Analisa Penentuan Fase Dan Waktu Siklus Optimum Pada Persimpangan Bersinyal ( STUDI KASUS : JL. THAMRIN – JL. M.T.HARYONO – JL.AIP II K.S.TUBUN)

(1)

ANALISA PENENTUAN FASE DAN WAKTU SIKLUS OPTIMUM

PADA PERSIMPANGAN BERSINYAL

( STUDI KASUS : JL. THAMRIN – JL. M.T.HARYONO – JL.AIP II K.S.TUBUN)

TUGAS AKHIR

Diajukan utuk melengkapi tugas – tugas dan Melengkapi syarat untuk menempuh

Ujian Sarjana Teknik Sipil

DISUSUN OLEH:

DEDDY OKTAVIANUS GINTING

02 0404 108

BIDANG STUDI TRANSPORTASI

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRAK

Sejalan dengan pesatnya perkembangan kota, tuntutan lalu lintas yang semakin padat memerlukan perhatian maupun penilaian kerja untuk kondisi persimpangan. Tidak seimbangnya jumlah lalu lintas dengan lebar efektif jalan, rendahya tingkat pelayanan, pendeknya waktu hijau akan menyebabkan tundaan serta antrian lalu lintas pada persimpangan.

Sebagaimana hal tersebut diatas, dicoba untuk mengadakan studi mengenai fase dan waktu siklus optimum pada persimpangan bersinyal. Studi ini menggunakan metode pendekatan dari MKJI (Manual Kapasitas Jalan Indonesia) dengan meninjau persimpangan JL. THAMRIN - JL. M.T. HARYONO – JL. AIP II K.S. TUBUN, perolehan data dilapangan waktu siklus 98 detik dengan pengaturan 2 fase.

Perencanaan pengaturan fase dan waktu siklus optimum ditujukan untuk menaikkan kapasitas persimpangan dan sedapat mungkin menghindari terjadinya konflik lalu lintas.

Setelah perhitungan didapat maka diambil suatu nilai perbandingan waktu siklus pada jam puncak dengan melihat kondisi yang menunjukkan tingkat layanan persimpangan sudah tidak layak lagi. Untuk itu mungkin sebagai saran perlu adanya pemakaian standar lama waktu siklus yang telah ditetapkan di Indonesia yang tergantung pada banyaknya fase.


(3)

DAFTAR ISI

ABSTRAK

KATA PENGANTAR ... ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR ISTILAH ... ix

BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang ... 1

I.2. Permasalahan ... 2

I.3. Maksud dan Tujuan ... 3

I.4. Pembatasan Masalah ... 4

I.5. Metodologi ... 4

I. 5. 1. Study Literatur... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA II.1. Pengertian Umum ... 6

II.2. Sifat-sifat umum persimpangan ... 8

II. 2. 1. Volume dan kecepatan rencana ... 8

II. 2. 2. Pengendalian Simpangan ... 10

II. 2. 2. 1. Rambu ... 10


(4)

II. 2. 2. 3. Kanalisasi di Persimpangan ... 12

II. 2. 2. 4. Bundaran dan Perputaran ... 12

II.2. 2. 5. Persimpangan Tanpa Rambu ... 13

II. 2. 2. 6. Pengaturan dengan Lampu Lalu ... 13

II. 2. 3. Konflik lalu lintas ... 15

II. 3. Lebar dan jumlah Lajur Pada Kaki Persimpangan ... 18

II. 4. Tipe Persimpangan... 19

II. 4. 1. Persimpangan Sebidang ... 19

II. 4. 2. Persimpangan Tak Sebidang ... 23

II. 5. Persimpangan dengan Lampu Lalu Lintas ... 29

II. 5. 1. Dasar Operasional Sinyal Lampu Lalu Lintas ... 30

II. 5. 2. Sistem Operasional Lampu Lalu Lintas ... 37

II. 5. 3. Desain Operasional Lampu Lalu lintas ... 39

II. 5. 3. 1. Pengendalian Dua fase ... 40

II. 5. 3. 2. Pengendalian Multi Fase ... 41

II. 6. Penentuan Arus Lalu Lintas jenuh ... 41

II. 6. 1. Pengukuran Arus Jenuh ... 42

II. 6. 2. Estimasi Arus Jenuh ... 43

II. 7. Kapasitas Persimpangan Jalan ... 44

II. 7. 1. Definisi Kapasitas ... 44

II. 7. 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kapasitas ... 45

II. 7. 3. Kapasitas dari Persimpangan Bersinyal ... 45

II. 8. Perilaku Lalu lintas ... 47


(5)

II. 8. 2. Angka Henti ... 48

II. 8. 3. Tundaan (Delay) ... 48

II. 8. 4. Faktor Jam Puncak ... 51

BAB III. METODOLOGI III. 1. Maksud dan Tujuan Studi ... 55

III. 2. Tinjauan Pustaka... 55

III. 3. Pengumpulan Data ... 55

III. 3. 2. Data Primer ... 55

III. 3. 2. 1. Pengumpulan Volume Lalu lintas ... 56

III. 3. 2. 2. Pengumpulan Data Geometrik... 58

III. 3. 3. Pengumpulan Data Sinyal ... 58

III. 3. 4. Pengumpulan Data kondisi Lingkungan... 58

BAB IV. DATA DAN ANALISA DATA IV. 1. Pengumpulan Data ... 62

IV. 1. 1. Lokasi ... 62

IV. 1. 2. Periode Survei ... 63

IV. 2. Analisa Data ... 65


(6)

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. Kesimpulan... 87 V.2. Saran... 88

DAFTAR PUSTAKA ... 89 LAMPIRAN


(7)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Halaman

2.1. Rambu Pengemudi Persimpangan 15

2.2. Titik konflik Pada Persimpangan 17

2.3. Beberapa Jenis Pertemuan Sebidang 20

2.4. ` Beberapa Jenis Pertemuan Tak Sebidang 24

2.5. Model Dasar Diagram Sinyal Lalu Lintas 33

3.1. Bagan Alir Penelitian 54

3.2. Tata Letak & Geometrik Simpang 60

3.3. Distribusi Arus Lalu Lintas Pada Simpang 61


(8)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Halaman

2.1. Lebar Laju Persimpangan 18

2.2. Waktu Antar Hijau Indonesia 35

2.3. Tingkat Pelayanan 50


(9)

DAFTAR ISTILAH

LV = Kendaraan Ringan HV = Kendaraan Berat MC = Sepeda Motor

UM = Kendaraan Tak Bermotor Emp = Ekivalen Mobil Penumpang Smp = Satuan Mobil Penumpang

Q = Arus Lalu Lintas Total (Kend/jam) LT = Belok Kiri (smp/jam)

RT = Belok Kanan (smp/jam) So = Arus Jenuh Dasar (smp/jam) We = Lebar Efektif (m)

FCS = Faktor Penyesuaian Terhadap Ukuran Kota FSF = Faktor Penyesuaian Hambatan Samping FG = Faktor Penyesuaian Kelandaian

FP = Faktor Penyesuaian Parkir

g = Waktu Hijau pada Pendekat (detik) S = Arus Jenuh

FR = Rasio Arus FRCRIT= Rasio Arus Kritis

IFR = Rasio Arus Simpang PR = Rasio Fase


(10)

CUA = Waktu Siklus Sebelum Penyesuaian Sinyal (detik) LTI = Waktu Hilang Total Per Siklus (detik)

gi = Tampilan Waktu Hijau pada Fase i (detik) c = Waktu Siklus (detik)

NQ1 = Jumlah smp yang Tersisa dari Fase Hijau Sebelumnya DS = Derajat Kejenuhan

GR = Rasio Hijau

C = Kapasitas (smp/jam) Q = Arus Lalu Lintas (smp/det)


(11)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.

Tugas akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana strata satu pada program Studi Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. Dalam pelaksanaan hingga penyelesaian tugas akhir ini, penulis telah banyak mendapat bimbingan, pengarahan maupun bantuan dari berbagai pihak yang telah mendukung penulis baik secara langsung maupun tidak langsung, maka pada kesempatan yang baik ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Ir. Syahril Dulman, sebagai Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir. 2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan sebagai Ketua Departemen Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Teruna Jaya, M.Sc sebagai Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Seluruh Dosen Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara, yang telah membantu penulis selama masa perkuliahan.

5. Teristimewa kepada kedua orang tua yang telah memberikan dukungan, baik moril maupun material dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

6. Dan kepada rekan-rekan mahasiswa serta semua pihak, atas dorongan semangat dan kerjasamanya hingga terselesaikannya tugas akhir ini.


(12)

Dalam penyusunan tugas akhir ini, penulis menyadari masih banyaknya kekurangan, oleh karena itulah penulis ingin mengucapkan maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kesilapan baik kata-kata maupun perbuatan yang tidak disengaja. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca sekalian yang bersifat membangun untuk menyempurnakan serta mengembangkan tugas akhir ini. Akhir kata semoga tugas akhir ini berguna bagi rekan-rekan mahasiswa maupun pihak-pihak yang membutuhkan.

Medan, 20 Mei 2008 Penulis

DEDDY OKTAVIANUS GINTING


(13)

ABSTRAK

Sejalan dengan pesatnya perkembangan kota, tuntutan lalu lintas yang semakin padat memerlukan perhatian maupun penilaian kerja untuk kondisi persimpangan. Tidak seimbangnya jumlah lalu lintas dengan lebar efektif jalan, rendahya tingkat pelayanan, pendeknya waktu hijau akan menyebabkan tundaan serta antrian lalu lintas pada persimpangan.

Sebagaimana hal tersebut diatas, dicoba untuk mengadakan studi mengenai fase dan waktu siklus optimum pada persimpangan bersinyal. Studi ini menggunakan metode pendekatan dari MKJI (Manual Kapasitas Jalan Indonesia) dengan meninjau persimpangan JL. THAMRIN - JL. M.T. HARYONO – JL. AIP II K.S. TUBUN, perolehan data dilapangan waktu siklus 98 detik dengan pengaturan 2 fase.

Perencanaan pengaturan fase dan waktu siklus optimum ditujukan untuk menaikkan kapasitas persimpangan dan sedapat mungkin menghindari terjadinya konflik lalu lintas.

Setelah perhitungan didapat maka diambil suatu nilai perbandingan waktu siklus pada jam puncak dengan melihat kondisi yang menunjukkan tingkat layanan persimpangan sudah tidak layak lagi. Untuk itu mungkin sebagai saran perlu adanya pemakaian standar lama waktu siklus yang telah ditetapkan di Indonesia yang tergantung pada banyaknya fase.


(14)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Lalu lintas dapat menjadi barometer kemajuan dari suatu daerah atau kota yang volume lalu lintas tinggi. Lalu lintas lancar dan teratur dapat menunjukkan bahwa disiplin berlalu lintas dari penduduknya juga tinggi yang berarti pembangunan pada daerah tersebut berkembang secara baik. Semakin meningkatnya perekonomian penduduk sehingga mampu untuk memiliki kendaraan pribadi sehingga mengakibatkan semakin ramainya lalu-lintas pada kota-kota yang memiliki kepadatan penduduk yang tinggi. Dengan demikian kemacetan dan kesembrautan lalu-lintas juga meningkat.

Untuk mengatasi kemacetan dan kesembrautan lalu-lintas tersebut diperlukan suatu sistem penentuan fase dan pengaturan lalu-lintas yang baik dan sangat berpengaruh pada kelancaran, kenyamanan, dan keselamatan bagi kendaraan yang melewati jalan tersebut. Sistem penentuan fase dan pengaturan lalu-lintas biasanya lebih ditekankan pada lokasi-lokasi dimana terjadi pertemuan-pertemuan jalan atau persimpangan jalan. Karena pada pertemuan dua jalan atau lebih ini mengakibatkan adanya titik konflik yang akhirnya terjadi kemacetan lalu-lintas.

