Dukungan Keluarga Dalam Merawat Anak Retardasi Mental Di SLB Padangsidimpuan
Dukungan Keluarga dalam Merawat Anak Retardasi Mental
di SLB Padangsidimpuan
Amy Gralfitrisia
Skripsi
Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara
(2)
(3)
PRAKATA
Syukur alhamdulillah peneliti sampaikan kehadirat Allah S.W.T karena berkat rahmat dan hidayah-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul ” Dukungan Keluarga Dalam Merawat Anak Keterbelakangan Mental Di SLB Padangsidimpuan”. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat menyelesaikan pendidikan Sarjana Keperawatan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.
Pada kesempatan ini peneliti mengucapan banyak terima kasih kepada dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS, selaku pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan, ibu Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS, selaku pembantu dekan II Fakuktas Keperawatan dan penguji I, dan bapak Ikhsanuddin Ahmad Harahap, S.Kp, MNS, selaku pembantu Dekan III Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.
Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak, baik yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu peneliti juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Siti Zahara, Nst, S.Kp, MNS, selaku dosen pembimbing yang senantiasa menyediakan waktu dan kesempatan untuk memberikan bimbingan, pengarahan, dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini. Juga ibu Lufthiani, S.Kep, Ns.M.Kes selaku penguji II, serta kepada seluruh staf pengajar dan administrasi di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.
(4)
Ucapan terima kasih yang paling dalam peneliti sampaikan juga teristimewa kepada Ayahanda dan Ibunda, yang menjadi motivator dalam hidupku, dan seluruh keluarga yang telah memberi dukungan baik moril maupun doa restu, serta rekan-rekan mahasiswa/i, teman-teman sejawat dan sahabat – sahabat penulis yang telah banyak membantu dan memberi semangat sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya peneliti mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu peneliti yang namanya tidak bisa disebutkan satu-persatu, harapan peneliti semoga skripsi ini bermanfaat demi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya profesi keperawatan.
Medan, Januari 2012 Peneliti
(5)
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul ... ...i
Halaman Pengesahan ... ..ii
Daftar Isi ... ..iii
Daftar Skema ... ...v
Daftar Tabel ... ..vi
BAB 1 Pendahuluan 1. Latar Belakang ... ....1
2. Pertanyaan Peneliti ... ....5
3. Tujuan Penelitian ... ....5
4. Manfaat Penelitian ... ....5
4.1 Bagi Pelayanan Keperawatan ... …5
4.1 Bagi Penelitian Keperawatan ... …6
4.1 Bagi Pendidikan Keperawatan ... …6
BAB 2 Tinjauan Pustaka 1. Konsep Keluarga ... ....7
1.1. Definisi Keluarga ... ....7
1.2. Struktur Keluarga... ....7
1.3. Tipe-Tipe Keluarga ... ..10
1.4 Fungsi Keluarga...12
1.5 Peran Keluarga...13
1.6 Peran Keluarga Dibidang Kesehatan ...13
1.7 Peran Keluarga Dalam Merawat Anak Retardasi mental...14
1.8 Dukungan Keluarga...15
2. Anak Retardasi Mental ... ..19
2.1. Definisi Retardasi Mental ... ..19
2.2. Ciri-ciri Retardasi Mental ... ..20
2.3. Klasifikasi Retardasi Mental ... ..21
2.4. Etiologi ... ..24
2.5. Patofisiologi... ..26
2.6. Pencegahan Retardasi Mental ... ..26
2.7. Kelainan Yang Menyertai ... ..27
2.8. Masalah Psikiatrik dan Perilaku pada Retardasi Mental...27
2.9. Latihan Dan Pendidikan Yang Dapat Diterima Anak Retardasi Mental...28
BAB 3 Kerangka Penelitian 1. Kerangka konseptual ... ..30
(6)
BAB 4 Metode Penelitian
1. Desain Penelitian ... ..33
2. Populasi dan Sampel ... ..33
2.1. Populasi ... ..33
2.2. Sampel ... ..33
3. Lokasi dan Waktu ... ..34
4. Pertimbangan Etik Penelitian ... ..34
5. Instrumen Penelitian ... ..35
5.1. Kuesioner Penelitian ... ..35
5.2. Validitas dan Realibilitas ... ..36
6. Pengumpulan Data... ..37
7. Analisa Data ... ..38
BAB 5 Hasil Penelitian Dan Pembahasan 1. Hasil Penelitian ... ..39
2. Pembahasan ... ..44
BAB 6 kesimpulan 1. kesimpulan ... ..49
2. saran ... ..50
Daftar Pustaka Lampiran
1. Lembar Persetujuan Responden 2. Instrumen Penelitian
3. Lembar Persetujuan Ujian Sidang Proposal Penelitian 4. Lembar Bukti Bimbingan
5. Lembar Riwayat Hidup
6. Surat izin penelitian dari fakultas keperawatan
7. Surat selesai melakukan penelitian dari SLB Padangsidimpuan 8. Hasil penelitian
(7)
DAFTAR SKEMA
Halaman Skema 1. Kerangka Konseptual dalam Penelitian dukungan keluarga dalam
(8)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Definisi Operasional Penelitian ………31 Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Data Demografi keluarga anak
retardasi mental di SLB Padangsidimpuan………40 Tabel 2. Distribusi frekuensi dukungan keluarga dalam merawat anak retardasi
mental diSLB Padangsidimpua……….41 Tabel 3. Distribusi Frekuensi dukungan keluarga dalam merawat anak retardasi
mental berdasarkan aspek dukungan informasi di SLB Padangsidimpuan.……...41 Tabel 4. Distribusi Frekuensi dukungan keluarga dalam merawat anak retardasi
mental berdasarkan aspek dukungan penilaian di SLB Padangsidimpuan.………..42 Tabel 5. Distribusi Frekuensi dukungan keluarga dalam merawat anak retardasi
mental berdasarkani aspek dukungan instrumental di SLB Padangsidimpuan.………..43 Tabel 5. Distribusi Frekuensi dukungan keluarga dalam merawat anak retardasi
mental berdasarkani aspek dukungan emosional di SLB Padangsidimpuan.………...43
(9)
Judul : Dukungan Keluarga Dalam Merawat Anak Retardasi Mental Di SLB Padangsidimpuan
Nama Mahasiswa : Amy Gralfitrisia
NIM : 101121107
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Tahun : 2012
Abstrak
Setiap keluarga menginginkan semua anggota keluarganya dapat tumbuh dan berkembang secara normal terutama anak namun kadang kala tidak bisa didapat oleh keluarga yang memiliki anak yang lahir dengan retardasi mental.banyak masyarakat merasa memiliki anak cacat/ retardasi mental merupakan aib keluarga, hal ini karna ketidaktahuan keluarga dengan masalah anak retardasi mental dan kurangnya informasi yang didapat.
PBB memperkirakan terdapat 500 juta penyandang cacat diseluruh dunia. Di kebanyakan negara, sekurang – kurangnya satu dari setiap sepuluh orang penduduk menyandang kecacatan fisik, mental atau sensori, dan dalam semua segmen populasi, sekurang – kurangnya 25% terpengaruh oleh adanya kecacatan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang dukungan keluarga dalam merawat anak retardasi mental di SLB padangsidimpuan. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif, sampel diambil dengan metode total sampling dan instrumen yang digunakan berupa kuesioner. Data diolah dengan sistem komputerisasi dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentasi. pengumpulan data dilakukan tanggal 12 juli sampai 30 juli 2011. Uji reabilitas penelitian ini sebesar 0,7245 dengan menggunakan kr 21. Dari penelitian diperoleh hasil dukungan keluarga baik yaitu sebanyak (74%), yang terdiri dari dukungan informasi (72%),dukungan penilaian (81%), dukungan instrumental (67%), dan dukungan emosional (74%). Dukungan keluarga sangat penting dalam merawat anak retardasi, dan untuk meningkatkan rasa pecaya diri anak retardasi mental. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu perawat dalam memberikan informasi mengenai dukungan keluarga dalam merawat anak retardasi mental.
(10)
Judul : Dukungan Keluarga Dalam Merawat Anak Retardasi Mental Di SLB Padangsidimpuan
Nama Mahasiswa : Amy Gralfitrisia
NIM : 101121107
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Tahun : 2012
Abstrak
Setiap keluarga menginginkan semua anggota keluarganya dapat tumbuh dan berkembang secara normal terutama anak namun kadang kala tidak bisa didapat oleh keluarga yang memiliki anak yang lahir dengan retardasi mental.banyak masyarakat merasa memiliki anak cacat/ retardasi mental merupakan aib keluarga, hal ini karna ketidaktahuan keluarga dengan masalah anak retardasi mental dan kurangnya informasi yang didapat.
PBB memperkirakan terdapat 500 juta penyandang cacat diseluruh dunia. Di kebanyakan negara, sekurang – kurangnya satu dari setiap sepuluh orang penduduk menyandang kecacatan fisik, mental atau sensori, dan dalam semua segmen populasi, sekurang – kurangnya 25% terpengaruh oleh adanya kecacatan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang dukungan keluarga dalam merawat anak retardasi mental di SLB padangsidimpuan. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif, sampel diambil dengan metode total sampling dan instrumen yang digunakan berupa kuesioner. Data diolah dengan sistem komputerisasi dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentasi. pengumpulan data dilakukan tanggal 12 juli sampai 30 juli 2011. Uji reabilitas penelitian ini sebesar 0,7245 dengan menggunakan kr 21. Dari penelitian diperoleh hasil dukungan keluarga baik yaitu sebanyak (74%), yang terdiri dari dukungan informasi (72%),dukungan penilaian (81%), dukungan instrumental (67%), dan dukungan emosional (74%). Dukungan keluarga sangat penting dalam merawat anak retardasi, dan untuk meningkatkan rasa pecaya diri anak retardasi mental. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu perawat dalam memberikan informasi mengenai dukungan keluarga dalam merawat anak retardasi mental.
(11)
BAB 1 PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Sakit merupakan suatu kondisi yang tidak dapat dipisahkan dari peristiwa kehidupan seseorang, sakit dapat menyebabkan perubahan fisik, mental, dan sosial (Perry & Potter, 2005). kondisi ini tidak hanya berpengaruh pada individu yang mengalami sakit namun juga berpengaruh terhadap keluarga, dan sebaliknya keluarga juga mempunyai pengaruh dengan kondisi tersebut.
Menurut Doherty & champbell (1998) dalam Newton (2006) bahwa keluarga mempunyai pengaruh utama dalam kesehatan fisik dan mental setiap anggota keluarganya. Jadi peran keluarga adalah tinkah laku yang spesifik yang diharapkan oleh seseorang dalam konteks keluarga yang menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan individu dalam posisi dan situasi tertentu menurut Setiadi (2008) dalam penelitian Rizqika (2009).
