25
3 Notaris Pengganti 4 Juru Sita pada Pengadilan Negeri.
5 Pegawai Kantor Catatan Sipil.
23
Meskipun pejabat ini hanya menjalankan fungsi sebagai Pejabat Umum akan tetapi mereka itu bukan Pejabat Umum. Mengenai otentisitas suatu akta Notaris, lebih
lanjut Soegondo Notodisoerjo, menyatakan: Bahwa untuk dapat membuat akta otentik, seseorang harus mempunyai
kedudukan sebagai “penjabat umum”. Di Indonesia, seorang advokat, meskipun ia seorang ahli dalam bidang hukum, tidak berwenang untuk membuat akta otentik,
karena ia tidak mempunyai kedudukan sebagai “penjabat umum”. Sebaliknya seorang “Pegawai Catatan Sipil” Ambtenaar van de Burgerlijke Stand meskipun ia bukan
ahli hukum, ia berhak membuat akta-akta otentik untuk hal-hal tertentu, umpamanya untuk membuat akta kelahiran, akta perkawinan, akta kematian. Demikian itu karena
ia oleh Undang-undang ditetapkan sebagai “pejabat umum” dan diberi wewenang untuk membuat akta-akta itu.
24
2. Tugas Notaris
Sebagaimana diketahui Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris telah menegaskan bahwa tugas pokok dari Notaris
adalah membuat akta otentik dan akta otentik itu akan memberikan kepada pihak- pihak yang membuatnya suatu pembuktian yang mutlak. Hal ini dapat dilihat
23
H. Budi Untung, Visi Global Notaris, Andi, Yogyakarta, 2002, halaman 43-44.
24
Kartini Soedjendro, Perjanjian Peraihan Hak atas Tanah yang Berpotensi Konflik,
Kanisius, Yogyakarta, 2001, Jakarta, halaman 43.
Universitas Sumatera Utara
26
sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 1870 KUHPerdata, bahwa: “Suatu akta otentik memberikan di antara para pihak beserta ahli waris-ahli warisnya atau orang-
orang yang mendapat hak dari pada mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat di dalamnya.”
Menjalankan tugas jabatannya, Notaris tidak hanya berwenang untuk membuat akta otentik dalam arti menyusun, membacakan dan menandatangani dan
dalam bentuk yang telah ditentukan oleh Undang-undang sebagaimana dimaksud oleh Pasal 1868 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa: “Suatu akta otentik ialah suatu
akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta
dibuatnya,” tetapi kewenangan Notaris dalam membuat akta otentik dapat jugat berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 15 ayat 1 Undang-undang Nomor
30 Tahun 2004 Jabatan Notaris yang berbunyi: Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan danatau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta
otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan
kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetap oleh undang-
undang.
Universitas Sumatera Utara
27
Dilihat dari uraian pasal tersebut di atas, dapat dikemukakan bahwa kewajiban terhadap Notaris untuk membuat suatu akta, kecuali apabila terdapat alasan-alasan
yang mempunyai dasar untuk menolak pembuatan akta tersebut. Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya juga dituntut harus memberikan nasehat hukum dan
penjelasan mengenai
ketentuan Undang-undang
kepada pihak-pihak
yang bersangkutan.
Adanya hubungan erat antara ketentuan mengenai bentuk akta dan keharusan adanya pejabat yang mempunyai tugas untuk melaksanakannya, menyebabkan
adanya kewajiban bagi pemerintah untuk menunjuk dan mengangkat Notaris. Terhadap otentisitas suatu akta otentik yang dibuat di hadapan Notaris, dapat
dilihat dari unsur-unsur yang tercantum di dalam Pasal 1868 KUHPerdata tersebut di atas, yakni sebagai berikut:
a. Bahwa akta itu dibuat dalam bentuk menurut hukum;
b. Bahwa akta itu dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum;
c. Bahwa akta itu dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang berwenang untuk
membuatnya di tempat dimana akta itu dibuat. Berkaitan dengan tugas dan wewenang Notaris yang diberikan oleh
pemerintah kepadanya, untuk itu Notaris dalam menjalan tugas jabatannya harus berpegangan pada ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh peraturan-
peraturan yang ada, baik itu Undang-undang maupun Kode Etik Profesi Notaris. Notaris adalah merupakan suatu profesi, karena itu, terhadapnya perlu diberikan
aturan etika profesi dalam bentuk kode etik, di samping diberikan kepadanya tempat
Universitas Sumatera Utara
28
bernaung dalam suatu organisasi profesi Notaris yang disebut dengan Ikatan Notaris Indonesia, atau yang disingkat dengan INI.
25
Notaris dalam profesinya sesungguhnya adalah merupakan pejabat umum, yang dengan akta-aktanya akan menimbulkan alat-alat pembuktian tertulis dan
mempunyai sifat otentik, sehingga dengan adanya peran Notaris akan mendorong masyarakat untuk mempergunakan alat-alat pembuktian tertulis otentik. Oleh
karena itu Notaris harus aktif dalam pekerjaannya dan bersedia melayani masyarakat manapun juga yang membutuhkan jasa-jasanya.