Persimpangan jalan secara konstruksi diklasifikasikan sebagai persimpangan sebidang (at-grade intersection) dan persimpangan tidak sebidang (grade separate

intersection). Dimana persimpangan itu memerlukan fase, menurut Soejono (1996), fase

itu adalah suatu alat pemberi isyarat dalam satu waktu siklus yang memberikan hak jalan pada satu atau lebih gerakan lalu lintas untuk memperlancar arus kendaraan. Sedangkan menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997), fase adalah bagian dari


(15)

siklus sinyal dengan lampu hijau bagi kombinasi tertentu dari gerakan lalu-lintas. Berdasarkan pelayanan untuk persimpangan, ada empat jenis control pengaturan lalu-lintas yang dapat dilakukan, yaitu:

1. Tanpa pengaturan lalu-lintas

2. Pengaturan dengan rambu peringatan 3. Pengaturan dengan rambu berhenti

4. Pengaturan dengan sinyal lalu-lintas (traffic signal)

Ketiga jenis persimpangan pertama dapat digolongkan dalam kelompok persimpangan tanpa kendali perangkat pengatur lalu-lintas atau persimpangan tanpa lalu-lintas

(unsignalized intersection). Sedangkan yang nomor empat disebut juga dengan

persimpangan dengan lampu lalu-lintas (signalized intersection).

I.2. Permasalahan

Aktifitas yang dilakukan masyarakat secara tidak langsung membuat kawasan-kawasan tertentu, dimana daerah tersebut mempunyai suatu aktifitas tertentu yang dominan dilaksanakan didaerah yang dimaksud.

Pertumbuhan kawasan yang terus-menerus diikuti dengan pertumbuhan dalam bidang transportasi. Di kota Medan kawasan tumbuh membentuk pola kota yang menjadi ciri tersendiri dimana ciri khas ini mencerminkan kegiatan yang dilaksanakan pada kawasan tersebut. Pertumbuhan kawasan kota Medan yang multi fungsi membagi-bagi daerah kota menjadi kawasan tertentu. Misalnya menjadi kawasan pendidikan, perdagangan, perkantoran, perumahan, dan lain sebagainya sesuai dengan aktifitas yang dominan dilakukan pada kawasan tersebut.


(16)

Seringnya muncul peristiwa kemacetan lalu-lintas di beberapa kawasan tertentu, maka perlu diadakan suatu sistem pengaturan lalu-lintas pada persimpangan dikawasan tersebut. Karena perencanaan persimpangan dan sistem pengaturan lalu-lintas yang baik akan mengurangi kemacetan dan mencegah terjadinya kecelakaan.

Demikian halnya pada persimpangan JL. THAMRIN - JL. M.T. HARYONO – JL. AIP II K.S. TUBUN, dimana pada persimpangan ini sering terjadi kemacetan arus lalu-lintas pada pada pagi, siang dan sore hari. Hal ini disebabkan oleh volume kendaraan cukup besar yang mengakibatkan kemacetan dipersimpangan tersebut. Sementara perkembangan sarana jalan tidak seimbang dengan pertumbuhan volume lalu-lintas tersebut, sehingga dengan demikian persimpangan tidak melayani volume lalu-lintas.

Angkutan umum juga sering menaikkan dan menurunkan penumpang dipersimpangan, sehingga menguranggi kapasitas jalur dan mengganggu arus lalu-lintas kendaraan yang melalui persimpangan. Pengaturan lalu-lintas pada persimpangan ini dibantu oleh sinyal lampu-lintas, tetapi tampaknya masih terjadi antrian yang panjang terutama pada saat jam sibuk.

I.3. Maksud dan Tujuan

Adapun maksud penulisan tugas akhir ini adalah untuk mengatasi terjadinya kemacetan yang terjadi disetiap lengan persimpangan. Sedangkan tujuannya adalah untuk menentukan suatu sistem pengaturan lampu lalu-lintas, yakni fase dan waktu siklus yang optimum di persimpangan Thamrin. Oleh karena adanya masalah kemacetan yang cukup sering terjadi, maka penulis ingin membahas permasalahan ini guna mencapai suatu solusi untuk mengantisipasi kemacetan lalu-lintas pada persimpangan


(17)

tersebut. Solusi ini dimaksudkan sebagai pemecahan awal dari masalah kemacetan lalu-lintas di persimpangan JL.THAMRIN - JL. M.T. HARYONO – JL. AIP II K.S. TUBUN

I.4. Pembatasan Masalah

Untuk mendapatkan suatu sistem pengaturan pada persimpangan jalan, banyak faktor-faktor yang harus dipertimbangkan untuk mendapatkan pemecahan masalah. Dalam penulisan tugas akhir ini, penulis membatasi pokok permasalahan dan penyelesaiannya dengan mengarahkan penulisan ini pada pokok pembahasan yang relevan dengan judul. Faktor yang paling pokok dibahas berkaitan dengan permasalahan pada persimpangan tersebut antara lain :

- Kondisi geometrik - Volume lalu-lintas

- Titik-titik konflik arus lalu-lintas, dan - Data sinyal lalu-lintas

I.5. Metodologi I.5.1. Study Literatur

Metodologi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan cara sebagai berikut:

1. Data Sekunder

Data sekunder didapatkan melalui asumsi-asumsi dan teori yang diperoleh melalui buku-buku literature yang berhubungan dengan transportasi, lalu-lintas dan persimpangan.


(18)

2. Data Primer

Pendataaan volume lalu-lintas di lapangan secara manual dimana parameter-parameter yang diamati saat pengumpulan data yaitu:

1. Pencatatan volume lalu-lintas sesuai dengan klasifikasi kendaraan yang telah ditetapkan

2. Data jumlah kendaraan pada waktu siklus sinyal lampu lalu-lintas 3. Titik-titik konflik lalu-lintas yang melewati persimpangan

4. Keadaan lokasi persimpangan dan geometrik simpang (lokasi pengambilan data)

5. Keadaan lingkungan dan faktor-faktor lain sebagainya. 3. Rancangan Analisa

Untuk mengetahui hasil perhitungan yang dilakukan pada persimpangan maka digunakan rumus-rumus perhitungan mengenai kapasitas, tundaan, derajat kejenuhaan, dimana penganalisaan perhitungan didasarkan atas metode yang digunakan pada Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI).


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Persimpangan

Persimpangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari semua sistem jalan. Ketika berkendaran didalam kota, orang dapat melihat bahwa kebanyakan jalan didaerah perkotaan biasanya memiliki persimpangan, dimana pengemudi dapat memutuskan untuk jalan terus atau membelok dan pindah jalan. Persimpangan jalan dapat didefinisikan sebagai daerah umum di mana dua jalan atau lebih bergabung atau persimpangan termasuk jalan dan fasilitas tepi jalan untuk pergerakan lalu-lintas didalamnya (AASHTO, 2001). Persimpangan menurut Sony S Wibowo (1997) adalah Lokasi atau daerah dimana dua atau lebih jalan, bergabung, berpotongan, atau bersilang. Pengertian lain dari Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997), adalah Dua buah ruas jalan atau lebih yang saling bertemu, saling berpotongan atau bersilangan disebut dengan persimpangan (intersection).

Karena persimpangan harus dimanfaatkan bersama-sama oleh setiap orang yang ingin menggunakannya, maka persimpangan tersebut harus dirancang dengan hati-hati, dengan mempertimbangkan efisiensi, keselamatan, kecepatan, biaya operasi, dan kapasitas. Pergerakan lalu-lintas yang terjadi dan urutan-urutannya dapat ditangani dengan berbagai cara, tergantung pada jenis persimpangan yang dibutuhkan (AASHTO, 2001).

Tujuan pembuatan persimpangan adalah mengurangi potensi konflik di antara kendaraan (termasuk pejalan kaki) dan sekaligus menyediakan kenyamanan maksimum dan kemudahan pergerakan bagi kendaraan atau dengan kata lain untuk mengatasi


(20)

konflik-konflik potensial antara kendaraan bermotor, pejalan kaki , sepeda dan fasilitas angkutan lainnya agar pada saat melewati persimpangan didapatkan tingkat kemudahan dan kenyamanan.

Secara umum terdapat tiga jenis persimpangan, yaitu: (1) persimpangan sebidang, (2) pembagian jalur jalan tanpa ramp, dan (3) interchange(simpang susun). Persimpangan sebidang (intersection at grade) adalah persimpangan di mana dua jalan raya atau lebih bergabung, dengan tiap jalan raya mengarah keluar dari sebuah persimpangan dan membentuk bagian darinya. Persimpangan tidak sebidang adalah suatu bentuk khusus dari pertemuan jalan yang bertujuan untuk mengurangi titik konflik atau bahaya belok kanan yang menghambat lalu-lintas dan lain-lain, perencanaan persimpangan ini memerlukan lahan yang luas yang cukup besar dan perencanaan yang cukup teliti untuk mendapatkan hasil yang maksimal..

Ada empat elemen dasar yang umumnya dipertimbangkan dalam merancang persimpangan sebidang :

1. Faktor manusia, seperti kebiasaan mengemudi, dan waktu pengambilan keputusan dan waktu reaksi

2. Pertimbangan lalu-lintas, seperti kapasitas dan pergerakan membelok, kecepatan kendaraan, dan ukuran serta penyebaran kendaraan

3. Elemen-elemen fisik, seperti karateristik dan penggunaan dua fasilitas yang saling berdampingan, jarak pandang dan fitur-fitur geometris

4. Faktor ekonomi, seperti biaya dan manfaat, dan konsumsi energi

Khusus untuk interchange, jenis dan desainnya dipengaruhi oleh banyak faktor seperti klasifikasi jalan raya, karakter dan komposisi lalu-lintas, kecepatan desain, dan tingkat pengendalian akses. Interchange merupakan fasilitas yang mahal, dan karena


(21)

begitu bervariasinya kondisi lokasi, volume lalu-lintas, dan tata letak interchange, hal-hal yang menentukan dibuatnya interchange bisa berbeda-beda di tiap lokasi.

II.2. Sifat-sifat Umum Persimpangan II.2.1. Volume dan Kecepatan Rencana

Volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan (atau mobil penumpang) yang melalui suatu titik tiap satuan waktu. Manfaat data (informasi) volume adalah:

1. Nilai kepentingan relative suatu rute 2. Fluktasi dalam arus

3. Distribusi lalu-lintas dalam sebuah sistem jalan 4. kecenderungan pemakai jalan

volume jenuh merupakan volume yang hanya dikenal pada persimpangan berlampu lalu lintas. Volume jenuh merupakan volume maksimum yang dapat melewati garis stop, setelah kendaraan mengantri pada saat lampu merah, kemudian bergerak menerima lampu hijau.

Volume lalu lintas mempunyai nama khusus berdasarkan bagaimana data tersebut diperoleh yaitu:

1. ADT (average dayly traffic) atau dikenal juga sebagai LHR ( lalu lintas harian rata-rata) yaitu total volume lalu lintas rata-rata harian berdasarkan pengumpulan data selama X hari, dengan ketentuan 1<X<365.

2. AADT (averange annual daily traffic) atau dikenal juga dengan LHTR (lalu lintas harian rata-rata tahunan), yaitu total volume rata-rata harian (seperti ADT), akan tetapi pengumpulan datanya harus > 365 hari.


(22)

3. AAWT ( averange annual weakly traffic ) yaitu volume rata-rata harian selama hari kerja berdasarkan pengumpulan data > 365 hari. Sehingga AAWT dapat dihitung sebagai jumlah volume pengamatan selama hari kerja dibagi dengan jumlah hari kerja selama pengumpulan data.

4. Maximum annual hourly volume adalah tiap jalan yang terbesar untuk suatu tahun tertentu.

5. 30 HV ( 30th highest annual hourly volume) atau disebut juga sebagai DHV (design hourly volume), yaitu volume lalu lintas tiap jam yang dipakai sebagai volume desain. Dalam setahun, besarnya volume ini akan dilampauioleh 29 data.

