Juni 2014
Wawancara dengan Notaris Kariani Saragih, SH, SpN, Notaris Kota Pematangsiantar, Pada Tanggal 26 Juni 2014.
D. MAJALAH
Paulus Efendi Lotulung, Perlindungan Hukum Bagi Notaris Selaku Pejabat Umum Dalam Menjalankan Tugasnya, Media Notariat, Ikatan Notaris Indonesia, Edisi April, 2002, hal. 3.
(6)
Acil Akhiruddin, SOS Perlindungan Profesi Notaris (Notaris Dijadikan Tersangka Terus Bertambah),.Majalah RENVOI Edisi Nomor 1.133.XII , tanggal 30 Juni 2014, hal. 79.
Acil Akhiruddin, SOS Perlindungan Profesi Notaris (Notaris Dijadikan Tersangka Terus Bertambah), Majalah RENVOI, Edisi Nomor 1.133.XII, tanggal 3 Juni 2014, hal. 67.