Negara merasa perlu menata kelembagaan notariat melalui sejumlah pembatasan-pembatasan,
mengingat kewenangan
lembaga Notariat
diabdikan sepenuhnya untuk kepentingan yang lebih tinggi, yakni kepentingan masyarakat.
Garis kewenangan formal yang diderivasi dari kekuasaan umum inilah yang membedakan jabatan Notaris dengan profesi-pofesi lainnya.
26
Berdasarkan hal di atas, pembatasan-pembatasan yang dimaksud dapat berupa peraturan yang mengikat di kalangan notaris self regulation yang diwujudkan dalam
kode etik Notaris. Di dalam menjalankan tugas jabatannya, Notaris selain terikat dengan segala ketentuan yang tertuang dalam undang-undang, juga harus ikut serta
menegakkan ketertiban ditengah-tengah masyarakat.
25
H. M. N. Purwosujtipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Pengetahuan Dasar Hukum Dagang, Djambatan, Jakarta, 2007, halaman 16.
26
Irsyadul Anam Malaba, Pluralitas Organisasi Notaris Di antara Hak, Kebutuhan, Inefiensi dan Tafsir Pemerintah, Jurnal Renvoi, Nomor 2. 26. III Tahun Ketiga 2005, halaman 35.
Universitas Sumatera Utara
29
Sehubungan dengan pelaksanaan tugas jabatannya, maka Notaris harus dikontrol dengan Kode Etik Profesi, lebih lanjut Frans Hendra Winarta menyatakan
bahwa organisasi profesi memiliki kepentingan untuk memperoleh jaminan agar anggotanya menjalankan tugasnya dengan memenuhi standar etika profesi. Hal ini
sangat penting, mengingat profesi hukum merupakan profesi mulia atau luhur, yang sangat berkaitan dengan kepentingan umum.
27
Selain diikat oleh kode etik Notaris, dalam menjalankan tugas dan kewenangannya ada 3 tiga aspek yang harus diperhatikan Notaris pada saat
pembuatan akta. Aspek-aspek ini berkaitan dengan nilai pembuktian, yaitu:
28
1. Lahiriah uitwendige bewijskracht Kemampuan lahiriah akta Notaris, merupakan kemampuan akta itu sendiri
untuk membuktikan keabsahannya sebagai akta otentik acta publica probant sese ipsa. Jika dilihat dari luar lahirnya sebagai akta otentik serta sesuai dengan aturan
hukum yang sudah ditentukan mengenai syarat akta otentik, maka akta tersebut berlaku sebagai akta otentik, sampai terbukti sebaliknya, artinya sampai ada yang
membuktikan bahwa akta tersebut bukan akta otentik secara lahiriah. Dalam hal ini beban pembuktian ada pada pihak yang menyangkal keotentikan akta Notaris.
Parameter untuk menentukan akta Notaris sebagai akta otentik, yaitu tanda tangan
27
Frans Hendra Winarta, Persepsi Sebagian Masyarakat Terhadap Profesi Hukum Di Indonesia, Media Notariat, Edisi Oktober – Desember 2003, Nomor 3, CV. Pandeka Lima, Jakarta,
halaman 59.
28
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1988, halaman 123. R. Subekti, Hukum Acara Perdata, Bina Cipta, Bandung, 1989, halaman 93-94.
Universitas Sumatera Utara
30
dari Notaris yang bersangkutan, baik yang ada pada Minuta dan Salinan dan adanya awal akta mulai dari judul sampai akhir akta.
Nilai pembuktian akta Notaris dari aspek lahiriah, akta tersebut harus dilihat secara lahiriah tidak perlu dipertentangkan dengan alat bukti yang lainnya. Jika ada
yang menilai bahwa suatu akta Notaris tidak memenuhi syarat sebagai akta, maka yang bersangkutan wajib membuktikan bahwa akta tersebut secara lahiriah bukan
akta otentik. Penyangkalan atau pengingkaran bahwa secara lahiriah akta Notaris sebagai
akta otentik, bukan akta otentik, maka penilaian pembuktiannya harus didasarkan kepada syarat-syarat akta Notaris sebagai akta otentik. Pembuktian semacam ini harus
dilakukan melalui upaya gugatan ke pengadilan. Penggugat harus dapat membuktikan bahwa secara lahiriah akta yang menjadi objek gugatan bukan akta Notaris.
2. Formal formele bewijskracht Akta Notaris harus memberikan kepastian bahwa sesuatu kejadian dan fakta
tersebut dalam akta betul-betul dilakukan oleh Notaris atau diterangkan oleh pihak- pihak yang menghadap pada saat yang tercantum dalam akta sesuai dengan prosedur
yang sudah ditentukan dalam pembuatan akta Notaris. Secara formal untuk membuktikan kebenaran dan kepastian tentang hari, tanggal, bulan, tahun, pukul
waktu menghadap, dan para pihak yang menghadap, paraf dan tanda tangan para pihakpenghadap, saksi dan Notaris, serta membuktikan apa yang dilihat, disaksikan,
didengar oleh Notaris pada akta pejabatberita acara, dan mencatatkan keterangan atau pernyataan para pihakpenghadap pada akta pihak.