Setiap keluarga menginginkan semua anggota keluarganya dapat tumbuh dan berkembang secara normal terutama anak. Namun hal ini kadang kala tidak bisa didapat oleh keluarga terutama orangtua yang anaknya lahir dengan beberapa kelainan, salah satunya adalah retardasi mental. Menurut AAMD (The American
Association For Mental Deficiency) retardasi mental adalah keadaan dimana
intelengensi umum berfungsi di bawah rata – rata, yang bermula sewaktu masa perkembangan dan disertai gangguan pada tingkah laku penyesuaian.
(12)
Retardasi mental bukan suatu penyakit walaupun retardasi mental merupakan hasil dari proses patologik di dalam otak yang memberikan gambaran keterbatasan terhadap intelektual dan fungsi adaptif. Retardasi mental dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan jiwa atau gangguan fisik lainnya (Judarwonto, 2009). Retardasi mental merupakan ciri yang berkaitan dengan sindrom down, dan keadaan ini memang agak kurang menyenangkan karena retardasi mental yang sedemikian ini merupakan kelompok retardasi mental dari yang berat sampai pada yang sedang. Jarang mereka dengan keadaan demikian dapat mencapai IQ sampai dengan 50. Diagnosa tersebut lebih mudah dibuat pada anak –anak yang lebih besar, namun lebih sukar pada bayi – bayi yang masih kecil.
Berdasarkan data dari Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kesejahteraan Sosial Departemen Sosial RI Tahun 2006 jumlah penyandang cacat adalah 2.364.000 jiwa termasuk penyandang cacat mental, sedangkan random survey Departemen Sosial tahun 1978 adalah 3,11 % dari jumlah penduduk Indonesia yang diperkirakan pada tahun 2002 sebesar 212.020.759 maka jumla penyandang cacat 6.593.846 orang, termasuk penyandang cacat mental sebesar 848.083 orang. Menurut Susenas tahun 2003 jumlah penyandang cacat retardasi mental adalah 237.590 jiwa, dan mental eks psikotik 150.519 orang. jumlah penyandang cacat tuna grahita adalah 3 % dari jumlah penduduk Indonesia atau sebesar 6 juta jiwa (Awan, 2008).
(13)
Perkiraan di Indonesia berkisar 1-3 persen penduduknya menderita kelainan ini. Empat insidennya sulit diketahui karena retardasi metal kadang-kadang tidak dikenali sampai anak-anak usia pertengahan dimana retardasinya masih dalam taraf ringan. Insiden tertinggi pada masa anak sekolah dengan puncak umur 10 sampai 14 tahun. Retardasi mental mengenai 1,5 kali lebih banyak pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan (Judarwonto, 2009).
Kecacatan yang paling banyak dialami adalah salah satunya mental retardasi (15,41%) . Sejak tahun 2008 anak cacat, penyandang cacat eks penyakit kronis digabungkan nomenklaturnya menjadi penyandang cacat sebagai upaya untuk menghindari double counting (Indarwati, 2009).
Data penduduk tahun 2002–2003 hasil Sensus Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) yang dilakukan antara Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Depkes RI diketahui jumlah penyandang cacat mental (retardasi mental) dan cacat otak di Indonesia sebanyak 1.324.410 jiwa, dengan jumlah penyandang retardasi mental dan cacat otak di Provinsi Sumatera Utara sebanyak 74.880 jiwa (KAPCI, 2005). Belum dapat diketahui, berapa data akurat jumlah penyandang cacat di Indonesia. Data tersebut masih terus memerlukan sistem pendataan yang cermat. Hal tersebut terhambat karena faktor ketidaktahuan keluarga dan masyarakat terhadap masalah kecacatan, budaya, stigma masyarakat, kutukan, isolasi, diskriminasi, prioritas rendah, terhadap penyandang cacat perempuan maupun laki-laki. Penyandang cacat merupakan salah satu masalah kesejahteraan sosial di Indonesia yang wajib mendapat perhatian (Indarwati, 2009).
(14)
Sebagaimana penelitian Muhammmad (2009) tentang peran keluarga terhadap proses penyembuhan pasien ganggguan jiwa (Studi Kasus di Yayasan Dian Atma Jaya Lawang Kabupaten Malang) menjelaskan bahwa peran keluarga terhadap proses penyembuhan pasien gangguan jiwa diantaranya: memberikan bantuan utama terhadap penderita gangguan jiwa, pengertian dan pemahaman tentang berbagai manifiestasi gejela-gejala sakit jiwa yang terjadi pada penderita, membantu dalam aspek administratrif dan finansial yang harus dikeluarkan dalam selama proses pengobatan penderita. Hal terpenting yang harus dilakukan adalah nilai dukungan dan kesedian menerima apa yang sedang dialami oleh penderita.
Orang yang paling banyak menanggung akibat dari keterbelakangan mental ini adalah orang tua dan keluarga anak tersebut. Saat yang krisis adalah ketika keluarga itu pertama kali menyadari bahwa anak mereka tidak normal seperti anak yang lainnya. Reaksi orang tua berbeda–beda tergantung pada berbagai faktor, misalnya apakah kecacatan tersebut dapat segera diketahuinya atau terlambat diketahuinya. Faktor lain yang sangat penting ialah derajat keterbelakangannya dan jelas tidaknya kecacatan tersebut terlihat orang lain (Somantri, 2006).
Surve awal yang peneliti lakukan di Sekolah Luar Biasa (SLB) Padangsidimpuan, ditemukan sebanyak 49 orang anak dengan berbagai usia. Berdasarkan data Evaluasi SLB Padangsidimpun, jumlah murid yang memiliki keterbelakangan mental sedang berjumlah 11 orang dan ringan sebanyak 38 orang.
(15)
Berdasarkan uraian di atas bahwa kelurga ikut memegang peranan penting dalam merawat anggota keluarga yang sakit dalam hal ini reterdasi mental dan dalam perkembangan yang bisa dicapai seorang anak. Oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan penelitian tentang dukungan keluarga dalam merawat anak retardasi mental di SLB Padangsidimpuan.
2. Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan dalam penelitian adalah :
2.1Bagaimana gambaran dukungan keluarga dalam merawat anak keterbelakangan mental di SLB Padangsidimpuan.
3. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :
3.1Mengidentifikasi dukungan keluarga dalam merawat anak retardasi mental di SLB Padangsidimpuan.
3.2Mengidentifikasi dukungan infomasional dalam merawat anak retardasi mental di SLB Padangsidimpuan.
3.3Mengidentifikasi dukungan penilaian dalam merawat anak retardasi mental di SLB Padangsidimpuan
3.4Mengidentifikasi dukungan instrumental dalam merawat anak retardasi mental di SLB Padangsidimpuan
3.5Mengidentifikasi dukungan emosional dalam merawat anak retardasi mental di SLB Padangsidimpuan.
(16)
4. Manfaat Penelitian 4.1 Pelayanan Keperawatan
Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan informasi kepada perawat komunitas maupun perawat keluarga tentang ganbaran dukungan keluarga dalam merawat anak keterbelakangan mental sehingga dapat menambah pengetahuan bagi perawat dalam memberikan pendidikan kesehatan dan konseling pada keluarga khususnya orangtua dalam upaya peningkatan perilaku adaptif dan dalam merawat anak keterbelakangan mental.
4.2 Penelitian Keperawatan
Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan informasi untuk penelitian yang akan datang dalam ruang lingkup yang sama.
4.3 Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi tambahan kepada pendidikan keperawatan khususnya keperawatan keluarga.
(17)
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
1. Konsep Keluarga 1.1 Definisi Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul serta tinggal disuatu tempat dibawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Depkes RI, 1998 dalam Santun S & Agus Citra D, 2008)
Menurut Friedman, 1998 dalam Santun S & Agus Citra D, (2008) keluarga merupakan kesatuaan dari orang-orang yang terikat dalam perkawinan, ada hubungan darah, atau adopsi dan tinggal dalam satu rumah.
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lainnya, dan di dalamnya terdapat peranan dari masing-masing anggota, menciptakan serta mempertahankan kebudayaan yang telah ada (Salvicion G Baillon dan Aracelis Maglaya dalam Sujono Riyadin, 2009).
1.2 Struktur Keluarga
Menurut Friedman dalam Satun Setiawati (2008) menyebutkan elemen struktur keluarga terdiri dari:
(18)
1). Struktur peran keluarga
a. Struktur peran keluarga; menggambarkan peran masing-masing anggota keluarga baik didalam keluarganya sendiri maupun peran dilingkungan masyarakat.
b. Nilai atau norma keluarga; menggambarkan nilai dan norma yang dipelajari dan diyakini dalam keluarga.
c. Pola komunikasi keluarga; menggambarkan bagaimana cara dan pola komunikasi diantara orang tua, orang tua dan anak, diantara anggota keluarga ataupun dalam keluarga besar.
d. Struktur kekuatan keluarga, menggambarkan kemampuan anggota keluarga untuk mengendalikan atau mempengaruhi orang lain dalam perubahan prilaku ke arah positif.
2). Ciri-ciri struktur keluarga
Menurut Satun Setiawati (2008) ciri-ciri struktur keluarga yaitu: a. Terorganisasi
Keluarga adalah cerminan organisasi, dimana masing-masing anggota keluarga memiliki peran dan fungsi masing-masing sehingga tujuan keluarga dapat tercapai.
b. Keterbatasan
Dalam mencapai tujuan, setiap anggota keluarga memiliki peran dan tanggung jawabnya masing-masing sehingga dalam berinteraksi setiap anggota tidak bisa semena-mena, tetapi mempunyai keterbatasan yang dilandasi oleh tanggung jawab, masing-masing anggota keluarga.
(19)
c. Perbedaan dan kekhususan
Adanya peran yang beragam dalam keluarga menunjukkan masing – masing anggota keluarga mempunyai peran dan fungsi yang berbeda dan hak seperti halnya peran ayah sebagai pencari nafkah utama, peran ibu yang merawat anak-anak.
3). Dominasi struktur keluarga
Menurut Satun Setiawati (2008), dominasi struktur keluarga terbagi menjadi tiga bagian yaitu :
1). Dominasi jalur hubungan darah
a) Patrilineal : Keluarga yang dihubungkan atau disusun melalui jalur garis ayah.
b) Matrilineal : Keluarga yang dihubungkan atau disusun melalui jalur garis ibu.
2). Dominasi keberadaan tempat tinggal
a) Patrilokal: Keberadaan tempat tinggal satu keluarga yang tinggal dengan keluarga dari pihak suami.
b) Matrilokal: Keberadaan tempat tinggal satu keluarga yang tinggal dengan keluarga sedarah dari pihak istri.