6. Rate of flow atau flow rate adalah volume yang diperoleh dari pengamatan yang lebih kecil dari satu jam, akan tetapi kemudian dikonversikan menjadi volume 1 jam secara linear.

7. Peak hour factor (PHF) adalah perbandingan volume satu jam penuh dengan puncak dari flow rate pada jam tersebut.

Pada prinsipnya sebuah persimpangan akan dirancang untuk menyediakan lalu lintas pada volume jam perencanaan dari jalan yang saling bersilangan. Kecepatan rencana adalah besar kecepatan yang direncanakan pada saat mendekati persimpangan (kaki persimpangan).

Terdapat dua kecepatan rencana yaitu:

1. Dengan tanda Stop, berarti mempunyai kecepatan rencana < 15 Km/Jam 2. Tanpa tanda Stop, berarti mempunyai kecepatan rencana >20 Km/Jam

Pemilihan kecepatan rencana dilakukan dengan memperhatikan faktor-faktor antara lain, tipe serta fungsi pertemuan, sifat serta keadaan lalu lintas dan sifat daerah.


(23)

Untuk kondisi dimana kesulitan keadaaan topografi untuk jalan yang direncanakan kecepatan tinggi, kecepatan rencana pada persimpangan dapat dikurangi sehingga tidak lebih dari 20Km/Jam.

II.2.2. Pengendalian Persimpangan

Tujuan pengendalian persimpangan (Control Intersection) dimaksudkan untuk memanfaatkan sepenuhnya kapasitas persimpangan, mengurangi dan menghindari terjadinya kecelakaan dengan mengurangi jumlah konflik serta melindungi jalan utama dari gangguan sehingga hirarki jalan tetap terjamin. Terdapat paling tidak enam cara utama mengendalikan lalu lintas persimpangan, bergantung pada jenis persimpangan dan volume lalu lintas pada tiap aliran kendaraan.

Berdasarkan urutan tingkat pengendalian, dari kecil ke tinggi, di persimpangan, keenamnya adalah: tanpa kendali, kanalisasi, rambu pengendali kecepatan atau rambu henti, bundaran dan lampu lalu lintas. MUTCD memberikan petunjuk mengenai penggunaan jenis pengendali persimpangan, dalam bentuk ketentuan

II.2.2.1. Rambu berhenti

Rambu berhenti harus ditempatkan pada suatu persimpangan pada kondisi-kondisi: 1. Persimpangan antara suatu jalan yang relatif kurang penting dengan jalan

utama, dimana penerapan aturan daerah-milik-jalan yang normal bisa berbahaya

2. Persimpangan antara jalan-jalan luar kota dan perkotaan dengan jalan raya 3. Jalan yang memasuki suatu jalan atau jalan raya yang tembus


(24)

5. Persimpangan tanpa lampu lintas dimana kombinasi antara kecepatan tinggi, pandangan terbatas, dan banyaknya kecelakaan serius mengindikasikan adanya kebutuhan akan pengendalian oleh rambu berhenti

II.2.2.2. Rambu pengendalian kecepatan Rambu ini umumnya ditempatkan:

1. Pada suatu jalan minor di titik masuk menuju persimpangan ketika perlu memberikan hak jalan ke jalan utama, namun di mana kondisi berhenti tidak diperlukan setiap saat, dan di mana kecepatan datang yang aman di jalan minor melebihi 10 mil per-jam.

2. Pada pintu masuk ke jalan ekspress, dimana lajur khusus untuk percepatan tidak ada

3. Di mana terdapat suatu lajur belok-kanan yang terpisah atau kanalisasi, namun tanpa adanya lajur percepatan yang memadai

4. Di semua persimpangan, dimana masalah lalu lintas dapat ditanggulangi dengan mudah dengan pemasangan rambu pengatur kecepatan

5. Di suatu persimpangan dengan jalan raya yang terbagi, di mana rambu berhenti terletak di pintu masuk menuju jalan yang pertama, dan pengendalian selanjutnya diperlukan pada pntu masuk menuju jalan yang kedua

II.2.2.3. Kanalisasi dipersimpangan (Channelization)

Kanalisasi adalah proses pemisahan atau pengaturan terhadap aliran kendaraan yang saling konflik ke dalam rute-rute jalan yang jelas dengan menempatkan beton


(25)

pemisah atau rambu perkerasan untuk menciptakan pergerakan yang aman dan teratur bagi kendaraan dan pejalan kaki. Kanalisasi yang benar dapat meningkatkan kapasitas, menyempurnakan keamanan, memberikan kenyamanan penuh, dan juga menaikkan kepercayaan pengemudi. Kanalisasi sering kali digunakan bersama dengan rambu berhenti atau rambu pengatur kecepatan atau pada persimpangan dengan lampu lalu lintas

II.2.2.4. Bundaran (Rotary) dan Perputaran (Roundabout)

Bundaran dan perputaran adalah persimpangan kanalisasi yang terdiri dari sebuah lingkaran pusat yang dikelilingi oleh jalan satu arah. Perbedaan mendasar antara bundaran dan perputaran adalah bahwa bundaran umumnya menggunakan lampu lalu lintas sedangkan perputaran tidak. Umumnya, dalam kasus perputaran, lalu lintas yang masuk mengikuti arah lalu lintas yang ada disitu.

Perputaran umumnya mempunyai tingkat keselamatan yang baik dan kendaraan tidak harus berhenti saat volume lalu lintas rendah. Perputaran yang didesain dengan baik seharusnya dapat membelokkan kendaraan yang melalui persimpangan dengan menggunakan pulau pusat (central island) yang cukup besar, pulau di dekat persimpangan yang desainnya layak dan meliukkan alinyemen keluar dan alinyemen masuk.

II.2.2.5. Persimpangan tanpa rambu

Apabila sebuah persimpangan tidak memiliki peranti pengatur lalu lintas, pengemudi kendaraan yang menuju persimpangan tersebut harus dapat mengamati


(26)

keadaan agar dapat mengatur kecepatan yang diperlukan sebelum mencapai persimpangan. Waktu yang diperlukan untuk memperlambat kendaraan adalah waktu persepsi reaksi pengemudi dan dapat diasumsikan sebesar 2 detik. Selain itu, pengemudi harus memulai menginjak rem pada jarak tertentu dari persimpangan. Jarak yang dimaksudkan, dimana pengemudi dapat melihat kendaraan lain datang mendekat persimpangan, adalah jarak yang ditempuh selama 2 detik untuk persepsi dan reaksi, ditambah 1 detik lagi untuk mulai menginjak rem atau untuk mempercepat laju hingga laj hingga mencapai kecepatan yang inginkan.

II.2.2.6 Pengaturan dengan lampu lalu lintas

Satu metode yang paling penting dan efektif untuk mengatur lalu lintas di persimpangan adalah dengan menggunakan lampu lalu lintas. Lampu lalu lintas adalah sebuah alat elektrik (dengan sistem pengatur waktu) yang memberikan hak jalan pada satu arus lalu lintas sehingga aliran lalu lintas ini bisa melewati persimpangan dengan aman dan efisien. Lampu lalu lintas sesuai untuk:

1. Penundaaan berlebihan pada rambu berhenti dan rambu pengendali kecepatan

2. Masalah yang timbul akibat tikungan jalan 3. Tabrakan sudut dan sisi

4. Kecelakaan pejalan kaki

Instansi lampu lalu lintas terdiri dari tampilan – tampilan warna lampu. Instalasi ini juga dapat meliputi berbagai peralatan pendeteksi kendaraan atau bebarapa bentuk peralatan lainnya yang dapat diaktifkan sesuai dengan kebutuhan


(27)

Warna yang ditampilkan lampu lalu lintas ketika menyala ada beberapa, dimana masing- masing mengendalikan satu aliran lalu lintas atau lebih yang tiba dari arah yang sama. Kepala lampu lalu lintas terdiri dari satu muka lalu lintas atau lebih, yang dapat ditempatkan di sebuah tiang atau digantung pada kabel.

Warna yang menyala pada lampu lalu lintas dibedakan dengan warna, bentuk dan kontinuitasnya. Ada tiga warna yang digunakan: (1) hijau, untuk memberikan hak jalan kepada satu atau kombinasi aliran lalu lintas; (2) merah, untuk melarang pergerakan atau mengharuskan untuk berhenti; (3) kuning, untuk mengatur pemindahan hak jalan dari sekelompok aliran lalu lintas kepada kelompok lainnya atau untuk memberikan peringatan. Apabila terdapat lampu lalu lintas khusus untuk pejalan kaki, biasanya berbentuk pesan tulisan atau logo yang berpendar. Nyala lampu lalu lintas bisa konstan atau berkedip-kedip.

Pengendali lampu lalu lintas adalah piranti eletromekanis atau elektronis yang mengatur panjang dan urutan nyala lampu pada persimpangan. Pengendali yang waktunya sudah diset terlebih dahulu beroperasi dengan lama waktu yang tetap yang dialokasikan untuk pergerakan lalu lintas tertentu dalam urutan yang tetap penetapan waktu dilakukan berdasarkan pengamatan pola arus di persimpangan tersebut. Pengendali sesuai lalu lintas dibuat untuk menerima informasi mengenai pola arus lalu lintas dari berbagai alat pengukur dalam interval waktu yang telah diatur sebelumnya. Informasi ini digunakan untuk memilih satu dari beberapa skema waktu yang disimpan di dalam memory alat pengendali.

Contoh rambu pengendali lalu-lintas pada persimpangan dapat dilihat pada gambar 2-1 dibawah ini:


(28)

Gambar 2-1. Rambu pengendali persimpangan

Pada kondisi dimana kecepatan rencana ditetapkan 60 km/jam maka type stop control tidak dapat digunakan. Di dalam menetapkan pemilihan macam teknik pengendalian yang digunakan pada persimpangan ditentukan oleh faktor-faktor: keamanan, waktu menunggu dan pengurangan kapasitas.

II.2.3. Konflik Lalu Lintas

Suatu perempatan jalan yang umum dengan jalur tunggal dan jalan keluar ditunjukkan pada gambar 7.6. dari diagram dapat diketahui tempat-tempat yang sering terjadi konflik dan tabrakan kendaraaan. Jumlah konflik yang terjadi setiap jamnya pada masing-masing pertemuan jalan dapat langsung diketahui dengan cara mengukur volume aliran untuk seluruh gerakan kendaraan. Masing- masing titik berkemungkinan menjadi tempat terjadinya kecelakaan dan tingkat keparahan kecelakaannya berkaitan dengan kecepatan relatif suatu kendaraan. Apabila ada pejalan kaki yang menyeberang jalan pertemuan jalan tersebut, konflik langsung kendaraan dan pejalan kaki akan meningkatkan frekuensinya sekali lagi tergantung pada jumlah dan arah aliran kendaraan dan pejalan kaki. Pada saat pejalan kaki menyeberang jalur pendekatan, 24


(29)

titik konflik kendaraan /pejalan kaki terjadi pada pertemuan jalan tersebut, dengan mengabaikan gerakan diagonal yang dilakukan oleh pejalan kaki

Terdapat 4 macam konflik lalu-lintas yang dapat terjadi antara lain: 1. Konflik Primer (Divegen conflic)

yaitu titik pada lintasan dimana mulai memisahkan menjadi dua lintasan. 2. Konflik Sekunder (Mergin Conflic)

Yaitu titik pertemuan dua lintasan dari dua arah yang berlainan menjadisatu lintasan yang sama.

3. Arus kendaraan ( Though Flow Conflic )

Yaitu perpotongan dua lintasan lurus yang saling tegak lurus. 4. Arus pejalan kaki (Turning Flow Conflic )

Yaitu titik perpotongan antara lintasan lurus dengan lintasan membelok dan yang saling membelok.


