12
a. Bagaimana pertanggung jawaban notaris terhadap akta otentik yang mengandung keterangan palsu ?
b. bagaimana sanksi yang diberikan kepada penghadap yang memberikan keterangan palsu dalam akta otentik ?
c. bagaimana akibat hukumnya terhadap akta otentik yang mengandung keterangan palsu ?
Berdasarkan penelusuran kepustakaan dari hasil-hasil penelitan yang pernah dilakukannya, khususnya di Universitas Sumatera Utara, penelitian yang dilakukan
peneliti lebih memfokuskan diri pada bentuk perlindungan terhadap notaries yang bersentuhan dengan hukum pidana, sehingga penelitian yang dilakukan, baik dari segi
judul, permasalahan dan lokasi serta daerah penelitian yang belum pernah dilakukan oleh peneliti lain, maka berdasarkan hal tersebut, maka dengan demikian, penelitian
ini adalah asli, serta dapat dipertanggungjawabkan keasliannya secara ilmiah.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Perwujudan perlindungan hukum dalam suatu negara tidak terlepas dari konsep negara hukum. Menurut konsep rechtsstaat dari Freidrich Julius Stahl yang
diilhami oleh Immanuel Kant, unsur-unsur negara hukum rechtsstaat adalah : 1.
Perlindungan hak-hak asasi manusia; 2.
Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu; 3.
Pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan; dan
Universitas Sumatera Utara
13
4. Peradilan administrasi dalam perselisihan.
12
Indonesia merupakan negara yang menerapkan konsep rechsstaat Eropa Kontinental dan sebagai badan hukum publik dan kumpulan jabatan complex van
ambten atau lingkungan pekerjaan tetap perlu memperoleh perlindungan hukum, khususnya Notaris sebagai pejabat umum yang mewakili pemerintah.
13
Equality before the law perlakuan sama di hadapan hukum adalah pilar utama dari bangunan Negara Hukum state law yang mengutamakan hukum di atas
segalanya supreme of law. Pengakuan kedudukan tiap individu di muka hukum ditempatkan dalam kedudukan yang sama tanpa memandang status sosial social
stratum. Keberlakuan prinsip equality before the law dalam praktek penegakan negara hukum yang berdasarkan supremasi hukum kedaulatan hukum ternyata
mengalami “penghalusan” kalau tidak mau dikatakan “exception” pengecualian demi mempertahankan kewibawaan hukum itu sendiri.
Untuk menjadi orang yang dikecualikan dari prinsip equality before the law, tentu saja harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yang dibuat sesuai
standart pemenuhan nilai-nilai sebagai “nobile person” orang yang terhormat. Salah satunya adalah Notaris yang dalam Pasal 1868 KUHPerdata, dikenal sebagai
Pejabat Umum Openbare Ambtenaren dan telah dijabarkan dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.
12
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006., halaman 2.
13
Ibid, halaman 285.
Universitas Sumatera Utara
14
Notaris adalah seorang yang dalam menjalankan jabatannya tidak tunduk terhadap prinsip equality before the law, sepanjang dalam melaksanakan jabatannya
telah mengikuti prosedur yang ditentukan oleh Undang-undang Pasal 16 dan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang mengatur
kewajiban dan larangan. Dengan mengaitkan aspek perlindungan hukum tersebut dengan teori Kelsen
dan Nawiasky, maka menurut hemat penulis, terwujudnya perlindungan hukum bagi Notaris dan akta Notaris terhadap tindakan penyidikan oleh polisi, harus didukung
pula dengan peraturan perundang-undangan negara tersebut. Berdasarkan teori Kelsen, Grundnorm Indonesia adalah Pancasila sebagai sumber dari segala sumber
hukum. Selanjutnya, berdasarkan teori Nawiasky, maka urutan empat kelompok norma yang diuraikannya tercermin dalam Tata Urutan Peraturan Perundang-
undangan menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yaitu Undang-Undang Dasar 1945; Undang-
undangPerpu; Peraturan Pemerintah; Peraturan Presiden; Peaturan Daerah Propinsi, KabupatenKota, Desa.
Menurut kedua teori di atas, maka perundang-undangan yang dibuat dalam negara Indonesia harus mengikuti tata urutan tersebut, dimana peraturan yang lebih
rendah mempunyai daya mengikat terhadap peraturan di atasnya dan tentu saja tidak boleh saling bertentangan sehingga dapat tercipta keteraturan.