3). Dominasi pengambilan keputusan
1) Patriakal : Dominasi pengambilan keputusan ada pada pihak suami. 2) Matriakal : Dominasi pengambilan keputusan ada pada pihak istri.
(20)
1.3 Tipe-tipe Keluarga
Keluarga yang memerlukan pelayanan kesehatan berasal dari berbagai macam pola kehidupan. Sesuai dengan perkembangan sosial maka tipe keluarga juga berkembang mengikutinya. Berikut adalah berbagai tipe keluarga menurut Sri Setyowati (2008):
1. Tipe keluarga tradisional
a. Keluarga Inti : yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami, istri, dan anak ( kandung atau angkat ).
b. Keluarga Besar : yaitu keluarga inti yang ditambah dengan keluarga lain yang mempunyai hubungan darah.
c. Keluarga Dyad : yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami dan istri tanpa anak.
d. Single Parent : yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari satu orang tua (ayah/ibu) dengan anak (kandung/angkat). Kondisi ini dapat disebabkan oleh perceraian atau kematian.
e. Single Adult : yaitu suatu rumah tangga yang hanya terdiri seorang dewasa (misalnya, seorang yang telah dewasa kemudian tinggal kost untuk bekerja atau kuliah).
2. Tipe keluarga non tradisional
a. The unmarriedteenege mather : keluarga yang terdiri dari orang tua
(terutama ibu) dengan anak dari hubungan tanpa nikah. b. The stepparent family : keluarga dengan orang tua tiri.
(21)
c. The stepparent family: beberapa keluarga yang tidak ada hubungan saudara hidup bersama dalam satu rumah, sumber dan fasilitas yang sama, pengalaman yang sama : sosialisasi anak dengan melalui aktivitas kelompok atau membesarkan anak bersama.
d. The non marital heterosexual cohibitang family : keluarga yang hidup
bersama dan berganti – ganti pasangan tanpa melalui pernikahan.
e. Gay dan lesbian family : seseorang yang mempunyai persamaan sex hidup
bersama sebagaimana pasangan suami istri.
f. Cohabiting couple : orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan
perkawinan karena beberapa alasan tertentu.
g. Group marriage family : beberapa orang dewasa menggunakan alat – alat
rumah tangga bersama yang saling merasa sudah menikah, berbagi sesuatu termasuk sexual dan membersarkan anaknya.
h. Group network family : keluarga inti yang dibatasi set aturan atau nilai – nilai, hidup bersama atau berdekatan satu sama lainnya dan saling menggunakan barang – barang rumah tangga bersama, pelayanan, dan tanggung jawab membesarkan anaknya.
i. Foster family : keluarga yang menerima anak yang tidak ada hubungan
keluarga atau saudara didalam waktu sementara, pada saat orang tua anak tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali keluarga yang aslinya.
(22)
j. Homeless family : keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan yang permanen karena krisis personal yang dihubungkan dengan ekonomi dan atau problem kesehatan mental.
k. Gang : sebuah bentuk keluarga yang destruktif dari orang – orang muda yang mencari ikatan emosional dan yang mempunyai perhatian tetapi berkembang dalam kekerasan dan kriminal dalam kehidupannya.
1.4 Fungsi keluarga
Fungsi keluarga menurut Friedman (1986) adalah: a. Fungsi Afektif
Fungsi afektif adalah fungsi internal keluarga sebagai dasar kekuatan keluarga. Didalamnva terkait dengan saling mengasihi, saling mendukung dan saling menghargai antar anggota keluarga.
b. Fungsi Sosialisasi
Fungsi sosialisasi adalah fungsi yang mengembangkan proses interaksi dalam keluarga. Sosialisasi dimulai sejak lahir dan keluarga merupakan tempat individu untuk belajar bersosialisasi.
c. Fungsi Reproduksi
Fungsi reproduksi adalah fungsi keluarga untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya manusia.
d. Fungsi Ekonomi
Fungsi ekonomi adalah fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarganya yaitu: makan, pakaian, dan tempat tinggal.
(23)
f. Fungsi Perawatan Kesehatan
Fungsi perawatan kesehatan adalah fungsi keluarga untuk mencegah terjadinya masalah kesehatan dan merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan.
1.5 Peran Keluarga
Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat. Berbagai peranan yang terdapat di dalam keluarga adalah sebagai berikut :
1. Peranan Ayah : Ayah sebagai pemimpin keluarga mempunyai peran sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung/ pengayon, pemberi rasa aman bagi setiap anggota keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial tertentu.
2. Peranan Ibu: ibu sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik anak- anak, pelindung keluarga dan pencari nafkah tambahan keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat sosial tertentu.
3. Peran Anak: Anak-anak melaksanakan peranan psikosial sesuai dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial, dan spiritual (Seriadi, 2008)
1.6 Peran Keluarga dibidang kesehatan
Keluarga juga berperan atau berfugsi unruk melaksanakan praktek asuhan kesehatan, yaitu untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan dan atau
(24)
merawat anggota keluarga yang sakit. Kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan kesehatan memengaruhi status kesehatan keluarga. Kesanggupan keluarga melaksanakan pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dan tugas kesehatan keluarga yang dilaksanakan. Keluarga yang dapat melaksanakan tugas keseharan berarti sanggup menyelesaikan masalah kesehatan (Setyowati, 2008).
Tugas kesehatan keluarga adalah sebagai berikut: 1. Mengenal masalah kesehatan.
2. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat. 3. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit.
4. Mempertahankan atau menciptakan suasana rumah yang sehat.
5. Mempertahankan hubungan dengan (menggunakan) fasilitas kesehatan masyarakat (Setyowati, 2008).
1.7 Peran Keluarga Dalam Merawat Anak Retardasi Mental
Orang tua hendaknya memperhatikan benar perawatan diri anak retardasi mental, sehubungan dengan fungsi peran anak dalam merawat diri kurang. Orang tua perlu mengetahui bahwa anak yang menderita retardasi mental bukanlah kesalahan dari mereka, tetapi merupakan kesalahan orang tua seandainya tidak mau berusaha mengatasi keadaan anak yang retardasi mental. Menyarankan kepada orang tua anak retardasi mental, agar anak tersebut dimasukkan di dalam pendidikan atau latihan khusus yaitu di Sekolah Luar Biasa agar mendapat perkembangan yang optimal 2010). Anak dengan Retardasi mental bisa dilatih agar tak terlalu bergantung.
(25)
Ashinfina Handayani dalam wila (2009), mengatakan hal pertama yang perlu diberikan kepada anak dengan Retardasi mental adalah kepercayaan diri dalam melakukan sesuatu. Caranya, di antaranya orang-orang terdekat harus selalu diberikan pujian atas apa yang telah dilakukan, meskipun hasilnya tidak sempurna. Dengan begitu, si anak merasa apa yang dia lakukan sudah benar. "Sehingga, timbul rasa percaya diri, berani tampil di depan orang lain. Minimal dia merasa diperhatikan
Yang dibutuhkan anak Retardasi mental menurut wila kertia,(2009) yaitu :
1. Keikhlasan dan kekompakan orang tua beserta anggota keluarga lainnya 2. Kerja keras orang tua, tidak sekadar menunggu keajaiban anak bisa
mandiri.
3. Pendidikan dan pelatihan kemampuan sosial 4. Toilet training
5. Pendekatan perilaku
6. Upaya menumbuhkan kepercayaan diri dan penghargaan atas apa yang telah dikerjakan.
7. Sering konsultasi kepada ahli 8. Nutrisi dan stimulans yang cukup.
1.8 Dukungan Keluarga
Menurut Friedman (1998) dalam Akhmadi (2009), dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap
(26)
memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Jenis dukungan keluarga ada empat yaitu : dukungan instrumental, dukungan informasional, dukungan penilaian , dan dukungan emosional. Studi-studi tentang dukungan keluarga telah mengkopseptulisasi dukungan social sebagai koping keluarga, baik dukungan- dukungan yang bersifat eksternal maupun internal terbukti sangat bermanfaat (Setiadi, 2008).
1).Fungsi dukungan keluarga
Caplan (1964) dalam Akhmadi (2009), menjelaskan bahwa keluarga memiliki beberapa fungsi dukungan yaitu:
a.Dukungan informasional
Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminator (penyebar) informasi tentang dunia. Menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi yang dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari dukungan ini adalah dapat menekan munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi.
b. Dukungan penilaian
Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator indentitas anggota keluarga diantaranya memberikan support, penghargaan, perhatian.
(27)
c.Dukungan instrumental
Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit, diantaranya: kesehatan penderita dalam hal kebutuhan makan dan minum, istirahat, terhindarnya penderita dari kelelahan.
d. Dukungan emosional
Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Aspek-aspek dari dukungan emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan didengarkan.
2). Sumber dukungan keluarga
Dukungan sosial keluarga mengacu kepada dukungan sosial yang dipandang oleh keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses/diadakan untuk keluarga (dukungan sosial bisa atau tidak digunakan, tetapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan). Dukungan sosial keluarga dapat berupa dukungan sosial kelurga internal, seperti dukungan dari suami/istri atau dukungan dari saudara kandung atau dukungan sosial keluarga eksternal (Friedman, 1998) dalam Akhmadi (2009).
3). Manfaat dukungan keluarga
Dukungan sosial keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan sosial berbeda-beda dalam berbagai tahap-tahap siklus kehidupan. Namun demikian, dalam semua tahap-tahap siklus kehidupan, dukungan sosial keluarga membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai
(28)
kepandaian dan akal. Sebagai akibatnya, hal ini meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga (Friedman, 1998) dalam Akhmadi (2009).
Wills (1985) dalam Akhmadi (2009), menyimpulkan bahwa baik efek-efek penyangga (dukungan sosial menahan efek-efek negatif dari stres terhadap kesehatan) dan efek-efek utama (dukungan sosial secara langsung mempengaruhi akibat-akibat dari kesehatan) pun ditemukan. Sesungguhnya efek-efek penyangga dan utama dari dukungan sosial terhadap kesehatan dan kesejahteraan boleh jadi berfungsi bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan sosial yang adekuat terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit dan dikalangan kaum tua, fungsi kognitif, fisik dan kesehatan emosi (Ryan dan Austin, Friedman(1998), dalam Akhmadi (2009).
4). Faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga
Menurut Friedman (1998) dalam Akhmadi (2009), ada bukti kuat dari hasil penelitian yang menyatakan bahwa keluarga besar dan keluarga kecil secara kualitatif menggambarkan pengalaman-pengalaman perkembangan. Anak-anak yang berasal dari keluarga kecil menerima lebih banyak perhatian daripada anak-anak dari keluarga yang besar. Selain itu, dukungan yang diberikan orangtua (khususnya ibu) juga dipengaruhi oleh usia.
ibu yang masih muda cenderung untuk lebih tidak bisa merasakan atau mengenali kebutuhan anaknya dan juga lebih egosentris dibandingkan ibu-ibu yang lebih tua.Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga lainnya adalah kelas sosial ekonomi orangtua. Kelas sosial ekonomi disini meliput i tingkat pendapatan atau pekerjaan orang tua dan tingkat pendidikan. Dalam
(29)
keluarga kelas menengah, suatu hubungan yang lebih demokratis dan adil mungkin ada, sementara dalam keluarga kelas bawah, hubungan yang ada lebih otoritas atau otokrasi. Selain itu orang tua dengan kelas sosial menengah mempunyai tingkat dukungan, afeksi dan keterlibatan yang lebih tinggi daripada orang tua dengan kelas sosial bawah.
2. Anak Retardasi Mental 2.1 Definisi Retardasi Mental
Definisi yang dikemukakan oleh lCD 10 (WHO Geneva, 1992 dalam Lumbantobing, 2001), retardasi mental ialah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh adanya hendaya
(impairment) keterampilan (kecakapan, skills) selama masa perkembangan,
sehingga berpengaruh pada semua tingkat intehgensia, yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial.
Selanjutnya Nelson Waldo E. (2001) menambahkan retardasi mental adalah keadaan yang penting secara klinis, sosial. Kelainan ini ditandai oleh keterbatasan kemampuan yang diakibatkan oleh gangguan yang bermakna dalam inteligensi yang terukur dan perilaku penyesuaian diri (adaptasi). Reterdasi mental juga mencakup status sosial, hal ini dapat lebih menyebabkan kecacatan daripada cacat khusus itu sendiri. Karena batas-batas antara “normalitas” dan “retardasi” sulit digambarkan.
Anak retardasi mental adalah anak – anak yang mengalami keadaan perkembangan daya pikir yang kurang atau tidak lengkap, termasuk kecacatan
(30)
dalam fungsi intelektual dan sosial. Anak – anak dengan masalah mental juga mengalami masalah dalam pembelajaran karena tingkat mental yang rendah dan kurang memiliki kemampuan dalam menjalani aktivitas sehari–sehari (muhammad, 2008).
lstilah Retardasi mental digunakan jika intelegensi dan kemampuan seorang anak untuk bereaksi terhadap lingkungan sekitarnya secara mencolok di bawah rata-rata dan mempengaruhi cara dia belajar serta mengembangkan keterampilan yang baru. Semakin berat keterbelakangan ini, semakin tidak ma- tang tingkah laku anak tersebut untuk usianya (Shelov, 2005).
Banyak ahli setuju bahwa karakteristik orang dengan Retardasi mental berkembang dicara yang sama seperti orang tanpa retardasi mental, tetapi pada tingkat yang lebih lambat. Lain-lain menunjukkan bahwa orang-orang dengan retardasi mental memiliki kesulitan dalam khusus bidang pemikiran dasar dan pembelajaran seperti perhatian, persepsi, atau memori. Tergantung pada sejauh mana penurunan - ringan, sedang, berat, atau mendalam - individu dengan retardasi mental akan mengembangkan berbeda dalam, sosial, dan keterampilan kejuruan akademik (Nichcy, 1997).
2.2. Ciri-ciri Retardasi Mental
Anak-anak cacat mental berbeda dari anak-anak lain dalam aspek berikut: Proses kognitif (terbatas dan menghambat prestasi dalam bidang akademis); Pemerolehan dan penggunaan bahasa: kurang benar dalam hal struktur dan maknanya; Kemampuan fisik dan motorik (termasuk penglihatan dan
(31)
pendengaran serta penggunaan motorik ringan); Ciri-ciri pribadi dan sosial (kurang daya konsentrasi, bermasalah dalam tingkah laku) (Muhammad, 2008).
Adapun cici – cirri yang lainnya yaitu lambatnya ketrampilan ekspresi dan resepsi bahasa, Gagalnya melewati tahap perkembangan yang utama, Lingkar kepala diatas atau dibawah normal (kadang-kadang lebih besar atau lebih kecil dari ukuran normal), Kemungkinan lambatnya pertumbuhan Kemungkinan tonus otot abnormal (lebih sering tonus otot lemah).(mimi ilmiyati, 2010).
2.3. Klasifikasi Retardasi Mental
Klasifikasi retardasi mental menurut DSM-IV-TR dalam judarwanto (2009) yaitu: 1. Retardasi mental berat sekali
IQ dibawah 20 atau 25. Sekitar 1 sampai 2 % dari orang yang terkena retardasi mental.
2. Retardasi mental berat
IQ sekitar 20-25 sampai 35-40. Sebanyak 4 % dari orang yang terkena retardasi mental.
3. Retardasi mental sedang
IQ sekitar 35-40 sampai 50-55. Sekitar 10 % dari orang yang terkena retardasi mental.
4. Retardasi mental ringan
IQ sekitar 50-55 sampai 70. Sekitar 85 % dari orang yang terkena retardasi mental. Pada umunya anak-anak dengan retardasi mental ringan tidak dikenali sampai anak tersebut menginjak tingkat pertama atau kedua disekolah.
(32)
Klasifikasi menurut DSM IV (American Psychiatric Association,
Washington, 1994) yang dikutip Lumbantobing (2001), bahwa terdapat 4 tingkat
gangguan intelektual, yaltu : ringan, sedang, berat dan sangat berat.
1). Retardasi mental ringan
Retardasi mental ringan ini secara kasar setara dengan kelompok retardasi yang dapat dididik (educable). Kelompok ini membentuk sebagian besar (sekitar 85%) dan kelompok retardasi mental. Pada usia prasekolah (0-5 tahun) dapat mengembangkan kecakapan sosial dan komunikatif, mempunyai sedikit hendaya dalam bidang sensorimotor, dan sering tidak dapat dibedakan dan anak yang tanpa retardasi mental, sampai pada usia yang lebih lanjut. Pada usia remaja, mereka dapat memperoleh kecakapan akademik sampai setara kira-kira tingkat enam (kelas 6 SD). Sewaktu masa dewasa, mereka biasanya dapat menguasai kecakapan sosial dan vokasional cukup sekedar untuk berdikari, namun mungkin membutuhkan supervisi, bimbingan dan pertolongan, terutama bila mengalami tekanan sosial atau tekanan ekonomi. Dengan bantuan yang wajar, penyandang retardasi mental ringan biasanya dapat hidup sukses di dalam masyarakat, baik secara berdikari atau dengan pengawasan.
2). Retardasi mental sedang
Retardasi mental sedang secara kasar setara dengan kelompok yang biasa disebut: dapat dilatih (trainable). Kelompok individu dan tingkat retardasi ini mernperoleh kecakapan komunikasi selama masa anak dini. Mereka rnemperoleh manfaat dan latihan vokasiona, dan dengan pengawasan yang sedang dapat mengurus atau merawat din sendiri. Anak tersebut dapat memperoleh manfaat dari
(33)
latihan kecakapan sosial dan akupasional namun rnungkin tidak dapat rnelampaui pendidikan akademik Iebih dari tingkat 2 (kelas 2 SD). Mereka dapat bepergian di Iingkungan yang sudah dikenal.
3). Retardasi mental berat
Kelompok retardasi mental ini membentuk 3-4% dari kelompok retardasi mental. Selama masa anak-anak sedikit saja atau tidak mampu berkomunikasi bahasa. Sewaktu usia sekolah mereka dapat belajar bicara dan dapat dilatih dalam kecakapan mengurus diri yang sederhana. Sewaktu usia dewasa mereka dapat melakukan kerja yang sederhana bila diawasi secara ketat. Kebanyakan dapat menyesuaikan diri pada kehidupan di masyarakat bersama keluarganya, jika tidak didapatkan hambatan yang menyertai yang membutuhkan perawatan khusus.
4). Retardasi mental sangat berat
Kelompok retardasi mental sangat berat membentuk sekitar 1-2% dan kelompok retardasi mental. Pada sebagian besar individu dengan diagnosis ini dapat diidentifikasi kelainan neurologik, yang rnengakibatkan retardasi rnentalnya. Sewaktu masa anak-anak, menunjukkan gangguan yang berat dalam bidang sensorimotor. Perkembangan motorik dan mengtirus diri dan kemampuan komunikasi dapat ditingkatkan dengan latihan-latihan yang adekuat, Beberapa di antaranya dapat melakukan tugas sederhana di tempat yang disupervisi dan dilindungi.
Ada pakar yang mengklasifikasi retardasi mental atas 2 kelompok, yaitu: 1) retardasi mental patologik, yang gangguan mentalnya berat dan 2). retardasi
(34)
mental subkultural, fisiologik atau familial, yang gangguan mentalnya kurang berat (Lumbantobing, 2001).
2.4. Etiologi
Terdapat banyak penyebab cacat mental, seperti penyakit yang diderita semasa kehamilan, terusakan dalam metabolisme, penyakit pada otak polamal, daan yang tidak baik, dan perawatan yang tidak sesuai. Laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memaparkan bahwa 30% dari anak-anak yang cacat mental serius disebabkan oleh ketidaknormalan genetik, seperti down syndrom, 25% disebabkan oleh cerebrum palsy, 30% disebabkan oleh meningitis dan masalah pranatal sedangkan 15% sisanya belum dapat ditemakan (Muhammad, 2008),
Grossman (1983) dalam Muhammad (2008), memaparkan 9 faktor yang menjadi penyebab timbulnya cacat mental : penyakit yang disebabkan minuman keras, trauma, metabolisme atau pola makan yang tidak baik dan penyakit dalam otak, pengaruh saat masa kehamilan yang tidak diketahui, kromosom yang abnormal, gangguan semasa kehamilan, gangguan psikiatris dan pengaruh Iingkungan.
Anak yang mengalami retardasi mental dapat disebabkan beberapa faktor diantara faktor genetik atau juga kelainan dalam kromosom, faktor ibu selama hamil dimana terjadi gangguan dalam gizi atau penyakit pada ibu seperti rubella, atau adanya virus lain atau juga faktor setelah lahir dimana dapat terjadi kerusakan otak apabila terjadi infeksi seperti terjadi meningitis, ensefalitis, dan lain-lain (Hidayat, 2005).