(30)

Konflik yang terjadi pada Persimpangan Gambar 2.2

Konflik Primer Konflik Sekunder Arus kendaraan Arus Pejalan Kaki


(31)

II.3. Lebar dan jumlah lajur pada kaki persimpangan

Lebar lajur pada lalu-lintas menerus dapat dikurangi dalam kondisi dimana terdapat lajur tambahan pada persimpangan.

Lebar minimum lajur tambahan adalah 3.0 m, untuk kondisi dimana kemungkinan ruang dan karateristik lalu lintasnya, maka lebar tersebut dapat dirubah seperti pada tabel 2.1

Tabel 2.1 Lebar Lajur Perkerasan No Kelas Jalan Lebar Lajur Dibagian

Tangen

Lebar Lajur Menerus

1. I 3.5 3.25 & 3.00

2. II 3.25 3.00 & 2.75

3. III 3.25 & 3.00 3.00 & 2.75

4. IV _ _

Pada kaki persimpangan jumlah lajur dapat lebih banyak daripada bagian tangen, penambahan ini dimaksudkan untuk menampung arus lalu-lintas yang akan melewati persimpangan sehingga tidak menimbulkan antrian yang panjang pada tangen.

Penambahan jumlah lajur harus memperhatikan bahwa jumlah lajur menerus harus sama antara jumlah lajur keluar dan lajur masuk serta berada pada sumbu jalan yang menerus. Hal ini dimaksudkan untuk tidak menimbulkan adanya penyempitan yang dapat mengurangi kapasitas persimpangan.


(32)

II.4. Tipe persimpangan

II.4.1. Persimpangan sebidang ( at Grade Intersection)

Persimpangan sebidang memiliki kaki simpang berada pada satu bidang sama. Keadaan ini akan menimbulkan berbagai masalah bila terjadi arus kendaran yang melebihi kapasitasnya.

Di daerah persimpangan terjadi gerakan membelok atau memotong arus lalu-lintas. Beberapa jenis pertemuan sebidang dapat dilihat pada gambar 2.3a-3g (terlampir).


(33)

Gambar a : Persimpangan Tipe ”T” tanpa kanal dan tanpa lebar tambahan (Flare)

Gambar b : Persimpangan Tipe ”T” tanpa kanal dan dengan lebar tambahan (Flare)


(34)

Gambar d : Persimpangan Tipe ”T” dengan kanal dan tanpa lebar tambahan (Flare)

Gambar e : Persimpangan Tipe ”Y” tanpa kanal dan tanpa lebar tambahan (Flare)


(35)

Gambar g : Persimpangan Tipe ”Y” dengan kanal dan tanpa lebar tambahan (Flare)

Gambar 2.3a-2.3g, diatas menggambarkan tipe persimpangan sebidang secara skematik mulai dari bentuk yang sederhana sampai yang kompleks. Persimpangan jalan tanpa kanalisasi adalah yang termurah dan paling sederhana. Pada jenis ini, titik pertemuan jalan dibuat melengkung untuk memudahkan kendaraan yang akan membelok kiri. Pada jalan dengan volume lalu lintas atau kemungkinan pemasangan kerb agar kendaraan tidak keluar dari lapis kendaraan.

Pada persimpangan jalan berbentuk Y atau yang serupa, sebaiknya disediakan kanalisasi mengingat kendaraan bertemu pada sudut yang kurang menguntungkan. Pada bentuk melebar diperlukan:

1. Jalan masuk untuk memungkinkan perlambatan kendaraan menjelang aliran lalu lintas lurus

2. Pelebaran jalur untuk penggabungan ke dalam aliran lalu lintas.

Permasalan yang sering terjadi pada arus pertemuan sebidang adalah timbulnya titik konflik dalam pergerakan kendaraan.


(36)

II.4.2. Persimpangan tak sebidang

Persimpangan tak sebidang disebut juga dengan jalan bebas hambatan dimana tidak terdapat jalur gerak kendaraan yang berpapasan dengan jalur gerak lainnya pada persimpangan tak sebidang.

Keuntungan dari persimpangan tak sebidang adalah :

1. Dengan adanya jalur gerak yang saling memotong pada persimpangan tak sebidang, maka tingkat kecelakaan akan dapat dikurangi.

2. Kecepatan kendaraaan akan dapat bertambah besar dikarenakan arus lalu lintas terganggu.

3. Kapasitas akan meningkat oleh karena tiadanya gangguan dalam setiap jalur lalu lintas.

Persimpangan ini bertujuan untuk mengurangi titik konflik atau bahaya belok kanan yang selalu menghambat lalu lintas jalan tersebut, mengurangi kemacetan lalu lintas dan lain-lain. Perencanaan persimpangan ini memerlukan lahan yang cukup luas serta biaya yang cukup besar. Perencanaan ini harus dilakukan dengan teliti untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Berikut akan diperlihatkan jenis-jenis persimpangan tak sebidang mulai dari gambar 2.4a-2.4g


(37)

Gambar a : Persimpangan tidak sebidang Tipe Diamond

Gambar b : Persimpangan tidak sebidang Tipe Semanggi Parsial


(38)

Gambar d : Persimpangan tidak sebidang Tipe Directional


(39)

Gambar f : Persimpangan tidak sebidang Tipe “T” atau Terompet


(40)

Bentuk pertemuan tak sebidang yang paling sederhana dan umumnya paling murah adalah belah ketupat (diamond) yang dapat dilihat pada gambar 2.4a. Bentuk ini terutama digunakan pada situasi dimana jalan bebas hambatan tak terputus, kecuali apabila terdapat lalu-lintas lain yang keluar atau masuk melalui ramp, tetapi lalu-lintas pada jalan arteri cukup kompleks, karena jalan harus melayani 2 buah gerakan terus dan 4 gerakan belok kanan. 2 diantara gerakan membelok kiri harus mengunakan lajur dalam atau lajur membelok terpisah. Bila volume lalu-lintas cukup besar, umumnya siperlukan lampu lalu-lintas.

Bentuk setengah semanggi (gambar 2.4b) memungkinkan kendaraan bergabung ke dalam jalan bebas hambatan utama, tetapi kendaraan yang berbelok kekenan harus menantang arus lalu-lintas yang berlawanan pada arteri kecil. Simpang susun jenis ini dapat dibangun dalam berbagai bentuk dengan menetapkan loop dikuadran yang berlainan di sesuaikan dengan kondisi topografi dan pola lalu-lintas.

Mungkin bentuk yang paling umum untuk perpotongan antara jalan bebas hambatan dan jalan arteri adalah bentuk semanggi (gambar 2.4c). Pada persimpangan susun ini, jalan arteri memotong letaknya terpisah dan selain itu kedelapan gerakan membelok dapat dilakukan bebas dai perpotongan dimana lintasan kendaraan harus memotong. Kendaraan yang membelok keluar dari bagian kiri jalan, kemudian memasuki simpang susun dan selanjutnya bergabung lalu-lintas pada jalan yang dimasuki.

Gambar 2.4.d adalah bentuk diagram simpang susun directional yang sesuai untuk simpang susun antara jalan hambatan dengan jalan bebas hambatan lain. Gambar tersebut dengan jelas menunjukkan konsep dasar bahwa gerakan belok kanan yang


(41)

padat dapat diatasi dengan menyediakan belokan 90º kearah kanan. Ini diperlihatkan denagan adanya hubungan antara bagian kanan atas dengan kiri atas.

Gambar 2.4e mengambarkan susunan smpanga susun bentuk Y. Disini hanya 1 pemisahan tak sebidang yang dbutuhkan untuk menghindari perpotongan-perpotongan arus lalu-lintas sebidang. Tetapi perlu dicatat bahwa kendaraan yang berjalan dari atas kekanan bahwa adalah harus memutar. Juga dibutuhkan 2 buah gerakan menyelip dan keluar dari 1 jalan dan memasuki yang lainnya pada bagian kanan. Cara demikian sebenarnya kurang baik sehingga gerakan ini sepenuhnya harus dilarang.

Gambar 2.4f memperlihatkan pola simpang bentuk T atau terompet yang cocok untuk pertigaan. Perhatikan bahwa lalu-lintas yang berasal dari kiri atas ke kiri bahwa harus melalui belokan sebesar 270º, tetapi gerakan membelok lainnya memiliki sudut kelengkungan yang lebih kecil dari 90º. Suatu variasi bentuk terompet menggantikan loop sebesar 270 dengan sebuah jalan langsung ( directional road way).

Gambar 2.4.g adalah diagram sebuah bundaran (rotary intercection) yang digabungkan dengan sebuah “lalu-lintas” (over crossing) atau “ lintas bawah” “(under crossing) untuk jalan bebas hambatan. Bentuk ini efektif hanya bila digunakan untuk menarik volume lalu-lintas yang relatif rendah dari beberapa jalan lokal.

II.5. Persimpangan dengan lampu lalu lintas

Bagian yang kompleks dalam sistem lalu lintas adalah persimpangan dengan pengaturan sinyal lampu lalu lintas. Persimpangan dengan pengaturan sinyal lampu lalu lintas bila akan dianalisa perhitungannya melibatkan variasi yang luas dari kondisi-kondisi yang menentukan, meliputi jumlah dan distribusi pergerakan lalu-lintas, karateristik, dan detail dan sistem lampu lalu lintas dipersimpangan.


(42)

Dalam konsep kapasitas, suatu elemen yang penting dipertimbangkan adalah alokasi waktu dimana kendaraan yang akan bergerak akan melewati suatu persimpangan bersinyal memberikan rasa aman bagi si pengemudi. Pada dasarnya sinyal lampu lalu lintas mengalokasikan waktu pada setiap pergerakan kendaraan yang mengalami konflik, untuk memberikan ruang yang sama bagi setiap pergerakan kendaraan yang mengalami konflik untuk memberikan ruang yang sama bagi setiap pergerakan. Kapasitas persimpangan yang diatur sinyal lalu lintas, selain hal tersebut diatas juga dipengaruhi bagaimana cara pergerakan yang direncanakan didalam urutan fase. Dalam penyusunan fase gerakan membelok dapat dibuat untuk gerakan membelok terlindungi dan gerakan membelok terlawan.

Konflik antara arus pejalan kaki atau arus kendaraan dengan arus kendaraan yang membelok merupakan kejadian membelok terlawan, sedangakan gerakan membelok terlindungi terjadi bila dalam penyusunan fase tidak terjadi konflik dengan arus pejalan kaki atau kendaraan lain. Penggunaan fase terlawan dan terlindungi memberikan efisiensi yang lebih baik dalam suatu kondisi tertentu yang tergantung pada volume membelok dan volume arus dari arah berlawanan dan geometrik persimpangan.

II.5.1. Dasar Operasional Sinyal Lampu Lalu lintas

Untuk dapat memahami cara pengaturan lampu lalu lintas waktu tetap, perlu dijelaskan pengertian beberapa istilah yang dipakai. Istilah tersebut akan dijelaskan berdasarkan highway capacity manual (1985) berikut ini:

1. Waktu putar (Cyle time)

Jumlah waktu yang dibutuhkan dalam menyelesaikan satu putaran (dalam detik) , mulai lampu hijau kembali ke hijau lagi.


(43)

2. Fase (Phase)

Suatu bagian dari suatu putaran yang diberikan pada suatu kombinasi pergerakan lalu lintas yang memberikan hak untuk bergerak (right of way) selama satu interval atau lebih

3. Waktu semua merah (All Red)

Suatu waktu (dalam detik) yang pada saat itu lampu-lampu lalu lintas pada kaki persimpangan yang bersangkutan menunjukkan nyala lampu merah. Pada umumnya lampu semua merah hanya diberikan pada akhir satu putaran (sebelum bergeraknya kendaraan pada fase dengan volume tinggi). Jika terdapat lebih dari satu fase yang memiliki volume yang tinggi maka waktu semua merah dapat diberikan sebelum fase yang bersangkutan.

4. Peralihan (Change Periode)

Waktu kuning ditambah waktu semua merah, waktu peralihan terjadi diantara dua fase yang berurutan dan berfungsi untuk menyediakan clearance sebelum gerakan dari fase berikutnya diloloskan.