Sehubungan dengan pelaksanaan tugas jabatannya, maka Notaris harus dikontrol dengan Kode Etik Profesi, lebih lanjut Frans Hendra Winarta menyatakan
Universitas Sumatera Utara
15
bahwa organisasi profesi memiliki kepentingan untuk memperoleh jaminan agar anggotanya menjalankan tugasnya dengan memenuhi standar etika profesi. Hal ini
sangat penting, mengingat profesi hukum merupakan profesi mulia atau luhur, yang sangat berkaitan dengan kepentingan umum.
14
Selain diikat oleh kode etik Notaris, dalam menjalankan tugas dan kewenangannya ada 3 tiga aspek yang harus diperhatikan Notaris pada saat pembuatan
akta. Aspek-aspek ini berkaitan dengan nilai pembuktian, yaitu:
15
1. Lahiriah uitwendige bewijskracht
Kemampuan lahiriah akta Notaris, merupakan kemampuan akta itu sendiri untuk membuktikan keabsahannya sebagai akta otentik acta publica probant sese ipsa.
Jika dilihat dari luar lahirnya sebagai akta otentik serta sesuai dengan aturan hukum yang sudah ditentukan mengenai syarat akta otentik, maka akta tersebut berlaku sebagai akta
otentik, sampai terbukti sebaliknya, artinya sampai ada yang membuktikan bahwa akta tersebut bukan akta otentik secara lahiriah. Dalam hal ini beban pembuktian ada pada
pihak yang menyangkal keotentikan akta Notaris. Parameter untuk menentukan akta Notaris sebagai akta otentik, yaitu tanda tangan dari Notaris yang bersangkutan, baik yang
ada pada Minuta dan Salinan dan adanya awal akta mulai dari judul sampai akhir akta.
14
Frans Hendra Winarta, Persepsi Sebagian Masyarakat Terhadap Profesi Hukum Di Indonesia, Media Notariat, Edisi Oktober – Desember 2003, Nomor 3, CV. Pandeka Lima, Jakarta,
halaman 59.
15
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1988, halaman 123. R. Subekti, Hukum Acara Perdata, Bina Cipta, Bandung, 1989, halaman 93-94.
Universitas Sumatera Utara
16
Nilai pembuktian akta Notaris dari aspek lahiriah, akta tersebut harus dilihat secara lahiriah tidak perlu dipertentangkan dengan alat bukti yang lainnya. Jika ada yang
menilai bahwa suatu akta Notaris tidak memenuhi syarat sebagai akta, maka yang bersangkutan wajib membuktikan bahwa akta tersebut secara lahiriah bukan akta
otentik. Penyangkalan atau pengingkaran bahwa secara lahiriah akta Notaris sebagai akta
otentik, bukan akta otentik, maka penilaian pembuktiannya harus didasarkan kepada syarat-syarat akta Notaris sebagai akta otentik. Pembuktian semacam ini harus dilakukan
melalui upaya gugatan ke pengadilan. Penggugat harus dapat membuktikan bahwa secara lahiriah akta yang menjadi objek gugatan bukan akta Notaris.
2. Formal formele bewijskracht
Akta Notaris harus memberikan kepastian bahwa sesuatu kejadian dan fakta tersebut dalam akta betul-betul dilakukan oleh Notaris atau diterangkan oleh pihak-pihak
yang menghadap pada saat yang tercantum dalam akta sesuai dengan prosedur yang sudah ditentukan dalam pembuatan akta Notaris. Secara formal untuk membuktikan
kebenaran dan kepastian tentang hari, tanggal, bulan, tahun, pukul waktu menghadap, dan para pihak yang menghadap, paraf dan tanda tangan para pihakpenghadap, saksi dan Notaris,
serta membuktikan apa yang dilihat, disaksikan, didengar oleh Notaris pada akta pejabatberita acara, dan mencatatkan keterangan atau pernyataan para pihakpenghadap
pada akta pihak. Jika aspek formal dipermasalahkan oleh para pihak, maka harus dibuktikan dari
formalitas dari akta, yaitu harus dapat membuktikan ketidakbenaran hari, tanggal,
Universitas Sumatera Utara
17
bulan, tahun, dan pukul menghadap, membuktikan ketidakbenaran mereka yang menghadap, membuktikan ketidakbenaran apa yang dilihat, disaksikan dan didengar oleh
Notaris, juga harus dapat membuktikan ketidakbenaran pernyataan atau keterangan para pihak yang diberikandisampaikan di hadapan Notaris dan ketidakbenaran tandatangan
para pihak, saksi, dan Notaris ataupun ada prosedur pembuatan akta yang tidak dilakukan.