(35)
Etiologi retardasi mental menggambarkan pengaruh kait-mengkait antara faktor bakat (turunan) dan faktor lingkungan. Menurut Lumbantobing (2001) penyebab atau yang dicurigai sebagai penyebab retardasi mental (RM) antara faktor bakat (turunan) dan faktor lingkungan. Dalam mengkaji etiologi retardasi mental perlu disimak 3 faktor berikut, yaitu:
1. Predisposisi genetik, termasuk kepekaan yang dipengaruhi oleh faktor genetik terhadap agens atau faktor ekologis.
2. Faktor lingkungan yang dapat mengganggu organisme yang sedang tumbuh, misalnya keadaan nutrisi, radiasi, dan juga keadaan lingkungan psikososial. 3. Waktu terjadinya pemaparan, saat terjadinya pemaparan dapat memengaruhi
beratnya kerusakan.
Ternyata gangguan gizi yang berat dan yang berlangsung lama sebelum umur 4 tahun sangat memepengaruhi perkembangan otak dan dapat juga mengakibatkan retardasi mental. Keadaan dapat diperbaiki dengan memperbaiki gizi sebelum umur 6 tahun, sesudah ini biarpun anak itu dibanjiri dengan makanan bergizi, intelegensi yang rendah itu sudah sukar ditingkatkan.
Beberapa penyebab retardasi mental yang dapat dicegah atau diobati Selain penyebab di atas, masih banyak penyebab retardasi mental yang dapat dicegah dan diobati dan cukup banyak pula yang penyebabnya sampai saat ini belum dapat diobati. Di antara penyebab yang dapat dicegah yaitu asfiksia lahir dan trauma lahir, infeksi, malnutrisi berat dan defisiensi yodium (Lumbantobing, 2001).
(36)
2.5. Patofisiologi
Retardasi mental merujuk pada keterbatasan nyata fungsi hidup sehari-hari. Retardasi mental ini termasuk kelemahan atau ketidakmampuan kognitif yang muncul pada masa kanak-kanak ( sebelum usia 18 tahun ) yang ditandai dengan fungsi kecerdasan di bawah normal ( IQ 70 sampai 75 atau kurang ) dan disertai keterbatasan-keterbatasan lain pada sedikitnya dua area fungsi adaftif : berbicara dan berbahasa, kemampuan/ketrampilan merawat diri, kerumahtanggaan, ketrampilan sosial, penggunaan sarana-sarana komunitas, pengarahan diri , kesehatan dan keamanan, akademik fungsional, bersantai dan bekerja. Penyebab retardasi mental bisa digolongkan kedalam prenatal, perinatal dan pasca natal. Diagnosis retardasi mental ditetapkan secara dini pada masa kanak-kanak (Mimi Ilmiyati, 2010).
2.6. Pencegahan Retardasi Mental
Menurut Judarwanto (2009) pencegahan anak retardasi mental yaitu:
1. Pencegahan primer : dapat dilakukan dengan pendidikan kesehatan pada masyarakat, perbaikan keadaan-sosio ekonomi, konseling genetik dan tindakan kedokteran (umpamanya perawatan prenatal yang baik, pertolongan persalinan yang baik, kehamilan pada wanita adolesen dan diatas 40 tahun dikurangi dan pencegahan peradangan otak pada anak-anak).
2. Pencegahan sekunder : meliputi diagnosa dan pengobatan dini peradangan otak, perdarahan subdural, kraniostenosis (sutura tengkorak menutup terlalu cepat,
(37)
dapat dibuka dengan kraniotomi; pada mikrosefali yang kogenital, operasi tidak menolong).
3. Pencegahan tersier merupakan pendidikan penderita atau latihan khusus sebaiknya disekolah luar biasa. Dapat diberi neuroleptika kepada yang gelisah, hiperaktif atau dektrukstif.
Konseling kepada orang tua dilakukan secara fleksibel dan pragmatis dengan tujuan antara lain membantu mereka dalam mengatasi frustrasi oleh karena mempunyai anak dengan retardasi mental. Orang tua sering menghendaki anak diberi obat, oleh karena itu dapat diberi penerangan bahwa sampai sekarang belum ada obat yang dapat membuat anak menjadi pandai, hanya ada obat yang dapat membantu pertukaran zat (metabolisme) sel-sel otak.
2.7. Kelainan yang Menyertai
Retardasi mental sering disertai kerusakan otak yang fokal atau yang luas, dan sering disertai gangguan susunan saraf pusat lainnya. Lumpuh otak (cerebral palsy), epilepsi, gangguan visus, dan pendengaran, lebih sering dijumpai pada penyandang retardasi mental daripada populasi umum (Lumbantobing, 2001).
2.8. Masalah Psikiatrik dan Perilaku pada Retardasi Mental
Anak dengan retardasi mental jauh lebih banyak yang menunjukkan abnormalitas psikiatrik yang sedang dan berat dibanding anak dengan inteligensi normal. Dan penelitian di Swedia didapatkan bahwa lebih dari setengah anak sekolah dengan retardasi ringan dan hampir duapertiga dari mereka dengan
(38)
retardasi mental dapat menderita masalah psikiatrik dan perilaku yang berat (Gillberg et al, 1986 dalam Lumbantobing, 2001).
2.9. Latihan Dan Pendidikan Yang Dapat Diterima Anak Retardasi Mental
Menurut jevuska (2010), Latihan dan pendidikan yang diberikan kepada anak retardasi mental yaitu:
a). Pendidikan anak dengan retardasi mental secara umum ialah:
1. Mempergunakan dan mengembangkan sebaik-baiknya kapasitas yang ada. 2. Memperbaiki sifat-sifat yang salah atau yang anti sosial.
3. Mengajarkan suatu keahlian (skill) agar anak itu dapat mencari nafkah kelak.
Latihan anak-anak ini lebih sukar dari pada anak-anak biasa karena perhatian mereka mudah sekali tertarik kepada hal-hal yang lain. Harus diusahakan untuk mengikat perhatian mereka dengan merangsang panca indera, misalnya dengan alat permainan yang berwarna atau yang berbunyi, dan semuanya harus konkrit, artinya dapat dilihat, didengar dan diraba. Prinsip-prinsip ini yang mula - mula dipakai oleh fiabel dan Pestalozzi, sehingga sekarang masih digunakan ditaman kanak-kanak (Judarwanto, 2009).
b). Latihan diberikan secara kronologis dan meliputi :
1. Latihan rumah: pelajaran-pelajaran mengenai makan sendiri, berpakaian sendiri, kebersihan badan.
(39)
3. Latihan teknis: diberikan sesuai dengan minat, jenis kelamin dan kedudukan sosial.
4. Latihan moral: dari kecil anak harus diberitahukan apa yang baik dan apa yang tidak baik. Agar ia mengerti maka tiap-tiap pelanggaran disiplin perlu disertai dengan hukuman dan tiap perbuatan yang baik perlu disertai hadiah.
(40)
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
1. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual adalah abstraksi dari suatu realita agar dapat merekomendasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antar variabel (baik variabel yang diteliti maupun variabel yang tidak diteliti).
Keluarga yang dapat melaksanakan tugas kesehatan yang berkaitan dengan masalah kesehatan keluarganya. Pada anak keterbelakangan mental, peran keluarga sangat dibutuhkan khususnya dalam memberikan perawatan, dan pendidikan yang dibutuhkan anak keterbelakangan mental. Kerangka konsep dalam penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bagaimana dukungan keluarga dalam merawat anak keterbelakangan mental di SLB padangsidimpuan.
Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka konsep penelitian seperti di bawah ini
Dukungan keluarga dalam merawat anak retardasi mental :
- Dukungan informasi - Dukungan penilaian - Dukungan instrumental - Dukungan emosional
- Baik - Cukup - Kurang
(41)
Skema 1. Kerangka Konsep Penelitian Dukungan Keluarga Dalam Merawat Anak Retardasi Mental di SLB Padangsidimpuan
2. Definisi Operasional Variabel Definisi
Operasional
Alat Ukur
Cara Ukur Skala Ukur Hasil Ukur Dukungan keluarga Sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap anggota keluarga yang satu dengan yang lain. Kuesioner terdiri dari 20 pertanyaan
Wawancara Ordinal
Baik (14- 20) Cukup (7-13) Kurang (0-6) Dukungan informasi Tindakan yang berupa mencari informasi, memberi saran,nasehat, mengenai masalah keluarga Kuesioner Terdiri dari 5 pertanyaan, dengan bentuk pertanyaan positif
Wawancara Ordinal
Baik (4-5) Cukup (2-3) Kurang (0-1) Dukungan penelaian Tindakan membimbing, menangahi pemecahan masalah yaitu berupa memberikan suport, perhatian kepada keluarga atau orang lain Kuesioner Terdiri dari 5 petanyaan, dengan bentuk pertanyaan positif
Wawancara Ordinal
Baik (4- 5) Cukup (2-3) Kurang (0-1)
(42)
Dukungan instrumental Tindakan yang berupa sumber pertolongan akan kebutuhan keluarga, seperti memberikan pemenuhan nutrisi, istirahat, memberikan sarana. Kuesioner Terdiri dari 5 petanyaan, dengan bentuk pertanyaan positif Wawancara Ordinal
Baik (4- 5) Cukup (2-3) Kurang (0-1) Dukungan emosional Tindakan dan sikap yang membantu penguasaan terhadap emosi. Berupa adanya kepercayaan, memberikan perhatian, mendengarkan, dan memperhatikan Kuesioner Terdiri dari 5 petanyaan, dengan bentuk pertanyaan positif Wawancara Ordinal Baik (4-5) Cukup (2-3) Kurang (0-1)
(43)
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yaitu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui gambaran dukungan keluarga dalam merawat anak retardasi mental di SLB Padangsidimpuan.
2. Populasi dan Sampel 2.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh orang tua atau keluarga yang memiliki anak retardasi mental di SLB Padangsidimpuan sebanyak 49 orang. Jumlah tersebut diambil berdasarkan data pada bulan februari tahun 2011 dari SLB padangsidimpuan.
2.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan teknik tertentu untuk dapat mewakili populasi. Menurut Arikunto (2006) teknik pengambilan sampel dapat diambil berdasarkan keinginan peneliti sesuai dengan karakteritik populasi, teknik pengambilan sampel menggunakan total sampling. Ada beberapa sampel tidak bisa menjadi sampel, karena responden tidak ingin menjadi sampel, disebabkan responden tidak memiliki waktu untuk terlibat dalam penelitian. Maka besar sampel dalam penelitian ini sebanyak 43 orang.
(44)
Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:.
- Responden adalah orang tua ayah / ibu dan saudara kandungn (kakak maupun abang,) anak retardasi mental di SLB padangsidimpuan.
- Bersedia menjadi responden dalam penelitian ini
3. Lokasi dan Waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan di SLB Padangsidimpuan. Adapun alasan pemilihan lokasi ini adalah karena jumlah keluarga atau anak keterbelakangan mental mencukupi untuk dijadikan sampel penelitian. Pengambilan data dilakukan mulai dari 12 juli sampai 30 juli 2011 di SLB padangsidimpuan.