5. Waktu hilang (Change Periode)

Waktu selama persimpangan tidak digunakan secara efektif oleh suatu gerakan. Waktu ini terjadi selama terjadinya kekosongan dipersimpangan pada waktu peralihan dan pada awal tiap fase akibat beberapa kendaraaan dalam antrian mengalami kelambatan awal (Starting Delay).

6. Waktu hijau (Green Time)

Waktu pada suatu fase (dalam detik), yang selama itu lampu hijau menyala. 7. Waktu Hijau Efektif (Effective Green Time)


(44)

Suatu waktu (dalam detik) selama fase tertentu yang dapat dipergunakan secara efektif oleh gerakan yang diperkenankan atau sama dengan waktu ditambah waktu peralihan dikurang waktu hilang pada fase yang bersangkutan.

8. Waktu Merah Efektif (Effective Red Time)

Suatu waktu (dalam detik) selama satu atau sekumpulan gerakan secara efektif tidak diperkenankan bergerak. Waktu merah efektif merupakan selisih antara waktu putar dengan waktu hijau efektif.

Kerangka kerja dasar operasional sinyal lampu lalu lintas dikembangkan oleh Webster adalah dengan konsep fase yang merupakan dasar pertimbangan dalam mengalokasikan waktu bagi pergerakan pada persimpangan bersinyal. Konsep tersebut merupakan cara tradisional yang mana parameter-parameter pengontrolnya ditentukan untuk fase-fase dan dilaksanakan untuk semua pergerakan (all movement) yang memperoleh hak berjalan dalam satu fase. Konsep fase tersebut bertujuan untuk meminimumkan jumlah fase dengan anggapan bahwa waktu hilang total akan berkurangnya jumlah fase.

Parameter-parameter pengontrol yang menetukan dalam operasional sinyal lampu lalu-lintas pada metode tersebut adalah arus jenuh (saturation flow), waktu hijau efektif (effective green time), waktu hilang (lost time), perbandingan arus (flow ratio ) dan derajat kejenuhan (degres of saturation). Parameter-parameter tersebut berlaku juga pada konsep pergerakan yang dikenal oleh Akcelik. Dalam menentukan parameter-parameter tersebut ditentukan untuk pergerakan-pergerakan yang bertujuan untuk memaksimalkan jumlah pergerakan.


(45)

Hal tersebut memungkinkan untuk menentukan parameter-parameter apabila terdapat kelebihan pergerakan (overlap movement) yang terdapat satu fase, namun akan mengurangi total waktu yang diperlukan untuk mencapai kondisi kapasitas dari semua pergerakan pada persimpangan.

Dengan konsep pergerakan tersebut maka untuk mengidentiikasikan kepada seluruh pergerakan pada setiap fase. Konsep pergerakan memungkinkan untuk mengidentifikasikan pergerakan kritis (critical movement) yakni dengan membandingkan waktu pergerakan (movement time) diantara pergerakan pada satu fase yang disebut metode identifikasi pergerakan kritis (identification critical movement

methode ). Metode perbandingan arus yang diperkenalkan oleh Webster beranggapan

bahwa waktu hilang untuk seluruh pergerakan adalah sama dalam satu bila tidak terjadi pergerakan yang lebih dalam satu fase berikutnya. Namun untuk pergerakan membelok terlawan (opposed movement) pada dasarnya akan mungkin terjadi waktu hilang yang berbeda.

Pergerakan dari suatu pendekat (approach) jalan harus digambarkan sedemikian rupa sehingga pergerakan tersebut memiliki suatu karakteristik keadaan tesendiri yang menyatakan arus jenuh (saturation flow) ,waktu hijau efektif (effective green time) dan waktu hilang (lost time) dari pergerakan tersebut. Dari sini waktu yang dialokasikan kepadanya untuk mencapai kapasitas jalan merupakan kelompok lajur(lane group).

Karakteristik pergerakan tersebut juga merupakan konsep yang telah berkembang sebelumnya yakni pada metode Webster yang digambarkan pada gambar 2.5 dibawah ini.


(46)

Gambar 2.5. Model Dasar Diagram Sinyal lalu lintas

Arus jenuh (saturation flow) dalam gambar 2.5 diatas,mengamsumsikan bahwa ketika lampu mulai menyala hijau arus lalu lintas bergerak melewati garis berhenti (stop line) secara meningkat untuk mencapai arus lalu lintas yang konstan selama waktu hijau hingga pada akhir waktu hijau. Pengertian tersebut dapat diperoleh pada setiap metode penentuan arus lalu-lintas jenuh yang dapat dipakai sebagai acuan seperti pada Manual Kapasitas Jalan.

Waktu hilang (lost time) pada metode Akcelik memberikan pengertian waktu hilang untuk pergerakan (movement lost tome) . Sedangkan pada konsep fase memberikan pengertian waktu hilang fase (phase lost time). Waktu hilang pergerakan dan waktu hilang fase tidak memberikan perbedaan nilai total waktu hilang pada persimpangan. Namun dalam analisa waktu hilang pada konsep pergerakan memberikan selang waktu diantara permulaan waktu menyala hijau aktual dan permulaan waktu hijau efektif (effective green time) yang disebut kehilangan awal (start lost). Atau pada konsep fase kehilangan waktu awal (start lost) merupakan keterlambatan awal bergerak


(47)

(lost time due to start) dan tidak ada penambahan waktu antar hijau (intergreen) sebagaimana yang terdapat pada konsep pergerakan. Penjumlahan dari waktu antar hijau dan kehilangan waktu yang masih dapat dimanfaatkan kendaraan pada saat akhir waktu kuning (amber) untuk melintasi persimpangan. Sedangkan pada konsep fase memberikan pengertian yang lain tentang hal tersebut, dimana akhir pada pergantian warna merah (red) akan terjadi kehilangan waktu kuning(amber). Dengan persamaan matematis waktu hilang pada konsep pergerakan dapat ditujukan dengan persamaan berikut:

i

=k+m

dimana:

i = waktu hilang (detik) k = waktu kuning (detik) m = waktu merah semua (detik)

Waktu hilang total pada persimpangan merupakan jumlah seluruh waktu hilang pada setiap lengan simpang yang dinyatakan dengan persamaan berikut:

L=∑ I

Waktu antar hijau (intergreen time) adalah waktu yang diperlukan untuk pergantian antara waktu hijau pada setiap satu fase awal ke fase awal berikutnya, waktu yang diperuntukkan pada periode ini adalah selama 4-5 detik. Atau dimana waktu semua sinyal beberapa saat tetap sebelum pergantian sinyal berikutnya yang disebut antara (interval) dan pertukaran tersebut selama waktu kuning (amber) dan merah semua (all red) yang disebut pertukaran antara (charge interval). Waktu tersebut terdiri atas waktu kuning selama 3 detik dan waktu merah/kuning selam 1-2 detik. Waktu merah/kuning dapat juga disamakan dengan waktu merah pada sistem Amerika Serikat


(48)

yang juga dipergunakan di Indonesia. Waktu merah semua ini dipergunakan untuk membersihkan daerah persimpangan sebelum pergerakan fase berikutnya.Lama waktu antar hijau bergantung pada ukuran lebar persimpangan dan kecepatan kendaraan, Akcelik merekomendasikan waktu tersebut antara 4-8 detik.Di Indonesia waktu antara hijau dialokasiakan sebagaimana yang ditunjukkan pada tabel 2.2.

Ukuran Simpang Lebar Jalan(m) Waktu Antar Hijau

Kecil 6-9 4 detik/fase

Sedang 10-14 5 detik/fase

Besar ≥15 ≥6 detik/fase

Tabel 2.2.Waktu Antar Hijau Indonesia

Waktu hijau (green time) adalah waktu aktual dari suatu fase hijau yang mana pada waktu tersebut lalu lintas mendapat hak jalan melintasi persimpangan.

Pengertian tersebut merupakan pengertian umum untuk semua metode perancangan sinyal lalu-lintas.

Waktu hijau efektif (effective green time) dihitung berdasarkan :

1. Pada waktu lampu lalu lintas kuning (sesudah lampu hijau), maka arus lalu lintas masih akan terus menyeberangi jalan.

2. Walaupun demikian pada saat lampu kuning, arus lalu lintas yang lewat tidak sebanyak pada saat lampu masih hijau, karena sebagian pengemudi sudah ragu-ragu apakah akan terus atau akan berhenti.

3. Pada saat awal lampu hijau, pengemudi masih perlu waktu untuk bereaksi untuk mulai menyeberangi jalan.


(49)

Waktu hijau efektif = waktu hijau + koreksi (a) – koreksi (b) – koreksi (c) Koreksi (a) = Waktu tambahan, karena pada saat lampu kuning, kendaraan masih melewati garis stop. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997, koreksi (a) dianggap sama dengan koreksi (b) + koreksi (c), sehingga waktu hijau efektif sama dengan waktu hijau sebenarnya.

Koreksi (b) dan (c) disebut waktu hilang (lost time), umumnya ditentukan masing-masing sebesar 1 detik.

Waktu siklus (cyclus time) adalah panjang waktu yang diperlukan dari rangkaian urutan fase lalu-lintas (siklus). Lama waktu siklus dari suatu sistem opersional sinyal lampu lalu-lintas dengan waktu tetap (fixed time) mempengaruhi tundaan rata-rata (average delay) dari kendaraan yang melewati persimpangan. Waktu siklus yang kecil akan mengakibatkan terjadinya arus lewat jenuh pada simpang tersebut.Waktu siklus yang terlalu panjang juga tidak memberikan kebaikan dalam operasional sinyal lampu lalu-lintas. Untuk itu penentuan waktu siklus yang optimum dapat ditentukan dengan menggunakan tundaan rata-rata yang dialami setiap kendaraan sebagai dasar penurunan rumus. Sehingga untuk kriteria tundaan minimum rata-rata yang dialami setiap kendaraan, waktu siklus optimum dinyatakan pada persamaan:

IFR xLTI opt

c

− + = 1 5 5 . 1 opt

c = Waktu siklus optimum

LTI = Waktu hilang total pada satu fase

IFR = Jumlah FR maksimum tiap fase

IFR = asjenuh aruslalul e assuatufas Aruslalul int int


(50)

Namun selain tundaan rata-rata masih ada faktor yang dapat diperhitungkan dalam menentukan waktu siklus, yakni hentian (stop). Rumus penentuan waktu siklus optimum yang demikian mengkombinasikan tundaan dan hentian yang meminimumkan beberapa parameter seperti operasional kendaraan.

II.5.2. Sistem Operasional Lampu Lalu-Lintas

Dalam pengoperasian sinyal lampu lalu-lintas dapat dikategorikan kepada jenis perlengkapan yang digunakan,yaitu:

II.5.2.1. Operasioanal waktu sinyal tetap (Fixed time signal operation)

Panjang siklus, fase hijau dan perubahan interval diatur menurut suatu jadwal tertentu. Panjang siklus dan fase adalah tetap selama interval tertentu,sehingga tipe ini merupakan bentuk sederhana. Pada keadaan tertentu tipe ini tidak efisien dibandinkangkan dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada volume arus lalu-lintas. Sehingga untuk kebutuhan pengndalian pada waktu-waktu tertentu sistem ini harus diprogram untuk situasi berbeda dalam satu hari.

II.5.2.2. Operasional waktu sinyal separuh nyata (Semi Actuated Operation)

Tipe pengoperasian ini bisa dipasang pada persimpangan yang mempunyai tingkt arus lalu-lintas berbeda.Sebuah alat deteksi dipasang pada jalan minor untuk mengetahui kedatangan kendaraan dari jalan tersebut,dan diatur sedemikian rupa sehungga jalan mayor selalu mendapat sinyal lampu hijau.


