Ascending dan Descending Optik Atrofi

Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010. 4. Glaucomatous optic atrophy Terjadi karena peningkatan tekanan bola mata yang berlangsung lama. 5. Vascular ischaemic optic atrophy Disebabkan karena keadaan iskemik pada disk seperti pada giant cell arteritis, severe haemorrhage, anemia berat dan keracunan quinine.

C. Ascending dan Descending Optik Atrofi

1. Ascending Optik Atrofi Degenerasi dari serabut saraf menjalar dari bola mata ke arah geniculate body. 2. Descending atau Retrograde Optik Atrofi. Prosesnya dari traktus optik, kiasma atau bagian posterior dari saraf optik ke arah optik disk. Patofisiologi 13 Degenerasi dari saraf optik berhubungan dengan usaha regenerasi namun tidak berhasil, yang mana terjadi proliferasi astrocyte dan jaringan glial. Pemeriksaan ophthlamoskop pada optik disk atrofi tergantung pada keseimbangan antara hilangnya jaringan saraf dan gliosis. Terdapat 3 teori patogenesa : 1. Degenerasi dari nerve fiber berhubungan dengan gliosis yang berlebihan. Perubahan ini disebabkan oleh post neuritik optik atrofi. 2. Degenerasi nerve fibre dan gliosis dalam keadaan normal, dimana astrocyt berproliferasi dengan sendirinya dan tersusun pada column longitudinal Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010. mengganti nerve fibre columnar gliosis . Keadaan ini terjadi pada atropi papil primer. 3. Degenerasi nerve fiber, berhubungan dengan gliosis yang tidak berfungsi. Ini terjadi oleh karena kekurangan aliran darah. Perubahan patologi ini disebut sebagai optik atrofi cavernous dan merupakan ciri dari glaucomatous dan iskemik optik atrofi. Gambaran Klinis : 13 1. Hilangnya penglihatan, dapat terjadi tiba-tiba atau perlahan-lahan tergantung penyebab atropi papil dan bersifat parsial atau total tergantung derajat atropi papil . 2. Pupil semi dilatasi dan refleks cahaya langsung sangat sedikit atau tidak ada sama sekali. 3. Hilangnya lapang pandangan akan bervariasi dengan distribusi serabut-serabut saraf yang rusak. 4. Gambaran funduskopi dari papil bervariasi tergantung dari tipe atropi papil. Apabila riwayat penyakit dan tanda-tanda klinis tidak menunjukkan suatu penyebab yang spesifik, maka dilakukan pemeriksaan terhadap fungsi saraf optik. Tingkatan fungsi saraf optik diperiksa dengan uji tajam penglihatan, uji penglihatan warna dan perimetri. Derajat dan pola atropi didokumentasikan dengan fundus photography, terutama dalam potongan stereoskopik untuk pada kasus tanpa penyebab yang jelas. Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010. Pada pasien yang lebih tua, atropi papil biasanya berhubungan dengan adanya Anterior Iskemik Optic Neuropathy sebelumnya. Walaupun Brain Studies cukup adekuat untuk menyingkirkan lesi parasellar, Orbit studies dianjurkan untuk menyingkirkan adanya massa, infiltrasi dan inflamasi pada orbit dan saraf optik. Pemeriksaan cairan serebrospinal juga dapat dipertimbangkan jika diduga terdapat proses meningeal atau demielinasi. Pemeriksaan tambahan termasuk pemeriksaan darah lengkap dan erythrocyte sedimentation rate untuk gangguan hematologi dan vaskular. Tes Venereal Disease Research Laboratory dan Fluorescence Treponemal Antibody untuk syphilis. Tes Antinuclear Antibody untuk lupus erythematosus, Level vitamin B12 dan Folat untuk defisiensi vitamin, Angiotensin Converting Enzym Level, Foto thoraks dan gallium scan untuk sarcoidosis. Gambaran sistemik yang lebih spesifik dianjurkan untuk konsultasi dengan ahli Rheumatology atau Hematology. 18 Pengobatan Penanganan terhadap penyebab yang mendasarinya dapat membantu memperbaiki penglihatan pada pasien-pasien dengan atropi papil parsial. Walau bagaimanapun, apabila atropi papil yang komplit telah terjadi, fungsi penglihatan tidak dapat dipulihkan kembali. Vanda Virgayanti : Prevalensi Kebutaan Akibat Atropi Papildi Kabupaten Tapanuli Selatan , 2010.

2.2. STRUKTUR GEOGRAFI DAN DEMOGRAFI KABUPATEN TAPANULI SELATAN.