4. Pertimbangan Etik Penelitian
Penelitian ini dilakukan setelah mendapat izin dari Fakultas Keperawatan USU dan rekomendasi dari kepala sekolah SLB Padangsidimpuan dengan tujuan untuk melindungi hak-hak responden untuk menjamin kerahasian identitas dan kemungkinan terjadi ancaman terhadap responden.
Sebelum pelaksanaan penelitian, peneliti memperkenalkan diri terlebih dahulu dan menjelaskan maksud dan tujuan serta prosedur pelaksanaan peneltian. Apabila calon responden bersedia, maka responden dipersilahkan menandatangani imformed consent dan memberikan kuesioner untuk diisi. Jika dalam pengisian kuesioner responden kurang mengerti, maka peneliti akan memberikan penjelasan. Setelah seluruh kuesioner dijawab responden, kemudian dikembalikan kepada peneliti. Jika calon responden tidak bersedia, maka calon responden
(45)
berhak untuk menolak dan mengundurkan diri selama proses pengumpulan data berlangsung. Peneliti tidak memaksa dan tetap menghargai haknya.
Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak mencantumkan nama subjek pada lembar pengumpulan data yang diisi oleh responden. Lembar tersebut hanya diberi nomor kode tertentu. Kerahasiaan subjek dijamin oleh peneliti. Semua informasi yang diberikan responden dijamin kerahasiaannya oleh peneliti dan hanya digunakan untuk penelitian ini.
5. Instrumen Penelitian 5.1 Kuesioner Penelitian
Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti menggunakan pengumpulan data berupa kuisioner yang disusun sendiri oleh peneliti dengan berpedoman pada konsep dan tinjauan pustaka. Instrumen ini terdiri dari dua bagian yaitu data demografi dan data dukungan keluarga.
Kuesioner tentang data demografi meliputi: usia, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, tipe keluarga, dan penghasilan keluarga. Kuesioner dukungan keluarga terdiri dari 20 pertanyaan, yaitu 5 pertanyaan tentang dukungan informasi (nomor 1-5), 5 pernyataan tentang dukungan penilaian (nomor 6-10), 5 pernyataan tentang dukungan instrumental (nomor 11-15) dan 5 pertanyaan tentang dukungan emosional (nomor 16-20).
Aspek pengukuran dukungan keluarga (informasional, penilaian, instrumental, dan emosional), dimana skor dari jawaban pertanyaan, jika responden menjawab ya diberi skor 1 dan untuk responden menjawab tidak diberi
(46)
Berdasarkan rumus statistika menurut sudjana( 2005): P = Rentang/ Banyak Kelas
Jadi pembagian dukungan keluarga dalam merawat anak retardasi mental secara umum berdasarkan nilai adalah sebagai berikut :
a. Baik : apabila mendapat nilai 14 - 20 b. Cukup : apabila mendapat nilai 7 – 13 c. Kurang :apabila mendapat nilai 0 – 6
Untuk kuesioner masing-masing komponen dukungan keluarga (instrumental, informasi, emosional, dan penilaian) nilai tertinggi yang dicapai adalah 5 dan nilai terendah adalah 0. Maka dukungan untuk masing-masing komponen dukungan keluarga tersebut dapat dikategorikan dengan interval sebagai berikut :
a. 0 – 1 = Dukungan keluarga kurang b. 2 – 3 = Dukungan keluarga cukup c. 4 – 5 = Dukungan keluarga baik
5.2 Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Uji validitas bertujuan mengetahui kemampuan instrumen untuk mengukur apa yang harus diukur, mendapatkan data yang relevan dengan apa yang diukur (Dempsey, 2002). Pada penelitian ini digunakan conten validity, yaitu apakah item-item instrumen tersebut dapat mewakili faktor yang ingin diteliti, sehingga dapat diketahui instrumen penelitian ini valid atau tidak. Uji
(47)
validitas dilakukan oleh salah satu dosen dengan pendidikan S2 di departemen komunitas fakultas keperawatan USU.
Setelah dilakukan uji validitas, kemudian peneliti melakukan uji reliabilitas terhadap butir-butir instrumen. Uji reliabilitas instrumen bertujuan mengetahui seberapa besar derajat atau kemampuan alat ukur untuk mengukur secara konsisten sasaran yang akan diukur. Alat ukur yang baik adalah alat ukur yang memberikan hasil yang sama bila digunakan beberapa kali pada kelompok sampel (Ritonga, 2003). Uji reliabilitas ini menggunakan reabilitas internal dengan menggunakan rumus k - r 21 (arikunto, 2006). Uji reabilitas dilakukan kepada 20 responden dengan kriteria diluar sampel. Uji reabilitas dilakukan di SLB Padang dengan hasil 0, 7245.
6. Pengumpulan Data
Prosedur yang dilakukan dalam pengumpulan data yaitu pada tahap awal peneliti mengajukan permohonan izin untuk pelaksanaan penelitian pada institusi pendidikan (Fakultas Keperawatan USU) kemudian permohonan izin yang telah diperoleh dikirimkan ke tempat penelitian (SLB Padangsidimpuan). Setelah mendapatkan izin penelitian, peneliti melaksanakan pengumpulan data penelitian. Setelah mendapatkan calon responden, selanjutnya peneliti menjelaskan kepada responden tersebut tentang tujuan, manfaat, dan proses pengambilan data. Kemudian bagi calon responden yang bersedia diminta untuk menandatangani surat perjanjian dan mengisi lembar kuesioner. Apabila ada pertanyaan yang tidak dipahami, responden diberi kesempatan untuk bertanya. Selesai pengisian, peneliti mengambil kuisioner yang telah diisi responden, kemudian memeriksa
(48)
kelengkapan data. Jika ada data yang kurang, dapat langsung dilengkapi, selanjutnya data yang telah terkumpul dianalisa.
7. Analisa Data
Analisa data dilakukan setelah semua data dalam kuesioner dikumpulkan melalui beberapa tahap dimulai dengan editing untuk memeriksa kelengkapan data, kemudian data yang sesuai diberi kode (coding) untuk memudahkan peneliti dalam melakukan tabulasi dan analisa data. Kemudian memasukkan (entry) data ke komputer dan dilakukan pengolahan data dengan menggunakan program komputerisasi. Untuk mengidentifikasi dukungan keluarga dalam merawat anak keterbelakangan mental dianalisa dengan menggunakan metode statistik univariat dan ditabulasikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
(49)
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan data hasil penelitian dan pembahasan mengenai dukungan keluarga dalam merawat anak retardasi mental di SLB Padangsidimpuan. dengan jumlah responden sebanyak 43 orang. Penelitian ini telah dilaksanakan mulai 21 juli – 30 juli 2011.
1. Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini dibagi atas dua bagian, yaitu tentang karakteristik demografi responden, dan dukungan keluarga dalam merawat anak retardasi mental di SLB Padangsidimpuan. Untuk lebih jelasnya akan di uraikan di bawah ini.
1.1 Deskripsi Karakteristik Responden
Hasil penelitian yang di peroleh dari responden sebanyak 43 orang, karakteristik responden yang dipaparkan mencakup usia, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, tipe keluarga, dan penghasilan keluarga.
Data menunjukkan bahwa sebagian besar responden berumur 30 – 40 sebanyak 30 orang (69,76%) . Berdasarkan jenis kelamin responden sebagian besar adalah perempuan 35 orang (81,40%), sebagian besar responden beragama Islam yaitu 38 orang (88,37%), berdasarkan tingkat pendidikan terakhir ditemuka n sebagian besar responden berpendidikan SMA sebesar 21 orang (48,84%), sebagian besar jumlah pekerjaan responden yaitu ibu rumah tangga, PNS, dan wiraswasta yang masing – masing sebesar 10 orang (23,26%),
(50)
berdasarkan tipe keluarga sebagian besar responden bertipe keluarga inti sebanyak 25 orang (58,14%), sebagian besar berpenghasilan Rp 1.000.000 – Rp 3.000.000 sebanyak 24 orang (55,81%).
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik keluarga anak retardasi mental di SLB Padangsidimpuan (n = 43)
No Karasteristik demografi Frekuensi Persentase
1 Umur
30 – 40 tahun 41 – 50 tahun 51 – 60 tahun
30 12 1 70 28 2 2 Jenis kelamin
Laki – laki Perempuan
8 35
19 81
3 Agama
Islam Kristen 38 5 88 12
4 Pendidikan
SD SMP SMA Akademi/Perguruan tinggi 3 3 21 16 7 7 49 37 5 Pekerjaan
Ibu rumah tangga Petani PNS Buruh Wiraswasta Pegawai swasta 10 7 10 4 10 2 23 16 23 9 23 5 6 Tipe keluarga
Keluarga inti Keluarga besar Single parents 25 17 1 58 40 2 7 Penghasilan keluarga perbulan
< Rp1.000.000
Rp 1.000.000–Rp 3.000.000 >Rp 3.000.000 12 24 7 28 56 16
(51)
1.2 Gambaran Dukungan Keluarga Dalam Merawat Anak Retardasi Mental Di SLB Padangsidimpuan (n = 43 )
Dalam penelitian ini dukungan keluarga dalam merawat anak retardasi mental di SLB Padangsidimpuan, yang terdiri dari : dukungan Informasioal, Dukungan Penilaian, Dukungan Instrumental, dan Dukungan Emosional.
Dukungan keluarga dalam merawat anak retardasi mental dibagi menjadi 3 kategori yaitu baik, cukup, dan kurang. Dari hasil penelitian dengan 43 responden, diperoleh data bahwa sebanyak 32 responden (74%) memiliki dukungan yang baik, dukungan cukup sebanyak 11 responden (26%) .
Tabel 2. Distribusi frekuensi dukungan keluarga dalam merawat anak retardasi mental di SLB Padangsidimpuan (n = 43)
Dukungan keluarga Frekuensi Persentasi (%)
Baik 32 74
Cukup 11 26
Jumlah 43 100
Tabel 3. Distribusi frekuensi Dukungan keluarga dalam merawat anak retardasi mental berdasarkan aspek dukungan informasi (n = 43)
Hasil penelitian dukungan keluarga dalam merawat anak retardasi mental dalam aspek informasi dengan 43 responden didapatkan 31 (72%) responden memiliki dukungan informasi yang baik, yang memiliki dukungan yang cukup sebanyak 11 (26%) responden, sedangkan yang memiliki dukungan yang kurang sebanyak 1 (2%) responden.