(51)

II.5.2.3. Operasioanl waktu sinyal yang nyata (Full actuated operation)

Pada operasional waktu sinyal dengan tipe ini, pada tiap lengan persimpangan diberikan detektor. Dengan memberikan batasan maksimum dan minimum waktu hujau untuk setiap fase pergerakan. Operasional tersebut memungkinkan adanya satu fase yang terlewati bila tidak ada kendaraan yang lewat atau terdeteksi. Panjang siklus akan berubah-ubah sesuai dengan arus lalu-lintas yang dilayani. Tipe seperti ini baik untuk pengoperasian simpang yang terisolasi dan tidak dikoordinasikan dengan simpang yang lainya.

Keuntungan yang dapat diperoleh dengan pengoperasian waktu sinyal tetap (fixed timed operation) adalah:

1. Waktu mulai (start) dan lama interval yang tetap, sehingga memudahkan untuk mengkorfirmasikannya dengan lampu lalu lintas yang berdekatan. 2. Tidak dipengaruhi kondisi arus lalu-lintas pada suatu waktu tertentu.

3. Lebih dapat diterima pada kawasan dengan volume arus pejalan kaki yang tetap dan besar.

4. Biaya instansi yang lebih murah dan sederhan serta perawatan yang lebih murah.

5. Pengemudi dapat memperkirakan fase.

Keuntungan pemakain lampu lalu lintas dengan waktu tidak tetap (actuated operation) adalah:

1. Efisiensi persimpangan maksimum karena lama tiap fase disesuaikan dengan volume pergerakan yang melewati persimpangan.

2. Dapat menyediakan fasilitas berhenti (stop) dan jalan (go) secara menerus tanpa penundaan yang berarti.


(52)

3. Secara umum menurunkan tundaan pada persimpangan terisolasi.

II.5.3. Desain Operasional Lampu Lalu-Lintas

Suatu pergerakan menyatakan suatu antrian kendaraan tersendiri yang bergerak menuju persimpangan dan memiliki kekhususan dalam arah pergerakan, penggunaan lajur, dan saat serta lama penggunaan hak untuk berjalan. Alokasi hak untuk berjalan pada setiap pergerakan ditentukan sistem pemfasean lampu lalu-lintas. Hal ini tidak berbeda dengan metode-metode pada desain operasional sinyal lampu lalu-lintas pada Manual Kapasitas jalan maupun pada metode Akcelik.

Penelitian rencana fase yang paling sesuai adalah aspek terpenting dalam perencanaan lampu lalu-lintas. Perencanaan fase meliputi penentuan jumlah fase yang akan digunakan dan urutannya ketika digunakan. Umumnya pengendalian dua fase digunakan apabila tidak dilihat keharusan menggunakan fase tambahan.

Sebab interval pergantian antar fase memberikan waktu hilang dalam satu siklus, sehingga apabila jumlah fase bertambah, maka presentase waktu siklus yang merupakan waktu hilang akan meningkat juga.

II.5.3.1.Pengendalian Dua Fase

Pengaturan sinyal lampu lalu lintas dengan pengendalian dua fase merupakan yang paling sederahana dan paling murah, Masing-masing jalan dari dua jalan yang berpotongan diberikan fase untuk kendaraan yang diperbolehkan bergerak melewati persimpangan. Seluruh gerakan belok kanan dan kiri dilakukan menurut gerakan membelok terlawan terhadap arus dari arah yang berlawanan maupun pejalan kaki. Fase


(53)

ini direncanakan secara umum digunakan kalau volume membelok dibutuhkan dengan fase tersendiri.

II.5.3.2 Pengendalian Multi Fase

Pengendalian multi fase dipakai pada persimpangan dimana satu atau lebih gerakan membelok kekiri maupun kekanan memerlukan fase tersendiri (exclusive). Secara umum gerakan membelok ke kanan dengan fase tersendiri baik secara sebagian atau penuh (partially or fully right turn phase).

Manual kapasitas jalan memberiakan batasan untuk volume belok kanan yang memerlukan fase tersendiri, apabila volume tersebut telah mencapai lebih dari 200 kendaraan per jam. Fase untuk gerakan belok kanan diperlukan apabila kecepatan kendaraan dari arah berlawanan (Opposing) melebihi kecepatan 65 km per jam.

II.6. Penentuan Arus Lalu Lintas Jenuh

Arus jenuh adalah antrian arus lalu lintas pada saat awal waktu hijau yang dapat melewati garis stop pada suatu lengan secara terus-menerus selama waktu hijau dari suatu antrian tidak terputus. Sebagaimana yang telah diutarakan diatas bahwa arus lalu lintas jenuh pada persimpangan bersinyal merupakan karakteristik pergerakan.

Arus lalu lintas jenuh pada suatu lengan persimpangan merupakan kapasitas lengan tersebut per siklus. Oleh karena kapasitas suatu persimpangan ditentukan oleh kapasitas masing-masing lengan simpang. Maka kondisi fisik lengan persimpangan, seperti lebar pendekat maupun lajur, jari-jari belok dan kelandaian lengan simpang serta jenis kendaraan yang melewati persimpangan, dengan demikian faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi besar arus pada persimpangan itu.


(54)

Secara ideal pengukuran arus jenuh lebih baik dilakukan dilapangan. Akan tetapi pengukuran arus jenuh dengan estimasi diperlukan ketika akan dilakukan pemasangan lampu lalu lintas pada persimpangan maupun untuk memodifikasi keadan sinyal lampu lalu-lintas (signal setting) yang telah ada berkenaan dengan perubahan geometrik persimpangan, alokasi lajur dan susunan fase.

Estimasi arus jenuh didasarkan pada hasil penelitian sebelumnya dari sejumlah persimpangan pada masa tertentu. Aspek-aspek yang mempengaruhi arus jenuh secara umum adalah faktor lingkungan, tipe lajur, kemiringan dan komposisi lalu lintas. Estimasi empiris yang pernah dilakukan pada setiap metode pengukuran arus jenuh dikembangkan atas dasar pertimbangan pengaruh faktor-faktor tersebut.

Metode Manual Kapasitas Jalan, Akcelik, Kimber dan Webster dalam memperhitungkan arus jenuh kepada asumsi fungsi yang memperhitungkan arus jenuh dibedakan kepada asumsi fungsi yang mempengaruhi arus jenuh dan faktor penyesuain. Manual Kapasitas Jalan yang menetapkan arus jenuh sebagai fungsi lebar jalur dari grup lajur yang sama tidak berbeda secara prinsip dengan asumsi yang diperkenalkan Webster yang menetapkan fungsi ebar total pendekat. Demikian juga dengan Kimber yang menetapkan arus jenuh sama dengan Manual Kapasitas Jalan berdasarkan lebar lajur sehingga arus jenuh diperoleh dari total arus pada grup lajur pada pendekat tersebut. Selain hal tersebut ditambah dengan Akcelik yang menetapkan arus jenuh berdasarkan masing-masing pergerakan yang bisa diperoleh dengan menjumlahkan arus setiap lajur yang menyusun pergerakan bersangkutan.


(55)

II.6.1. Pengukuran Arus Jenuh

Perhitungan arus jenuh yang telah dikemukakan sebelumnya, untuk lokasi tertentu dapat dilakukan pengukuran langsung dilapangan. Dengan data-data yang ada dilapangan, seperti lebar jalan, faktor kendaraan parkir, jumlah kendaraan tak bermotor, dan lain sebagainya dapat dihitung arus jenuh jalan pada persimpangan tersebut.

II.6.2. Estimasi Arus Jenuh

Arus jenuh dapat dinyatakan sebagai hasil perkalian dari arus jenuh dasar (So), yaitu arus jenuh pada keadaan standar, dengan faktor penyesuaian (F) untuk penyimpangan dari kondisi sebenarnya,dari suatu kumpulan kondisi-kondisi (ideal) yang telah ditetapkan sebelumnya.

S=So x F1 X F 2 X F 3 X F 4 X...X Fn

Untuk pendekat terlindungi arus jenuh dasar ditentukan sebagai fungsi dari lebar efektif pendekat(Wc):

So = 600 x We Dengan :

So = Arus lalu lintas jenuh (smp/jam) We = lebar jalan (meter)

Arus lalu lintas jenuh dasar tersebut, kemudian masih harus dikoreksi lagi dengan:

1. Ukuran kota (CS) : Jumlah penduduk

2. Hambatan samping (SF) : Kelas hambatan samping dari lingkungan 3. Kelandaian (G) : % naik(+) atau turun (-).


(56)

4. Parkir :Jarak garis henti-kendaraan parkir pertama. 5. Gerakan membelok :%belok kanan(RT), % belok kiri(LT)

II.7. Kapasitas Persimpangan Jalan

Dalam penganalisaan kapasitas, ada suatu prinsip dasar yang obyektif yaitu perhitungan jumlah maksimum arus lalu lintas yang dapat ditampung oleh fasilitas yang ada serta sebagaimana kualitas operasional fasilitas itu sendiri yang tentunya akan sangat berguna dikemudian hari. Dalam merencanakan suatu fasilitas jarang dijumpai suatu perencanaan agar fasilitas tersebut dapat berfungsi mendekati kapasitasnya. Kapasitas dari suatu fasilitas akan menurun fungsinya jika dipergunkan saat atau mendekati kapasitasnya.

II.7.1 Defenisi Kapasitas

Kapasitas didefenisikan oleh Kapasitas Manual Jalan Raya 1997 sebagai jumlah maksimum saat manusia atau kendaraan secara rasional diharapkan dapat melalui suatu fisik atau bagian jalur yang seragam atau jalan raya untuk jangka waktu tertentu pada kondisi jalan, lalu lintas dan kondisi pengendalian saat itu.

Dalam menganalisa digunakan periode waktu selama 15 menit dengan mempertimbangkan waktu tersebut merupakan interval terpendek selama arus yang stabil.

Pada perhitungan kapasitas bahwa kondisi jalan lalu-lintas dan sistem pengendaliannya tetap. Hal-hal yang terjadi yang dapat membuat suatu perubahan kondisi yang ada, mengakibatkan terjadinya suatu perubahan kondisi yang ada mengakibatkan terjadinya


(57)

perubahan kapasitas pada fasilitas tersebut. Sangat dianjurkan dalam penentuan kapasitas suatu fasilitas kondisi perkerasan dan cuaca dalam keadaan baik.

II.7.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kapasitas

Pada umumnya dalam penganalisaan kapasitas, kondisi umum (Prevaling Condition) belum memastikan bahwa kondisi tersebut merupakan kondisi yang ideal. Kondisi ideal untuk jalan persimpangan bersinyal adalah sebagai berikut:

1. Memiliki lebar lajur 10-12 ft 2. Memiliki kelandaian yang datar

3. Tidak adanya parkir dijalan pada persimpangan.

4. Dalam aliran lalu lintas semuanya terdiri dari mobil penumpang, bus-bus transit lokal tidak boleh berhenti pada areal persimpangan.

5. Semua kendaraan yang melintasi persimpangan bergerak lurus

6. Persimpangan yang bukan berada didaerah ”Distrik Usaha Utama” (CBD=Central Business Destrict)

7. Indikasi sinyal hijau ada sepanjang waktu

8. Kondisi-kondisi umum yang ada biasanya mencakup kondisi jalan, kondisi lalu-lintas serta kondisi pengontrolan

Kondisi-kondisi inilah yang sangat mempengaruhi kapasitas persimpangan bersinyal.

II.7.3. Kapasitas Dari Persimpangan Bersinyal

Kapasitas secara menyeluruh dari suatu persimpangan adalah merupakan akomodasi dari gerakan-gerakan yang utama dan membandingkan terhadap tiap-tiap bagian dari kaki lajur yang ada. Kapasitas pada persimpangan didefenisikan untuk


(58)

setiap bagian kakinya, Kapasitas ini merupakan tingkat arus maksimum (maximum rate of flow) yang dapat melalui suatu persimpangan pada keadaan lalu-lintas awal dan keadaan jalan serta tanda-tanda lalu-lintasnya. Tingkat arus (Rate Of Flow) umumnya dihitung untuk periode waktu 15 menit dan dinyatakan dalam kendaraan per jam (Vehilce/Hour)

Kondisi lalu lintas mencakup volume setiap kaki persimpangan, distribusi gerakan lalu-lintas (kekiri, lurus dan kekanan), tipe distribusi kendaraan dalam setiap gerakan, lokasi dan penggunaan pemberhentian bus, daerah penyebrangan pejalan kaki dan tempat-tenpat parkir didaerah persimpangan tersebut.