Dengan kata lain pihak yang mempermasalahkan akta tersebut harus melakukan pembuktian terbalik untuk menyangkal aspek formal dari akta Notaris. Jika tidak mampu
membuktikan ketidakbenaran tersebut, maka akta tersebut harus diterima oleh siapa pun.
Tidak dilarang siapa pun untuk melakukan pengingkaran atau penyangkalan atas aspek formal akta Notaris, jika yang bersangkutan merasa dirugikan atas akta yang dibuat
di hadapan Notaris atau yang dibuat oleh si Notaris. Pengingkaran atau penyangkalan tersebut harus dilakukan dengan suatu gugatan ke pengadilan umum, dan penggugat harus
dapat membuktikan bahwa ada aspek formal yang dilanggar atau tidak sesuai dalam akta yang bersangkutan, misalnya bahwa yang bersangkutan tidak pernah merasa
menghadap Notaris pada hari, tanggal, bulan, tahun, dan pukul yang tersebut dalam awal
akta, atau merasa tanda tangan yang tersebut dalam akta bukan tanda tangan dirinya. Jika
hal ini terjadi bersangkutan atau penghadap tersebut untuk menggugat Notaris, dan penguggat harus dapat membuktikan ketidakbenaran aspek formal tersebut.
16
16
G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, 1990, halaman 61.
Universitas Sumatera Utara
18
3. Materil materielebewijskracht Merupakan kepastian tentang materi suatu akta, bahwa apa yang tersebut dalam
akta merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang membuat akta atau mereka yang mendapat hak dan berlaku untuk umum, kecuali ada pembuktian sebaliknya
tegenbewijs. Keterangan atau pernyataan yang dituangkandimuat dalam akta pejabat atau berita acara, atau keterangan atau para pihak yang diberikandisampaikan di hadapan Notaris
akta pihak dan para pihak harus dinilai benar berkata yang kemudian dituangkandimuat dalam akta berlaku sebagai yang benar atau setiap orang yang datang menghadap Notaris yang
kemudianketerangannya dituangkandimuat dalam akta harus dinilai telah benar berkata. Jika ternyata pernyataanketerangan para penghadap tersebut menjadi tidak
benar berkata, maka hal tersebut tanggung jawab para pihak sendiri. Notaris terlepas dari hal semacam itu. Dengan demikian isi akta Notaris mempunyai
kepastian sebagai yang sebenarnya, menjadi bukti yang sah untukdi antara para pihak dan para ahli waris serta para penerima hak mereka. Jika akan
membuktikan aspek materil dari akta, maka yang bersangkutan harus dapat membuktikan, bahwa Notaris tidak rnenerangkan atau menyatakan yang
sebenarnya dalam akta akta pejabat, atau para pihak yang lelah benar berkata di hadapan Notaris menjadi tidak benar berkata, dan harus diiakukan pembuktian
terbalik untuk menyangkal aspek materil dari akta Notaris.
17
Ketiga aspek tersebut di atas merupakan kesempurnaan akta Notaris sebagai akta otentik dan siapa pun terikat oleh akta tersebut. Jika dapat dibuktikan dalam suatu
persidangan pengadilan, bahwa ada salah satu aspek tersebut tidak benar, maka akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan
17
J.J.Amstrong Sembiring,
Analisis Hukum Terhadap Undang-undang No. 30 Tahun 2004 Tentang
Jabatan Notaris
dalam Implementasi
Penyelenggaraan Fungsional
Notaris”. http:www.blogster.comkompartaanalisis-hukum-tentang. diakses tanggal 10 agustus 2011
Universitas Sumatera Utara
19
atau akta tersebut didegradasikan kekuatan pembuktiannya sebagai akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan.
2. Konsepsi