(52)
Dukungan keluarga Frekuensi Persentasi (%)
Baik 31 72
Cukup 11 26
Kurang 1 2
Jumlah 43 100
Tabel 4. Distribusi frekuensi Dukungan keluarga dalam merawat anak retardasi mental berdasarkan aspek dukungan penilaian (n = 43)
Hasil penelitian dukungan keluarga dalam aspek penilaian keluarga dari 43 reponden, didapat 35 (81%) responden memiliki dukungan yang baik, yang memiliki dukungan cukup sebesar 5 (12%) responden, sedangkan yang memiliki dukungan yang kurang sebanyak 3 (7%) responden.
Dukungan keluarga Frekuensi Persentasi (%)
Baik 35 81
Cukup 5 12
Kurang 3 7
Jumlah 43 100
Tabel 5. Distribusi frekuensi Dukungan keluarga dalam merawat anak retardasi mental berdasarkan aspek dukungan intrumental (n = 43)
Dari hasil penelitian dukungan keluarga dalam aspek instrumental didapatkan hasil dukungan pada aspek instrumental sebanyak 29 (67%) responden memiliki dukungan yang baik, sedangkan yang memiliki dukungan yang kurang sebanyak 12 (28%) responden, dan yang memiliki dukungan yang kurang sebesar 2 (5%) responden.
(53)
Dukungan keluarga Frekuensi Persentasi (%)
Baik 29 67
Cukup 12 28
Kurang 2 5
Jumlah 43 100
Tabel 6. Distribusi frekuensi dukungan keluarga dalam merawat anak retardasi mental berdasarkan aspek dukungan emosional (n = 43)
Dari penelitian dukungan keluarga dalam aspek emosional, didapatkan hasil dari 43 reponden yang memiliki dukungan baik sebesar 32 (74%) reponden, sedangkan sebanyak 10 (23%) reponden memiliki dukungan yang cukup, dan yang memiliki dukungan yang kurang sebanyak 1 (2%) responden.
Dukungan kealuarg Frekuensi Persentasi (%)
Baik 32 74
Cukup 10 23
Kurang 1 2
Jumlah 43 100
2. Pembahasan
2.1 Dukungan Keluarga dalam merawat anak retardasi mental
Dari hasil penelitian di peroleh dukungan keluarga dalam merawat anak retardasi mental yaitu sebesar 74% dukungan keluarga baik, dukungan cukup (26%). Hal ini sesuai dengan hasil tulisan Nicholaus Prasetya (2009) tentang hasrat prestasi dan ketabahan anak retardasi mental dalam menghadapi hidup, Nicholaus mengatakan bahwa dukungan keluarga yang baik sangat mempengaruhi keberhasilan anak retardasi mental dalam menjalankan hidupnya,
(54)
dan bagaimana dia menggapai keberhasilan cita –cita. Dukungan keluarga yang tinggi dipengaruhi oleh usia (Friedman, 1998). Hal ini sesuai dengan data demografi hasil penelitian yang menyatakan bahwa rata-rata usia responden sekitar 30 – 40 tahun, dimana pada usia tersebut keluarga masih pada masa produktif untuk memberikan bantuan dana serta masih kuat untuk menemani keluarga dalam mencari pelayanan kesehatan yang diperlukan anggota keluarganya.
Selain usia, dukungan keluarga juga dipengaruhi oleh tingkat sosial ekonomi keluarga serta tipe keluarga (Friedman, 1998). Hal ini dapat membantu anak retardasi mental dalam mengatasi masalah membutuhkan banyak biaya serta anak – anak dari keluarga kecil menerima lebih banyak perhatian daripada anak – anak dari keluarga besar. Ilmiyati (2009) dalam artikel keterbelakangan mental mengungkapkan didalam keluarga kelas menengah, suatu hubungan yang lebih demokratis dan adil mungkin ada, sementara dalam keluarga kelas bawah, hubungan yang ada lebih otoritas atau otokrasi. Selain itu orang tua dengan kelas sosial menengah mempunyai tingkat dukungan, afeksi dan keterlibatan yang lebih tinggi dari pada orang tua dengan kelas sosial bawah. Kondisi ini tidak terbukti dengan hasil penelitian dilapangan, dimana 56% responden mempunyai penghasilan berkisar Rp 1.000.000 – Rp 3.000.000 dan sekitar 58% tipe keluarga responden adalah keluarga inti.
(55)
2.2 Dukungan Keluarga Pada Aspek Dukungan Informasi
Dari hasil penelitian diperoleh dukungan keluarga dalam merawat anak retardasi mental di SLB padangsidimpuan diperoleh dukungan informasional dengan hasil baik. Dukungan informasi terdiri dari 5 pertanyaan, dimana hasil penelitian menunjukkan dukungan baik sebesar 72%, hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Caplan (1964) dalam Akhmadi (2009) yang menyatakan Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminator (penyebar) informasi tentang dunia. Hal ini di perkuat oleh Barbarin dalam penelitian pane (2007) bahwa salah satu upaya keluarga untuk mencari dan memberikan informasi adalah salah satu, koping keluarga dalam menyelesaikan masalah.
Hal ini juga sesuai dengan yang peneliti temuipada responden, menunjukkan hasil sebagian besar responden memiliki pendidikan SMA sebesar (49%) dan Akademi/Perguruan tinggi (37%). Hal ini sesuai dengan asumsi Saifuddin (2002) dalam Widya (2008), bahwa jenjang pendidikan sangat mempengaruhi terhadap hal untuk memperoleh informasi, dan hak menolak atau menerima penjelasan yang diberikan. Demikian pula yang didapat dari hasil penelitian di SLB Padangsidimpuan responden menyataan keluarga mencari informasi tentang masalah yang dialami anak sebesar (84%) dan keluarga menyatakan, keluarga meyakini bahwa pendidikan untuk anak sangat berguna dalam kehidupannya.
(56)
2.3 Dukungan Keluarga Pada Aspek Dukungan Penilaian
Berdasarkan dari dukungan penialain dalam merawat anak retardasi mental di SLB Padangsidimpuan diperoleh hasil dukungan yang baik sebesar 81%. Akhmadi (2009), menjelaskan bahwa keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator indentitas anggota keluarga diantaranya memberikan support, penghargaan, dan perhatian.
Ashinfina Handayani, 2009, hal pertama yang perlu diberikan kepada anak dengan Retardasi mental adalah kepercayaan diri dalam melakukan sesuatu. Caranya, di antaranya orang-orang terdekat harus selalu diberikan pujian atas apa yang telah dilakukan, meskipun hasilnya tidak sempurna. Dengan begitu, si anak merasa apa yang dia lakukan sudah benar. "Sehingga, timbul rasa percaya diri, berani tampil di depan orang lain, minimal dia merasa diperhatikan
Dapat dilihat juga dari hasil penelitian bahwa keluarga peduli terhadap pendidikan anak sebanyak 83% dan keluarga memberikan semangat dan menghibur anak ketika anak merasa tidak diterima dilingkungan sebesar 88%. Demikian juga pada keluarga bersedia untuk mendengarkan cerita/ pendapat anak sebesar 88%. Hal ini dapat diperkuat dengan hasil penelitian pane bahwa orang yang mendapat dukungan penilaian oleh keluarga agar mau mengikuti terapi dan mau bersosialisasi dengan lingkungan disekitarnya.
(57)
2.4 Dukungan Keluarga Pada Aspek Dukungan Instrumental
Dukungan instrumental adalah merupakan tindakan atau materi yang diberikan oleh orang lain yang memungkinkan pemenuhan tanggung jawab yang dapat membantu untuk mengatur situasi yang menekan. Dukungan instrumental dapat berupa pemenuhan materi/kebutuhan yang diperlukan anak, pemenuhan nutrisi.
Pada dukungan instrumental ini diperoleh hasil dukungna baik sebesar 67%. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian dilapangan bahwa sebanyak 95% Keluarga peduli terhadap keperluan sekolah anak, keluarga menyediakan transportasi ketika anak akan berobat ke rumah sakit atau ke sekolah 77%, dan 81% keluarga selalu menyediakan nutrisi yang dibutuhkan sehari – hari, misalnya danging, sayur, telur, buah. Hal ini juga diperkuat dengan hasil penelitian pane (2007), yang menyatakan bahwa dengan dukungan instrumental, seseorang/ pasien akan optimis dalam hidupnya, dan dengan dukungan instrumental keluarga dapat mencari solusi untuk menyelesaikan masalah.
2.5 Dukungan Keluarga Pada Aspek Dukungan Emosional
Pada dukungan ini didapat hasil persentasi yang tinggi, terdapat sebanyak 74% dukungan emosial keluarga baik. Caplan (1964) dalam Akhmadi (2009), menyatakan walaupun memiliki kekurangan Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Aspek-aspek dari dukungan emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan didengarkan.
(58)
Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Budi & indah (2003), yang menyatakan bahwa dukungan keluarga sangat bermanfaat dalam pengendalian seseorang terhadap tingkat kecemasan dan dapat pula mengurangi tekanan-tekanan yang ada pada konflik.
Dapat dilihat juga dari hasil di lapangan bahwa keluarga sangat mencintai anaknya walaupun memiliki kekurangan sebesar 91%, dan keluarga memotivasi anak untuk berkomunikasi dengan orang lain seperti saudara atau teman sebesar 84%
(59)
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan dapat diambil kesimpulan dan saran mengenai dukungan keluarga dalam merawat anak retardasi mental di SLB padang sidimpuan.
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian pada 43 responden di SLB padangsidimpuan diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki dukungan keluarga dalam merawat anak retardasi mental dengan kategori baik sebanyak (74%), cukup sebesar (25%) responden. Dukungan keluarga dalam merawat anak retardasi mental meliputi beberapa aspek yaitu :
a. Dukungan informasi
- Kategori baik : 71% responden - Kategori cukup : 26% responden - Kategori kurang : 2% responden b. Dukungan penilaian
- Kategori baik : 81% responden - Kategori cukup : 12% responden - Kategori kurang : 7 % responden
(60)
c. Dukungan instrumental
- Kategori baik : 67% responden - Kategori cukup : 28% responden - Kategori kurang : 5% responden d. Dukungan emosional
- Kategori baik : 74% responden - Kategori cukup : 23% responden - Kategori kurang : 2% responden
Dari hasil yang diperoleh maka peneliti menyimpulkan bahwa dukungan keluarga dalam merawat anak retardasi mental diSLB padangsidimpuan telah memiliki dukungan yang baik dalam merawat anak retardasimental. Terlihat dari 20 pernyataan yang ada pada kuisioner bisa dijawab dengan baik.
2. Saran
2.1. Bagi Pelayanan Keperawatan
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan, perawat seharusnya tidak hanya berfokus kepada pelayanan yang bersifat kuratif, tetapi juga harus memperhatikan pelayanan kesehatan yang bersifat preventif yaitu dengan memberikan informasi pentingnya dukungan keluarga bagi setiap anggota keluarga, tidak terkecuali pada anak retardasi mental.