Kapasitas pada persimpangan untuk persimpangan bersinyal didasarkan pada konsep arus jenuh (saturation flow) dan tingkat arus jenuh (saturation flow rate). Saturation flow rate didefenisikan sebagai tingkat arus maksimum (rate of flow maksimum) yang dapat melalui setiap kaki persimpangan tas grup lajur yang diasumsikan mempunyai 100 waktu hijau efektif (effective green time).

C = So x

c g

Dimana:

C : Kapasitas untuk lengan atau kelompok lajur i So : Arus jenuh dasar atau kelompok lajur

c g

: Rasio waktu hijau untuk lengan atau kelompok lajur i

Derajat kejenuhan (degree of saturation)adalah perbandingan arus kedatangan dengan kapasitas dan dinyatakan dalam persamaan berikut:

DS =

C Q

=

Sxg QxC


(59)

Dimana:

Q = Arus lalu lintas C = Waktu siklus S = Arus jenuh G = Waktu hijau

Dalam mencapai kondisi derajat kejenuhan maksimum yang dapat diterima diperlukan waktu siklus maksimum dengan persamaan berikut:

Cm = IFR LTI − 1 Dimana:

Cm : Waktu siklus minimum yakni waktu secara teoritis sepanjang waktu yang dapat dipergunakan arus lalu lintas melintasi persimpangan selama satu siklus.

IFR : Jumlah nilai rasio arus pada arah dominan yang mana rasio arus untuk jalan pada fase yang dipilih memiliki rasio tertinggi.

II.8 Perilaku Lalu-Lintas II.8.1. Panjang Antrian

Jumlah rata-rata antrian smp pada awal sinyal hijau (NQ) dihitung sebagai jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya (NQ1 )ditambah jumlah smp yang

datang selama fase merah(NQ2):

NQ=NQ1+NQ2

Dengan

NQ1 = 0.25 xC x

     + +C DS x DS

DS 1) ( 1) 8 ( 0.5


(60)

Jika DS >0.5;selain itu NQ1 = 0

NQ2 = c x

GRxDS GR

−−

1 1

x 3600

Q

Dimana:

NQ1 : Jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya NQ2 : Jumlah smp yang datang selama fase merah

DS : Derajat kejenuhan GR : Rasio hijau

c : Waktu siklus(det).

C : Kapasitas(smp/jam)=arus jenuh kali rasio hijau(S x GR) Q : Arus lalu-lintas pada pendekat tersebut(smp/det).

II.8.2.Angka Henti

Angka henti (NS) yaitu jumlah berhenti rata-rata kendaraan (termasuk berhenti terulang dalam antrian) sebelum melewati suatu dihitung sebagai:

NS=0.9 x

Qxc NQ

x 3600

Dimana c adalah waktu siklus (det) dan Q adalah arus lalu-lintas(smp/jam)dari pendekat yang ditinjau.

II.8.3.Tundaan (Delay)

Suatu ukuran daya guna yang kritis pada fasilitas arus terganggu adalah tundaan. Tundaan adalah suatu ukuran yang umum yang dapat diinterprestasikan dengan jumlah berhenti rata-rata.Waktu tunda henti rata-rata (average stopped time delay) adalah


(61)

ukuran keefektifan yang prinsipil yang digunakan dalam mengevaluasi tingkat pelayanan pada persimpangan bersinyal (signalised intersection).

Waktu tunda henti (stopped time delay) adalah waktu yang dihabiskan oleh sebuah kendaraan untuk berhenti dalam suatu antrian saat menunggu untuk memasuki sebuah pesimpangan.

Waktu tunda rata-rata (average stopped time delay) adalah total waktu tunda henti (stopped delay) yang dialami oleh semua kendaraan pada sebuah jalan atau kelompok lajur atau kelompok lajur selama suatu periode waktu yang ditentukan, dibagi dengan volume total kendaraan yang memasuki persimpangan pada jalan atau kelompok lajur selam periode waktu yang sama, dinyatakan dalam detik per kendaraan.

Tundaan rata-rata untuk masing-masing kaki persimpangan adalah: DJ=DTj+DGj

Dimana:

Dj : Tundaan rata-rata untuk pendekat j(det/smp).

DTj : Tundaan lalu-lintas rata-rata untuk pendekat j(det/smp) DGj : Tundaan geometrik rata-rata untuk pendekat j(det/smp)

Tundaan lalu-lintas rata-rata pada suatu pendekat j dapat ditentukan dari rumus berikut:

DT = cx

) 1 ( ) 1 ( 5 . 0 2 GRxDS GR x

− − + C1 x3600 NQ

Dimana:

c : Waktu siklus GR : Rasio hijau (g/c) Ds : Derajat Kejenuhan


(62)

NQ1 : Jumlah smp yang tertinggal pada suatu pendekat j dapat

diperkirakan sebagai berikut: Dan

DG = (1-Psv)xP

T x6+(Psvx4)

Dimana:

Psv : Rasio kendaraan terhenti pada suatu pendekat Pt : Rasio kendaraan membelok pada suatu pendekat

Pada tabel dibawah akan ditunjukkan Tingkat Pelayanan pada persimpangan bersinyal yang dihubungkan dengan tingkat henti tiapa kendaraan

Tingkat Pelayanan Tundaaan Henti Tiap Kendaraan (detik)

A ≤5.0

B 5.1 – 15.0

C 15.1 – 25.0

D 25.1 – 40.0

E 40.1 – 60.0

F ≥60.0

Tabel 2.3 Tingkat Pelayanan

Dapat disimpulkan bahwa dalam pekerjaan desain waktu sinyal memiliki kerangka kerja yang sama untuk tipa metode. Kerangka kerja dari desain waktu sinyal yang dapat terdapat pada semua metode meliputi elemen-elemen sebagai berikut:

1. Penyusunan fase/pergerakan 2. Penentuan arus jenuh


(63)

3. Penentuan parameter persimpangan 4. Penentuan waktu siklus

5. Pengalokasian waktu hijau pada tiap fase/pergerakan 6. Peninjauan kinerja persimpangan

Simpang bersinyal secara umum bekerja paling efektif apabila simpang tersebut dapat beroperasi dengan modal dua fase dan bila keadaan berikut dipenuhi

1. Daerah konflik didalam daerah simpang adalah kecil

2. Lajur terdekat dengan kereb sebaiknya dibuat lebih lebar daripada lebar standar untuk lalu-lintas kendaraan bermotor

3. Median harus digunakan bila lebar jalan lebih dari 10 m untuk mempermudah penyebaran pejalan kaki dan penempatan tiang sinyal

4. Marka penyeberangan pejalan kaki sebaiknya ditempatkan 3-4 m dari garis lurus perkerasan untuk mempermudah kendaraan yang membelok mempersilahkan pejalan kaki menyeberang dan tidak menghalangi kendaraan-kendaraan yang bergerak lurus.

5. Perhentian bis sebaiknya setelah simpang,yaitu ditempat keluar dan bukan ditempat pendekat.

II.8.4.Faktor Jam Puncak

Faktor jam puncak (Peak hour factor/PHF) dapat didefenisikan sebagai perbandingan volume lalu-lintas rata-rata selama jam sibuk dengan volume maksimum yamg terjadi selama periode waktu yang sama.Dalam penganalisaan kapasits,PHF ditetapkan berdasrakan periode waktu 15 menit.Untuk mendapatkan nilai PHF untuk suatu persimpangan diambil dalam interval waktu 15 menit selama 1 jam.


(64)

PHF =

menit cak

xVolumepun

sibuk lselamajam

Volumetota

15 4

Batasan minimum dan maksimal hasil penelitian berkisar dari 0,47 s/d 1,00. Harga PHF ditentukan secara terpisah untuk tiap-tiap kaki persimpangan.


(65)

BAB III METODOLOGI

Metodologi merupakan cara-cara teknik/penjabaran suatu analisa perhitungan yang dilakukan dalam rangka mencapai suatu tujuan dalam penelitian. Agar pelaksanaan penelitian dapat dilakukan dengan benar maka metodologi penelitian harus dilakukan dengan secermat mungkin dan setepat mungkin. Dalam mencapai tujuan tersebut maka digunakanlah diagram alir (flow chart) sebagai acuan pelaksanaan penelitian. Untuk itu susunan diagram alir yang ada harus dapat diuraikan secara jelas baik lingkup penelitian sampai hasil-hasil yang diharapkan dari setiap kelompok bahasan yang terdapat pada diagram alir.


(66)

III.1. Maksud dan Tujuan Studi Maksud dari studi ini adalah :

Adapun maksud penulisan tugas akhir ini adalah untuk mengatasi terjadinya kemacetan yang terjadi di lengan persimpangan JL. Thamrin – JL. M.T. Haryono – JL. Aip II K.S. Tubun.

Adapun tujuan dalam studi ini adalah untuk menentukan suatu sistem pengaturan lampu lalu lintas yakni fase dan waktu siklus optimum agar kemacetan pada lengan persimpangan dapat diatasi.

III.2. Tinjauan Pustaka

Studi pustaka yang akan dilaksanakan mencakup dasar – dasar teori dan perhitungan yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan baik berupa karakteristik lalu lintas, penentuan arus lalu lintas, penentuan kapasitas parsimpangan jalan, dan perilaku lalu lintas dan segala hal yang berhubungan dengan penelitian.

III.3. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan di persimpangan JL. Thamrin – JL. M.T. Haryono – JL. Aip II K.S. Tubun. Pada persimpangan tersebut terdapat empat (4) kaki persimpangan yaitu JL. Thamrin (U), JL. M.T. Haryono (B), JL. Aip II K.S. Tubun (T). Data yang diambil berupa:

III.3.1. Data Primer

Data primer antara lain didapat melalui pengumpulan data yang dilakukan adalah teknik observasi yaitu suatu cara pengumpulan data melalui pengamatan dan


(67)

pencatatan segala yang tampak pada objek penelitian yang pelaksanaannya dapat dilakukan secara langsung pada tempat dimana suatu peristiwa atau kejadiaan terjadi. Adapun alat yang digunakan dalam pengamatan ini yaitu peralatan manual, untuk yang paling sederana yaitu dengan mencatat lembar formulir survei.

Data yang dikumpulkan antara lain:

1. Data volume lalu lintas disetiap kaki persimpangan pada jam sibuk (peak hour) 2. Data geometrik persimpangan

3. Data sinyal

4. Data kondisi lingkungan

Waktu survei lalu lintas dilakukan selama satu (1) minggu yaitu hari senin – minggu, mulai dari tanggal 7 April 2008 s.d. 13 April 2008. Alasan pemilihan ini adalah agar mendapatkan data yang lebih akurat sehingga hasilnya dapat digunakan untuk perencanaan dan perbaikan di masa yang akan datang.

Volume lalu lintas diambil pada jam jam–jam sibuk masing–masing lengan percabangan yaitu:

1. Pagi hari pukul 07.00 WIB – 09.00 WIB 2. Siang hari pukul 12.00 WIB – 14.00 WIB 3. Sore hari pukul 16.00 WIB – 18.00 WIB

Dengan interval 15 menit kemudian dijumlahkan setiap satu (1) jam.

III.3.2.1. Pengumpulan Data Volume Lalu Lintas

Metode pengumpulan data volume lalu lintas dilakukan secara manual, pengumpulan data ini dilakukan untuk mendapatkan data volume lalu lintas.