Universitas Sumatera Utara
31
Jika aspek formal dipermasalahkan oleh para pihak, maka harus dibuktikan dari formalitas dari akta, yaitu harus dapat membuktikan ketidakbenaran hari,
tanggal, bulan, tahun, dan pukul menghadap, membuktikan ketidakbenaran mereka yang menghadap, membuktikan ketidakbenaran apa yang dilihat, disaksikan dan
didengar oleh Notaris, juga harus dapat membuktikan ketidakbenaran pernyataan atau keterangan para pihak yang diberikandisampaikan di hadapan Notaris dan
ketidakbenaran tandatangan para pihak, saksi, dan Notaris ataupun ada prosedur pembuatan akta yang tidak dilakukan.
Dengan kata lain pihak yang mempermasalahkan akta tersebut harus melakukan pembuktian terbalik untuk menyangkal aspek formal dari akta Notaris.
Jika tidak mampu membuktikan ketidakbenaran tersebut, maka akta tersebut harus diterima oleh siapa pun.
Tidak dilarang siapa pun untuk melakukan pengingkaran atau penyangkalan atas aspek formal akta Notaris, jika yang bersangkutan merasa dirugikan atas akta
yang dibuat di hadapan Notaris atau yang dibuat oleh si Notaris.
29
Pengingkaran atau penyangkalan tersebut harus dilakukan dengan suatu gugatan ke pengadilan umum, dan penggugat harus dapat membuktikan bahwa ada
aspek formal yang dilanggar atau tidak sesuai dalam akta yang bersangkutan, misalnya bahwa yang bersangkutan tidak pernah merasa menghadap Notaris pada
hari, tanggal, bulan, tahun, dan pukul yang tersebut dalam awal akta, atau merasa
tanda tangan yang tersebut dalam akta bukan tanda tangan dirinya. Jika hal ini terjadi
29
Ibid
Universitas Sumatera Utara
32
bersangkutan atau penghadap tersebut untuk menggugat Notaris, dan penguggat harus dapat membuktikan ketidakbenaran aspek formal tersebut.
30
3. Materil materielebewijskracht
Merupakan kepastian tentang materi suatu akta, bahwa apa yang tersebut dalam akta merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang membuat
akta atau mereka yang mendapat hak dan berlaku untuk umum, kecuali ada pembuktian
sebaliknya tegenbewijs.
Keterangan atau
pernyataan yang
dituangkandimuat dalam akta pejabat atau berita acara, atau keterangan atau para pihak yang diberikandisampaikan di hadapan Notaris akta pihak dan para pihak
harus dinilai benar berkata yang kemudian dituangkandimuat dalam akta berlaku sebagai yang benar atau setiap orang yang datang menghadap Notaris yang
kemudianketerangannya dituangkandimuat dalam akta harus dinilai telah benar berkata.
Jika ternyata pernyataanketerangan para penghadap tersebut menjadi tidak benar berkata, maka hal tersebut tanggung jawab para pihak sendiri. Notaris terlepas
dari hal semacam itu. Dengan demikian isi akta Notaris mempunyai kepastian sebagai yang sebenarnya, menjadi bukti yang sah untukdi antara para pihak dan para ahli
waris serta para penerima hak mereka. Jika akan membuktikan aspek materil dari akta, maka yang bersangkutan
harus dapat membuktikan, bahwa Notaris tidak rnenerangkan atau menyatakan yang
30
G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, 1990, halaman 61.
Universitas Sumatera Utara
33
sebenarnya dalam akta akta pejabat, atau para pihak yang lelah benar berkata di hadapan Notaris menjadi tidak benar berkata, dan harus diiakukan pembuktian
terbalik untuk menyangkal aspek materil dari akta Notaris.
31
Ketiga aspek tersebut di atas merupakan kesempurnaan akta Notaris sebagai akta otentik dan siapa pun terikat oleh akta tersebut. Jika dapat dibuktikan dalam
suatu persidangan pengadilan, bahwa ada salah satu aspek tersebut tidak benar, maka akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di
bawah tangan atau akta tersebut didegradasikan kekuatan pembuktiannya sebagai akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan.
Setiap pekerjaan dan jabatan tentu dibarengi dengan hal-hal yang menjadi tanggung jawabnya. Dalam menjalankan praktiknya seorang notaries memiliki
kewajiban, kewenangan dan larangan atau pantangan. Kewajiban, kewenangan atau larangan merupakan inti dari praktik kenotaritan. Tanpa adanya ketiga elemen ini
maka profesi dan jabatan notaries menjadi tidak berguna. Penting bagi masyarakat mengetahui kewajiban, kewenangan dan larangan bagi notaries agar mereka mengerti
praktik kenotariatan sehingga tidak mudah tertipu oleh notaris, serta membantu negara dalam melakukan pengawasan terhadap para notaris.
3. Kewajiban Notaris