2.2. Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini menjadi masukan untuk meningkatkan peran perawat dalam memberikan informasi mengenai dukungan keluarga kepada masyarakat, serta untuk memberikan pemahaman yang lebih baik tentang dukungan keluarga
(61)
bagi anak retardsi mental, terutama pada dukungan informasi dan dukungan emosional.
2.3. Penelitian Keperawatan
Penelitian ini telah dilakukan secara deskriptif maka untuk peneliti selanjutnya diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk lebih menggunakan referensi yang lebih banyak dan bahan masukan untuk peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian dengan topik yang sama dan ruang lingkup yang sama dengan penelitian ini.
(62)
DAFTAR PUSTAKA
Akhmadi. (2009). Dukungan Keluarga. Diambil dari website:
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Edisi revisi VI. Jakarta: Rineka Cipta
Awan . (2008). Persatuan Orang Tua/Keluarga Dengan Penyandang Cacat Mental. Diambil dari website :
2011)
Behrman, Kilgman & Arvin. (2000). Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Jakarta. EGC Dempsey, P. A & Dempsy , A.D. (2002). Riset Keperawatan: Buku Ajar dan
Latihan. Edisi 4. Jakarta : EGC
Friedman ,MM . (1998). Keperawatan Keluarga :Teori & Praktik .Edisi 3. Jakarta. EGC .
Hidayat, Alimul Aziz. 2005. Pengantar ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Ilmiyati, mimi. (2009). Keterbelakangan mental. Diambil dari website:
Indarwati. (2009). Expose Data Penyandang Cacat Berdasarkan Klasifakasi ICF
Tahun 2009 Diambil dari website;
pada 10 maret 2011)
Jevuska. (2007). Retardasi Mental . Diambil dari website:
Jevuska. (2010). Retardasi Mental . Diambil dari website:
maret 2011)
Judarwanto, Dr. Widodo. (2009). Retardasi Mental: Pencegahan Dan Penanganannya. Diambi dari website :
kertia, wila. (2009).nona dan dunia yang beku. Anak keterbelakang mental. Diambil dari website:
(63)
Komite Advokasi penyandang cacat Indonesia .(2005).Rehabilitasi Vokasional tentang Optimalisasi Produktivitas Sumber Daya Manusia Penyandang cacat (Difabel).Diambil dari :
website :http://www.geocities.com (diunduh pada 11 maret 2011)
Lumbantobing. (2001). Anak Dengan Mental Terbelakang. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Muhammad, Jamila,K. A, 2008. Spesial Education For Speacial Children, Jakarta: Hikmah (PT. Mijan Publika )
Mustofa, syazili. (2010). Keterbelakangan mental. Diambil dari website:
(diunduh pada 9 april 2011)
Newton ,D. A. (2006). Pengaruh Keluarga Terhadap Kesehatan . Diambil dari website:
Nichcy. (1997). Retardasi Mental. Diambil dari website :
Nursalam. (2003). Konsep & Penentuan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Nursalam. (2004). Konsep & Penentuan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Perry & Potter. (2005). Buku Ajar Fundamental keperawatan. Jakarta : EGC Riyadi,Sujono 2009. Asuhan Keperawatan pada anak .Yogyakarta Graha Ilmu Rizqina, Maramah. (2009). Peran Keluarga Dalam Merawat Penderita Tb Paru
Dan Konsep Diri Penderita Tb Paru Dibalai Pengobatan Penyakit Paru –
Paru (Bp4) Medan.Diambil Dari Library.Usu
Satun, S. & Agus Citra. (2008). Panduan Praktis Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta : Salemba Medika
Shelov, Steven, P. (2005). Panduan Lengkap Perawatan Untuk Bayi Dan Balita. Jakarta : Arcan
Somantri. (2006). Psikologi Anak Luar Biasa .Bandung: Pt Refika Aditama
Setyowati, Sri, S.Kep & Arita Murwani, S.Kep. (2008). Asuhan Keperawatan Keluarga. Jogjakarta. Mitra Cendikia
(64)
Lampiran 1
Tabel. Distribusi Frekuensi dan Presentasi Berdasarkan Jawaban Responden Kuesioner dukungan keluarga dalam merawat anak retardasi mental mengenai dukungan informasional di SLB Padangsidimpuan.
no Pernyataan Ya Tidak
1 Keluarga mencari informasi tentang masalah yang dialami anak.
36 (83,72) 7 (16,28)
2 Keluarga membantu anak dengan melakukan konsultasi dengan dokter.
34 (79,07) 9 (20,93)
3 Keluarga meyakini bahwa pendidikan untuk anak sangat berguna dalam kehidupannya.
42 (97,67) 1 (2,33)
4 Keluarga mengetahui tempat sarana pendidikan yang baik untuk anak.
34 (79,07) 9 (20,93)
5 Keluarga memfasilitasikan anak agar mau mengikuti pendidikan.
(65)
Lampiran 2
Tabel. Distribusi Frekuensi dan Presentasi Berdasarkan Jawaban Responden Kuesioner dukungan keluarga dalam merawat anak retardasi mental mengenai dukungan Penilaian di SLB Padangsidimpuan.
no pernyataan Ya Tidak
1 Keluarga mendengarkan keluh kesah anak.
36 (83,72) 7 (16,28)
2 Keluarga peduli terhadap pendidikan anak.
42 (97,67) 1 (2,33)
3 Dalam mengambil keputusan untuk pengobatan penyakit anak, keluarga melibatkan anak juga.
24 (55,81) 19 (44,19)
4 Keluarga memberi semangat dan menghibur anak, ketika anak merasa tidak diterima lingkungan.
38 (88,37) 5 (11,63)
5 Keluarga bersedia untuk mendengarkan cerita/ pendapat anak.
(66)
Lampiran 3
Tabel. Distribusi Frekuensi dan Presentasi Berdasarkan Jawaban Responden Kuesioner dukungan keluarga dalam merawat anak retardasi mental mengenai dukungan Instrumental di SLB Padangsidimpuan.
no pernyataan Ya Tidak
1 Keluarga menemani anak ketika dirumah.
33 (76,74) 10 (23,26)
2 Keluarga menyediakan nutrisi yang dibutuhkan sehari-hari misalnya : daging, sayur, telur, buah, dll
35 (81,40) 8 (18,60)
3 Keluarga menyediakan transportasi ketika anak akan berobat ke rumah sakit atau ke sekolah.
33 (76,74) 10 (23,26)
4 Keluarga peduli terhadap keperluan sekolah anak.
41 (95,35) 2 (4,65)
5 Keluarga memberi waktu untuk menjaga dan merawat anak.
(67)
Lampiran 4
Tabel. Distribusi Frekuensi dan Presentasi Berdasarkan Jawaban Responden Kuesioner dukungan keluarga dalam merawat anak retardasi mental mengenai dukungan Emosional di SLB Padangsidimpuan.
no pernyataan Ya Tidak
1 Keluarga mengingatkan anak untuk sekolah.
40 (93,02) 3 (6,98)
2 Keluarga memberikan kepercayaan kepada anak untuk bergaul dengan orang-orang yag ada disekitarnya
32 (74,42) 11 (25,58)
3 Keluarga mengatakan bahwa mereka sangat mencintai anaknya walaupun memiliki kekurangan
39 (90,70) 4 (9,30)
4 Keluarga memotivasi anak untuk berkomunikasi dengan orang lain seperti saudara atau teman
36 (83,72) 7 (16,28)
5 Keluarga mananyakan bagaimana perasaan anak disekolah.
(68)
(69)
Lampiran 5
RINCIAN BIAYA SKRIPSI
1. Biaya print Rp. 155.000
2. Fotocopy sumber-sumber tinjauan pustaka Rp. 75.000 3. Biaya buku sumber tinjauan pustaka Rp. 200.000
4. Biaya perbanyak skripsi Rp. 50.000
5. Biaya jilid Rp. 25.000
6. Konsumsi Rp. 100.000
_____________ Rp. 605.000
(70)
Lampiran 6
Daftar Riwayat Hidup
Nama : Amy Gralfitrisia
Tempat/Tanggal Lahir : Medan / 09-febuari-1990 Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat Rumah : JL. KH. Zubier Ahmad I No.23 Padangsidimpuan
Riwayat Pendidikan
1. 1995 - 2001 : SD Negri impres Padangsidimpuan 2. 2001- 2004 : SMP Negri 4 Padangsidimpuan 3. 2004 - 2007 : SMA Negri 6 Padangsidimpuan
4. 2007 – 2010 : D-III Akademi Keperawatan Nabila Padang panjang
(71)
(72)
(1)
Lampiran 4
Tabel. Distribusi Frekuensi dan Presentasi Berdasarkan Jawaban Responden Kuesioner dukungan keluarga dalam merawat anak retardasi mental mengenai dukungan Emosional di SLB Padangsidimpuan.
no pernyataan Ya Tidak
1 Keluarga mengingatkan anak untuk sekolah.
40 (93,02) 3 (6,98)
2 Keluarga memberikan kepercayaan kepada anak untuk bergaul dengan orang-orang yag ada disekitarnya
32 (74,42) 11 (25,58)
3 Keluarga mengatakan bahwa mereka sangat mencintai anaknya walaupun memiliki kekurangan
39 (90,70) 4 (9,30)
4 Keluarga memotivasi anak untuk berkomunikasi dengan orang lain seperti saudara atau teman
36 (83,72) 7 (16,28)
5 Keluarga mananyakan bagaimana perasaan anak disekolah.
(2)
(3)
Lampiran 5
RINCIAN BIAYA SKRIPSI
1. Biaya print Rp. 155.000
2. Fotocopy sumber-sumber tinjauan pustaka Rp. 75.000 3. Biaya buku sumber tinjauan pustaka Rp. 200.000 4. Biaya perbanyak skripsi Rp. 50.000
5. Biaya jilid Rp. 25.000
6. Konsumsi Rp. 100.000
_____________ Rp. 605.000
(4)
Lampiran 6
Daftar Riwayat Hidup
Nama : Amy Gralfitrisia
Tempat/Tanggal Lahir : Medan / 09-febuari-1990 Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat Rumah : JL. KH. Zubier Ahmad I No.23 Padangsidimpuan
Riwayat Pendidikan
1. 1995 - 2001 : SD Negri impres Padangsidimpuan 2. 2001- 2004 : SMP Negri 4 Padangsidimpuan 3. 2004 - 2007 : SMA Negri 6 Padangsidimpuan
4. 2007 – 2010 : D-III Akademi Keperawatan Nabila Padang panjang
(5)
(6)