(68)

Untuk mendapatkan data ini ditempatkan empat (4) pos pengamatan yang setiap pos ditempati dua (2) orang petugas yang bertugas untuk mencatat jumlah dan asal dari kendaraan yang melalui pos pencatatan. Pada setiap pos, petugas dilengkapi dengan formulir jumlah dan jenis kendaraan. Pos petugas ditempatkan pada posisi yang mudah mengamati pergerakan arah lalu lintas yang sedang dihitung.

Adapun klasifikasi kendaraan dibagi menjadi sebelas (11) bagian yaitu:  Kelas 1 : Sepeda motor, sekuter, becak mesin  Kelas 2 : Sedan , jeep, station wagon

 Kelas 3 : Oplet, pick up, combi, mocro bis, suburban  Kelas 4 : Micro bis, mobil hantaran

 Kelas 5a : Bus kecil  Kelas 5b : Bus besar  Kelas 6 : Truk 2 as  Kelas 7a : Truk 3 as  Kelas 7b : Truk gandeng  Kelas 7c : Truk semi trailer

 Kelas 8 : Kendaraan tak bermotor

Adapun klasifikasi diatas dipersempit lagi untuk memudahkan didalam perhitungan dengan metode Manual Kapasitas Jalan Raya Indonesia 1997 (MKJI 1997) yaitu:

 Kendaraan berat (HV) : Kelas 5a, 5b, 6, 7a, 7b, 7c  Kendaraan ringan (LV) : Kelas 2, 3, 4

 Sepeda motor (MC) : Kelas 1  Kendaraan tak bermotor (UM) : Kelas 8


(69)

III.3.2.2. Pengumpulan Data geometrik Persimpangan

Metode pengumpulan data geometrik persimpangan dilakukan dengan pengukuran langsung dilapangan. Tujuan dari pengumpulan data ini adalah untuk mendapatkan tipe lokasi, jumlah lajur, lebar lajur, keberadaan belok kiri khusus dan belok kanan khusus, dan kondisi parkir.

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan Walking measure dengan ketelitian 0.1 meter, dan waktu pengambilan dilakukan pada saat kendaraan yang melalui ruas jalan tersebut tidak dilintasi karena lampu lalu lintas dalam keadaaan merah (Stop). Hal ini dilakukan agar tidak menggangu arus lalu lintas dipersimpangan tersebut.

III.3.3. Pengumpulan Data Sinyal

Metode yang dilakukan dalam pengumpulan data sinyal ini adalah dengan melakukan pengamatan secara langasung. Adapun tujuannya untuk mendapatkan:

 Lama masing – masing waktu merah, kuning dan hijau  Fase lampu lintas

Untuk mengukur lamanya waktu merah, kuning dan hijau digunakan stopwatch yang dicocokkan pada timer display yang berada pada samping lampu lalu lintas tersebut.

III.3.4. Pengumpulan Data Kondisi Lingkungan

Metode yang dilakukkan dalam pengumpulan data kondisi lingkungan ini dilakukan dengan pengamatan langsung. Tujuan dari pengumpulan data ini adalah untuk mengetahui penggunaan lahan disekitar daerah persimpangan yang menjadi objek dari karya tulis ini.


(70)

 Data kelas ukuran kota  Kelas hambatan samping  Tipe lingkungan jalan

 Tata guna lahan dan lain sebagainya

III.4. Analisa Data

Adapun perhitungan yang dilakukan untuk pencapai tujuan tersebut adalah perhitungan fase dan waktu siklus optimum dengan menggunakan metode MKJI 1997.


(71)

BAB IV

DATA DAN ANALISA DATA

IV.1 Pengumpulan Data IV.1.1 Lokasi

Sesuai dengan tujuan dari tugas akhir ini, yaitu mengevaluasi kondisi persimpangan dengan operasional sinyal lampu lalu lintas, maka untuk pemeliharaan lokasi persimpangan dipilih adalah persimpangan yang mengalami kendala antrian panjang pada saat jam sibuk. Jam sibuk dimaksud adalah pada periode dimana arus lalu lintas tersendat (congestion). Hal tersebut memungkinkan kondisi arus lalu lintas jenuh persimpangan sehingga apabila kendaraan yang melintasi persimpangan tersebut mengalami lampu merah tidak hanya satu kali.

Pengamatan lalu lintas tidak hanya menghitung volume lalu lintas aktual. Melainkan juga perhitungan arus lalu lintas pada kondisi jenuh pada saat kendaraan melintasi persimpangan. Juga dihitung data sinyal lalu lintas yaitu lama waktu hijau, waktu merah untuk setiap ruas jalan pada persimpangan tersebut.

Peninjauan arus lalu lintas pada kondisi jenuh bertujuan untuk mendapatkan waktu hilang, yang merupakan parameter dasar perencanaan alokasi waktu persinyalan. Dengan demikian lakosi pengamatan diusahakan pada persimpangan yang dilengkapi dengan marka jalan selain instalasi sinyal lampu lalu lintas yang ada, sehingga akan ditemukan keadaan waktu hilang pada persimpangan yang memiliki pembagian lajur dan rambu yang melarang kendaraan parkir pada lengan persimpangan. Kondisi ini dianggap mewakili kondisi persimpangan yang terib lalu lintas.


(72)

Sesuai dengan kriteria diatas, maka pemilihan lokasi persimpangan yang diambil adalah persimpangan JL. Thamrin (U), JL. M.T. Haryono (B), JL. Aip II K.S. Tubun (T), untuk dinilai pengaaruh pengoperasian sinyal lalu lintas pada persimpangan tersebut.

IV.1.2. Periode Survei a. Arus lalu lintas Aktual

Pengamatan arus lalu lintas didasarkan pada pengamatan arus rata-rata satu periode jam puncak (peak hour). Berdasarkan pengamatan pendahuluan yang dilakukan secara visual selama satu minggu pada simpang JL. Thamrin (U)-JL. M.T. Haryono (B)-JL. Aip II K.S. Tubun (T) didapat jam puncak selama periode pagi (jam 07.00 – 09.00), siang (jam 12.00 – 14.00), sore (16.00 – 18.00)

Arus lalu lintas dihitung berdasarkan pengelompokan jenis kendaraan dan distribusi pergerakan yakni membelok ke kiri, ke kanan, dan lurus. Periode pengamatan adalah selama 2 jam dengan interval waktu selama 15 menit.

b. Arus Lalu lintas jenuh

Pengamatan arus lalu lintas jenuh pada persimpangan adalah perhitungan jumlah arus lalu lintas yang mengalir melintasi garis berhenti pada periode awal hijau sampai akhir hijau. Pengamatan dilaksanakan pada kaki persimpangan dalam waktu yang bersamaan pada saat jam sibuk.

c. Kondisi Sinyal dan Geometrik Simpang

Survei keadaan persimpangan meliputi kondisi sinyal lampu lalu lintas yakni alokasi waktu siklus dan sistem operasional sinyal pada persimpangan tersebut. Pencatat waktu siklus dilaksanakan pada satu hari meliputi jam sibuk dan diluar jam sibuk, untuk


(73)

mendapatkan keadaan sistem sinyal yang beroperasi. Geometrik simpang yang dibutuhkan sebagai data masukan yakni lebar jalan setiap lengan persimpangan.

Tabel 4.1. Alokasi waktu sinyal

Lengan Sinyal

Merah (Detik) Kuning (Detik) Hijau (Detik) JL. M.T. HARYONO 46 3 49 JL. THAMRIN 54 3 41 JL. AIP II K.S. TUBUN 46 3 49

3 detik 54 detik

Keterangan :

Hijau Merah Kuning

98 detik 49 detik

3 detik

41 detik

Jl. Thamrin

Jl. AIP. II KS Tubun Jl. MT Haryono

46 detik


(74)

IV.2. Analisa Data

Dari data-data diperoleh dari lokasi dibuat perhitungan sebagai berikut: IV.2.1. Jalan Thamrin

Belok Kiri (LV) LV = 744 kend/jam HV = 15 kend/jam MC = 834 kend/jam UM = 48 kend/jam Total = 1641 kend/jam Lurus (ST) LV = 1749 kend/jam

HV = 77 kend/jam MC = 1383 kend/jam UM = 47 kend/jam Total = 3256 kend/jam

Sehingga jumlah kendaraan seluruhnya dari pendekat Thamrin adalah = 4897 kend/jam.

Karena arus lalu lintas adalah dalam kondisi arus berangkat terlindung dimana keberangkatan arus dari Thamrin tidak ada titik konflik antara gerak belok kanan dan gerak lurus dari bagian pendekat dengan lampu hijau pada fase yang sama, maka besarnya total arus lalu lintas menjadi :

Sehingga jumlah kendaraan seluruhnya adalah = a. Jalan Thamrin

Belok Kiri (LV) LV = 744 x 1.0 smp/jam HV = 15 x 1.3 smp/jam


(75)

MC = 834 x 0.2 smp/jam UM = 48 x 0.5 smp/jam Total = 955 smp/jam

Lurus (ST) LV = 1749 x 1.0 smp/jam HV = 77 x 1.3 smp/jam MC = 1383 x 0.2 smp/jam UM = 47 x 0.5 smp/jam Total = 2150 smp/jam

Sehingga jumlah kendaraan seluruhnya dari pendekat Thamrin adalah = 955 smp/jam + 2150 smp/jam = 3105 smp/jam.

Data-data yang didapat dilapangan pada pendekat Thamrin :

• Lebar efektif jalan (We = 15.80 meter)

• Lama waktu hijau (g) = 41 detik

• Lama waktu kuning = 3 detik

• Lama waktu merah = 54 detik

• Waktu siklus (c) = 98 detik Pendekat Jalan Thamrin

Arus belok kiri (QLT) = 955 smp/jam Arus lurus (QST) = 2150 smp/jam

Nilai arus jenuh dasar (smp/jam hijau) So = 600 x We

= 600 x 15.80


(1)

590 700 5252

555 716 5210

559 730 5170

575 728 5153

TOTAL/15'Lurus OTAL/15' KanaVOL/Jam

507 591

526 617

568 689

551 686 4735

531 639 4807

517 625 4806

527 643 4719

499 639 4620

566 678

625 665

640 722

566 741 5203

610 731 5300

566 685 5261

552 731 5182


(2)

559 712

596 758

560 696 5165

565 739 5185

546 746 5206

573 698 5123

559 587 5013

TOTAL/15' lurusTotal/15' KananVOL/Jam

488 581

484 623

491 627

535 668 4497

559 693 4680

542 713 4828

535 700 4945

569 731 5042

493 695

593 648

614 669


(3)

467 631 4781

504 652 4654

550 636 4646

549 680

556 683

545 636

538 618 4805

504 758 4838

551 709 4859

502 769 4949

466 741 5000

TOTAL/15' lurusTotal/15' KananVOL/Jam

441 623

535 631

546 694

546 693 4709

530 661 4836

516 639 4825

513 635 4733


(4)

552 577

604 703

621 741 4913

559 705 5062

570 658 5161

497 683 5034

461 676 4809

486 703

531 726

524 647

499 706 4822

534 707 4874

438 693 4748

484 706 4767

540 671 4773

TOTAL/15' lurusTotal/15' KananVOL/Jam

423 564

430 542

454 567

434 617 4031


(5)

442 713 4302

446 672 4369

458 631

487 693

520 651

501 653 4594

469 644 4618

467 670 4575

516 687 4607

576 681 4710

545 654

561 641

526 715

516 659 4817

534 730 4882

519 731 4930

524 750 4963

527 747 5062

TOTAL/15'Lurus OTAL/15' KanaVOL/Jam


(6)

319 353

290 379 2566

327 346 2649

305 388 2707

270 387 2692

365 459 2847

407 567

449 589

331 546

442 531 3862

464 544 3896

460 615 3933

403 584 4043

473 568 4111

480 517

406 517

505 609

466 598 4098

496 507 4104

504 605 4290

466 556 4198